Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Meningitis adalah Infeksi terbatas pada meningeal yang menyebabkan
gejala yang menunjukkan meningitis (kaku kuduk, sakit kepala, demam)
sedangkan bila parenkim otak terkena, pasien memperlihatkan penurunan
tingkat kesadaran, kejang, defisit neurologis fokal, dan kenaikan tekanan
intrakranial (Harsono, 2005).
Penyakit meningitis merupakan penyakit yang serius karena letaknya
dekat dengan otak dan tulang belakang sehingga dapat menyebabkan
kerusakan kendali gerak, pikiran, bahkan kematian. Kebanyakan kasus
meningitis disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur atau
parasit yang menyebar dalam darah dan cairan otak. Menurut WHO, di
Negara Amerika Serikat pada tahun 2009 terdapat 3000 kasus penyakit
meningococcus dan di Eropa bagian Barat terjadi 7.700 kasus meningococcus
pada setiap tahunnya. (WHO, 2009)
Menurut jurnal Gesnerd, 2005 yang disebutkan dalam jurnalnya
Anngraini Alam yang berjudul Kejadian Meningitis Bakterial pada Anak
usia 6-18 bulan yang Menderita Kejang Demam Pertama Di Indonesia,
kasus meningitis bakterialis sekitar 158/100.000 per tahun, dengan etiologi
Hib 16/100.000 dan bakteri lain 67/100.000, angka ini lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan negara maju.
Melihat kejadian diatas bahwa meningitis merupakan salah satu
penyakit infeksi utama di Indonesia kami sebagai mahasiswa keperawatan
sangat penting mempelajari penyakit ini agar kami dapat memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai. Maka dari itu kami persembahkan salah satu
rangkuman makalah tentang asuhan keperawatan pada meningitis sebagai
bahan belajar dan pendidikan bagi mahasiswa keperawatan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Meningitis?
2. Bagaimana patofisiologi dari meningitis?
3. Apa etiologi dari meningitis?
4. Apa saja klasifikasi dari meningitis?
5. Apa saja manifestasi klinis dari meningitis?
6. Apa saja komplikasi dari meningitis?
7. Bagaimana penatalaksanaan/pemeriksaan dari meningitis?
8. Bagaimana masalah keperawatan dan asuhan keperawatan dari
meningitis?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
menambah wawasan mengenai gangguan sistem neurobehaviour pada
penderita meningitis, sebagai bahan kajian bagi perawat dalam praktiknya
menangani penderita dengan meningitis dan untuk memenuhi tugas mata
kuliah sistem persepsi dan sensori.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak

Meningen (selaput otak) adalah selaput yang membungkus otak dan


sumsum tulang belakang, melindungi struktur saraf halus yang membawa
pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinalis/CSS), memperkecil
benturan atau getaran yang terdiri dari tiga lapisan:

1. Duramater (lapisan luar) adalah selaput keras pembungkus otak yang


berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat. Durameter pada tempat tertentu
mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak.

2. Arakhnoid (lapisan tengah) merupakan selaput halus yang memisahkan


durameter dengan piamater membentuk sebuah kantong atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.

3. Piamater (lapisan sebelah dalam) merupakan selaput tipis yang terdapat


pada permukaan jaringan otak. Ruangan di antara arakhnoid dan
piamater disebut sub-arakhnoid. Pada reaksi radang, ruangan ini berisi sel
radang. Di sini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum
tulang belakang.

4. Gambar 2.1 lapisan meningen

3
B. Definisi
Dalam buku patofisiologi karangan John Daly dkk tahun 2010,
meningitis adalah inflamasi pada meningen otak dan medulla spinalis, hal ini
disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang masuk ke dalam sistem saraf
pusat melalui sirkulasi darah. Mikroorganisme ini berasal dari infeksi yang
sudah ada sebelumnya yaitu dari infeksi bakteri atau infeksi virus, atau dapat
pula melalui perluasan infeksi dari sumber ekstrakranial. (Esther Chang,
2009)
Meningitis adalah peradangan pada otak dan meningen medulla
spinalis, peradangan ini dapat menyerang tiga membran meningen yaitu
durameter, membran araknoid, dan piameter. Meningitis ini pada umumnya
disebabkan oleh infeksi bakteri atau infeksi virus. (Kimberly, 2011)

4
C. Patofisiologi
Faktor risiko: usia (kebanyakan pada bayi), daya Faktor predisposisi: ISPA (sinusitis, epiglottis,
tahan tubuh lemah, jenis kelamin (laki-laki lebih pneumonia), otitis media, trauma kepala dengan
rentan), sosio-ekonomi rendah, lingkungan padat kebocoran CSS (cairan serebrospinal), DM,
penduduk, musim panas, riwayat kraniotomi. alkoholisme, splenektomi, defisiensi imun.

VIRUS BAKTERI JAMUR


(contoh: Mumps virus, (contoh: E. coli, Listeria (contoh: Criptococcus,
Echo virus, Coxsackie monositogenesis, H. influenzae) Neofarmans)
virus)

Ensefalitis Invasi kuman ke jaringan serebral melalui


darah (vena nasofaring posterior), telinga
Abses otak bagian tengah, sal. Mastoid

Kehilangan pendengaran
Demam Masuk ke SSP

Reaksi peradangan jaringan serebral:


Hipertermi
piameter, arachnoid, CSS

Meningitis Serosa Meningitis Tuberculosis Meningitis Purulenta

Eksudat (cairan berwarna bening) Eksudat (pus berwarna keruh)

Perubahan fisiologis intrakranial

Menyebar ke seluruh S. kranial dan spinal


Peningkatan
permeabilitas Kerusakan neurologis yang mempersarafi otot
pembuluh darah
ke otak Kerusakan neurologis yang mempersarafi otot

Tonus otot

Hambatan Mobilitas Fisik


Lanjutan.

5
Lanjutan.
Peningkatan
Tekanan Intra Kranial permeabilitas
pembuluh
darah ke otak
Tekanan pada Penekana Perub. Tingkat kesadaran,
pusat refleks n area perub. Perilaku, disorientasi,
muntah di fokal fotophobia, sekresi ADH Bradikardi
medulla spinalis kortikal
Kaku kuduk, Ketidakseim- Penurunan
Aliran darah
Mual, muntah, tanda bangan tingkat
serebral
intake nutrisi kernig, potensial kesadaran
tanda membran
O2 ke otak
Brudzinski
Risiko tidak Kemampuan batuk
defisit adekuat , produksi mukus
Kejang
cairan
Perubahan perfusi
Risiko Risiko Cidera
jaringan otak
nutrisi
kurang dari Risiko ggn perfusi
kebutuhan perifer
Permeabilitas
Adhesi Prosedur Kelemahan
kelumpuhan saraf invasif, fisik kapiler dan
lumbal retensi cairan
pungsi Pola nafas tidak
Koma kematian
efektif

Ansietas Gangguan ADL Bersihan jalan nafas


tidak efektif

Risiko berlebihnya
volume cairan
Trombosis vena serebral Kelumpuhan

Efusi atau abses subdural

Hidrosefalus

Arteritis pembuluh darah otak Infark retardasi mental Gangguan


kematian jaringan otak perkembangan mental dan inteligensi

6
Keterangan:

Etiologi Klasifikasi

Manifestasi Komplikasi yang mungkin


timbul

Masalah keperawatan yang mungkin muncul

*Meningitis Tuberculosis: etiologi karena bakteri, namun termasuk meningitis


serosa

D. Etiologi
Meningitis disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing, dan
protozoa. Namun yang paling banyak terjadi disebabkan oleh bakteri dan
virus. Meningitis karena bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan dengan
penyebab lain karena mekanisme kerusakan & gangguan otak yang
disebabkan oleh bakteri ataupu produk bakteri yang lebih berat.
1. Bakteri
Meningitis oleh bakteri memiliki kecenderungan menyerang pada
golongan usia tertentu, diantaranya, golongan neonatus (E.Coli, S.beta
hemolitikus, dan listeria monositogenes), golongan balita (h.influenzae,
meningococcus dan pneumococcus),golongan umur 5 20 tahun
(Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus
pneumococcus), juga pada usia > 20 tahun (Meningococcus,
Pneumococcus, Stafilococcus, Streptococcus dan Listeria).
2. Virus
Sedangkan meningitis oleh virus memiliki prognosis yang lebih baik,
cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus penyebab yang paling
banyak ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus.
Ada juga Herpes simplex, Herpes zooster dan enterovirusyag menjadi
penyebab terjadinya meningitis aseptik tapi ini jarang terjadi.

7
3. Jamur
Meningitis jamur disebabkan oleh jamur Criptococcus neofarmans
dan sering terjadi pada pasien AIDS. Criptococcal bisa masuk ke tubuh
melalui jalur udara ketika menghirup debu atau partikel kotoran burung
yang kering. Jamur ini dapat menginfeksi paru-paru, kulit dan bagian
tubuh lain.
E. Faktor Predisposisi Dan Faktor Resiko
1. Faktor Resiko
a. Usia

b. Daya tahan tubuh

c. Jenis kelamin

d. Lingkungan sosio ekonomi rendah

e. Lingkungan padat penduduk

f. Penyakit ISPA

g. Waktu ( musim panas )

h. Pasien yang pernah mengalami operasi craniotomy

2. Faktor Predisposisi

Ada beberapa keadaan yang menjadi penyebab faktor predisposisi dari


meningitis yang disebabkan oleh bakteri, diantaranya :

a. Sepsis

b. Kelainan yang berkaitan dengan penekanan reaksi imunologis


seperti agamaglobulinemia

c. Pemirauan (shunting) ventrikel

d. Punsi lumbal dan anastesi spinal

8
e. Infeksi parameningeal

3. Faktor maternal
Hal-hal seperti ruptur membran fetal dan infeksi maternal pada
minggu terakhir kehamilan dapat menjadi penyebab terjadinya
meningitis.
4. Faktor imunologi
Biasanya disebabkan oleh faktor imunologi seperti defisiensi
mekanisme imun dan defisiensi immunoglobulin.
5. Kelainan sistem saraf pusat, riwayat pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan yang mengakibatkan terjadinya
meningitis.
6. Faktor lingkungan
Keadaan lingkungan dengan kebersihan yang buruk dan terlalu
padat dapat menyebabkan timbulnya kontak dengan penderita sehingga
berpotensi terpapar oleh bakteri seperti Haemophilus influenza.
F. Manifestasi Klinis
Secara umum, gejala klinis yang sering muncul pada pasien penderia
meningitis adalah sebagai berikut:
1. Sakit kepala hebat : Hal ini disebabkan oleh iritasi meningen dan
biasanya terjadi pada 90% pasien kasus meningitis bakterial.

2. Beberapa tanda lain yang disebabkan oleh iritasi meningen seperti


berikut :

a. Kaku kuduk (rigiditis nukal) : Ketidakmampuan untuk


menggerakkan leher ke depan karena terjadi peningkatan tonus otot
leher dan kekakuan. Hal ini terjadi pada 70% pasien meningitis
bakterial pada dewasa. Tanda kaku kuduk positif (+) bila terdapat
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa
nyeri dan spasme otot. Dagu pasien tidak dapat disentuhkan ke dada
dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.

9
b. Tanda Kernig positif : Keadaan ketika pasien dibaringkan
dengan paha dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki pasien
tidak dapat di ekstensikan dengan sempurna. Tanda kernig positif (+)
bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135o (kaki tidak dapat
diekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti
rasa nyeri.

Gambar 2.2 Kernig Positif

c. Tanda Brudzinki positif I : Bila leher pasien di fleksikan atau


ditundukkan ke arah dada, maka pasien secara spontan melekukkan
lutut ke atas (fleksi). Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa
meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas
dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah
dada sejauh mungkin. Tanda brudzinski I positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada lutut dan panggul.

Tanda Brudzinki positif II : Pasien berbaring terlentang dan


dilakukan fleksi pasif salah satu paha dan sendi panggul (seperti
pada pemeriksaan Kernig). Tanda brudzinski II positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut
pada kaki yang satunya (kontralateral).

10
Gambar 2.3 Brudzinki

3. Demam tinggi : Perubahan panas yang mendadak ini dapat


terjadi pada meningitis bakterial maupu viral.

4. Fotofobia : Intoleransi terhadap cahaya terang.

5. Penurunan kesadaran : Penurunan kesadaran yang sering terjadi


pada kasus meningitis ini adalah letargi.

6. Kejang : Hal ini akibat area fokal kortikal yang peka


dan peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya eksudat purulen dan
edema serebral dengan tanda - tanda perubahan karakteristik tanda-tanda
vital yaitu perubahan tekanan nadi dan bradikardi.

7. Muntah

(Esther Chang, 2009)

G. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan, berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak dan berdasarkan mikroorganisme penyebab.

1. Meningitis berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu:

11
a. Meningitis serosa
Merupakan radang selaput otak araknoid dan piameter yang
disertai cairan otak yang jernih. Penyebab yang paling sering adalah
Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus,
Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
B. Meningitis purulenta
Merupakan radang bernanah pada arakhnoid dan piameter
yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya adalah bakteri
antara lain: Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitides (meningokok), Streptococus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
1. Meningitis berdasarkan mikroorganisme penyebab yaitu:
a. Meningitis bekterial ( meningitis purulenta/septik )
Meningitis ini merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh
meningen, dimana organism masuk ke dalam ruang arachnoid dan
subarachnoid. Sesuai namanya, meningitis ini disebabkan oleh
bakteri, antara lain : Neisseria meningitides (meningokok),
Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, streptococcus pneumonia (pneumococcus) dan
Mycobacterium tuberculosis. (Ginsbeg, 2008)
b. Meningitis Virus ( meningitis aseptik )
Meningitis jenis ini sering terjadi akibat komplikasi lanjutan
dari berbagai macam penyakit akibat virus yang meliputi mumps
(penyakit gondok), herpes simplek dan herpes zoster. Virus
penyebab meningitis disini dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
: virus RNA dan virus DNA. Contoh virus RNA adalah enterovirus
(virus penyakit polio), arbovirus (virus penyakit rubella), flavivirus,
mixovirus. Sedangkan contoh virus DNA pada meningitis ini yaitu
virus herpes dan retrovirus. (PERDOSSI, 2005)

12
C. Meningitis Jamur ( meningitis kriptokoku neoformans )
Pada meningitis ini infeksi jamur dan parasit pada susunan
saraf pusat merupakan penyakit oportunistik yang pada beberapa
keadaan tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga termasuk
sulit. Manifestasi pada infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf
pusat dapat berupa meningitis dan proses desak ruang (abses atau
kista).
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis
jamur yang disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat
yang sering terjadi pada pasien AIDS. Biasanya infeksi jamur
cenderung menimbulkan meningitis kronis atau abses otak.
H. Komplikasi
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara
lain:

1. Trombosis vena serebral, yang menyebabkan kejang, koma, atau


kelumpuhan.
2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan subdural
karena adanya infeksi oleh kuman.
3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan
abnormal yang disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak.
5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di otak.
6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark otak
karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian
pada jaringan otak.
7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran
pendengaran.
8. Gangguan perkembangan mental dan inteligensi karena adanya retardasi
mental yang mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak
terganggu.

13
I. Penatalaksanaan
1. Terapi Farmako
a. Antibiotika
Antibiotika yang diberikan kepada penderita meningitis ada
yang diberikan sesuai golongan umur dan penyebab seperti pada
tabel berikut.

Nama Antibiotika Penyebab Dosis Obat

Penicillin G H. Influenza, Pneumococcus, Dewasa : 20 mu/6 jam IV


Staphilococcus non PNC,
Anak-anak : 300.000
Staphilococcus PNC
unit/kg/hari IV dibagi 3-4 dosis

Chloramfenicol S. pneumoniae, H. Influenzae Dewasa : 4 gr/hari IV dibagi 4


dosis

Anak-anak : 100 mg/kgBB/hari


IV dalam 4 dosis

Ampisilin S. pneumonia, H. influenzae Dewasa : 200mg/kgBB/hari IV


dalam 4 dosis

Anak-anak : 200mg/kgBB/hari

Ciprofloxacin P. aeruginosa 400mg/hari

Cefotaxime Streptococcus, staphilococcus, Dewasa : 12 gr/hari IV


Haemofilus, dan enterobakter
Neonatus < 1 minggu : 50
m/kgBB/hari/ 12 jam IV

Neonatus 1-4 minggu : 50


mg/kg/ 8 jam

Bayi dan anak-anak : 50-

14
100mg/kg setiap 6 atau 8 jam
IV/IM

Ceftriaxone H. influenzae, N. Meningitides, Dewasa : 4 gr/hari IV


S. Pneumonia
Anak : 75 mg/kg IV dibagi 2-3
dosis

Ceftazidine P. aeruginosa 6 gr/hari IV

Vancomycine Staphylococcus epidermidis Dewasa : 2 gr/hari IV selama 21


hari

Anak : 20-40 mg/kg/hari dibagi


2 dosis

Meropenem P. aeruginosa, N. Meningitides 6 gr/hari IV

b. Kortikosteroid

Efek antiinflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan


edema serebri dan menurunkan tekanan intrakranial. Tetapi
penggunaan steroid hanya bagi pasien dengan resiko tinggi, pasien
dengan status mental yang sangat terganggu, edema otak atau
tekana intrakranial tinggi. Mengingat obat ini mempunyai efek
samping seperti perdarahan traktus GIT, penurunan fungsi imun
seluler.

2. Terapi Non farmako


a. Mempertahankan hidrasi optimal : atasi kekurangan cairan dan
cegah kelebihan cairan yang bisa mengakibatkan edema.

b. Mencegah dan mengobati komplikasi

c. Menguragi peningkatan tekanan intra cranial

15
3. Isolasi
Penyakit ini mudah sekali menular melalui kontak langsung denga
pasien dan melalui droplet infection seperti ludah, dahak, ingus, cairan
bersin dan cairan tenggorok pasien.
4. Operatif
Penanganan fokal infeksi biasanya dilakukan tidakan operatif
mastoidektomi radikal. Mastoidektomi dilakukan dengan tujuan
memperjelas dan mengeksplorasi seluruh jalan yang mungki dilewati
oleh invasi bakteri. Juga dapat dilakukan thrombectomi, jugular vein
ligation, perisinual dan cerebellar abcess drainage

J. Prognosis

Prognosis dalam meningitis diantaranya :

1. Umur
Pederita meningitis di usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua
mempuyai prognosis yang semakin buruk, yaitu dapat menimbulkan cacat
berat dan kematian.
2. Mikroorganisme spesifik yang menimbulkan penyakit
3. Banyaknya organisme dalam selaput otak
4. Jenis meningitis
5. Jenis kelamin

Laki-laki lebih rentan terkena penyakit meningitis

6. Lama penyakit sebelum dinerikan terapi antibiotic


Pengobatan antibiotika yan adekuat dapat menurukan angka
mortalitas pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri, tapi 50 % dari
penderita meningitis akan mengalami sequelle (akibat sisa/mengalami
kecacatan setelah penyembuhan) seperti ketulian, keterlambatan
berbicara, gangguan perkembangan mental, dan 5 10 % nya menalami
kematian. Penderita menigitis karena virus biasanya menunjukan gejala

16
yan lebih ringan, penurunan kesadaran jarang ditemukan didalamnya.
Meningitis viral memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan
meninitis yang disebabkan oleh bakteri. Sebagian penderita sembuh
dalam 1 2 minggu dengan pengobatan yan adekuat, kesembuhan total
akan didapatkan.

K. Pencegahan

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan untuk mencegah timbulnya faktor
resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko
dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
a. Hindari kontak langsung atau terpajan droplet penderita karena sangat
memungkinkan terjadinya penularan.
b. Pencegahan penyakit infeksi meningitis dapat dilakukan dengan
pemberian vaksin pada bayi agar mendapatkan kekebalan tubuh
terhadap bibit penyakit tersebut.

Untuk meningitis dengan bakteri Haemophilus influenza dapat


dicegah dengan pemberian imunisasi vaksin gabungan H. influenza
tipe b yang dapat diberikan mulai pada sekitar usia 2 bulan atau
sesegera mungkin sesudahnya. Untuk mencegah terinfeksi meningitis
bakteri N. meningitidis pada anak resiko tinggi umur di atas 2 tahun
dianjurkan untuk mendapatkan vaksin quadrivalen meningokokus
terhadap serogrup A, C, Y, dan W135. Vaksin ini dapat diberikan
untuk kontak terpajan dan selama epidemik penyakit meningokokus.

Untuk penderita resiko tinggi meningitis bakteri S. pneumonia harus


mendapat vaksin pneumokokus. Sedangkan pada meningitis virus,
dapat dicegah dengan pemberian vaksin virus yang efektif untuk
polio, campak, parotitis, dan rubella.

c. Penderita perlu diisolasi untuk meminimalisir potensi penularan.

17
d. Bagi penderita, penting sekali untuk menjaga personal hygiene,
diantaranya yaitu menutup hidung dan mulut ketika bersin atau batuk,
dan setelahnya segera mencuci tangan dengan bersih dan
menggunakan sabun atau cairan antiseptik.
e. Hindari penggunaan piranti makan yang bersamaan dengan penderita
untuk meminimalisir terjadinya proses penularan bakteri melalui
eksudat yang menempel di piranti makan tersebut.
f. Sebisa mungkin mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan
perumahan dan lingkungan sekitar tempat kita beraktivitas sehari-hari
seperti lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan lain-lain untuk
meminimalisisir potensi penyebaran bakteri maupun virus.

(Harsono, 2007)

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan


pengobatan segera, antara lain yaitu:

a. Diagnosis Meningitis
Gejala-gejala dan tanda-tanda meningitis bakteri didahului oleh
gejala saluran nafas bagian atas atau saluran cerna selama beberapa
hari sebelumnya. Biasanya radang selaput otak akan disertai panas
mendadak mual, muntah, anoreksia, fotofobia, dan kaku kuduk. Bila
infeksi memberat, timbul peradangan korteks dan edema otak dengan
gejala-gejala penurunan tingkat kesadaran, koma, kejang-kejang,
kelumpuhan saraf otak yang bersifat sementara atau menetap, dan
pada bayi fontanella mencembung. Pada anak dengan demam dan
kejang, bila diagnosis kejang demam dan epilepsi telah disingkirkan,
maka diagnosinya hampir pasti meningitis atau meningoensefalitis.
Pada bayi umur 28 hari gejala mungkin samar dan tidak spesifik,
seperti tidak mau menyusu, menjadi sangat tenang atau sangat gelisah,
muntah, atau tampak tidak sehat. Temperatur cenderung rendah

18
daripada tinggi. Jika ada muntah, maka fontanel akan mendatar atau
mencekung. Sehingga lingkaran kepala bayi harus diukur setiap hari.
Pada bayi yang lebih besar (sampai umur dua tahun), gejala meliputi
kegelisahan, demam, muntah, fotofobia, ketegangan, dan kejang.
Anak tampak kejang dan gugup. Pada bagian akhir penyakit,
fontanel akan menggelembung, terasa nyeri bila menekuk leher dan
akan timbul Kernigs sign yang positif (tidak dapat menaikkan tungkai
dengan membengkokkannya di sendi pinggul).4 Pada anak yang
berumur lebih dari dua tahun, sebagai tambahan dari gejala di atas,
mungkin mengeluh sakit kepala, pusing, bahkan sampai koma.4
Gejala klinis meningitis virus yang benigna, gejalanya dapat
sedemikian rupa ringannya sehingga diagnosis meningitis menjadi
tidak terlihat. Jika gejala agak berat biasanya ditandai dengan nyeri
kepala dan nyeri kuduk.

b. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal

1) Pemeriksaan Kaku kuduk

2) Pemeriksaan Tanda Kernig

3) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)

4) Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral


Tungkai)

5) Pemeriksaan penunjang meningitis lainnya

(Harsono, 2007)

3. Pencegahan Tersier
Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan
kelemahan dan kecacatan akibat meningitis dan membantu penderita
untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak
diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak

19
neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk
belajar.32 Fisioterapi dan rehabilitasi juga dapat dilakukan untuk
mencegah dan mengurangi cacat.

(Harsono, 2007)

L. Pendidikan Kesehatan
Para tenaga kesehatan perlu untuk memberi pendidikan kesehatan
tentang penyakit meningitis seperti:
1. Menjelaskan tentang tanda dan gejala penyakit meningitis.

2. Menjelaskan tentang penyebab dan cara penularan pada penyakit


meningitis serta cara untuk menghindarinya.

3. Menjelaskan penanganan yang tepat yang harus dilakukan termasuk


tentang terapi, pemberian obat, dosis, dan kemungkinan efek samping.

4. Mejelaskan pentingnya melakukan pencegahan dengan menggunakan


vaksin Hib, vaksin meningokokus polisakarida, dan vaksin
pneumococcus.

(Kimberly A, 2011)

20
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengumpulan data

a. Biodata

1) Nama :

2) Usia :

3) Alamat

4) Jenis kelamin:

5) Pendidikan :

6) Agama :

7) Suku bangsa :

8) Diagnosa medis:

b. Riwayat kesehatan :

1) Keluhan utama :-

Hal yang sering menjadi alasan pasien atau orang tua


membawa anaknya ke rumah sakit adalah suhu badan tinggi,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran

2) Riwayat penyakit sekarang

Pada pengkajian pasien dengan meningitis biasanya


keluhan berhubungan dengan akibat infeksi dan akibat tekanan
intrakranial seperti sakit kepala, demam juga kejang. Hal tersebut
harus dilakukan pengkajian lebih mendalam, seperti : baaimana

21
sifat timbulnya, stimulus yang sering menimbulkan keluhan, dan
tindakan yang biasa diberikan untuk menurunkan keluhan tersebut.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Perlu adanya pengkajian terhadap riwayat penyakit yang


pernah diderita pasien seperti infeksi jalan napas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, dan hemoglobinopatis, riwayat trauma kepala,
juga riwayat tindakan bedah saraf.

Selain hal tersebut, perawat perlu mengkaji pemakaian


obat-obatan yang sering digunakan pasien seperti obat
kortikosteroid, jenis antiboitik dan reaksinya (untuk menilai
resistensi pemakaian antiboitik).

4) Riwayat Kesehatan Keluarga/ keadaan lingkungan tempat tinggal

Meningitis merupakan suatu penyakit infeksi yang bisa


disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus,
dan jamur. Maka dari itu pada saat salah satu penduduk di
ligkungan padat penduduk/ anggota keluarga terkena infeksi
meningitis maka penyebaranpenyakit ini akan sangat cepat di
populasi tersebut.

c. Data biologis

1) Aktivitas

keluhan : Perasaan tidak enak (malaise).

Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.

2) Eliminasi

Keluhan : sering BAK

Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.

22
3) Makan

Keluhan : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.

Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran


mukosa kering.

4) Higiene

keluhan : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan


diri.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran : -
Pasien yang datang ke rumah sakit biasanya dalam keadaan
latergi, stupor, dan semikomatosa
2) Tanda tanda vital
a) Temperatur :-
Suhu mengalami peningkatan lebih dari normal sekitar 38
41 oC
b) Denyut nadi :
Denyut nadi menurun sebaai tanda peningkatan tekanan
intrakranial
c) Respirasi :-
Peningkatan frekuensi napas berhubungan dengan
peningkatan laju metabolisme umum
d) Tekanan darah:-
Biasanya normal atau meningkat berhubungan dengan tanda
tanda peningkatan tekanan intrakranial.
e) Pemeriksaan menyeluruh
(1) B1 (breathing)
Melihat apakah klien batuk, produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan alat bantu nafas, dan peningkata
frekuensi nafas. Auskultasi bunyi nafas, bunyi nafas
tambahan seperti ronchi pada meningitis tuberkulosa
(2) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem cardiovascular, biasanya terdapat
infeksi fulminating pada meningitis meningokokus
dengan tanda-tanda septicemia: demam tinggi yang tiba-
tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah
dan ekstremitas), syok, dan tanda-tanda koagulasi
intravascular desiminata

23
(3) B3 (brain)

Pengkajian B3 (Brain) menilai tingkat kesadaran dan


status mental berdasarkan fungsi serebri. Kesadaran klien
meningitis biasanya berkisar pada tingkat lethargic,
strupor dan semikomatosa.
(4) B4 (bladder)

Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya


didapatkan volume haluaran urine, hal ini berhubungan
dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung
ke ginjal.
(5) B5 (bowel)

Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam


lambung. Pemenuhan nutrrisi pada klien meningitis
menurun karena anoreksia dan adanya kejang.

(6) B6 (bone)

Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar


(khususnya lutut dan pergelangan kaki). Ptekia dan lesi
purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang
berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah.
Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan
kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu
aktifitas hidup sehari-hari (ADL).
(7) Pemeriksaan saraf cranial

(a) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tiidak ada


kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.

(b) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi


normal. Pemeriksaan papiledema mungkin
didapatkan terutama pada meningitis supuratif

24
disertai abses serebri dan efusi ssubdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK
berlangsung lama.

(c) Saraf III,IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi


pupil pada klien meningitis yang tidak disertai
penurunan kesadaran biasanya yanpa kelainan. Pada
tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan
reksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan yang
tidak diketahui, klien meningitis mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan
terhadap cahaya.

(d) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak


didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks
kornea biasanya tidak ada kelainan.

(e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal,


wajah simetris.

(f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif


dan tuli persepsi.

(g) Saraf IX dan X. kemampuan menelan baik.

(h) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot


sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usuha
dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk (rigiditas nukal).

(i) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu
sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan
normal.

25
(8) System motorik

Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan


koordinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami
perubahan.
(9) Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon,


lagamentum atau periosteum derajat refleks pada respons
normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien
meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya
refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.

e. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a) Pemeriksaan Kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif
berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+)
bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi
kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada
hiperekstensi dan rotasi kepala. (Harsono,2007)
b) Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan
fleksi pada panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada
sendi lutut sejauh mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda kernig
positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 1350
(kaki tidak dapat diekstensikan sempurna) disertai spasme otot
paha biasanya diikuti rasa nyeri. (Harsono,2007)
c) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan
kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien

26
kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada
sejauh mungkin. Tanda brudzinski I positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
(Harsono,2007)
d) Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral
Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha
pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda
brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
(Harsono,2007)
2) Pemeriksaan Penunjang Meningitis
a) Pemeriksaan cairan serebrospinalis
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak,
meningitis dibagi menjadi dua golongan yaitu meningitis
serosa dan meningitis purulenta.
(1) Pada meningitis purulenta, diagnosa diperkuat dengan hasil
positif pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop
dan hasil biakan. Pada pemeriksaan diperoleh hasil cairan
serebrospinal yang keruh karena mengandung pus (nanah)
yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati,
serta jaringan yang mati dan bakteri.
(2) Pada meningitis serosa, diperoleh hasil pemeriksaan cairan
serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan
jumlah protein yang meninggi.
3) Pemeriksaan darah
Dilakukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit,
Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit,
dan kultur.
a) Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

27
b) Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Di samping itu, pada meningitis Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
4) Pemeriksaan Radiologis
a) serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan Pada meningitis
purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal) dan foto dada.
b) Pada meningitis bila mungkin dilakukan CT Scan.
B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan meningitis


adalah:
1. Resiko infeksi

2. Nyeri akut b.d proses infeksi

3. Pola nafas tidak efektif

4. Kebersihan jalan nafas tidak efektif

5. Hipertermia b.d proses infeksi

6. Kekurannya volume cairan b.d deman tinggi

7. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d muntah

8. Resiko ketidak efektivan perfusi jaringan serebral

9. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler

Resiko cidera

28
C. Perencanaan

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


o hasil
Keperawatan

1.Pola nafas tidak Setelah perawatan a. Menejemen


efektif 3x24 jam oksigen

Memperlihatkan pola b. Menejemen


nafas normal posisi

Kriteria hasil: c. Pantau tanda


tanda vital
a. Mangurangi
pemakaian alat d. Pantau aktivitas
bantu pernafasan fisik

b. Memperlihatkan e. Lakukan
status RR normal pendidikan
kesehatan pada
keluarga

. Kebersihan jalan setelah perawatan a. Lakukan terapi nafas


nafas tidak efektifan 3x24 jam dalam

menunjukkan b. Pantau TTV


berkurangnya
c. Lakukan pembersihan
sumbatan jalan
jalan nafas
nafas
d. Beri edukasi keluarga
kriteria hasil :
cara melakukan
a. Berkurangnya teknik nafas dalam
suara tambahan untuk memandirikan

29
saat pernafasan pasien

b. Jumlah
sumbatan jalan
nafas berkurang

c. TTV normal

. Hipertermia b.d Setelah dilakukan a. Berikan kompres


proses infeksi tindakan keperawatan dingin di sekitar lipatan
selama 4x24 jam, misalnya ketiak,
lipatan paha
diharapkan suhu tubuh
dalam batas normal b. Beri anak banyak
dengan kriteria hasil: minum air putih atau
susu lebih dari 1000
a. Anak tidak
cc/hari
menangis
c. Ciptakan suasana yang
b. Suhu tubuh normal :
nyaman (atur ventilasi)
36,5-37,5 oC
d. Anjurkan keluarga
untuk tidak
memakaikan selimut
dan pakaian yang tebal
pada anak

e. Kolaborasi : pemberian
obat anti mikroba,
antipiretik pemberian
cairan parenteral

Evaluasi tanda vital

30
(suhu, nadi, tensi,
pernafasan) setiap 3
jam

. Kekurannya volume Setelah perawatan a. Manajemen cairan


cairan b.d deman 3x24 jam
b. Pemantauan cairan
tinggi
Memperlihatkan
c. Manajemen hipertermia
status cairan adequat
d. Pantau TTV
Kriteria hasil :
e. Manajemen elektrolit
a. Asupan cairan
baik f. Pantau elektrolit

b. Elektrolit serum g. Kolaborasi terapi intravena


dalam batas
h. Pendidikan kesehatan
normal
pada keluarga
c. TTV dalam batas
normal

d. Keseimbangan
intake dan output

e. Menampilkan
hidrasi yang baik

. Nutrisi kurang dari Setelah a. Menejemen nutrisi


kebutuhan tubuh b.d melakukan
b. Terapi nutrisi
muntah perawatan 4x24
jam c. Pemantauan nutrisi
Memperlihatkan
d. Bantuan perawatan diri
status gizi

31
adequat : makan
Kriteria hasil :
e. Pemantauan cairan
a. Mempertahankan
BB f. Penyuluhan nutrisi pada
b. Asupan nutrisi dan keluarga
cairan
g. Kolaborasi pemberian
c. Melaporkan
diet dengan ahli gizi
enerqy adequat
d. Nilai lab dalam
batas normal
e. Toleransi dengan
diet yang
diberikan

. ketidak efektivan Setelah dilakukan a. Kaji tanda-tanda vital


perfusi jaringan tindakan keperawatan
b. Pantau status
serebral selama 4x24 jam,
neurologis dengan
diharapkan suplai teratur dan bandingkan
kebutuhan oksigen ke dengan keadaan
otak dalam batas normal, seperti GCS
normal dengan kriteria
c. Pantau gas darah arteri
hasil:
d. Pertahankan tirah
Kebutuhan jaringan
baring dengan posisi
oksigen terpenuhi dan
kepala datar.
tidak terjadi hipoksia
cerebri e. Tingkatkan sirkulasi
arteri

f. Tingkatkan sirkulasi

32
vena

g. Kolaborasi pemberian
cairan IV dengan alat
control khusus

h. Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi

. Nyeri akut b.d proses Setelah perawatan a. Manaen nyeri


infeksi 3x24 jam
b. Kolaborasi
memperlihatkan
pemberian analgesik
pengendalian nyeri
c. Pendidikan
Kriterian hasil :
kesehatan teknik
a. Ekspresi wajah mengurangi nyeri

b. Mengenali awitan d. Pemantauan tanda


nyeri tanda vital

c. Memperlihatkan e. Pemantauan
teknik mengurangi
istirahat tidur
nyeri

d. Melaporkan pola
tidur yang baik

e. Menggunakan
tindakan
meredakan nyeri

f. Melaporkan
penurunan nyeri

33
Resiko cidera Setelah perawatan a. Pantau mobilitas fisik
3x24 jam pasien

Menunjukan b. Pantau TTV


berkurangnya
c. Timgkatkan safety
frekuensi kejang
pasien guna
Kriteria hasil : mengurangi resiko
cidera pada pasien
a. TTV dalam batas
normal d. Kolaborai dengan

b. Terpantaunya keluarga agar risiko

mobilitas fisik cidera dapat

guna mengurang terkuramgi

risiko kejang

Resiko infeksi Setelah perawatan 3x24 a. Lakukan kolaborasi guna


jam pemberian obat untuk
peningkatan status imun
Mengurangi risiko
pasien
infeksi
b. Pantau TTv
Kriteria hasil :
c. Pantau mobilitas fisik
a. Meningkatkan
guna meminimalisir
status imunitas
terkontaminasinya
pasien
patogen
b. TTV dalam batas
d. Menejemen lingkungan
normal
e. Menejemen asupan
c. pantau kebersian
makanan dan cairan
pasien,lingkungan
dan asupan f. Pantau asupan makan

34
makanan dan cairan

g. Lakukan pendidikan
kesehatan pada keluarga

35
BAB IV
STUDI KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas klien
Nama : Sdr. A
Umur : 23 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama : Kristen
Alamat : dirahasiakan
Tgl / Jam masuk : 17 Februari 2017, Jam : 22.30 WIB
Tgl / Jam Pengkajian : 02 Maret 2017, Jam: 08.00 WIB
Diagnosa Medis : Meningitis
b. Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny.W
Umur : 56 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Alamat : dirahasiakan
Hubungan Dengan Pasien : Bibi

2. Keluhan Utama
Penurunan tingkat kesadaran
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri kepala sejak 1 bulan yang lalu, terasa di
seluruh kepala, seperti tertekan, pasien demam, mual, muntah.
Pasien lalu dirawat di RS Jakarta pada tanggal 1 Februari 2017,

36
selama 5 hari dan didiagnosa saat itu mangalami penyakit typhoid.
setelah pulang selama 2 hari, pasien masih mengeluh sakit kepala,
dan demam. Kemudian pasien dibawa ke RS Kasih Ayah pada
tanggal 8 Februari 2017. Selama perawatan klien masih demam
terus menerus selama 3 minggu perawatan. Karena tidak ada
perubahan pasien kemudian dirujuk ke RSUD RSUD PARE pada
tanggal 17 Februari 2017. Kondisi pasien ketika masuk Lemah,
klien masih mengeluh nyeri kepala, demam, kesadaran Compos
Mentis, GCS : 15, terdapat kaku kuduk, tanda lasique (+), tanda
Kernig (+), Tanda bruzinski I-II (+), pasien dirawat di ruang
Cendana, setelah perawatan selama 1 minggu, di ruang Cendana
Pasien mengalami penurunan kesadaran, kemudian pasien dirawat
di ruang ICU pada tanggal 21 Februari 2017. Keadaan pasien saat
ini lemah, kesadaran Sopor Coma GCS: 4 E1V1M2. Pasien
terpasang ventilator mekanik.
Tanda Vital : TD : 135/84 mmHg, HR : 120 x/menit, RR: 25 x/mnt
T: 38,5C, SPO2 : 100%.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga mengatakan sejak kecil pasien sering dirawat di Rumah
Sakit karena demam, tidak ada riwayat kejang. Pasien tidak
memiliki riwayat trauma kepala, hipertensi, DM, penyakit menular
seperti TBC, dan hepatitis.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dalam anggota keluarga tidak ada yang
menderita penyakit yang sama seperti pasien, tidak mempunyai
riwayat penyakit keturunan seperti DM, hipertensi dan asma.

37
Genogram

23 th

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Pasien Sdr. A (23 th)

: Tinggal 1 rumah

4. Pengkajian Primer
a. Airway
Terdapat produksi sekret di jalan nafas, klien terpasang
Endotrakheal tube dan ventilator, poduksi sekret banyak, warna
putih, terdapat suara napas tambahan ronkhi.
b. Breathing
Klien terpasang Endotrakheal tube dan ventilator dengan mode
SIMV-PC, FIO2: 50%, RR setting ventilator: 12, Pressure
Inspiration: 15, Volume tidal: 345, RR: 25 x/mnt. Tampak retraksi
dinding dada, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan.
c. Circulation
Nadi perifer dan karotis teraba kuat, akral panas, capilary refill
kembali 4 detik, TD 135/84 mmHg, N: 120 x/mnt, S: 38,5 oC, tidak

38
ada sianosis, tidak ada edema, Hasil pemeriksaan EKG : Sinus
Takikardi.
d. Disability
Keadaan umum lemah, pasien Sopor Coma GCS: 4, E1 M2 V1,
pasien tidak berespon dengan rangsangan suara, tidak berespons
terhadap rangsang nyeri, reaksi pupil terhadap cahaya (+/+), ukuran
pupil (4/4).
e. Exposure/Event
Kulit teraba panas, T: 38,5C, tidak terdapat oedema, turgor kulit
baik kembali < 3 detik. Pasien dirawat di RS Jakarta selama 5 hari
dan didiagnosa saat itu mangalami penyakit typhoid. setelah pulang
selama 2 hari, pasien masih mengeluh sakit kepala, dan demam.
Kemudian pasien dirawat di RS Kasih Ayah. Selama perawatan
masih demam 3 minggu. Pasien dirujuk ke RSUD Pare pada
tanggal 17 Februari 2017. Pasien mengalami penurunan kesadaran
sejak 1 minggu setelah masuk RS, kemudian pasien dirawat di
ruang ICU. Keadaan pasien saat ini lemah, kesadaran Sopor Coma
GCS : 4 E1V1M2. Pasien terpasang ventilator mekanik.
Tanda Vital : TD : 135/84 mmHg, HR : 120 x/menit, RR: 25 x/mnt
T: 38,5C, SPO2 : 100%.
5. Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi
Keluarga mengatakan pasien mempunyai alergi paracetamol,
pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan dan tidak ada
alergi cuaca/ suhu dingin.
2) Medikasi
Keluaga mengatakan sebelum masuk RS klien tidak sedang
mengonsumsi obat-obatan tertentu.

3) Past Illness

39
Keluarga mengatakan sebelumnya pasien merasakan nyeri
kepala, demam tidak turun-turun selama 3 minggu.
4) Last Meal
Pasien mengatakan sebelum dibawa ke RS sore harinya pasien
makan nasi dan sayur sop serta lauk. BB : 60 Kg, TB : 178 cm,
IMT : 18,9 (Normal)
5) Environment
Pasien seorang pegawai swasta, pasien tidak merokok.
Keluarga mengatakan pasien merupakan seorang pekerja
keras, ketika bekerja pasien sering lupa makan, dan istirahat
kurang. Sebelumnya klien sering mengalami pusing tetapi
sembuh dengan istirahat. Kemudian 1 bulan yang lalu nyeri
kepala muncul dan disertai dengan demam.

b. Pemeriksaan Head To Toe


Kepala Bentuk mesochepal, rambut hitam, tidak terdapat
trauma kepala, tidak ada oedema, dan tidak ada
lesi pada kepala.

Mata Bentuk simetris kanan kiri, Konjungtiva tidak


anemis, sklera tidak ikterik, ukuran pupil 4 mm
kanan kiri, reaksi terhadap cahaya (+/+), pupil
isokor.

Telinga Bentuk simetris kanan kiri, telinga bersih tidak


ada bekas luka, tidak terdapat serumen.

Hidung Bentuk simetris kanan kiri, tidak terdapat polip,


tidak ada cuping hidung dan terdapat
penumpukan sekret, klien terpasang NGT.

Mulut Bentuk simetris, tidak ada lesi pada mulut,


mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, lidah
kotor, klien terpasang ET dan Ventilator.

Leher Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada


bekas luka, tidak terdapat peningkatan JVP.

40
Terdapat kaku kuduk.

Dada Inspeksi: pergerakan dada simetris kanan kiri,


tampak retraksi dinding dada, tidak ada bekas
luka, terdapat sputum.
Klien terpasang ventilator mekanik dengan
Palasi: vokal fremitus kanan kiri teraba sama,
tidak ada nyeri tekan, pengembangan dada kanan
kiri sama.
Perkusi: sonor.
Auskultasi: terdapat suara napas tambahan
ronkhi.

Jantung Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi: Ictus cordis tak kuat angkat, ictus cordis


teraba dari ICS 4 & 5 mid klavikula sinistra.
Nadi: 120 x/menit.

Perkusi: Pekak, tidak terdapat kadiomegali

Auskultasi: suara jantung I & II reguler, tidak


terdapat bising jantung,

Abdomen Inspeksi: Bentuk simetris, tidak ada benjolan,


tidak ada lesi/ bekas luka, tidak ada distensi pada
abdomen.

Auskultasi: Peristaltik usus terdengar


12X/menit.

Perkusi: tympani pada kuadran II, III, dan IV,


redup pada kuadran I kanan atas.

Palpasi: tidak ada asites, lien dan hepar tidak


teraba, tidak ada nyeri tekan.

Genitourinaria Pasien terpasang dower cateter, alat kelamin


pasien tampak bersih.

Muskuloskeletal Tidak terkaji karena Pasien mengalami


penurunan kesadaran

Neurologis Keadaan Umum: Lemah, tingkat kesadaran

41
Sopor Coma dengan total GCS: 4 (E1V1M2),
terdapat kaku kuduk, tanda laseque (+), tanda
brudzinski I-II positif

Kulit Kulit teraba panas, tidak ada oedema, integritas


kulit baik, tidak ada lesi, akral teraba panas, kulit
tampak kemerahan.

Ekstremitas Tidak ada edema pada ektremitas atas maupun


ekstremitas bawah, terpasang infus pada tangan
kiri dan terhubung dengan infus pump dan
syringe pump.

Kemampuan Daily Living/ ADL Kurtz


Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan/Minum V

Toileting V

Berpakaian V

Mandi V

Mobilisasi di V
tempat tidur
Ambulasi ROM V

Keterangan:
0 : Mandiri 3 : dibantu orang lain dan alat
1 : Menggunakan alat bantu 4 : Tergantung total
2 : Dibantu orang lain
6. Pengkajian Tersier
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 27 Februari 2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Kimia Klinik
Elektrolit
Natrium darah 128 Mmol/L 136-145

42
Kalium darah 3.7 Mmol/L 3.3 5.1

Calsium ion 1.15 Mmol/L 1.17-1.29

Analisa Gas Darah

PH 7.450 7.350-7450

BE 2.2 Mmol/L -2 - +3

PCO2 40.0 mmHg 27.0-41.0

PO2 139.0 mmHg 83.0-108.0

Hematokrit 43 % 37-50

HCO3 27.2 Mmol/L 21.0-28.0

Total CO2 28.6 Mmol/L 19.0-24.0

O2 Saturasi 99.0 % 94.0-98.0

Pemeriksaan Laboratorium imunoserologi tanggal 20-2-2017

IMUNO
SEROLOGI
Anti-Toxoplasma Positif IU/ml Negatif
IgG Indeks : 174
Anti-Toxoplasma Negatif Negatif
IgM
Anti-Toxoplasma High avidity Negatif
IgG Avidity # Indeks 0,541
Anti-CMV IgG Positif AU/ml Negatif
Kons: 21
Anti-CMV IgM Negatif Negatif

Anti-CMV IgG High Avidity


avidity #
Anti-HSV1 IgG # Negatif Negatif

Anti-HSV1 IgM # Neagtif Negatif

Tanggal 28 februari 2017

Sekresi

43
Makroskopis
Warna Yellow

Kejernihan Slight
Cloudy
Kimia Urin

Berat jenis 1.023 1.015-1.025

PH 7.5 4.5-8.0

Leukosit Negatif /uL Negatif

Nitrit Negatif Negatif

protein Negatif mg/dl Negatif

Glukosa Normal mg/dl Normal

Keton Negatif mg/dl Negatif

Urobilinogen Normal mg/dl Normal

Bilirubin Negatif mg/dl Negatif

Eritrosit 25 /uL Negatif

Mikroskopis
Epitel
Epitel Squamous 1-2 /LPB Negatif

Epitel Transisional - /LPB Negatif

Epitel bulat - /LPB Negatif

Silinder

Hyline 0 /LPK Negatif

Granulated - /LPK Negatif

Lekosit - /LPK Negatif

Bakteri 28.5 /uL 0.0-2150

Kristal 2.9 /uL 0.0-0.0

44
Tanggal 2 Maret 2017

Analisa Gas Darah

PH 7.408 7.350-7450

BE -4.7 Mmol/L -2 - +3

PCO2 30.6 mmHg 27.0-41.0

PO2 171.2 mmHg 83.0-108.0

Hematokrit 43 % 37-50

HCO3 20.6 Mmol/L 21.0-28.0

Total CO2 16.8 Mmol/L 19.0-24.0

O2 Saturasi 99.5 % 94.0-98.0

Laboratorium tanggal 1 Maret 2017

Hematologi rutin

Hemoglobin 14.0 g/dl 13.5-17.5

Hematokrit 40 % 33-45

Lekosit 12.1 Ribu/ul 4.5-11.0

Trombosit 329 Ribu/ul 150-450

Eritrosit 4.66 Juta/ul 4.50-5.90

Kimia klinik

SGOT 49 u/l <35

SGPT 62 u/l <45

Albumin 3.2 g/dl 3.5-5.2

Keatinin 0.4 Mg/dl 0.9-1.3

Ureum 21 Mg/dl <50

Elektrolit

45
Natrium Darah 128 Mmol/L 136-145

Kalium Darah 3.2 Mmol/L 3.3-5.3

Chlorida Darah 97 Mmol/L 98-106

Hasil pemeriksaan Rontgen Thorak tanggal 28 Februari 2017


Cor : CTR tidak valid dinilai
Pulmo : tampak perselubungan dengan air bronchogram (+) di
paracardial kanan, corakan bronkovaskuler normal
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Hemidiapraghma kanan kiri normal
Trakhea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan : Pneumonia
7. Terapi
Diet RS: Sonde TKTP 1700 KKal
Terapi Farmakologi:

Nama Obat Rute Dosis

Cairan Parenteral

RL IV 60 cc/jam

Asering IV 60 cc/ jam

Kabiven IV 60 cc/ jam

Terapi injeksi

Manitol IV 100 cc/8 jam

Metronidazol IV 500 mg/8 jam

Ciprofloxacin IV 200 mg/12 jam

Ceftazidim IV 1 gr/12 jam

Omeprazole IV 40 mg/24 jam

46
Kalnex IV 500 mg/8 jam

Metylprednisolon IV 62.5 mg/8 jam

Citicolin IV 250 mg/8 jam

Cymeven IV 250 mg/12 jam

Bisolvon IV 1 ap/8 jam

Terapi oral

Sucralfat Oral 3x1

Sistenol Oral 4x1

Imunoz Oral 1x1

Ambroxol Oral 3x1

Gloucon Oral 3x

47
B. Analisa Data

No. Data Fokus Problem Etiologi

1. DS : - Perubahan perfusi Inflamasi jaringan


jaringan serebral serebral
DO :
Simple Pathway :
- Keadaan Umum:
Lemah, Reaksi peradangan
- tingkat kesadaran Sopor jaringan serebral
Coma dengan total GCS:
4 (E1V1M2), Trombus daerah
- terdapat kaku kuduk, korteks
reflek laseque > 60, Infeksi/septikimia
reflek brudzinski I-II jaringan otak
positif.
- Tanda vital : Perubahan fisiologis
TD : 135/84 mmHg, intrakranial
HR : 120 x/menit,
Peningkatan
RR: 25 x/mnt,
permeabilitas darah
T: 38,5C,
serebral
SPO2 : 100%
Gambaran EKG sinus Perubahan perfusi
takikardi jaringan serebral

2. DS : - Risiko sekunder Ketidakadekuatan


infeksi pertahanan sekunder
DO : (infeksi
- Lekosit : 12.1 meningokokus)
- Tanda vital : Simple Pathway :
TD : 135/84 mmHg,
HR : 120 x/menit, Bakteri masuk ke
RR: 25 x/mnt, meningen
T: 38,5C
Infeksi/septikimia
jaringan serebral

Peningkatan
komponen darah di
serebral

Bakteri masuk ke
aliran balik vena ke

48
jantung

Penurunan daya
tahan tubuh

Risiko infeksi

Sepsis

3. DS : Ketidakefektifan Penurunan tingkat


pola napas kesadaran
DO :
Simple Pathway
- Tampak retraksi
dinding dada Reaksi peradangan
- Terdengar suara jaringan serebral
ronkhi
- Klien sopor coma Infeksi/septikimia
dengan GCS: 4 jaringan otak
E1V1M2 Perubahan fisiologis
- Tampak intrakranial
penumpukan sekret
pada ET Peningkatan
- Klien terpasang ET permeabilitas darah
dan ventilator serebral
mekanik dengan
Penurunan tingkat
mode SIMV-PC,
kesadaran
FIO2: 50%, RR
setting ventilator: Penurunan
12, Pressure kemampuan batuk
Inspiration: 15, dan peningkatan
Volume tidal: 345, produksi mukus
RR: 25 x/mnt.
Ketidakefektifan
pola napas

4. DS : - Defisit perawatan Kelemahan fisik


diri umum
DO :
Simple Pathway:
Kemampuan Skor
Reaksi peradangan
Perawatan
jaringan serebral
Diri
Makan/Minum 4 Infeksi/septikimia
jaringan otak

49
Toileting 4 Perubahan fisiologis
intrakranial
Berpakaian 4
Peningkatan
Mandi 4 permeabilitas darah
Mobilisasi di 4 serebral
tempat tidur Penurunan tingkat
Ambulasi 4 kesadaran
ROM
Kesimpulan : klien dibantu Kelemahan fisik
total dalam pemenuhan umum
ADL (Total Care)
Defisit ADL
- Kesadaran klien sopor
coma
- GCS : 4, E1M2V1
- Klien terpasang ET dan
ventilator mekanik

5. DS : Hipertermi Inflamasi pada


meninges
DO :
Simple Pathway
- Kulit teraba panas, akral
teraba panas Reaksi peradangan
- Kulit tampak kemerahan jaringan serebral
- Tanda vital :
TD : 135/84 mmHg, Infeksi/septikimia
HR : 120 x/menit, jaringan otak
RR: 25 x/mnt, Perubahan fisiologis
T: 38,5C intrakranial

Hipertermi

C. Diagnosa Keperawatan Prioritas


1. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan tingkat kesadaran
2. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d inflamasi jaringan serebral
3. Risiko sekunder infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan sekunder
(infeksi meningokokus)
4. Hipertermi b.d inflamasi pada meninges

50
5. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik umum
D. Intervensi

No. NOC NIC


Dx

1. Setelah dilakukan tindakan Monitor rata-rata, kedalaman, irama, dan


keperawatan selama 3 x 24 jam usaha respirasi
pola napas klien efektif dengan
kriteria hasil : R/ Tipe dari pola pernapasan merupakan
tanda dari adanya peningkatan intrakranial
- Mendemonstrasikan dan merupakan indikasi perlunya
peningkatan ventilasi melakukan intubasi disertai pemasangan
dan oksigenasi yang ventilator mekanik
adekuat
- Memelihara kebersihan Lakukan pengukuran/buat grafik terhadap
paru-paru dan bebas kapasitas vital, volume tidal, kekuatan
dari tanda distress pernapasan
pernapasan R/ Untuk menentukan fungsi otot-otot
- Suara napas bersih, pernapasan dan memperkirakan terjadinya
tidak ada sianosisdan gagal napas
dyspneu
- Tanda vital dalam Pertahankan jalan napas: posisikan pasien
rentang normal semi fowler jika dapat ditoleransi pasien
N : 60-100 x/menit untuk memaksimalkan ventilasi
RR : 16-24 x/menit
R/ Posisi semi fowler membantu
T : 36.5-37.5C
memaksimalkan ekspansi paru dan
peningkatan aliran vena dari kepala akan
menurunkan TIK

Lakukan suction pada ET untuk


membersihkan sekret

R/ Membantu membersihkan sekret dan


memaksimalkan ventilasi

Pertahankan asupan cairan 2500 ml/hari

R/ Pemenuhan cairan dapat mengencerkan


mukus

Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada

R/ terapi fisik dapat meningkatkan batuk

51
lebih efektif

Berikan informasi kepada keluarga tentang


penggunaan dan alat-alat ventilasi mekanik

R/ Menambah pengetahuan keluarga dan


menyatakan keadaan pasien

Kolaborasi pemerikasaan analisa gas darah


arteri dan/atau nadi oksimetri

R/ Menyatakan keadaan ventilasi atau


oksigenasi, contoh : hiperventilasi (PaO2
rendah/ PaCO2 meningkat) atau adanya
komplikasi paru).

Kolaborasi pemberian bronkodilator sesuai


indikasi.

R/ membantu mengencerkan sekret

2. Setelah dilakukan tindakan Monitor tanda-tanda peningkatan


keperawatan selama 3x24 jam intrakranial selama perjalanan penyakit
perfusi jaringan serebral (bradikardi/takikardi, TD meningkat,
meningkat dengan kriteria penurunan kesadaran, napas aritmik,
hasil : refleks pupil menurun)

- Tingkat kesadaran R/ Mendeteksi tanda-tanda syok, sebagai


meningkat, nilai GCS intervensi pencegahan dini.
meningkat
- Menunjukkan tidak Monitor tanda-tanda vital dan neurologis
adanya tanda setiap jam
peningkatan TIK R/ perubahan-perubahan ini dapat
- Tanda vital dalam batas mengindikasikan perubahan intrakranial
normal
N : 60-100 x/menit Tinggikan sedikit kepala dengan hati-hati,
RR : 16-24 x/menit cegah gerakan tiba-tiba sesuai indikasi,
T : 36.5-37.5C dan hindari fleksi leher.
- Menunjukkan
R/ Membantu mengurangi tekanan
konsentrasi dan
intrakranial
orientasi
- Pupil seimbang dan Pantau masukan dan haluaran. Catat
reaktif karakteristik urin, turgor kulit, dan
- Bebas dari aktivitas keadaan membran mukosa.

52
kejang R/ Hipertermi meningkatkan IWL
sehingga meningkatkan risiko dehidrasi.
Terutama jika tingkat kesadaran menurun.

Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan


pasien

R/ mendengarkan suara yang


menyenangkan dari orang
terdekat/keluarga menimbulkan pengaruh
relaksasi pada beberapa pasien dan
memungkinkan untuk menurunkan TIK

Kolaborasi pemerikasaan gas darah Arteri

R/ terjadinya asidosis dapat menghambat


masuknya oksigen dan meningkatkan
iskemia serebral

Kolaborasi pemberian cairan parenteral


sesuai indikasi dengan penggunaan infus
pump

R/ meminimalkan fluktuasi dalam aliran


vaskuler

Berikan terapi sesuai indikasi

- Steroid (dexametason, metilprednisol)


R/ dapat menurunkan permeabilitas
kapiler, dan menurunkan risiko
terjadinya fenomena rebound ketika
menggunakan mannitol
- Klorpomasin (thorazine)
R/ untuk mengatasi kelainan postur
tubuh atau menggigil yang dapat
meningkatkan TIK
- Asetaminofen (tylenol)
R/ Menurunkan metabolisme
seluler/menurunkan konsumsi oksigen
dan risiko kejang.

3. Setelah dilakukan tindakan - Monitor tanda dan gejala infeksi


keperawatan selama 3x24 jam sistemik dan lokal
klien tidak mengalami infeksi R/ timbulnya tanda klinis infeksi

53
dengan kriteria hasil : merupakan indikasi perkembangan dari
meningokosemia akut atau terjadi
- Klien bebas dari tanda penyebaran patogen secara
dan gejala infeksi hematogen/sepsis
- Menunjukkan - Monitor adanya disritmia dan demam
kemampuan untuk yang terus menerus
mencegah timbulnya R/ infeksi sekunder seperti
infeksi miokarditis/perikarditis dapat
- Jumlah leukosit dalam berkembang dan memerlukan intervensi
batas normal lanjut
(4.5-11.0 ribu/ul) - Berikan tindakan isolasi sebagai
tindakan pencegahan
R/ menurunkan risiko penyebaran
terhadap orang lain
- Berikan informasi kepada keluarga
untuk melakukan hand hygiene
sebelum dan setelah kontak dengan
pasien
R/ meningkatkan pengetahuan keluarga
dan mencegah terjadinya infeksi pada
klien.
- Kolaborasi pemberian terapi antibiotik
sesuai indikasi.
R/ antibiotik yang dipilih bergantung
pada tipe infeksi dan sensitivitas
individu.

4. Setelah dilakukan tindakan - Monitor suhu tubuh klien


3x24 jam klien tidak R/ peningkatan suhu tubuh dapat
mengalami hipertermi dengan menjadi stimulus rangsang kejang
kriteria hasil : - Monitor tanda vital
R/ menambah informasi untuk
- Suhu 36.5-37.5C menentukan intervensi
- Nadi dan respirasi - Pantau masukan dan haluaran
dalam batas normal R/ hipertermi meningkatkan IWL dan
N : 60-100 x/menit meningkatkan risiko dehidrasi
RR : 16-24 x/menit - Beri kompres hangat pada aksila,
- Tidak ada perubahan lipatan paha, dan leher
warna kulit R/ membantu vasodilatasi dan
menurunkan suhu tubuh
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
R/ mambantu menurunkan suhu tubuh,

54
dan mencegah terjadinya dehidrasi.
- Berikan informasi kepada keluarga
tentang penyebab dan cara mengatasi
hipertermi.
R/ meningkatkan pengetahuan
keluarga.
- Kolaborasi pemberian antipiretik
ssesuai indikasi
R/ membantu mengatasi hipertermi

5. Setelah dilakukan tindakan - Kaji kemampuan klien untuk


keperawatan selama 3x24 jam melakukan perawatan diri
kebutuhan ADL klien R/ membantu dalam
terpenuhi dengan kriteria hasil: mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan ADLs secara
- Klien bersih dan individual
terbebas dari bau - Berikan bantuan dalam perawatan
- Menyatakan ADLs sesuai kebutuhan
kenyamanan setelah R/ Memberikan kenyamanan kepada
dilakukan perawatan pasien
ADLs - Identifikasai kebiasaan defekasi
- Dapat melakukan sebelumnya. Tingkatkan asupan cairan
ADLs dengan bantuan dan nutrisi tinggi serat
R/ membantu mencegah konstipasi
- Pertahankan komunikasi terapeutik
sebelum melakukan perawatan ADLs
terhadap klien
R/ menimbulkan pengaruh relaksasi
pada beberapa pasien koma dan
memungkinkan untuk menurunkan
TIK.
- Ajarkan keluarga tentang cara
pemberian makan melalui NGT dan
menganjurkan untuk megubah posisi
klien setiap 2 jam
R/ meningkatkan pengetahuan keluarga
dan mencegah terjadinya dekubitus.
- Kolaborasi pemberian obat laksatif
suppositoria atau pelunak feses
R/ untuk merangsang fungsi defekasi
teratur.

55
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Meningitis adalah inflamasi atau peradangan pada meningen otak dan
medulla spinalis dan dapat menyerang tiga membran meningen yaitu
durameter, membran araknoid, dan piameter. Hal ini disebabkan oleh adanya
mikroorganisme yang masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui sirkulasi
darah. Mikroorganisme ini berasal dari infeksi yang sudah ada sebelumnya
yaitu dari infeksi bakteri atau infeksi virus, atau dapat pula melalui perluasan
infeksi dari sumber ekstrakranial. Biasanya hal ini ditandai pula dengan
adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinal.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca, khususnya
mahasiswa keperawatan dapat memperoleh ilmu yang lebih mengenai
penyakit meningitis dan cara penerapan asuhan keperawatan pada pasien
penderita meningitis, serta dapat menstimulasi pembaca untuk menggali
pemahaman yang lebih dalam.

56
DAFTAR PUSTAKA

1. A, Kimberly. 2011; Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC.


2. Chang, E, John, D & Doug, E. 2009; Patofisiologi Aplikasi pada Praktik
Keperawatan. Jakarta: EGC.
3. Corwin, Elizabeth J. 2009; Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
4. Harsono. 2007; Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
5. Muttaqin, Arif. 2008; Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: EGC.
6. http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/download/833/
855 diakses pada tanggal 23september 2014, jam 19.40 WIB
7. www.who.int diakses pada tanggal 23 September 2014, jam 19.15 WIB
8. Wilkinson, Judith M. 2011; Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC

57

Anda mungkin juga menyukai