Disusun Oleh:
1. Haryo Yudanto
2. Setyo Herlina
2016/2017
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sinusitis merupakan penyakit yang sangat lazim diderita di seluruh dunia,
hampir menimpa kebanyakan penduduk Asia. Penderita sinusitis bisa dilihat dari
ibu jari bagian atas yang kempot. Sinusitis dapat menyebabkan seseorang menjadi
sangat sensitif terhadap beberapa bahan, termasuk perubahan cuaca (sejuk),
pencemaran alam sekitar, dan jangkitan bakteri. Gejala yang mungkin terjadi pada
sinusitis adalah bersin-bersin terutama di waktu pagi, rambut rontok, mata sering
gatal, kaki pegal-pegal, cepat lelah dan asma. Jika kondisi ini berkepanjangan
akan meimbulkan masalah keputihan bagi perempuan, atau ambeien (gangguan
prostat) bagi laki-laki.
Menurut Lucas seperti yang di kutip Moh. Zaman, etiologi sinusitis sangat
kompleks, hanya 25% disebabkan oleh infeksi, sisanya yang 75% disebabkan oleh
alergi dan ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan
perubahan-perubahan pada mukosa sinus. Suwasono dalam penelitiannya pada 44
penderita sinusitis maksila kronis mendapatkan 8 di antaranya (18,18%)
memberikan tes kulit positif dan kadar IgE total yang meninggi. Terbanyak pada
kelompok umur 21-30 tahun dengan frekuensi antara laki-laki dan perempuan
seimbang. Hasil positif pada tes kulit yang terbanyak adalah debu rumah
(87,75%), tungau (62,50%) dan serpihan kulit manusia (50%).
Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis
akut yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang
patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih dipertanyakan. Sebaiknya
tidak menyepelekan pilek yang terus menerus karena bisa jadi pilek yang tak
kunjung sembuh itu bukan sekadar flu biasa.
Oleh karena faktor alergi merupakan salah satu penyebab timbulnya
sinusitis, salah satu cara untuk mengujinya adalah dengan tes kulit epidermal
berupa tes kulit cukit (Prick test, tes tusuk) di mana tes ini cepat, simpel, tidak
menyakitkan, relatif aman dan jarang menimbulkan reaksi anafilaktik. Uji cukit
(tes kulit tusuk) merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk reaksi-reaksi
yang diperantarai oleh IgE dan dengan pemeriksaan ini alergen penyebab dapat
ditentukan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dari sinus?
2. Apa definisi dari sinusitis?
3. Apa manifestasi klinis dari sinusitis?
4. Bagaimana etiologi dari sinusitis?
5. Bagaimana patofisiologi dari sinusitis?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita
sinusitis?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari sinusitis?
8. Apa saja komplikasi dari sinusitis?
9. Bagaimana woc (web of caution) dari sinusitis?
10. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita
sinusitis?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui anatomi sinus.
2. Dapat memahami definisi sinusitis.
3. Dapat mengetahui manifestasi klinis dari sinusitis.
4. Dapat mengetahui etiologi dari sinusitis.
5. Dapat memahami patofisiologi dari sinusitis.
6. Dapat memahami pemeriksaan diagnostic yang perlu dilakukan pada
penderita sinusitis.
7. Dapat mengetahui penatalaksanaan dari sinusitis.
8. Dapat mengetahui komplikasi dari sinusitis.
9. Dapat memahami woc (web of caution) dari sinusitis.
10. Dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai pada penderita sinusitis.
D. Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
membuat asuhan keperawatan pada klien dengan sinusitis, serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sinus
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus
sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir,
sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang
berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10
tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus sinus ini
umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.
1. SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal terbesar. Bentuknya segitiga,
dengan dinding anterior sinus adalah permukaan fasial os maksila yang
disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infratemporal
maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding
superiornya adalah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus
alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada disebelah superior
dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris berjalan melalui
infundibulum etmoid.
2. SINUS FRONTAL
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar dari pada
lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak digaris tengah. Sinus frontalis
dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fossa serebri anterior,
sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar kedaerah ini. Sinus frontal
ini berdrenase melalui ostiumnya dan bermuara ke meatus media.
3. SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir
akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan sumber infeksi
bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti
piramid dengan dasarnya dibagian posterior. Bagian anterior sinus bermuara
kemeatus medius dan bagian posterior yang bermuara ke meatus superior. Sel
anterior dan posterior dipisahkan oleh lempeng tulang transversal yang tipis.
Tempat perlekatan konka media pada dinding lateral hidung
juga merupakan patokan letak perbatasan kelompok sel-sel anterior dan
posterior. Kelompok sel anterior terdapat didepan dan bawahnya sedang
kelompok posterior ada diatas dan belakangnya.
4. SINUS SFENOID
Masing-masing sinus sfenoid berhubungan dengan meatus superior melalui
celah kecil menuju ke resesus sfeno-etmoidalis. Batas-batasnya ialah sebelah
superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya
atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan
karotis interna dan disebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri
posterior didaerah pons.
B. Fisiologi Sinus Paranasal
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain:
1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah karean ternyata
tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara sinus dan rongga
hidung.
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume
sinus pada tiap kali bernafas, sehingga di butuhkan beberapa jam untuk
pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak mempunyai
vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.
2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita
dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi
kenyataanya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-
organ yang di lindungi.
3. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbanga kepala karena mengurangi berat tulang muka.
Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya aka
memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori
ini dianggap tidak bermakna.
4. Membantu resonasi suara
Sinus ini mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonasi suara dan
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus
dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang
efektif. Lagi pula tidaj ada kolerasi antara resonasi suara dan besarnya sinus
pada hewan-hewan tingkat rendah.
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
6. Membantu produksi mucus
Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang masuk dengan udara inspirasi karena mucus ini
keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
C. Definisi Sinusitis
Sinusitis dapat didefinisikan sebagai peradangan pada salah satu atau lebih
mukosa sinus paranasal, umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering
disebut sebagai rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. (Soetjipto D
& Wardani RS, 2007)
Rinosinusitis kronis adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal
yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari
12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2
kriteria minor (Stankiewicz, 2001; Busquets, 2006; Soetjipto, 2006; Setiadi M,
2009).
D. Etiologi
a. Pada Sinusitis Akut, yaitu
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus,
dan Parainfluenza virus).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam
keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh
menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus
lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang
biak dan menyusup ke dalam sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan
sistem kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
4. Peradangan menahun pada saluran hidung
Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.
5. Septum nasi yang bengkok
6. Tonsilitis yg kronik
2. Alergi
E. Manifestasi Klinis
Adams (1997 hal 241)
a. Sinusitis maksila akut
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat,m nyeri
tekan, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang berbau dan
bercampur darah.
b. Sinusitis etmoid akut
Gejala : Sekret kental di hidung dan nasofaring, nyeri di antara dua mata, dan
pusing.
c. Sinusitis frontal akut
Gejala : Demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari, tetapi berkurang
setelah sore hari, sekret kental dan penciuman berkurang.
d. Sinusitis sphenoid akut
Gejala : Nyeri di bola mata, sakit kepala, dan terdapat sekret di nasofaring
e. Sinusitis Kronis
Gejala : Flu yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang
berbau,selalu terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain
misalnya rematik, nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering
demam.
F. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga
mengandung substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila
terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak
dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam
ronga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi
ini biasa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam
beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen.
Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi
antibiotic. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi),
inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bacteri anaerob berkembang. Mukosa
makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai
akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan
operasi.
Klasifikasi dan mikrobiologi: Consensus international tahun 1995
membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika
lebih dari 8 minggu. Consensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas
sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih
dari 3 bulan.
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan
dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya
factor predisposisi harus dicari dan di obati secara tuntas.
Menurut berbagai penelitian, bacteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut
adalah streptococcus pneumonia (30-50%). Hemopylus influenzae (20-40%) dan
moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak di temukan
(20%). Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya
bakteri yang ada lebih condong ka rarah bakteri negative gram dan anaerob.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Rinoskopi anterior :
a. Mukosa merah
b. Mukosa bengkak
c. Mukopus di meatus medius
2. Rinoskopi posterior
Mukopus nasofaring
3. Nyeri tekan pipi yang sakit
4. Transiluminasi : kesuraman
pada sisi yang sakit
5. X Foto sinus paranasalis
Kesuraman
Gambaran airfluidlevel
Penebalan mukosa
H. Penatalaksanaan
Drainage
1. Medical :
Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) %(anak)
Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg
- Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
b. antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :
- ampisilin 4 X 500 mg
- amoksilin 3 x 500 mg
- Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
- Diksisiklin 100 mg/hari.
b. Simtomatik
- parasetamol, metampiron 3 x 500 mg.
c. Untuk kromis adalah :
- Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
- Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
- Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi ialah:
1. Osteomielitis dan abses subperiostal
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada
paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila.
Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.
Variasi yang dapat timbul ialah udema palpebra, selulitis orbita, abses
kavernosus.
3. Kelainan Intrakranial
Dapat berupa meningitis, abses ektradural, abses otak dan trombosis sinus
kavernosus.
4. Kelainan Paru
Seperti bronkitis kronis dan brokiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal
disertai denga kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga
timbul asma bronkial
A. PENGKAJIAN :
a. Observasi nares :
- Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya
- Riwayat pembedahan hidung atau trauma
- Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya ,
lamanya.
b. Sekret hidung :
- warna, jumlah, konsistensi secret
- Epitaksis
- Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.
c. Riwayat Sinusitis :
- Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
- Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.
- Gangguan umum lainnya : kelemahan
5. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
6. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
7. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu
hidung
Pola Istirahat dan Tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri
menurun
Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi
Batasan karakteristik :
Subjektif
Klien mengatakan badannya
panas
Objektif
- Kulit merah
- Suhu tubuh meningkat
diatas rentang normal
- Frakuansi napas
meningkat
- Kejang atau konfulsi
- Kulit teraba hangat
- Takikardi
- Tachipnea
Kurang pengetahuan
dasar tentang nutrisi
Akses terhadap
makanan terbatas
Gangguan psikologis
Batasan karakteristik
Penulis menyarankan
penggunaan diagnosis ini
hanya jika terdapat satu
diantara tanda nanda berikut:
Asupan makanan
kurang dari kebutuhan
metabolic, baik kalori
total maupun zat gizi
tertentu
Melaporkan asupan
makanan yang tidak
adekuat kurang dari
RDA.
Subjektif:
Kram abdomen
Nyeri abdomen
Menolak makan
Persepsi
ketidakmampuan untuk
mencerna makan
Melaporkan perubahan
sensasi rasa
Melaporkan kurangnya
makanan
Objektif:
Bukti kekurangan
makanan
Kehilangan rambut
yang berlebihan
Kurang
informasi/informasi
yang salah
Kurangnya minat
terhadap makanan
Peningkatan pemajanan
lingkungan terhadap
pathogen
Pengetahuan yang
kurang untuk
menghindari pajanan
pathogen
Prosedur invasive
Malnutrisi
Agen farmasi
Pecah ketuban
Kerusakan jaringan
Trauma
BAB 4
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sinusitis merupakan penyakit inflamasi mukosa sinus paranasal yang
sering ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah
satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Ada empat pasang
sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus mempunyai muara (ostium)
ke dalam rongga hidung.
Infeksi virus ini, dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang berpolusi, udara
dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan
perubahan mukosa dan merusak silia. Dalam Consensus International tahun 1995
membagi sinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu yang kebanyakan
disebabkan oleh streptococcus pneumonia (30-50%) dan kronik yang lebih
disebabkan oleh bakteri gram negative dan anaerob jika lebih dari 8 minggu.
i. Saran
1. Perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan tumor otak secara holistik didasari dengan pengetahuan yang
mendalam mengenai penyakit tersebut.
2. Klien dan keluarganya hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksaan
serta meningkatkan pengetahuan tentang tumor otak yang dideritanya.
DAFTAR PUSTAKA
Mangunkusumo E, Soetjipto D. 2007. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, eds. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala & leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Acala V. 2010. CDK: Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk Diagnosis
Rinosinusitis Kronik. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada/RSUP Dr. Sardjito
Huda amin dkk. Asuhan keperawatan Nanda NIC-NOC praktis edisi revisi, Mediaction
2016, Yogyakarta
Adams GL, Boies LC, PA (eds). 1997. Fundamentals Otolaryngology.
Philadelphia,W.b.Saunders, : 241-270