PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningitis adalah Infeksi terbatas pada meningeal yang menyebabkan
gejala yang menunjukkan meningitis (kaku kuduk, sakit kepala, demam)
sedangkan bila parenkim otak terkena, pasien memperlihatkan penurunan
tingkat kesadaran, kejang, defisit neurologis fokal, dan kenaikan tekanan
intrakranial (Harsono, 2005).
Penyakit meningitis merupakan penyakit yang serius karena letaknya
dekat dengan otak dan tulang belakang sehingga dapat menyebabkan
kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian. Kebanyakan kasus
meningitis disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur atau
parasit yang menyebar dalam darah dan cairan otak. Menurut WHO, di
Negara Amerika Serikat pada tahun 2009 terdapat 3000 kasus penyakit
meningococcus dan di Eropa bagian Barat terjadi 7.700 kasus meningococcus
pada setiap tahunnya. (WHO, 2009)
Menurut jurnal Gesnerd, 2005 yang disebutkan dalam jurnalnya
Anngraini Alam yang berjudul Kejadian Meningitis Bakterial pada Anak
usia 6-18 bulan yang Menderita Kejang Demam Pertama Di Indonesia,
kasus meningitis bakterialis sekitar 158/100.000 per tahun, dengan etiologi
Hib 16/100.000 dan bakteri lain 67/100.000, angka ini lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan negara maju.
Melihat kejadian diatas bahwa meningitis merupakan salah satu
penyakit infeksi utama di Indonesia kami sebagai mahasiswa keperawatan
sangat penting mempelajari penyakit ini agar kami dapat memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai. Maka dari itu kami persembahkan salah satu
rangkuman makalah tentang asuhan keperawatan pada meningitis sebagai
bahan belajar dan pendidikan bagi mahasiswa keperawatan.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Meningitis?
2. Bagaimana patofisiologi dari meningitis?
3. Apa etiologi dari meningitis?
4. Apa saja klasifikasi dari meningitis?
5. Apa saja manifestasi klinis dari meningitis?
6. Apa saja komplikasi dari meningitis?
7. Bagaimana penatalaksanaan/pemeriksaan dari meningitis?
8. Bagaimana masalah keperawatan dan asuhan keperawatan dari
meningitis?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
menambah wawasan mengenai gangguan sistem neurobehaviour pada
penderita meningitis, sebagai bahan kajian bagi perawat dalam praktiknya
menangani penderita dengan meningitis dan untuk memenuhi tugas mata
kuliah sistem persepsi dan sensori.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
B. Definisi
Dalam buku patofisiologi karangan John Daly dkk tahun 2010,
meningitis adalah inflamasi pada meningen otak dan medulla spinalis, hal ini
disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang masuk ke dalam sistem saraf
pusat melalui sirkulasi darah. Mikroorganisme ini berasal dari infeksi yang
sudah ada sebelumnya yaitu dari infeksi bakteri atau infeksi virus, atau dapat
pula melalui perluasan infeksi dari sumber ekstrakranial. (Esther Chang,
2009)
Meningitis adalah peradangan pada otak dan meningen medulla
spinalis, peradangan ini dapat menyerang tiga membran meningen yaitu
durameter, membran araknoid, dan piameter. Meningitis ini pada umumnya
disebabkan oleh infeksi bakteri atau infeksi virus. (Kimberly, 2011)
4
C. Patofisiologi
Faktor risiko: usia (kebanyakan pada bayi), daya Faktor predisposisi: ISPA (sinusitis, epiglottis,
tahan tubuh lemah, jenis kelamin (laki-laki lebih pneumonia), otitis media, trauma kepala dengan
rentan), sosio-ekonomi rendah, lingkungan padat kebocoran CSS (cairan serebrospinal), DM,
penduduk, musim panas, riwayat kraniotomi. alkoholisme, splenektomi, defisiensi imun.
Kehilangan pendengaran
Demam Masuk ke SSP
Tonus otot
5
Lanjutan.
Peningkatan
Tekanan Intra Kranial permeabilitas
pembuluh
darah ke otak
Tekanan pada Penekana Perub. Tingkat kesadaran,
pusat refleks n area perub. Perilaku, disorientasi,
muntah di fokal fotophobia, sekresi ADH Bradikardi
medulla spinalis kortikal
Kaku kuduk, Ketidakseim- Penurunan
Aliran darah
Mual, muntah, tanda bangan tingkat
serebral
intake nutrisi kernig, potensial kesadaran
tanda membran
O2 ke otak
Brudzinski
Risiko tidak Kemampuan batuk
defisit adekuat , produksi mukus
Kejang
cairan
Perubahan perfusi
Risiko Risiko Cidera
jaringan otak
nutrisi
kurang dari Risiko ggn perfusi
kebutuhan perifer
Permeabilitas
Adhesi Prosedur Kelemahan
kelumpuhan saraf invasif, fisik kapiler dan
lumbal retensi cairan
pungsi Pola nafas tidak
Koma kematian
efektif
Risiko berlebihnya
volume cairan
Trombosis vena serebral Kelumpuhan
Hidrosefalus
6
Keterangan:
Etiologi Klasifikasi
D. Etiologi
Meningitis disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing, dan
protozoa. Namun yang paling banyak terjadi disebabkan oleh bakteri dan
virus. Meningitis karena bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan dengan
penyebab lain karena mekanisme kerusakan & gangguan otak yang
disebabkan oleh bakteri ataupu produk bakteri yang lebih berat.
1. Bakteri
Meningitis oleh bakteri memiliki kecenderungan menyerang pada
golongan usia tertentu, diantaranya, golongan neonatus (E.Coli, S.beta
hemolitikus, dan listeria monositogenes), golongan balita (h.influenzae,
meningococcus dan pneumococcus),golongan umur 5 20 tahun
(Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus
pneumococcus), juga pada usia > 20 tahun (Meningococcus,
Pneumococcus, Stafilococcus, Streptococcus dan Listeria).
2. Virus
Sedangkan meningitis oleh virus memiliki prognosis yang lebih baik,
cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus penyebab yang paling
banyak ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus.
Ada juga Herpes simplex, Herpes zooster dan enterovirusyag menjadi
penyebab terjadinya meningitis aseptik tapi ini jarang terjadi.
7
3. Jamur
Meningitis jamur disebabkan oleh jamur Criptococcus neofarmans
dan sering terjadi pada pasien AIDS. Criptococcal bisa masuk ke tubuh
melalui jalur udara ketika menghirup debu atau partikel kotoran burung
yang kering. Jamur ini dapat menginfeksi paru-paru, kulit dan bagian
tubuh lain.
E. Faktor Predisposisi Dan Faktor Resiko
1. Faktor Resiko
a. Usia
c. Jenis kelamin
f. Penyakit ISPA
2. Faktor Predisposisi
a. Sepsis
8
e. Infeksi parameningeal
3. Faktor maternal
Hal-hal seperti ruptur membran fetal dan infeksi maternal pada
minggu terakhir kehamilan dapat menjadi penyebab terjadinya
meningitis.
4. Faktor imunologi
Biasanya disebabkan oleh faktor imunologi seperti defisiensi
mekanisme imun dan defisiensi immunoglobulin.
5. Kelainan sistem saraf pusat, riwayat pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan yang mengakibatkan terjadinya
meningitis.
6. Faktor lingkungan
Keadaan lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan terlalu
padat dapat menyebabkan timbulnya kontak dengan penderita sehingga
berpotensi terpapar oleh bakteri seperti Haemophilus influenza.
F. Manifestasi Klinis
Secara umum, gejala klinis yang sering muncul pada pasien penderia
meningitis adalah sebagai berikut:
1. Sakit kepala hebat : Hal ini disebabkan oleh iritasi meningen dan
biasanya terjadi pada 90% pasien kasus meningitis bakterial.
9
b. Tanda Kernig positif : Keadaan ketika pasien dibaringkan
dengan paha dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki pasien
tidak dapat di ekstensikan dengan sempurna. Tanda kernig positif (+)
bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135o (kaki tidak dapat
diekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti
rasa nyeri.
10
Gambar 2.3 Brudzinki
7. Muntah
G. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan, berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak dan berdasarkan mikroorganisme penyebab.
11
a. Meningitis serosa
Merupakan radang selaput otak araknoid dan piameter yang
disertai cairan otak yang jernih. Penyebab yang paling sering adalah
Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus,
Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
B. Meningitis purulenta
Merupakan radang bernanah pada arakhnoid dan piameter
yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya adalah bakteri
antara lain: Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitides (meningokok), Streptococus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
1. Meningitis berdasarkan mikroorganisme penyebab yaitu:
a. Meningitis bekterial ( meningitis purulenta/septik )
Meningitis ini merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh
meningen, dimana organism masuk ke dalam ruang arachnoid dan
subarachnoid. Sesuai namanya, meningitis ini disebabkan oleh
bakteri, antara lain : Neisseria meningitides (meningokok),
Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, streptococcus pneumonia (pneumococcus) dan
Mycobacterium tuberculosis. (Ginsbeg, 2008)
b. Meningitis Virus ( meningitis aseptik )
Meningitis jenis ini sering terjadi akibat komplikasi lanjutan
dari berbagai macam penyakit akibat virus yang meliputi mumps
(penyakit gondok), herpes simplek dan herpes zoster. Virus
penyebab meningitis disini dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
: virus RNA dan virus DNA. Contoh virus RNA adalah enterovirus
(virus penyakit polio), arbovirus (virus penyakit rubella), flavivirus,
mixovirus. Sedangkan contoh virus DNA pada meningitis ini yaitu
virus herpes dan retrovirus. (PERDOSSI, 2005)
12
C. Meningitis Jamur ( meningitis kriptokoku neoformans )
Pada meningitis ini infeksi jamur dan parasit pada susunan
saraf pusat merupakan penyakit oportunistik yang pada beberapa
keadaan tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga termasuk
sulit. Manifestasi pada infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf
pusat dapat berupa meningitis dan proses desak ruang (abses atau
kista).
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis
jamur yang disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat
yang sering terjadi pada pasien AIDS. Biasanya infeksi jamur
cenderung menimbulkan meningitis kronis atau abses otak.
H. Komplikasi
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara
lain:
13
I. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmako
a. Antibiotika
Antibiotika yang diberikan kepada penderita meningitis ada
yang diberikan sesuai golongan umur dan penyebab seperti pada
tabel berikut.
Anak-anak : 200mg/kgBB/hari
14
100mg/kg setiap 6 atau 8 jam
IV/IM
b. Kortikosteroid
15
3. Isolasi
Penyakit ini mudah sekali menular melalui kontak langsung denga
pasien dan melalui droplet infection seperti ludah, dahak, ingus, cairan
bersin dan cairan tenggorok pasien.
4. Operatif
Penanganan fokal infeksi biasanya dilakukan tidakan operatif
mastoidektomi radikal. Mastoidektomi dilakukan dengan tujuan
memperjelas dan mengeksplorasi seluruh jalan yang mungki dilewati
oleh invasi bakteri. Juga dapat dilakukan thrombectomi, jugular vein
ligation, perisinual dan cerebellar abcess drainage
J. Prognosis
1. Umur
Pederita meningitis di usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua
mempuyai prognosis yang semakin buruk, yaitu dapat menimbulkan cacat
berat dan kematian.
2. Mikroorganisme spesifik yang menimbulkan penyakit
3. Banyaknya organisme dalam selaput otak
4. Jenis meningitis
5. Jenis kelamin
16
yan lebih ringan, penurunan kesadaran jarang ditemukan didalamnya.
Meningitis viral memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan
meninitis yang disebabkan oleh bakteri. Sebagian penderita sembuh
dalam 1 2 minggu dengan pengobatan yan adekuat, kesembuhan total
akan didapatkan.
K. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan untuk mencegah timbulnya faktor
resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko
dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
a. Hindari kontak langsung atau terpajan droplet penderita karena sangat
memungkinkan terjadinya penularan.
b. Pencegahan penyakit infeksi meningitis dapat dilakukan dengan
pemberian vaksin pada bayi agar mendapatkan kekebalan tubuh
terhadap bibit penyakit tersebut.
17
d. Bagi penderita, penting sekali untuk menjaga personal hygiene,
diantaranya yaitu menutup hidung dan mulut ketika bersin atau batuk,
dan setelahnya segera mencuci tangan dengan bersih dan
menggunakan sabun atau cairan antiseptik.
e. Hindari penggunaan piranti makan yang bersamaan dengan penderita
untuk meminimalisir terjadinya proses penularan bakteri melalui
eksudat yang menempel di piranti makan tersebut.
f. Sebisa mungkin mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan
perumahan dan lingkungan sekitar tempat kita beraktivitas sehari-hari
seperti lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan lain-lain untuk
meminimalisisir potensi penyebaran bakteri maupun virus.
(Harsono, 2007)
2. Pencegahan Sekunder
a. Diagnosis Meningitis
Gejala-gejala dan tanda-tanda meningitis bakteri didahului oleh
gejala saluran nafas bagian atas atau saluran cerna selama beberapa
hari sebelumnya. Biasanya radang selaput otak akan disertai panas
mendadak mual, muntah, anoreksia, fotofobia, dan kaku kuduk. Bila
infeksi memberat, timbul peradangan korteks dan edema otak dengan
gejala-gejala penurunan tingkat kesadaran, koma, kejang-kejang,
kelumpuhan saraf otak yang bersifat sementara atau menetap, dan
pada bayi fontanella mencembung. Pada anak dengan demam dan
kejang, bila diagnosis kejang demam dan epilepsi telah disingkirkan,
maka diagnosinya hampir pasti meningitis atau meningoensefalitis.
Pada bayi umur 28 hari gejala mungkin samar dan tidak spesifik,
seperti tidak mau menyusu, menjadi sangat tenang atau sangat gelisah,
muntah, atau tampak tidak sehat. Temperatur cenderung rendah
18
daripada tinggi. Jika ada muntah, maka fontanel akan mendatar atau
mencekung. Sehingga lingkaran kepala bayi harus diukur setiap hari.
Pada bayi yang lebih besar (sampai umur dua tahun), gejala meliputi
kegelisahan, demam, muntah, fotofobia, ketegangan, dan kejang.
Anak tampak kejang dan gugup. Pada bagian akhir penyakit,
fontanel akan menggelembung, terasa nyeri bila menekuk leher dan
akan timbul Kernigs sign yang positif (tidak dapat menaikkan tungkai
dengan membengkokkannya di sendi pinggul).4 Pada anak yang
berumur lebih dari dua tahun, sebagai tambahan dari gejala di atas,
mungkin mengeluh sakit kepala, pusing, bahkan sampai koma.4
Gejala klinis meningitis virus yang benigna, gejalanya dapat
sedemikian rupa ringannya sehingga diagnosis meningitis menjadi
tidak terlihat. Jika gejala agak berat biasanya ditandai dengan nyeri
kepala dan nyeri kuduk.
(Harsono, 2007)
3. Pencegahan Tersier
Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan
kelemahan dan kecacatan akibat meningitis dan membantu penderita
untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak
diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak
19
neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk
belajar.32 Fisioterapi dan rehabilitasi juga dapat dilakukan untuk
mencegah dan mengurangi cacat.
(Harsono, 2007)
L. Pendidikan Kesehatan
Para tenaga kesehatan perlu untuk memberi pendidikan kesehatan
tentang penyakit meningitis seperti:
1. Menjelaskan tentang tanda dan gejala penyakit meningitis.
(Kimberly A, 2011)
20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
a. Biodata
1) Nama :
2) Usia :
3) Alamat
4) Jenis kelamin:
5) Pendidikan :
6) Agama :
7) Suku bangsa :
8) Diagnosa medis:
b. Riwayat kesehatan :
1) Keluhan utama :-
21
sifat timbulnya, stimulus yang sering menimbulkan keluhan, dan
tindakan yang biasa diberikan untuk menurunkan keluhan tersebut.
c. Data biologis
1) Aktivitas
2) Eliminasi
22
3) Makan
4) Higiene
d. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran : -
Pasien yang datang ke rumah sakit biasanya dalam keadaan
latergi, stupor, dan semikomatosa
2) Tanda tanda vital
a) Temperatur :-
Suhu mengalami peningkatan lebih dari normal sekitar 38
41 oC
b) Denyut nadi :
Denyut nadi menurun sebaai tanda peningkatan tekanan
intrakranial
c) Respirasi :-
Peningkatan frekuensi napas berhubungan dengan
peningkatan laju metabolisme umum
d) Tekanan darah:-
Biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda
tanda peningkatan tekanan intrakranial.
e) Pemeriksaan menyeluruh
(1) B1 (breathing)
Melihat apakah klien batuk, produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan alat bantu nafas, dan peningkata
frekuensi nafas. Auskultasi bunyi nafas, bunyi nafas
tambahan seperti ronchi pada meningitis tuberkulosa
(2) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem cardiovascular, biasanya terdapat
infeksi fulminating pada meningitis meningokokus
dengan tanda-tanda septicemia: demam tinggi yang tiba-
tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah
dan ekstremitas), syok, dan tanda-tanda koagulasi
intravascular desiminata
23
(3) B3 (brain)
(6) B6 (bone)
24
disertai abses serebri dan efusi ssubdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK
berlangsung lama.
(i) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu
sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan
normal.
25
(8) System motorik
e. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a) Pemeriksaan Kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif
berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+)
bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi
kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada
hiperekstensi dan rotasi kepala. (Harsono,2007)
b) Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan
fleksi pada panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada
sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda kernig
positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 1350
(kaki tidak dapat diekstensikan sempurna) disertai spasme otot
paha biasanya diikuti rasa nyeri. (Harsono,2007)
c) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan
kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien
26
kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada
sejauh mungkin. Tanda brudzinski I positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
(Harsono,2007)
d) Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral
Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha
pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda
brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
(Harsono,2007)
2) Pemeriksaan Penunjang Meningitis
a) Pemeriksaan cairan serebrospinalis
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak,
meningitis dibagi menjadi dua golongan yaitu meningitis
serosa dan meningitis purulenta.
(1) Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil
positif pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop
dan hasil biakan. Pada pemeriksaan diperoleh hasil cairan
serebrospinal yang keruh karena mengandung pus (nanah)
yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati,
serta jaringan yang mati dan bakteri.
(2) Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan
serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan
jumlah protein yang meninggi.
3) Pemeriksaan darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit,
Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit,
dan kultur.
a) Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
27
b) Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Di samping itu, pada meningitis Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
4) Pemeriksaan Radiologis
a) serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan Pada meningitis
purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal) dan foto dada.
b) Pada meningitis bila mungkin dilakukan CT Scan.
B. Diagnosa
Resiko cidera
28
C. Perencanaan
b. Memperlihatkan e. Lakukan
status RR normal pendidikan
kesehatan pada
keluarga
29
saat pernafasan pasien
b. Jumlah
sumbatan jalan
nafas berkurang
c. TTV normal
e. Kolaborasi : pemberian
obat anti mikroba,
antipiretik pemberian
cairan parenteral
30
(suhu, nadi, tensi,
pernafasan) setiap 3
jam
d. Keseimbangan
intake dan output
e. Menampilkan
hidrasi yang baik
31
adequat : makan
Kriteria hasil :
e. Pemantauan cairan
a. Mempertahankan
BB f. Penyuluhan nutrisi pada
b. Asupan nutrisi dan keluarga
cairan
g. Kolaborasi pemberian
c. Melaporkan
diet dengan ahli gizi
enerqy adequat
d. Nilai lab dalam
batas normal
e. Toleransi dengan
diet yang
diberikan
f. Tingkatkan sirkulasi
32
vena
g. Kolaborasi pemberian
cairan IV dengan alat
control khusus
h. Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi
c. Memperlihatkan e. Pemantauan
teknik mengurangi
istirahat tidur
nyeri
d. Melaporkan pola
tidur yang baik
e. Menggunakan
tindakan
meredakan nyeri
f. Melaporkan
penurunan nyeri
33
Resiko cidera Setelah perawatan a. Pantau mobilitas fisik
3x24 jam pasien
risiko kejang
34
makanan dan cairan
g. Lakukan pendidikan
kesehatan pada keluarga
35
BAB IV
STUDI KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Sdr. A
Umur : 23 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama : Kristen
Alamat : dirahasiakan
Tgl / Jam masuk : 17 Februari 2017, Jam : 22.30 WIB
Tgl / Jam Pengkajian : 02 Maret 2017, Jam: 08.00 WIB
Diagnosa Medis : Meningitis
b. Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny.W
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Alamat : dirahasiakan
Hubungan Dengan Pasien : Bibi
2. Keluhan Utama
Penurunan tingkat kesadaran
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri kepala sejak 1 bulan yang lalu, terasa di
seluruh kepala, seperti tertekan, pasien demam, mual, muntah.
Pasien lalu dirawat di RS Jakarta pada tanggal 1 Februari 2017,
36
selama 5 hari dan didiagnosa saat itu mangalami penyakit typhoid.
setelah pulang selama 2 hari, pasien masih mengeluh sakit kepala,
dan demam. Kemudian pasien dibawa ke RS Kasih Ayah pada
tanggal 8 Februari 2017. Selama perawatan klien masih demam
terus menerus selama 3 minggu perawatan. Karena tidak ada
perubahan pasien kemudian dirujuk ke RSUD RSUD PARE pada
tanggal 17 Februari 2017. Kondisi pasien ketika masuk Lemah,
klien masih mengeluh nyeri kepala, demam, kesadaran Compos
Mentis, GCS : 15, terdapat kaku kuduk, tanda lasique (+), tanda
Kernig (+), Tanda bruzinski I-II (+), pasien dirawat di ruang
Cendana, setelah perawatan selama 1 minggu, di ruang Cendana
Pasien mengalami penurunan kesadaran, kemudian pasien dirawat
di ruang ICU pada tanggal 21 Februari 2017. Keadaan pasien saat
ini lemah, kesadaran Sopor Coma GCS: 4 E1V1M2. Pasien
terpasang ventilator mekanik.
Tanda Vital : TD : 135/84 mmHg, HR : 120 x/menit, RR: 25 x/mnt
T: 38,5C, SPO2 : 100%.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga mengatakan sejak kecil pasien sering dirawat di Rumah
Sakit karena demam, tidak ada riwayat kejang. Pasien tidak
memiliki riwayat trauma kepala, hipertensi, DM, penyakit menular
seperti TBC, dan hepatitis.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dalam anggota keluarga tidak ada yang
menderita penyakit yang sama seperti pasien, tidak mempunyai
riwayat penyakit keturunan seperti DM, hipertensi dan asma.
37
Genogram
23 th
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Tinggal 1 rumah
4. Pengkajian Primer
a. Airway
Terdapat produksi sekret di jalan nafas, klien terpasang
Endotrakheal tube dan ventilator, poduksi sekret banyak, warna
putih, terdapat suara napas tambahan ronkhi.
b. Breathing
Klien terpasang Endotrakheal tube dan ventilator dengan mode
SIMV-PC, FIO2: 50%, RR setting ventilator: 12, Pressure
Inspiration: 15, Volume tidal: 345, RR: 25 x/mnt. Tampak retraksi
dinding dada, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan.
c. Circulation
Nadi perifer dan karotis teraba kuat, akral panas, capilary refill
kembali 4 detik, TD 135/84 mmHg, N: 120 x/mnt, S: 38,5 oC, tidak
38
ada sianosis, tidak ada edema, Hasil pemeriksaan EKG : Sinus
Takikardi.
d. Disability
Keadaan umum lemah, pasien Sopor Coma GCS: 4, E1 M2 V1,
pasien tidak berespon dengan rangsangan suara, tidak berespons
terhadap rangsang nyeri, reaksi pupil terhadap cahaya (+/+), ukuran
pupil (4/4).
e. Exposure/Event
Kulit teraba panas, T: 38,5C, tidak terdapat oedema, turgor kulit
baik kembali < 3 detik. Pasien dirawat di RS Jakarta selama 5 hari
dan didiagnosa saat itu mangalami penyakit typhoid. setelah pulang
selama 2 hari, pasien masih mengeluh sakit kepala, dan demam.
Kemudian pasien dirawat di RS Kasih Ayah. Selama perawatan
masih demam 3 minggu. Pasien dirujuk ke RSUD Pare pada
tanggal 17 Februari 2017. Pasien mengalami penurunan kesadaran
sejak 1 minggu setelah masuk RS, kemudian pasien dirawat di
ruang ICU. Keadaan pasien saat ini lemah, kesadaran Sopor Coma
GCS : 4 E1V1M2. Pasien terpasang ventilator mekanik.
Tanda Vital : TD : 135/84 mmHg, HR : 120 x/menit, RR: 25 x/mnt
T: 38,5C, SPO2 : 100%.
5. Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi
Keluarga mengatakan pasien mempunyai alergi paracetamol,
pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan dan tidak ada
alergi cuaca/ suhu dingin.
2) Medikasi
Keluaga mengatakan sebelum masuk RS klien tidak sedang
mengonsumsi obat-obatan tertentu.
3) Past Illness
39
Keluarga mengatakan sebelumnya pasien merasakan nyeri
kepala, demam tidak turun-turun selama 3 minggu.
4) Last Meal
Pasien mengatakan sebelum dibawa ke RS sore harinya pasien
makan nasi dan sayur sop serta lauk. BB : 60 Kg, TB : 178 cm,
IMT : 18,9 (Normal)
5) Environment
Pasien seorang pegawai swasta, pasien tidak merokok.
Keluarga mengatakan pasien merupakan seorang pekerja
keras, ketika bekerja pasien sering lupa makan, dan istirahat
kurang. Sebelumnya klien sering mengalami pusing tetapi
sembuh dengan istirahat. Kemudian 1 bulan yang lalu nyeri
kepala muncul dan disertai dengan demam.
40
Terdapat kaku kuduk.
41
Sopor Coma dengan total GCS: 4 (E1V1M2),
terdapat kaku kuduk, tanda laseque (+), tanda
brudzinski I-II positif
Toileting V
Berpakaian V
Mandi V
Mobilisasi di V
tempat tidur
Ambulasi ROM V
Keterangan:
0 : Mandiri 3 : dibantu orang lain dan alat
1 : Menggunakan alat bantu 4 : Tergantung total
2 : Dibantu orang lain
6. Pengkajian Tersier
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 27 Februari 2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Kimia Klinik
Elektrolit
Natrium darah 128 Mmol/L 136-145
42
Kalium darah 3.7 Mmol/L 3.3 5.1
PH 7.450 7.350-7450
BE 2.2 Mmol/L -2 - +3
Hematokrit 43 % 37-50
IMUNO
SEROLOGI
Anti-Toxoplasma Positif IU/ml Negatif
IgG Indeks : 174
Anti-Toxoplasma Negatif Negatif
IgM
Anti-Toxoplasma High avidity Negatif
IgG Avidity # Indeks 0,541
Anti-CMV IgG Positif AU/ml Negatif
Kons: 21
Anti-CMV IgM Negatif Negatif
Sekresi
43
Makroskopis
Warna Yellow
Kejernihan Slight
Cloudy
Kimia Urin
PH 7.5 4.5-8.0
Mikroskopis
Epitel
Epitel Squamous 1-2 /LPB Negatif
Silinder
44
Tanggal 2 Maret 2017
PH 7.408 7.350-7450
BE -4.7 Mmol/L -2 - +3
Hematokrit 43 % 37-50
Hematologi rutin
Hematokrit 40 % 33-45
Kimia klinik
Elektrolit
45
Natrium Darah 128 Mmol/L 136-145
Cairan Parenteral
RL IV 60 cc/jam
Terapi injeksi
46
Kalnex IV 500 mg/8 jam
Terapi oral
Gloucon Oral 3x
47
B. Analisa Data
Peningkatan
komponen darah di
serebral
Bakteri masuk ke
aliran balik vena ke
48
jantung
Penurunan daya
tahan tubuh
Risiko infeksi
Sepsis
49
Toileting 4 Perubahan fisiologis
intrakranial
Berpakaian 4
Peningkatan
Mandi 4 permeabilitas darah
Mobilisasi di 4 serebral
tempat tidur Penurunan tingkat
Ambulasi 4 kesadaran
ROM
Kesimpulan : klien dibantu Kelemahan fisik
total dalam pemenuhan umum
ADL (Total Care)
Defisit ADL
- Kesadaran klien sopor
coma
- GCS : 4, E1M2V1
- Klien terpasang ET dan
ventilator mekanik
Hipertermi
50
5. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik umum
D. Intervensi
51
lebih efektif
52
kejang R/ Hipertermi meningkatkan IWL
sehingga meningkatkan risiko dehidrasi.
Terutama jika tingkat kesadaran menurun.
53
dengan kriteria hasil : merupakan indikasi perkembangan dari
meningokosemia akut atau terjadi
- Klien bebas dari tanda penyebaran patogen secara
dan gejala infeksi hematogen/sepsis
- Menunjukkan - Monitor adanya disritmia dan demam
kemampuan untuk yang terus menerus
mencegah timbulnya R/ infeksi sekunder seperti
infeksi miokarditis/perikarditis dapat
- Jumlah leukosit dalam berkembang dan memerlukan intervensi
batas normal lanjut
(4.5-11.0 ribu/ul) - Berikan tindakan isolasi sebagai
tindakan pencegahan
R/ menurunkan risiko penyebaran
terhadap orang lain
- Berikan informasi kepada keluarga
untuk melakukan hand hygiene
sebelum dan setelah kontak dengan
pasien
R/ meningkatkan pengetahuan keluarga
dan mencegah terjadinya infeksi pada
klien.
- Kolaborasi pemberian terapi antibiotik
sesuai indikasi.
R/ antibiotik yang dipilih bergantung
pada tipe infeksi dan sensitivitas
individu.
54
dan mencegah terjadinya dehidrasi.
- Berikan informasi kepada keluarga
tentang penyebab dan cara mengatasi
hipertermi.
R/ meningkatkan pengetahuan
keluarga.
- Kolaborasi pemberian antipiretik
ssesuai indikasi
R/ membantu mengatasi hipertermi
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Meningitis adalah inflamasi atau peradangan pada meningen otak dan
medulla spinalis dan dapat menyerang tiga membran meningen yaitu
durameter, membran araknoid, dan piameter. Hal ini disebabkan oleh adanya
mikroorganisme yang masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui sirkulasi
darah. Mikroorganisme ini berasal dari infeksi yang sudah ada sebelumnya
yaitu dari infeksi bakteri atau infeksi virus, atau dapat pula melalui perluasan
infeksi dari sumber ekstrakranial. Biasanya hal ini ditandai pula dengan
adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinal.
B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca, khususnya
mahasiswa keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih mengenai
penyakit meningitis dan cara penerapan asuhan keperawatan pada pasien
penderita meningitis, serta dapat menstimulasi pembaca untuk menggali
pemahaman yang lebih dalam.
56
DAFTAR PUSTAKA
57