Anda di halaman 1dari 25

Kelainan Kongenital Cavum Oris

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kelainan kongenital


Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul
sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting
terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-
bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal
ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang
dilahirkan. Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan
sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya.
Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam
minggu pertama kehidupannya.
2.2 Etiologi Kelainan Kongenital
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara
lain:
a) Kelainan Genetik dan Khromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan
kongenital pada anaknya. Beberapa contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai
sindroma Down (mongolism) kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma Turner.
b) Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan hentuk
organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.

c) Faktor infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode
organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Infeksi pada trimesrer pertama di
samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan
terjadinya abortus. Beberapa infeksi pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-
kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system
saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
d) Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan
diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu
jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang
dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia.
e) Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongoIisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto
Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,
08 per 100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26, 93 untuk kelompok ibu
berumur 35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1: 5500 untuk kelompok ibu
berumur < 35 tahun, 1: 600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1 : 75 untuk kelompok
ibu berumur 40 - 44 tahun dan 1 : 15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
f) Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi
yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk
mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
g) Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital
pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat
mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital
pada bayi yang dilahirkannya.
h) Faktor gizi
Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan
kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.
i) Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan
faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial,
hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali
penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.
2.3 Pertumbuhan Dan Perkembangan Wajah
Palatum primer dan palatum sekunder terbentuk berdasarkan perkembangan embriologi. Palatum
primer atau premaksila merupakan daerah triangular pada bagian anterior langitan keras, meluas
secara anterior ke insisiv foramen sampai ke insisiv lateral kanan dan kiri, termasuk bagian
alveolar ridge gigi gigi insisif maksila. Palatum sekunder terdiri dari sisa sisa bagian palatum
keras dan semua palatum lunak.
Menurul Alberry, perkembangan wajah terjadi pada minggu keempat setelah fertilisasi, dengan
lima buah penonjolan atau swelling yang mengelilingi stomodeum. Swelling ini disebut juga
facial processes. Facial processes tersebut merupakan akumulasi sel mesenkim yang berada
dibawah permukaan epitel. Mesenkim ini merupakan ektomesenkimal dan berkontribusi
terhadap perkembangan struktur orofasial seperti saraf, gigi, tulang, mukosa mulut. Swelling
yang berada diatas stomodeum disebut frontonasal processes dimana berkontribusi dalam
perkembangan hidung dan bibir atas. Dibagian bawah dal lateral stomodeum terdapat dua buah
mandibular processes yang berkontribusi dalam perkembangan rahang bawah dan bibir dan di
atas mandibular processes terdapat maxillary processes yang berkontribusi dalam perkembangan
rahang atas dan bibir. Pada sisi inferior frontonasal processes akan muncul nasal placodes.
Proliferasi ektomesenkim pada tiap kedua sisi placode akan menghasilkan pembentukan medial
dan lateral nasal prosesus. Diantara pasangan prosesus tersebut terdapat cekungan yaitu nasal pit
yang merupakan primitive nostril.
Celah pada palatum primer dapat terjadi karena kegagalan mesoderm untuk berpenetrasi ke
dalam grooves diantara maxillary processes dan median nasal processes sehingga proses
penggabungan antara kuduanya tidak terjadi. Sedangkan celah pada palatum sekunder
diakibatkan karena kegagalan palaite shelf untuk berfusi satu sama lain.
Berbagai hipotesis dikemukakan bagaimana bagaimana bisa menyebabkan kegagalan proses
penyatuan. Pada normal embrio, epitel diantara median dan prosesus lateral nasal dipenetrasikan
oleh mesenkim dan akan menghasilkan fusi diantara keduanya. Jika penetrasi tidak terjadi maka
epitel akan terpisah dan terbentuk celah.
2.4 Definisi Celah Bibir Dan Langitan
Celah bibir dan langitan merupakan suatu bentuk kelainan sejak lahir atau cacat bawaan pada
wajah. Kelainan ini terjadi akibat kegagalan penyatuan tonjolan processus facialis untuk
bertumbuh dengan akurat dan saling bergabung satu sama lain, dimana melibatkan penutupan
selubung ektoderma yang berkontak dengannya.
Celah bibir merupakan bentuk abnormalitas dari bibir yang tidak terbentuk sempurna akibat
kegagalan proses penyatuan processus selama perkembangan embrio di dalam kandungan.
Tingkat pembentukan celah bibir dapat bervariasi, mulai dari yang ringan yaitu brupa sedikit
takikan (notching) pada bibir, sampai yang parah dimana celah atau pembukaan yang muncul
cukup besar yaitu dari bibir atas sampai ke hidung. Celah langitan terjadi ketika palatum tidak
menutup secara sempurna, meninggalkan pembukaan yang dapat meluas sampai ke kavitas
nasal. Celah bisa melibatkan sisi lain dari palatum, yaitu meluas ke bagian palatum keras di
anterior mulut sampai palatum lunak kearah tenggorokan. Seringkali terjadi bersamaan antara
celah bibir dan celah alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya. Pada kelainan ini dapat terjadi
gangguan pada proses menelan, bicara dan mudah terjadi infeksi pada saluran pernafasan karena
tidak adanya sekat antara rongga mulut dan rongga hidung. Infeksi juga dapat berkembang ke
daerah telinga. Prevalensi celah bibir dan langitan sekitar 45% dari keseluruhan kasus, celah
bibir saja 25% dan celah langitan saja 35%. Celah bibir dengan atau tanpa celah langitan lebih
sering terjadi pada anak laki laki sedangkan celah langitan lebih sering terjadi pada anak
perempuan. Perbandingan insiden celah bibir dengan atau tanpa celah langitan antar anak laki-
laki dan perempuan yaitu 2:1, sebaliknya perbandingan insiden celah insiden celah langitan
antara anak laki- laki dan perempuan sekitar 1:2.
Celah palatum bilateral yang tidak diperbaiki dapat menyebabkan terjadinya protusi maksila ke
anterior pada bagian premaksila. Insiden terjadinya celah palatum yang berhubungan dengan
anomali ini lebih banyak pada ras negroid dibandingkan ras kulit putih. Insiden terjadinya celah
palatum tanpa celah bibir adalah 0, 5 dari 1000 kelahiran.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Perkembangan Dan Pertumbuhan Embriologi Kranifasial


3.1.1 Embriogenesis
Embriogenesis terdiri atas tiga tahap berbeda selama 280 hari pembuahan (10 hari pada siklus
menstruasi 28 hari). Hari pertama pasca-pembuahan, zygot berkembang dari satu sel menjadi 16
selyang disebut morula. Sel ini sendiri tidak lebih besar daripada ovum semula. Blastomer
totipotensi awal ini dapat berkembang menjadi jaringan, tetapi nantinya akan berdiferensiasi
membentuk 100 sel blastosit yang terisi cairan, sebagai hasil dari penyerapan cairan sel morula
yang padat. Bagian luar sel membentuk tropoblast dan massa sel dalam membentuk embrio.
Selama periode ini, hasil pembuahan berjalan
Sepanjang saluran uterus, masuk ke uterus, serta tertanam dalam endometrium uterin, pada hari
ketujuh pasca pembuahan. Tropoblast berubah menjadi korion dengan mengeluarkan vili.
Penanaman korionik menghasilkan plasenta, organ perpindahan nutrisi dan pembuangan produk
sisa fetomaternal.
3.1.2 Neurolasi
Cangkram benih embrionik primodial terdiri dari dua lapisan benih primer ektodermal, yang
membentuk dasar rongga amniotik dan endodermal, yang membentuk atap kantung telur. Ini
adalah garis batas awal padahari ke-14, dari kutub anterior cakram yang mulanya oval;
penebalan endodermal, bidang prakordal muncul pada bakal midsephalik. Bidang prakordal
mendahului perkembangan daerah orofasial, mengeluarkan lapisan endodermal dari membran
orofaringeal; peranan membran ini akan dibicarakan lebih lanjut dalam hubungannya dengan
perkembangan mulut. Lapisan benih primer ketiga, mesodermal, muncul pada awal minggau
ketiga, sebagai hasil proliferasi sel ektodermal dan diferensiasi pada daerah kaudal cakram
embrionik. Tonjolan yang terbentutk di cakram memiliki groove kraniokaudal, yang disebut garis
primitif. Dari garis primitif terbentuk jaringan yang berproliferasi dengan cepat serta disebut
mesensim, yang membentuk mesodermal intraembrionik, yang bergerak ke segala arah antara
ektodermal dan endodermal, kecuali pada daerah membran orofaringeal di depan dan
membrankloakal di belakang. Munculnya mesodermal akan mengubah cakram bilaminar
menjadi trilaminar. Sumbu garis tengah terlihat dengan pembentukkan notokord dari proliferasi
dan diferensiasi ujung kranial garis primitif. Notokord berakhir di depan pada bidang prakordal
pada bakal kelenjar pituitari. Notokord berfungsi sebagai sumbu rangka embrio, dan merangsang
pembentukkan bidang neural pada ektodermal di atasnya (ektodermal neural) dan mesodermal
lateral merangsang perkembangan epidermal (ektodermal kutaneus). Ketiga lapisan benih primer
berfungsi atas dasar diferensiasi jaringan dan organ serta berasal dari masing-masing lapisan.
Perkembangan ektodermal menjadi bagian kutaneus dan saraf dimulai pada hari ke-20, dengan
terbukanya lipatan ektodermal bidang saraf sepanjang garis tengah, membentuk lipatan neural;
membentuk groove neural. Pada hari ke-22, lipatan neural bergabung pada daerah somit ketiga
sampai kelima, daerah bakal osipital. Penutupan awal meluas ke sephalik dan kaudal,
membentuk neural tube, yang terbenam di bawah lapisan superfisial dari ektodermal kutaneus.
Jaringan ektomesensimal ini disebut neural crest dari daerah asalnya, keluar dari crest lipatan
neural dimana pengaruh netralisasi dan epidermisasi terjadi. Sel-sel neural crest membentuk
jaringan terpisah yang dalam hubungannya dengan lapisan benih primer, pluripotensial.
Ektomesensim neural crest memiiliki daya pergerakkan yang besar, mengikuti bidang
pencungkilan alami antara mesodermal, ektodermal dan endodermal, serta mengarah
intramesodermal. Populasi ini tergeser baik melalui translokasi aktif yang berasal dari pergeseran
jaringan atau perpindahan sel aktif. Translokasi sel neural crest pada saat mencapai titik akhir
yang sudah ditentukan, mengalami sitodeferensiasi menjadi berbagai tipe sel yang sebagian di
antaranya membelah ketika bergerak, membentuk populasi yang lebih besar pada titik akhir
daripada awal. Sel-sel ini membentuk sumber utama dari komponen jaringan ikat, termasuk
tulang rawan, tulang, dan ligamen daerah wajah dan mulut, serta ikut berperan membentuk
daerah otot dan arteri.

Notochord
(terjadi induksi ektodermal, lalu terjadi poleferasi)

Neural plate
(berpoliferasi)

Neural fold

Neural groove

Neural tube
Pada saat terbentuknya neural tube terjadi pembentikan krista yang dikenaldengan neural crest.
Setelah neural crest terbentuk, neural crest meninggalkan neuroektoderm ketempat-tempat
tertentu. Setelah sampi ke tempat-tempat yang dituju neural crest berdiiferensiasi menjadi sel
otak, pigmen, sel schwan, medula adrenal, dan mesensim. Setelah itu mesenchim akan
berdiferensiasi menjadi jaringan ikat sejati, jaringan tulang dan jaringan gigi(Embriologi
kraniofasial,1991:17-29).
3.1.3 Pertumbuhan dan perkembangan Kraniofasial:
3.1.3.1 Pembentukan kalvaria
Mesensim yang membentuk vault neokranium, mula-mula tersusun sebagai membran kapsular
disekitar otak yang sedang terbentuk. Membran ini terdiri dari dua lapisan yakni lapisan dalam
(endomenik) yang merupakan tempat asal neural crest dan lapisan luar (ektomenik) yang
merupakan tempat asal mesodermal. Dari lapisan dalam (endomenik) tersebut terbentuk dua
lapisan yang menutupi otak yang disebut dengan piameter dan arahnoid. Untuk lapisan luar
(ektomenik) terjadi deferensiasi yang lalu menjadi bagian dalam durameter yang juga menutupi
otak.
Pada bagian ektomenik ini terjadi peristiwa osteogenesis. Osteogenesis ektomenik terjadi berupa
pembentukan tulang intramembranosis diatas daerah otak yang nantinya membentuk vault
tengkorak atau yang disebut calvaria. Selain itu, lapisan luar ini juga membentuk dasar
kondrifikasi otak berupa kondrokranium yang nantinya berosifikasi endokondral. Osifikasi
tulang calvaria intramembranosis tergantung akan adanya otak. Ada berbagai pusat osifikasi
primer dan sekunder yang terbentuk dari lapisan luar untuk membuat tulang individual. Lapisan
luar (ektomenik) yang berasal dari mesodermal akan membentuk sebagian besar tulang frontal,
parietal, sphenoid, petrosal temporal dan occipital.
Pertumbuhan dari tulang calvaria ini sebenarnya merupakan kombinasi dari peristiwa
pertumbuhan suture, aposisi permukaan dan resorpsi, serta pergeseran kearah luar karena
perluasan otak. Pertumbuhan suture merupakan peristiwa dominant dalam perkembangan tulang
calvaria sampai tahun kehidupan ke 4. Dilanjutkan dengan aposisi permukaan yang mengikuti
menjadi semakin dominan. Untuk peristiwa remodeling dari peristiwa pertumbuhan tulang
calvaria mampu membuat bagian tulang yang melengkung menjadi datar sebagai tempat daerah
permukaan otak yang makin besar karena bertumbuh. Datarnya lengkung dari tulang calvaria
tersebut diperoleh dengan kombinasi erosi endokondral dan deposisi ektokranial.

3.1.3.2 Pembentukan Suture


Suture adalah salah satu variasi dari sendi tulang yang tidak bergerak (sinartrosis), yang terbatas
pada tengkorak. Letaknya ditentukan secara genetic, tetapi pengaruh lingkungan juga
menentukan bentuknya. Suture berperan penting pada pertumbuhan tengkorak. Walaupun suture
membentuk ikatan yang kuat antar tulang-tulang yang berdekatan, suture juga memungkinkan
adanya sedikit pergerakan dan karena itu, dapat menyerap stress mekanis. Tulang tengkorak
intramembranosis dipisahkan oleh daerah-daerah jaringan ikat, ligament sutural atau membrane,
yang terbentuk dari beberapa lapisan.
Ligament sutural merupakan bagian dari membrane awal tempat osifikasinya tulang-tulang.
Tulang kalvaria terbentuk dalam ektomik dan suturenya terbentuk dari serat-serat sejajar yang
berhubungan dengan perikranium dan duramater. Sebaliknya tulang wajah berosifikasi dalam
mesensim yang relative tidak bersrtuktur dan serat-seratnya membentuk sudut tangen terhadap
tulang, tanpa adanya serat yang menghubungkan tulang-tulang yang berdekatan, sampai ke dekat
pertemuan sutural. Tulang rawan sekunder terbentuk dari beberapa suture, terutama pada suture
sagital dan midpalatal.
Suture dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Suture serrate tepi tulang seperti gergaji atau bergerigi. Contohnya, suture sagital dan
koronal, yang bersama dengan tulang parietal artikulasi dan frontal yang berbentuk cembung,
memungkinkan kranium menahan benturan yang cukup kuat.
2. Suture dentikulat tonjolan tulang artikulasi yang kecil dan seperti gigi, yang melebar ke
arah ujung bebasnya. Penggabungan ini menghasilkan kunci yang lebih kuat daripada suture
serrate. Contohnya adalah suture lambdoid.
3. Suture squamous atau bevel salah satu tulang menumpuk pada tulang yang lain, seperti
pada suture squamous antra tulang parietal dan temporal. Tulang artikulasi tampak memiliki
bevel resiprokal, satu di dalam, satu di luar. Permukaan bevel dapat bergerigi atau berlekuk-
lekuk.
4. Suture bidang atau tumpul permukaan tulang berujung datar biasanya diperkasar dan tidak
teratur. Contohnya adalah suture midpalatal.
Tipe penghunbung fibrosa yang lain pada tengkorak umumnya lebih khusus dan tidak
diklasifikasikan sebagai suture.
1. Schindylesis tipe artikulasi tongue in groove, dimana bidang tulang yang tipis masuk ke
celah tulang yang lain. Contohnya adalah artikulasi bidang tulang etmoid yang tegak dengan
vomer.
2. Gomphosis tipe artikulasi pig in hole, dimana prosesus konikal dari salah satu tulang
masuk melalui bagian tulang lain seperti soket. Contohnya adalah artikulasi prosesus stiloid
(prefusi) dengan tulang petrosal temporal. Melalui pemanjangan, perlekatan gigi-gigi dengan
alveolus rahang atas dan bawah, juga disebut gomphosis. Suture koronal dan sagital, melalui
interdigitasi dari proyeksi tulang frontal dan parietal, and membentuk beberapa struktur sendi
gomphosis untuk menahan tekanan mekanis yang mengenainya.

3.1.3.3 Pembentukan dasar cranial


Daerah sentral dasar cranial terdiri dari bagian prekordral dan kordal yang saling bertemu pada
sudut di fosa hipofisial. Sudut bawah, terbentuk dari garis nasion ke sela, kebasion pada bidang
sagital. Yang mulanya sangat tumpul, kira-kira 150 derajat pada embrio berumur 4 minggu
(tahap prekartilage). Membengkok menjadi 130 derajat, pada embrio 7-8 minggu. Akan menjadi
lebih runcing pada umur 10 minggu (tahap pra ossifikasi), seluruh bagian kepala naik karena
perluasan leher, mengangkat wajah dari otak. Antara 10-12 minggu dasar kranial membentuk
sudut yang melebar, antara 125 -130derajat dan mempertahankan angulasi ini postnatal.
Pendataran kranial mungkin karena pertumbuhan otak yang cepat selama fetus (Embriologi
kraniofasial, 1991:101).
Antara minggu 10-40, bagian depan dasar cranial bertambah besar dan lebar tujuh kali lipat,
sedangkan bagian belakang tumbuh lima kali lipat. Pertumbuhan batang otak dan tubuh tulang
spenoid serta basisosipital, lambat, menghasilkan dasar yang stabil.

3.1.3.4 Pembentukan rangka wajah


Rangka dan jaringan ikat pada muka (kecuali kulit dan otak) berasal dari neural crest di
kranial Sel ini memberi pola pertumbuhan dan perkembangan pada muka. Pertumbuhan fasial
mulai sejak penuupan neuropore minggu ke 4 masa kehamilan migrasi, adhesi, proliferasi sel-sel
neural crest.
Ada 3 pusat pertumbuhan fasial, yaitu: 1
1. Sentra prosensefalik
Bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal otak, tulang
frontal, dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksiladan septum nasal (regiofronto-
nasal).1
2. Rombensefalik
Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka bagian bawah
(regio latero-posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami tumpang tindih (overlap) akibat
impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut diacephalic borders.1
3. Diasefalik
Diacephalic borders pertama yaitu sela tursika, orbitadan ala nasi, selanjutnya ke
arah filtrum; dan filtrum merupakan pertanda (landmark) satu-satunya dari diacephalic borders
yang bertahan seumur hidup. Diacephalic borders kedua adalah regio spino-kaudal dan leher.
Embryo berusia 2 minggu dengan sentra-sentra pertumbuhan:
A. sentra prosensefalik
B. sentradiasefalik
C. sentra rombensefalik1

Gangguan pada pusat-pusat pertumbuhan maupun rangkaian proses kompleks sel-sel neural crest
menyebabkan malformasi berupa aplasi, hipoplasi dengan atau tanpa displasi, normoplasi dan
hiperplasi dengan atau tanpa displasi. Perkembangan palatum berlangsung pada minggu ke 4
12 kehamilan. Setelah penutupan neuropore (pada minggu ke-4), primary palate membentuk
premaksila
(Sentra prosensefalik). Rangkaian prosesnya terdiri dari inisialisasi, proliferasi neural crest dan
pertumbuhan mesenkim membentuk prosesus frontonasal. Secondary palate (90% hard palate
dan 10% soft palate) dibentuk dari segmen lateral (sentra rombensefalik, pada minggu ke-6),
yang kemudian akan mengalami fusi dengan median plane (akhir minggu ke-7).1

3.1.3.5 Pembentukan palatum


Palatine shelves mulanya berkembang ke arah bawah, membentuk lidah. Bersamaan dengan
pertumbuhan mandibula, palatine shelves terproyeksi pada bidang horizontal; mengalami fusi di
medial dengan septum nasi (minggu ke 9-10); proses fusi ini membentuk palatum bagian anterior
sampai posterior. Kematian sel epitel (terprogram) di sisi median memungkinkan proses
penyatuan sel-sel mesenkhim pada saat mencapai garis tengah, membentuk palatum secara utuh.
Secara ringkas, rangkaian proses pembentukan secondary palate terdiri dari pertumbuhan
sel mesenkim (proliferasi dan migrasi) dilanjutkan elevasi palatine shelves, proses fusi yang
terdiri dari kontak epitel, epithelial breakdown (programmed cell death) dilanjutkan oleh
penggantian sel-sel mesenkim di garis
Median. Pembentukan bibir atas melalui rangkaian proses sebagaimana berikut. Sisi lateral bibir
atas, dibentuk oleh prominensi maksila kiri dan kanan; sisi medial (filtrum) dibentuk oleh fusi
premaksila dengan prominensi nasal. Ketiga prominensi ini kemudian mengalami kontak
membentuk seluruh bibir atas yang utuh. Gangguan yang terjadi pada rangkaian proses
sebagaimana diuraikan diatas akan menyebabkan adanya celah baik pada bibir (jaringan lunak)
maupun gnatum, palatum, nasal, frontal bahkan maksila dan orbita (rangka tulang). Dan
berdasarkan teori ini, dikatakan bahwa sumbing bibir dan langitan, merupakan suatu bentuk
malformasi (aplasi-hipoplasi) yang paling ringan dari facial cleft, yang mencerminkan gangguan
pertumbuhan pada sentra prosensefalik rombensefalik dan diasefalik.

3.2 Macam-Macam Kelainan Kongenital


A) Kelainan Kongenital Jaringan Lunak
1. Makroglosia
Pembesaran lidah dapat merupakan kelainan perkembangan yang disebabkan oleh hipertrofi otot
lidah. Lidah yang besar akan mendorong gigi dan tapakan gigi akan terbentuk pada tepi lateral
lidah, seperti kerang.
Makroglosia dapat terlihat pada sindrom down dan pada kretinisme kongenital akibat
kekurangan hormon kelenjar tiroid pada si ibu. Makroglosia juga dapat merupakan kelainan yang
didapat, selain karena faktor perkembangan misalnya, karena kehilangan gigi geligi rahang
bawah dalam jumlah yang banyak. Pembesaran lidah dapat pula disebabkan oleh tumor, radang
dan perubahan hormonal (misalnya pada kretinisme dan akromegali).
Bergantung pada derajat keparahan dan potensinya untuk menimbulkan problem dalam rongga
mulut, pembesaran lidah dapat dikurangi dengan tindakan bedah.

2. Mikroglosia
Mikroglosia adalah lidah yang kecil. Kejadian ini sangat jarang ditemukan, dapat ditemukan
pada sindrom Pierre Robin yang merupakan kelainan herediter.
Pada hemiatrofi lidah, sebagian lidah mengecil. Penyebabnya dapat berupa cacat pada saraf
hipoglosus yang mempersarafi otot lidah. Tanpa rangsangan, otot lidah menjadi atrofi dan tubuh
lidah menjadi mengecil. Pada kasus ini, selain cacat pada lidah, juga menimbulkan kerusakan
ditempat lain.

3. Ankiloglosia (tongue tie)


Ankiloglosia merupakan perlekatan sebagian atau seluruh lidah kedasar mulut. Frenulum
lingualis melekat terlalu jauh kedepan dan terlihat pada posisi bervariasi, yang paling parah bila
terletak pada ujung anterior lidah. Pergerakan lidah dapat terhambat dan penderita tidak dapat
menyentuh palatum keras dalam posisi mulut terbuka. Bicara dapat terganggu. Kasus ringan
tidak membutuhkan perawatan, sedangkan kasus berat berhasil diobati dengan bedah untuk
memperbaiki perlekatan frenulum.

4. Sumbing Lidah (cleft tongue)


Sumbing lidah terjadi akibat terganggunya perpaduan bagian kanan dan kiri lidah.
5. Tiroid Lingual
Tiroid lingual tampak sebagai suatu penonjolan pada pangkal lidah sekitar foramen caecum yang
mengandung jaringan tiroid.
Patogenesis: kelenjar tiroid dibentuk pada pangkal lidah (foramen caecum). Pada minggu ke 5,
intrauterin akan turun kebawah di depan trakea dan berhenti di depan os hyoideum dan os tiroid.
Jika sebagian tidak turun, terjadi tiroid lingual. Secara normal, perjalanan penurunan ini
merupakan suatu saluran yang akhirnya menghilang karena atrof, tetapi kadang-kadang sisa
saluran tertinggal dan terbentuk kista (kista tiroglosus).

6. Kista Tiroglosus
Mikroskopis: dinding kista mengandung sisa-sisa jaringan tiroid yang terdiri atas folikel kelenjar
tiroid yang mengandung koloid.
Kista ini perlu dibedakan dengan kista lain yang ditemukan juga pada leher, misalnya kista
brankiogenik yang letaknya tidak pada garis tengah, tetapi lebih ke samping. Pada gambaran
mikroskopis, kista brankiogenik tidak mengandung sisa-sisa kelenjar tiroid, tetapi terdiri atas
folikel jaringan limfoid yang padat serta dilapisi oleh epitel gepeng berlapis sebagai lapisan
dalam dinding kista.
7. Median Romboid Glositis
Median romboid glositis merupakan kelainan kongenital akibat kelainan perkembangan
embrional. Kedua tuberkulum lateral lidah tidak bertemu di tengah lidah dan tidak menutup
bagian tengah yang disebut tuberkulum impar. Bagian tengah tampak sebagai suatu daerah
berbentuk belah ketupat berwarna kemerahan seperti terkena radang dengan permukaan licin
karena tidak berpapil.
Mikroskopis: ditemukan akantosis dengan fibrosis jaringan dibawahnya dan sebukan sel radang
akut sehingga secara histologis merupakan radang. Secara patogenetik, kelainan ini termasuk
golongan cacat kongenital.
8. Lidah Geografik
Biasanya terjadi pada anak-anak. Tampak daerah kemerahan pada dorsum lidah. Tampak daerah
kemerahan pada dorsum lidah akibat deskuamasi papila filiformis dikelilingi daerah sedikit
menonjol dan berbatas tegas dengan tepi tidak teratur dan berwarna putih kekuningan. Papila
fungiformis tetap ada. Gambaran dapat berubah ubah sehingga dinamakan glositis migratoris
jinak. Lesi umumnya tidak sakit, tetapi kadang-kadang timbul rasa sakit, terutama ketika
memakan makanan asin dan pedas. Jarang sekali disertai dengan stomatitis areata migrans pada
sisi lain mukosa mulut yang umumnya pada mukosa labial atau bukal. Gambaran
mikroskopisnya sama dengan stomatitis areata migrans, yaitu tampak perpanjangan rete peg dan
ada infiltrasi sel neutrofil.
9. Hairy Tongue
Tampak bagian tengah belakang lidah lebih merah dengan permukaan seperti berambut karena
hipertrofi papila filiformis.
Lidah dapat mempunyai bentuk dan pergerakan yang berbeda beda karena pengaruh faktor
genetik dan turunan. Lidah dapat berbentuk seperti gulungan atau berfisura dengan sisi lateral
menyentuh garis tengah. Beberapa penderita dapat mengontrol otot pada ujung lidah untuk
membuat bentuk daun daun semanggi, dinamakan lidah trefoil. Ada pula penderita yang
mempunyai genetik untuk mampu menggerakkan lidah kebelakang dan keluar dari rongga mulut,
dinamakan lidah menelan. Kesemua bentuk lidah yang dapat melakukan pergerakan ini bukan
menunjukkan kelainan genetik bawaan maupun penyakit, tetapi merupakan keadaan normal bagi
mereka yang dapat melakukan pergerakan tersebut.

B) Kelainan Kongenital Jaringan Keras


1. Torus
Torus merupakan pembengkakan pada rahang yang menonjol dari mukosa mulut yang tidak
berbahaya dan disebabkan oleh pembentukan tulang normal yang berlebihan, tampak radiopak
dan dapat terjadi di beberapa tempat dari tulang rahang.
Pada garis tengah palatum keras, tampak sebagai massa tonjolan tunggal atau multipel
didaerah sutura palatal bagian tengah, berbentuk konveks, dapat pula berbentuk gepeng, nodular
atau lobular dan dinamakan torus palatinus.
Mandibula umumnya merupakan massa putih bilateral di bagian lingual akar gigi premolar
dan dinamakan torus mandibularis. Bentuk bervariasi, dapat satu lobus atau multipel, unilateral
atau bilateral. Tumbuh langsung di atas garis milohioid, meluas dari kaninus sampai molar
pertama.
Umumnya, torus menjadi jelas sesudah dewasa meskipun kadang-kadang pada anak-anak
sudah jelas. Pasien umumnya tek menyadari, hanya diketahui oleh dokter atau dokter gigi,
terutama dalam hubungannya dengan pembuatan desain geligi tiruan. Frekuensi bervariasi
dengan usia. Rasio wanita: pria adalah 2:1
Torus dapat disebabkan oleh faktor genitik atau fungsi. Namun, peran faktor fungsi tidak
begitu kuat karena frekuensi kejadian pada wanita Eskimo kurang dibandingkan laki-laki Eskimo
meskipun fungsi rahang pada wanita Eskimo ini lebih besar mengingat wanita Eskimo sering
mengunyah sejenis tumbuhan.
Gambaran mikroskopis tampak korteks tulang yang padat dan kompak, dengan daerah sentral
tulang lebih spongiosa dan kadang-kadang ditemukan lemak dalam sumsum tulang.
Proyeksi tulang yang sama dapat terlihat pada permukaan labial atau bukal dari lingir alveolar
maksila atau mandibula dan dinamakan tulang eksostosis. Umumnya, kelainan ini tidak
membutuhkan perawatan. Kalau mengganggu pemakaian gigi tiruan atau bicara, dapat dilakukan
pengambilan secara bedah.

2. Agnasia
Kesalahan pembentukan lengkung mandibula sering dihubungkan dengan anomali fusi
telinga luar pada daerah garis tengah yang normalnya ditempati oleh mandibula sehingga telinga
bertemu di garis tengah.
Agenesis absolut mandibula masih diragukan apakah bisa terjadi. Pada keadaan ini,
lidah juga tidak terbentuk atau mengalami reduksi ukuran. Meskipun astomia (tidak terbentuknya
mulut) dapat terjadi, mikrostomia (mulut yang kecil) lebih sering terjadi. Kadang-kadang tidak
ada hubungan dengan faring, yang tersisa hanya membran buko faringeal. Agnasia sering juga
disebabkan oleh gangguan vaskularisasi.
3. Mikrognasia
Istilah mikrognasia umumnya dipakai khusus untuk mandibula meskipun dapat pula
dipakai untuk menunjukkan pengecilan ukuran mandibula dan maksila. Dagu dapat sangat
retrusif atau absen sama sekali. Hidung dan bibir atas menjadi menonjol sehingga muka seperti
burung.
Keadaan ini dapat bersifat kongenital seperti yang ditemukan pada berbagai sindrom,
dapat pula terjadi sesudah lahir, misalnya akibat trauma, atau infeksi seperti atritis rematoid
juvenilis.
Mikrognasia disebabkan oleh kegagalan pusat pertumbuhan di kepala sendi.
Penyebabnya adalah kelainan perkembangan atau didapat. Cedera pada kepala sendi oleh trauma
pada saat lahir atau infeksi pada telinga dapat menyerang pusat pertumbuhan kepala sendi.
Kemungkinan lain adalah trauma atau infeksi daerah kepala sendi yang umumnya unilateral dan
menyebabkan pengecilan ukuran rahang yang unilateral.
Mikrognasia rahang atas ditemukan pada disostosis kraniofasial sindrom Akrosefalo-
sindaktilia yang karakteristik ditemukan pada oksisefalik, sindaktilia tangan dan kaki dan pada
Sindrom Down.
Keadaan ini dapat dikoreksi dengan bedah. Bila perkembangan rahang tidak bagus, gigi
geligi menjadi berdesakan dan rahang gagal untuk menyesuaikan diri sehingga gigi tidak dapat
beroklusi dengan baik atau dalam posisi buruk untuk berfungsi atau mengganngu estetik.
4. Makrognasia
Makrognasia adalah rahang yang besar. Jika terjadi pada rahang bawah, hal ini dapat
menyebabkan protrusi (kelas III Angle) dengan dagu menonjol.
Keadaan ini dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit
serta dapat dikoreksi dengan tindakan bedah. Pada akromegali, penderita mempunyai tumor
kelenjar hipofisis yang akan mendorong pertumbuhan terus menerus pada tempat tertentu,
misalnya jari dan tulang mandibula.
Beberapa kelainan menyerang rahang dan juga daerah lain, antara lain merupakan
sindrom seperti sindrom Pierre Robin. Pada sindrom ini, anak lahir dengan mikrognasia rahang
bawah yang berat, lidah menjulur keluar dan sumbing palatum. Cacat lain seperti deformitas
telinga dapat juga terjadi. Contoh lain adalah sindrom Treacher Collins.
Ada beberapa sindrom perkembangan yang menunjukkan mikrognasia rahang atas
sebagai bagian suatu sindrom, misalnya sindrom down atau sindrom Apert. Sindrom down
merupakan penyakit genetika yang paling sering ditemukan dengan ciri khas berupa rahang atas
yang kecil selain tanda lainnya. Pada penyakit Crouzon yang merupakan kraniofasial sinostosis
yang berkaitan dengan sindrom Apert, ditemukan rahang atas dan hidung yang kecil sehingga
menyebabkan muka melesak kedalam.

5. Cleft lip dan cleft palate

Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah pada bibir atas yang
didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada bagian langit-langit rongga mulut
(palatum), maka kelainan ini disebut cleft palate. Pada cleft palate, celah akan menghubungkan
langit-langit rongga mulut dengan rongga hidung. Ada tiga jenis kelainan cleft, yaitu:
Cleft lip tanpa disertai cleft palate
Cleft palate tanpa disertai cleft lip
Cleft lip disertai dengan cleft palate

Gambar 1. Gambar
Macam-macam Cleft lip

Sekitar separuh dari semua kasus cleft melibatkan bibir atas dan langit-langit sekaligus. Celah
dapat hanya terjadi pada satu sisi (unilateral) atau pada kedua sisi (bilateral) bibir. Cleft lip dan
cleft palate terbentuk saat bayi masih dalam kandungan (Anonim, 2009).
Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu. Saat
usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut bayi dalam
kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah dan akan
bersatu di tengah-tengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah
pada bibir atas atau langit-langit rongga mulut. Sebenarnya penyebab mengapa jaringan-jaringan
tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi faktor penyebab
yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan seperti obat-
obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat mengandung, konsumsi minuman beralkohol
atau merokok saat masa kehamilan. Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-anak yang
memiliki saudara kandung atau orang tua yang juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan
baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat merupakan bagian dari
sindroma penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga dapat memicu terjadinya kelainan ini.
ETIOLOGI CLEFT LIP (BIBIR SUMBING)
Sebagian besar kasus cleft lip dan palatum congenital disebabkan oleh pewarisan multi-
faktor dan seringnya terjadi celah pada keluarga setelah beberapa generasi. Teratogen tertentu
terlibat dalam celah palatum. Di antaranya yang paling utama adalah virus rubella, thalidomide,
aminopterin, steroid, dan alcohol. Selain itu dapat juga disebakan oleh kebiasaan merokok saat
trisemester pertama, dan juga mengkonsumsi obat-obat vasoactive saat kehamilan
(pseudoephedrine, aspirin, ibuprofen, amphetamine, cocaine, or ecstasy).
TANDA DAN GEJALA CLEFT LIP (BIBIR SUMBING)
Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit-langit rongga
mulut. Bayi dengan cleft lip dapat mengalami kesulitan saat menghisap ASI karena sulitnya
melakukan gerakan menghisap. Kesulitan ini dapat diatasi dengan penggunaan botol khusus
yang direkomendasikan oleh dokter gigi spesialis gigi anak dan dokter spesialis anak, tentunya
disesuaikan dengan tingkat keparahan kasus.
Cleft palate juga dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Besarnya cleft bukan
indikator seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat
menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Anak dapat memperbaiki kesulitannya dalam berbicara
setelah menjalani terapi bicara, walaupun kadang tindakan operasi tetap diperlukan untuk
memperbaiki fungsi langit-langit rongga mulut. Anak dengan cleft palate seringkali memiliki
suara hidung saat berbicara. Biasanya cleft palate dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang
anak dan proses tumbuh kembang dari gigi-geliginya. Susunan gigi-geligi dapat menjadi berjejal
karena kurang berkembangnya rahang.
Anak dengan cleft kadang memiliki gangguan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan
oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia (saluran yang menghubungkan
telinga dengan rongga mulut). Semua telinga anak normal memproduksi cairan telinga yang
kental dan lengket. Cairan ini dapat menumpuk di belakang gendang telinga. Adanya cleft dapat
meningkatkan kemungkinan terbentuknya cairan telinga ini, sehingga menyebabkan gangguan
atau bahkan kehilangan pendengaran sementara
Gejalanya berupa:
a. pemisahan bibir
b. pemisahan langit-langit
c. pemisahan bibir dan langit-langit
d. distorsi hidung
e. infeksi telinga berulang
f. berat badan tidak bertambah
g. regurgitasi hidung ketika menyusu (air susu keluar dari lubang hidung)
Gambaran Klinis
Gambaran klinis celah bibir menurut Klasifikasi Veau, dapat bervariasi, dari pit atau
takik kecil pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke dasar hidung.
Klas I : takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir.
Klas II: bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai dasar hidung.
Klas III: sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar hidung.
Klas IV: setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna atau
merupakan sumbing yang sempurna.

Gambaran Klinis Celah Palatum


Menurut sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam 4 tipe klinis, yaitu:
Kelas I : Sumbing yang terbatas pada palatum lunak.
Kelas II: Cacat pada palatum keras dan lunak yang hanya terbatas pada palatum sekunder tetapi
tidak melampaui foramen insisivum.
Kelas III: Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet. Sumbing palatum
komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum. Sedangkan sumbing yang
tidak komplet meliputi palatum lunak dan palatum keras, tetapi tidak meluas sampai foramen
insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari uvula sampai foramen insisivum di
garis tengah dan proc. Alveolaris unilateral yang juga termasuk kelas III.
Kelas IV: Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta proc. Alveolaris
pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali bergerak.
3.3 Pemeriksaan Fisik Dan Penunjang
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan oral rutin yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan
abnormalitas gigi, lengkung rahang, palatum lunak, palatum keras, dan lidah.
a) Gigi hilang yang dapat mempengaruhi bunyi konsonan
b) Lengkung alveolar sempit atau tidak
c) Adanya fistula pada palatum lunak atau keras
d) Malposisi memperberat keadaan si pasien sehingga menghasilkan bunyi berdesis seperti s
dan z.

Pemeriksaan penunjang
1. Cephaloroentgenograhps
Merupakan x-ray kepala bagian lateral dan frontal. Digunakan untuk mempelajari pertumbuhan
fasial dan tengkorak, membantu melihat bentuk atas dan bawah rongga mulut, termasuk
tengkorak dan ukuran dan bentuk bagian diatas palatum lunak yang mempengaruhi ruang
pernapasan dan membantu menentukan pembentukan spinal servikal dan ukuran serta panjang
palatum lunak.
2. Multiview vidiofluroscopy
Merupakan gambaran x-ray maksila dan mandibula (dari depan, samping, dan bagian bawah
pada video tape). Ketiga hasil gambarnya digunakan untuk mengevaluasi fungsi velofaringeal.
Contoh: bicara, mengisap, dan mengunyah.
3.4 Mengetahui Perawatan Cleft Lip Dan Cleft Palate
Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana, melibatkan
berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah
menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech therapist
untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang tidak tumpang-tindih tapi saling saling
melengkapi dalam menangani penderita CLP secara paripurna.
1. Terapi Non-bedah
Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis khusus
untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari intake
makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih
dahulu sebelum diperbaiki. Perawatan Umum Pada Cleft Palatum
Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan cleft
palate yakni:
a. Intake makanan
Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena
ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan
menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat mungkin
bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum oris. Pada
bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus yang tidak perlu
dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang
optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi tersedak atau terlalu kecil
sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup.
Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang selang
Nasogastric tube, adalah selang yang dimasukkan melalui hidung. Berfungsi untuk memasukkan
susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.
Pemasangan Obturator yang terbuat dari bahan akrilik yg elastic untuk bayi brumur 1-2 minggu,
semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jadi pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di
mulut bayi. Beberapa ahli beranggarapan obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tapi
beberapa menganggap justru mengarahkan. Pada center-center cleft seperti Harapan Kita di
Jakarta dan Cleft Centre di Bandung, dilakukan pembuatan obturator, karena pasien rajin kontrol
sehingga memungkinkan dilakukan penggerindaan oburator tiap satu atau dua minggu sekali
kontrol dan tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yg baru sesuai dg
pertumbuhan pasien. Obturator juga harus di bersihkan otherwise malah jd sumber infeksi jadi
pendidikan serta kooperasi orang tua pasien sangat mutlak, dengan berbagai pertimbangan tsb
jadi dokter memutuskan perlu atau tidaknya tergantung situasi dan kondisi. Membersihkan mulut
setelah di beri susu dan off course menghindari infeksi dengan memperkuat daya tahan tubuh.
Obturator diberi tali untuk membantu agar mudah dilepaskan, tapi ada pula jenis yg tidak perlu
di beri tali,
Pemberian dot khusus dot khusus, dot ini bisa dibeli di apotik2 besar. Dot ini bentuknya lebih
panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot biasa; tujuannya dot yang panjang menutupi
lubang di langit2 mulut; susu bisa langsung masuk ke kerongkongan; karena daya hisap bayi
yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar sehingga air susu dapat mengalir ke dalam
bagian belakang mulut dan mencegah regurgitasi ke hidung.
Cara menyusui nya untuk menghindari tersedak, dengan posisi sebagai berikut.
Setelah operasi baik bibir maupun langit2 biasanya tidak di sarankan untuk memakai dot,
disaranakan untuk memberikan susu pakai sendok, hal ini diperlukan untuk memberi waktu
penyembuhan luka jaringan post operasi
b. Pemeliharaan jalan nafas
Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi
(dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus hilang
dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat inspirasi (The
Pierre Robin Sindrom).
c. Gangguan telinga tengah
Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi pada
anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi masalah.
Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya pendengaran.
Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi hilangnya pendengaran
tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami gangguan bicara karena
cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk ventilasi dari telinga tengah
sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat dicegah.
2. Terapi bedah
Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi, dilakukan
pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang
optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada proses
penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat
berfungsi dengan baik.
Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah palatum,
yaitu:
i) Teknik von Langenbeck
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh von Langenbeck yang merupakan teknik operasi
tertua yang masih digunakan sampai saat ini. Teknik ini menggunakan teknik flap bipedikel
mukoperiosteal pada palatum durum dan palatum molle. Untuk memperbaiki kelainan yang ada,
dasar flap ini disebelah anterior dan posterior diperluas ke medial untuk menutup celah palatum.
ii) Teknik V-Y push-back
Teknik V-Y push-back mencakup dua flap unipedikel dengan satu atau dua flap palatum
unipedikel dengan dasarnya disebelah anterior. Flap anterior dimajukan dan diputar ke medial
sedangkan flap posterior dipindahkan ke belakang dengan teknik V to Y akan menambah
panjang palatum yang diperbaiki.
iii) Teknik double opposing Z-plasty
Teknik ini diperkenalkan oleh Furlow untuk memperpanjang palatum molle dan membuat suatu
fungsi dari m.levator.
iv) Teknik Schweckendiek
Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini, palatum molle
ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum durum ketika si anak
mendekati usia 18 bulan.
v) Teknik palatoplasty two-flap
Diperkenalkan oleh Bardach dan Salyer (1984). Teknik ini mencakup pembuatan dua flap
pedikel dengan dasarnya di posterior yang meluas sampai keseluruh bagian alveolar. Flap ini
kemudian diputar dan dimajukan ke medial untuk memperbaiki kelainan yang ada.

Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-4 tahun untuk
melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena setelah operasi suara
sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah,
sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila setelah
palatoplasty dan speech terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty
untuk memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 4-6 tahun. Pada usia
anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan tindakan
alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan operasi bone graft
pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.
Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan minum dan
makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan makanan biasa. Jaga
hygiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih kecil, biasakan setelah makan
makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih. Berikan antibiotik selama tiga hari. Pada
orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi berupa, posisi tidur pasien harusnya
dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi bila terjadi perdarahan, tidak boleh
makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi
dan tidak boleh menghisap /menyedot selama satu bulan post operasi untuk menghindari
jebolnya daerah post operasi.

BAB 1V
KESIMPULAN

Kelainan tumbuh kembang dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan eksternal dan internal
tubuh manusia, mulai dari yang sederhana (misal, cacat pada mukosa mulut seperti median
romboit glositis) sampai yang komplek (misal, sumbing palatum dan sindrom Treacher Collins).
Keadaan patologis ini dapat dipengaruhi oleh faktor ekstrnsik, misalnya lingkungan dan faktor
instrinsik, yaitu gen. Cacat lahir daat berasal dari perubahan lingkungan selama dalam
kandungan, seperti keadaan toksik, hipoksia yang menyebabkan terjadi palsi cerebral, dan cacat
mental.
Sumbing bibir dan palatum merupakan kelainan kongenital yang sering kali menyebabkan
menurunnya fungsi bicara, pengunyahan, dan penenlanan yang sangat berat. Sering kali terjadi
peningkatan prevalensi gangguan yang berhubungan dengan malformasi kongenital seperti
ketidak mampuan bicara sekunder serta menurunnya fungsi pendengaran. Berbeda dengan celah
bibir, celah alatum atau palatoschisis merupakan suatu kelainan yang sering terjadi bersamaan
dengan celah bibir dan alveolar atau dapat tanpa kelainan lainnya. Pada kelainan ini dapat terjadi
gangguan pada proses penelanan, bicara, dan mudah terjadi infeksi saluran pernafasan akibat
tidak adanya pembatas antara rongga mulut dan rongga hidung. Infeksi ini juga dapat
berkembang ke telinga.
Faktor yang mempengaruhi kelainan congenital skeletal dentomaksilo facial:
A. Faktor lingkungan
1. Agen-agen infektif
a. Virus rubella/campak jerman
Virus rubella dapat menyebabkan malformasi pada mata, telinga, bagian dalam, jantung dan gigi
b. Syphilis
c. Herpes simplex virus
2. Radiasi
Efek teratogenik radiasi pengion telah diketahui sejak bertahun-tahun lalu dan diketahui benar
bahwa mikrosefali, cacat tengkorak, celah palatum terjadi karena pengobatan wanita hamil
dengan sinar X atau radium dosis tinggi. Sifat kelainannya tergantung pada dosis radiasi dan
tingkat perkembangan janin pada saat diberi penyinaran.
3. Zat-zat kimia
Obat-obatan yang dikonsumsi selama masa kehamilan diketahui bersifat teratogenik. Contohnya,
obat anti konvulsan (Ibuprofen dan diasepam) yang bisa mengakibatkan celah palatum, obat
analgesic yang mengakibatkan celah bibir.
4. Hormon
Contohnya, hormone hidrokortison yang diekskresi secara berlebih menyebabkan celah bibir
5. Penyakit ibu
Gangguan metabolisme karbohidrat pada ibu yang menderita diabetes menyebabkan insiden lahir
kematian tinggi. Janin yang terlalu besar dan malforasi konginetal.
6. Defisiensi nutrisi
Khususnya kekurangan vitamin telah terbukti bersifat terratogenik.
7. Hipoksia

B. Faktor kromosom dan genetik


Kelainan kromosom bisa merupakan kelainan jumlah atau kelainan susunan dan merupakan
penyebab penting malformasi kongenital. Salah satu kelainan kromosom adalah trisomi21 atau
syndrome down. Syndrome down biasanya disebabkan oleh adanya satu kopi ekstra kromsom21
atau trisomi21. Secara klinis, ciri-ciri anak penderita syndrome down antara lain kelainan kranio
facial, keterbelakangan pertumbuhan, wajah mendatar dan telinga kecil. Pada 95% kasus,
syndrome ini disebabkan oleh trisomi21 karena meiosis non disjunction dan pada 75%
diantaranya, nondisjunction terjadi pada saat pembentukan oosit.

GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis celah bibir menurut Klasifikasi Veau, dapat bervariasi, dari pit atau takik kecil
pada tepi merah bibir sampai sumbing yang meluas ke dasar hidung.
Klas I : takik unilateral pada tepi merah bibir dan meluas sampai bibir.
Klas II: bila takik pada merah bibir sudah meluas ke bibir, tetapi tidak mengenai dasar hidung.
Klas III: sumbing unilateral pada merah bibir yang meluas melalui bibir ke dasar hidung.
Klas IV: setiap sumbing bilateral pada bibir yang menunjukkan takik tak sempurna atau
merupakan sumbing yang sempurna.
Gambaran Klinis Celah Palatum
Menurut sistem Veau, sumbing palatum dapat dibagi dalam 4 tipe klinis, yaitu:
- Kelas I : Sumbing yang terbatas pada palatum lunak.
- Kelas II : Cacat pada palatum keras dan lunak yang hanya terbatas pada palatum
sekunder tetapi tidak melampaui foramen insisivum.
- Kelas III : Sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet.
Sumbing palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum.
Sedangkan sumbing yang tidak komplet meliputi palatum lunak dan palatum keras, tetapi tidak
meluas sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari uvula
sampai foramen insisivum di garis tengah dan proc. Alveolaris unilateral yang juga termasuk
kelas III.
- Kelas IV : Sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta proc.
Alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan sering kali bergerak.
- Biasanya anak dengan cleft lip and palate akan dirawat oleh tim dokter khusus yang
mencakup dokter gigi spesialis bedah mulut, dokter spesialis bedah plastik, ahli terapi bicara,
audiologist (ahli pendengaran), dokter spesialis anak, dokter gigi spesialis gigi anak, dokter gigi
spesialis orthodonsi, psikolog, dan ahli genetik. Perawatan dapat dilakukan sejak bayi lahir.
Waktu yang tepat untuk melakukan operasi sangat bervariasi, tergantung dari keadaan kasus itu
sendiri. Tapi biasanya operasi untuk menutup celah di bibir sudah dapat dilakukan pada saat bayi
berusia tiga bulan dan memiliki berat badan yang cukup. Sedangkan operasi untuk menutup
celah pada langit-langit rongga mulut dapat dilakukan pada usia kira-kira enam bulan. Kedua
operasi tersebut dilakukan dengan bius total.
- Saat anak bertambah dewasa, operasi-operasi lain mungkin diperlukan untuk memperbaiki
penampilan dari bibir dan hidung serta fungsi dari langit-langit rongga mulut. Jika ada celah
pada gusi, biasanya dapat dilakukan bone graft (implant tulang). Untuk memperbaiki kesulitan
dalam berbicara, anak dapat menjalani terapi bicara dengan ahli terapi bicara. Dokter gigi
spesialis anak dan orthodontis dapat memberikan perawatan yang berkaitan dengan perawatan
gigi-geligi anak dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar tidak timbul kelainan-
kelainan lain pada rongga mulut.
DAFTAR PUSTAKA

Speber,G.H. 1991. Embriologi Kraniofasial. Hipokrates:Jakarta


Sudiono, Jantih.2008.Gangguan Tumbuh Kembang.EGC:Jakarta
www.klinikindonesia.com : Klinik Kesehatan, Kedokteran, Bisnis & Religius Online

Anda mungkin juga menyukai