Anda di halaman 1dari 16

2.4.

Etiologi Menurut Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008) etiologi kelainan bawaan dapat dibedakan menjadi: 1. Faktor genetik Kelainan karena faktor genetik adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh kelainan pada unsur pembawa keturunan yaitu gen. Kelainan yang disebabkan oleh faktor genetik dikelompokkan ke dalam kelainan akibat mutasi gen tunggal, kelainan aberasi kromosom, dan kelainan multifaktorial (gabungan genetik dan pengaruh lingkungan). a. Kelainan mutasi gen tunggal (single gen mutant) Kelainan single gen mutant atau disebut juga pola pewarisan Mendel (Mendelian) terbagi 4 macam antara lain: otosomal resesif, otosomal dominan, x-linked recessive, x-linked dominant. Kelainan bawaan dari otosomal resesif antara lain albino, defisiensi alfa-1 antitripsin, talasemia, fenilketonuria serta galaktosemia. Kelainan bawaan dari otosomal dominan antara lain: aniridia, sindrom Marfan, ginjal polikistik, retinoblastoma, korea huntington, hiperlipoproteinemia, dan lain-lain. Kelainan bawaan x-linked recessive antara lain: diabetes insipidus, buta warna, haemofilia, serta retinitis pigmentosa, sedangkan kelainan bawaan x-linked dominant sangat sedikit jenisnya, antara lain rakitis yang resisten terhadap pengobatan vitamin D. b. Gangguan keseimbangan akibat kelainan aberasi kromosom Kelainan kromosom dibagi atas aberasi numerik dan aberasi struktural. Kelainan pada struktur kromosom seperti delesi, translokasi, inversi, dan lain sebagainya, ataupun perubahan pada jumlahnya (aberasi kromosom numerik/ aneuploidi) yang biasanya berupa trisomi, monosomi, tetrasomi, dan lain sebagainya. Kelainan bawaan berat (biasanya merupakan anomali multipel) seringkali disebabkan aberasi kromosom. Aberasi numerik timbul karena terjadinya kegagalan proses replikasi dan pemisahan sel anak yang disebut juga non-disjunction. Sedangkan aberasi struktural terjadi apabila kromosom terputus, kemudian dapat bergabung kembali atau hilang (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008). 2. Faktor non-genetik Kelainan oleh faktor non-genetik dapat disebabkan oleh obat-obatan, teratogen, dan radiasi. Teratogen adalah obat, zat kimia, infeksi, penyakit ibu, yang berpengaruh pada janin sehingga menyebabkan kelainan bentuk atau fungsi pada bayi yang dilahirkan (Effendi, 2006 dalam
Etiologi: Herediter mutasi gen: otosomal dominan, otosomal resesif, dan X-linked kelainan kromosom: trisomi 13 (patau), trisomi 15, trisomi 18, dan trisomi 21

Obat-obatan: analgesik cleft lip, antihistamin cleft palate Kurangnya nutrisi: asam folat, vit.C, dll Daya pembentukan embrio menurun Penyakit infeksi: sifilis dan rubella Radiasi: efek teratogenik sinar pengion

Stress emosional: korteks adrenal hidrokortison berlebih Trauma

1. Faktor lingkungan a. Faktor usia ibu Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan trisomi Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya. Jika seorang wanita umur 35tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun Resiko mengandung anak dengan cacat bawaan tidak bertambah besar sesuai dengan bertambahnya usia ibu b. Hormonal Etiologi hormonal diduga mempunyai hubungan pula denhan kejadian kelainan congenital. Pada bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar dibandingkan dengan bayi yang normal. c. Obat-obatan Obat yang digunakan selama kehamilanx terutama untuk mengobati penyakit ibu, tetapi hampir selalu janin yang tumbuh akan menjadi penerima obat. Penggunaan asetosal atau aspirin sebagai obat analgetik pada masa kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan terjadinya celah bibir. Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi rifampisin, fenasetin, sulfonamide, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibu profen dan penisilamin, diazepam, kortikosteroid. Beberapa obat antihistamin yang digunakan sebagai antiemetik selama kehamilan dapat menyebabkan terjadinya celah langit-langit. Obat-obat antineoplastik terbukti menyebabkan cacat ini pada binatang d. Nutrisi Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit lebih tinggi pada masyarakat golongan ekonomi kebawah penyebabnya diduga adalah kekurangan nutrisi. e. Gizi

Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau kelainan tabung saraf, maka dari itu sebaiknya wanita hamil mengkonsumsi asam folat sebanyak 400 mikrogram/hari. Pada manusia, pada penelitian menunjukkan bahwa frekuensi kelainan congenital pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan gizi lebih tinggi daripada bayi yang dilahirkan dengan indeks mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi yang baik. f. Daya pembentukan embrio menurun Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang mempunyai anak banyak g. Penyakit infeksi Penyakit sifilis dan virus rubella dapat menyebabkan terjadinya cleft lips dan cleft palate h. Radiasi Efek teratogenik sinar pengion telah diakui dan diketahui dapat mengakibatkan timbulnya celah bibir dan celah langit-langit. Efek genetic yaitu yang mengenai alat reproduksi yang akibatnya diturunkan pada generasi selanjutnya, dapat terjadi bila dosis penyinaran tidak menyebabkan kemandulan. Efek genetic tidak mengenal ambang dosis. Teratogenik merupakan bahan yang bisa menyebabkan atau meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan. Contohnya radiasi, obat obat tertentu yanbg biasanya digunakan oleh ibu hamil, racun, merokok, infeksi juga termasuk dalam teratogenik karena selama ini infeksi pada wanita hamil biasanya karena virus yang mengeluarkan toksik atau racun dll. i. Stress Emosional Korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebih Pada binatang percobaan telah terbukti bahwa pemberian hidrokortison yang meningkat pada keadaan hamil menyebabkan cleft lips dan cleft palate j. Trauma Celah bibir bukan hanya menyebabkan gangguan estetika wajah, tetapi juga dapat menyebabkan kesukaran dalam berbicara, menelan, pendengaran dan gangguan psikologis penderita beserta orang tuanya. Permasalahan terutama terletak pada pemberian minum, pengawasan gizi dan infeksi. Salah satu penyebab trauma adalah kecelakaan atau benturan pada saat hamil minggu kelima. k. Mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterine dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ. Contoh : deformitas organ pada kaki. l. Faktor fisik rahim Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang fungsinya sebagai pelindung terhadap cedera. Apabila jumlah cairan ketuban kurang maka akan mempengaruhi pertumbuhan paru paru, anggota gerak dan system ekskresi. Dan apabila kelebihan cairan ketuban maka akan menyebabkan gangguan penelanan. Cleft lip Patogenesis: Terjadi karena ada gangguan pd organogenesis antara minggu ke-4 sampai minggu ke-8 masa embrio 4 teori: 1. Teori Fusi (klasik): akhir minggu ke-6 dan awal minggu ke-7 masa kehamilan. Terjadi kegagalan fusi antara proc.maksilaris dgn proc.nasomedialis. 2. Teori penyusupan mesodermal (penghambat perkembangan): kegagalan migrasi mesodermal. 3. Teori mesodermal sebagai kerangka membran brankhial: pd minggu ke-2 kehamilan. Tidak ada mesodermal dalam pertumbuhan embrio membran brankhial akan pecah cleft lip. 4. Gabungan teori fusi dan penyusupan mesodermal: fusi proc.maksilaris dan penggabungan kedua proc.nasomedial yang akan membentuk bibir bagian tengah. Cleft palate Patogenesis: Terjebaknya pearl epitel pd garis penggabungan lereng palatum, terutama raphe garis tengah dari palatum durrum dan pd pertemuan palatum mole dan palatum durrum kista sisa palatal medial (pd pd permukaan bukal dan lingual ridge alveolar) hilang pd bulan ke-3 postnatal penundaan pengangkatan lereng palatal dari vertikal ke horizontal (saat kepala terus berkembang) celah yg lebar antar lereng tdk bertemu lereng horizontal cleft palatal Klasifikasi Veau cleft palatal: Kelas I : sumbing yang terbatas pada palatum lunak.

Kelas II : cacat pada palatum keras dan lunak, meluas tidak melampaui foramen insisivum dan terbatas hanya pada palatum sekunder.

Kelas III : sumbing pada palatum sekunder dapat komplet atau tidak komplet. Sumbing palatum komplet meliputi palatum lunak dan keras sampai foramen insisivum. Sumbing tidak komplet meliputi palatum lunak dan bagian palatum keras, tetapi tidak meluas sampai foramen insisivum. Sumbing unilateral yang komplet dan meluas dari uvula sampai foramen insisivum di garis tengah dan prosesus alveolaris unilateral juga termasuk kelas III. Kelas IV : sumbing bilateral komplet meliputi palatum lunak dan keras serta prosesus alveolaris pada kedua sisi premaksila, meninggalkan daerah itu bebas dan seringkali bergerak.

Klasifikasi Veau Cleft lip: Kelas I : celah/takik unilateral pada tepi merah Kelas II : bila celah pada merah bibir sudah tidak mengenai dasar hidung. Kelas III : sumbing unilateral pada merah bibir ke dasar hidung. Kelas IV : setiap sumbing bilateral pada bibir sempurna atau merupakan sumbing yang sempurna. bibir dan meluas sampai bibir. meluas ke bibir, tetapi

yang meluas melalui bibir

menunjukkan celah tak

Patogenesis Berdasarkan patogenesisnya, Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008) membedakan kelainan kongenital sebagai berikut: 1. Malformasi Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Kelainan ini mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ, atau mengenai berbagai sistem tubuh yang berbeda. 2. Deformasi Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar. 3. Disrupsi Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbeda. Perlu ditekankan bahwa bahwa baik deformasi maupun disrupsi biasanya mengenai struktur yang semula berkembang normal dan tidak menyebabkan kelainan intrinsik pada jaringan yang terkena. 4. Displasia

Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup (Neonatologi IDAI, 2008).
D. MANIFESTASI KLINIS 1. Deformitas pada bibir 2. Kesukaran dalam menghisap/makan 3. Kelainan susunan archumdentis. 4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan. 5. Gangguan komunikasi verbal 6. Regurgitasi makanan. 7. Pada Labio skisis a. Distorsi pada hidung b. Tampak sebagian atau keduanya c. Adanya celah pada bibir 8. Pada Palati skisis a. Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive. b. Ada rongga pada hidung. c. Distorsi hidung d. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari e. Kesukaran dalam menghisap/makan.

E. KOMPLIKASI 1. Gangguan bicara 2. Terjadinya atitis media 3. Aspirasi 4. Distress pernafasan 5. Resiko infeksi saluran nafas 6. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat 7. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris sekunder akibat disfungsi

tuba eustachius. 8. Masalah gigi 9. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan paruh.

Obstruksi jalan napas Obstruksi jalan napas dapat hadir pada anak-anak dengan sumbing langit-langit, terutama mereka yang memiliki rahang hypoplasia (yaitu, sebuah Pierre Robin urutan). Obstruksi jalan napas bagian atas hasil dari posisi posterior lidah, yang rentan terhadap prolaps ke dalam faring dengan inspirasi. Obstruksi nasal dapat juga hasil dari lidah menonjol ke rongga hidung.
Cleft lip dan cleft palate mempunyai hubungan dalam membuat maloklusi, yaitu gigi berdesakan (crowded teeth) dan diastema (spacing). Dengan adanya cleft lip maupun cleft palate, secara otomatis terdapat celah yang membelah rahang atas pada bagian anterior dan hal tersebut menyebabkan gigi geligi terbagi menjadi 2 bagian, yang satu bagian diastema, yang satu bagian lagi berdesakan sehingga menyebabkan maloklusi. Selain itu, dengan adanya celah pada bibir menyebabkan tidak adanya tonus otot yang menahan perkembangan rahang atas ke arah anterior sehingga mengakibatkan gigi pada bagian anterior protrusif atau dapat terjadi angle kelas 2.

Diagnosis Menurut Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008), dalam menegakkan diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekatan, antara lain: a. Penelaahan prenatal Riwayat ibu: usia kehamilan, penyakit ibu seperti epilepsi, diabetes melitus, varisela, kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat anti-epilepsi, kokain, dietilstilbisterol, obat antikoagulan warfarin, serta radiasi. b. Riwayat persalinan Posisi anak dalam rahim, cara lahir, status kesehatan neonatus. c. Riwayat keluarga Adanya kelainan bawaan yang sama, kelainan bawaan yang lainnya, kematian bayi yang tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi mental. d. Pemeriksaan fisik Mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun minor. Biasanya bila ditemukan dua kelainan minor, sepuluh persen diserai kelainan mayor. Sedangkan bila ditemukan tiga kelainan minor, delapan puluh lima persen disertai dengan kelainan mayor. e. Pemeriksaan penunjang Sitogenetik (kelainan kromosom), analisis DNA, ultrasonografi, organ dalam, ekokardiografi, radiografi. Pemeriksaan yang teliti terhadap pemeriksaan fisis dan riwayat ibu serta keluarga kemudian ditunjang dengan melakukan pemotretan terhadap bayi dengan kelainan bawaan adalah merupakan hal yang sangat penting dibanding dengan pemeriksaan penunjang laboratiorium.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan prabedan rutin (misalnya hitung darah lengkap 2. Pemeriksaan Diagnosis a. Foto Rontgen b. Pemeriksaan fisik c. MRI untuk evaluasi abnormal

Gambaran radiografis Teknik : proyeksi oklusal, pemandangan periapikal untuk anterior dan tomografi dengan kepala pada posisi posterosnterior. Gambaran radiografis : terlihat radiolusen atau hitam homogen, jelas terpisah atau memisahkan tulang palatum yang terkena. Jangkauan penglihatan topografi untuk rahang atas lebih jelas terlihat.
DISTORSI=PERUBAHAN BENTUK/PENYIMPANGAN

C.Diagnosa Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat dilakukan pada pemeriksaan janin intrauterine, dapat pula ditemukan pada saat bayi sudah lahir. Pemeriksaan pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor resiko: misalnya: riwayat pernah melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya kelainan-kongenital dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati menopause. Pencarian dilakukan pada saat umur kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat ultrasonografi dapat dilakukan tindakan amniosentesis untuk mengambil contoh cairan amnion Beberapa kelainan kongenital yang dapat didiagnose dengan cara ini misalnya: kelainan kromosome, phenylketonuria, galaktosemia, defek tuba neralis terbuka seperti anensefali serta meningocele. Pemeriksaan darah janin pada kasus thallasemia. Untuk kasus2 hidrosefalus pemeriksaan dapat diketemukan pada saat periksa hamil B. Dasar Diagnosis Molekuler Cleft Lip and Palate Dasar diagnosis molekuler CLP sama dengan diagnosis penyakit genetik yang lain, yaitu dengan a. Amniocentesis, dilakukan pada kehamilan 14-16 minggu. (Suryo, 2005). b. CVS (Chorionic Villus Sampling), dilakukan pada kehamilan 10-13 minggu. Tingkat akurasinya 96-98% lebih rendah dari midtrisemester amniocentesis karena keterbatasan mosaic plasenta dan kontaminasi sel saat kehamilan. (Lewis, 2007).

DIAGNOSA

Selama menjalani perawatan prenatal, ada beberapa jenis tes yang ditawarkan kepada semua wanita hamil (tes skrining) dan ada pula beberapa jenis tes yang ditawarkan hanya kepada wanita/pasangan suami-istri yang memiliki faktor resiko (tes diagnostik). Tidak ada tes yang sempurna. Seorang bayi mungkin saja terlahir dengan kelainan bawaan meskipun hasil tesnya negatif. Jika tes memberikan hasil yang positif, biasanya perlu dilakukan tes lebih lanjut.

Tes skrining. Tes skrining dilakukan meskipun seorang wanita hamil tidak memiliki gejala maupun faktor resiko.Bila tes skrining menunjukkan hasil positif, dianjurkan untuk menjalani tes diagnostik.

Skrining prenatal bisa membantu menentukan adanya infeksi atau keadaan lain pada ibu yang berbahaya bagi janin dan membantu menentukan adanya kelainan bawaan tertentu pada janin. Tes skrining terdiri dari: # Pemeriksaan darah # Pemeriksaan USG. Tes diagnostik

Tes diagnostik biasanya dilakukan jika tes skrining memberikan hasil positif atau jika wanita hamil memiliki faktor resiko. Tes diagnostik terdiri dari: # Amniosentesis # Contoh vili korion # Contoh darah janin # Pemeriksaan USG yang lebih mendetil.

Kelainan bawaan yang bisa diketahui melalui skrining prenatal adalah: # Defek tabung saraf (spina bifida, anensefalus) # Sindroma Down # Kelainan kromosom lainnya # Kelainan metabolisme yang diturunkan # Kelainan jantung bawaan # Kelainan bentuk saluran pencernaan dan ginjal # Sumbing bibir atau langit-langit mulut

# Kelainan bawaan tertentu pada anggota gerak # Tumor bawaan.

Pada masa prenatal, terdapat beberapa macam pemeriksaan, antara lain : a. Tes scrining Tes ini dilakukan meskipun saorang wanita hamil tidak memiliki gejala apapun. Scrining prenatal bisa membantu menentukan adanya infeksi atau keadaan lain ibu yang berbahaya pada janin dan membantu menentukan kelainan bawaan tertentu pada janin. Tes ini terdiri dari : 1) Pemeriksaan darah Jenis pemeriksaan ini dianjurkan dokter setelah seseorang dinyatakan positif hamil. Contoh darah akan diambil untuk diperiksa apakah terinfeksi virus tertentu atau rhesus antibody. Contoh darah calon ibu juga digunakan untuk pemeriksaan hCG. Duni akedokteran menemukan, kadar hCG yang tinggi pada darah ibu hamil berat ia memiliki resiko yang tinggi memiliki bayi dengan sindrom down. 2) USG Pemeriksaan USG bisa mendeteksi secara dini berbagai kelainan yang mungkin terjadi pada janin. Pada trimester pertama, sekitar 85% dari semua kelainan bawaan janin sudah dapat terlihat/terdeteksi. Dengan semakin canggihnya peranti ultrasonografi, upaya skrining dan diagnostik dapat dilakukan dengan baik pada usia kehamilan 11-14 minggu. Kelainan kongenital pada umumnya akan terdeteksi secara USG apabila ditemukan hal-hal sebagai berikut : Hilangnya struktur anatomi yang normal, contoh : tidak ditemukannya gambaran cairan dalam lambung harus dicurigai adanya kelainan atresia esofagus. Tidak ada klavaria ditemukan pada kasus anencephali atau acrania. Terjadinya perubahan bentuk, tepi, lokasi atau ukuran dari struktur anatomi yang normal, contoh : adanya massa dalam tengkorak menunjukkan kemungkinan suatu encephalocele. Lambung terlihat dalam rongga dada menunjukkan adanya hernia diafragmatika. Adanya struktur abnormal, contoh : double buble signs merupakan tanda atresia duodeni. Kelainan biometri janin, contoh : tulang-tulang anggota gerak yang lebih pendek dari ukuran yang normal menandakan adanya skeletal dysplasia. Adanya gerakan janin yang abnormal, contoh : pada kasus arthrogryposis multiplex congenital maka janin sama sekali tidak bergerak.

b. Tes diagnostik Tes ini dilakukan jika tes scrining menunjukkan hasil yang positif atau jika wanita hamil memiliki factor resiko. Tes ini terdiri dari : 1) Aminosintesis Pemeriksaan ini biasanya dianjurkan bila calon ibu berusia di atas 35 tahun. Karena hamil di usia ini memiliki resiko cukup tinggi. Terutam auntuk menentukan apakah janin menderita sindrom down atau tidak. Aminosintesis dilakukan dengan cara mengambil cairan amnion melalui dinding perut ibu. Cairan amnion yang mengandung sel sel janin, bahan bahan kimia dan mikroorganisme mampu memberikan informasi tentang susunan genetic, kondisi janin, serta tingkat kematangannya. Tes ini dilakukan pada minggu 16 dan 18 usia kehamilan. 2) Sample darah janin atau kordosentesis Sample darah janin diambil dari tali pusar. Langkah ini diambil jika cacat yang disebabkan kromosom telah terdeteksi oleh pemeriksaan USG. Biasanya dilakukan setelah kehamilan memasuki usia 20 minggu. Tes ini bisa mendeteksi kelainan kromosom, kelainan metebolisme, kelainan gen tunggal, infeksi seperti toksoplasmosis atau rubella, juga kelainan pada darah (rhesus). 3) Villi khorialis Pengambilan sampel villi khorialis dilakukan pada usia kehamilan 10-12 minggu. Ini dilakukan dengan cara pengambilan jaringan plasenta (ari-ari) dalam jumlah yang sangat kecil. Villi khorialis yang merupakan bagian dari plasenta inilah yang dijadikan materi pemeriksaan DNA. Pengambilan jaringan janin dari plasenta ini dilakukan dengan menusukkan jarum melalui jalan lahir atau dinding perut ke dalam kandungan menembus plasenta. Efek samping yang mungkin timbul dari pengambilan sampel plasenta ini adalah kram, perdarahan, dan infeksi. Tentu saja dokter kebidanan dan kandungan akan mempertimbangkan segalanya secara matang sebelum melakukan tindakan ini. 4) Amniosentesis Merupakan pemeriksaan dengan cara pengambilan cairan ketuban. Pemeriksaan ini dilakukan pada trimester 1 (pemeriksaan genetic) dan trimester 3 (menilai kematangan paru paru).

Pemeriksaan kromosom ini bertujuan untuk melihat apakah kelainan cacat bawaan pada janin, seperti : Talasemia, sindrom down, trisomi 21, trisomi 13, trisomi 18 dan kelainan kromosom lainnya. Pemeriksaan ini dianjurkan untuk kondisi ibu hamil antara lain : Memiliki riwayat kelainan cacat bawaan

Hasil USG abnormal Ibu hamil dengan usia 35 tahun 5) Pemeriksaan HbsAg Pemeriksaan ini dilakukan pada awal kehamilan (trimester 1) untuk mengetahui ada tidaknya infeksi hepatitis B.

Pemeriksaan Kelainan Kongenital Skeletal Laboratoris 1. Amniosentris (pengambilan cairan ketuban) Dilakukan pada : y y Trimester 2 dengan melakukan pemeriksaan genetic. Trimester 3 dengan menilai kematangan paru-paru.

Pemeriksaan kromosom ini bertujuan untuk melihat apakah kelainan cacat bawaan pada janin. Contoh : Talasemia, Syndrome drown, Trisomi 21, Trisomi 13, Trisomi 18, dan kelainan Kromosom lainnya. Untuk pemeriksaan ini, dianjurkan ibu hamil : 1. Memiliki riwayat kelainan cacat bawaan 2. Hasil USG abnormal 3. Ibu hamil usia 35 tahun

2.

Pemeriksaan HbsAg. Merupakan satu pemeriksaan yang dilakukan pada awal kehamilan (trimester 1). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi Hepatitis B. Hepatitis B dapat ditularkan langsung dari ibu kepada janin melalui kontak pada saat melahirkan.
Sedangkan pada masa postnatal, pemeriksaan kelainan kongenital dapat dilakukan dengan 2

cara, yaitu pemeriksaan klinis dan radiografi. a. Pemeriksaan Klinis

pemeriksaan klinis ini dilakukan dengan cara penelitian inklinasi gigi incisivus dan derajat overjet incisal. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara visual, palpasi, serta overjet residual. b. Radiografi Pemeriksaan radiograf yang dilakukan adalah pemeriksaan radiograf sefalometri baku. Pemeriksaan tersebut untuk menghasilkan radiograf kepala yang baku. Hasil pemeriksaan ini menghasilkan analisis ukuran skeletal dan bentuknya. 2.1 KELAINAN KONGENITAL JARINGAN LUNAK A. LIDAH 1. Makroglosia y y Pembesaran Lidah yang dapat disebabkan oleh kelainan perkembangan. Gambaran Klinis : Ukuran lidah yang besar diatas normal, nyeri jika disebabkan oleh radang. Sering ditemukan pada penderita sindrom down dan kretinisme. Pemeriksaan: Laboratoris : HPA

2. Mikroglosia y y Lidah yang kecil dari normal. Gambaran Klinis: Ukuran lidah kecil dibawah normal, sering ditemukan pada penderita piere robin. y Pemeriksaan: Laboratoris : HPA

sindrom

3. Ankiloglosia (tongue tie) y y Perlekatan sebagian atau seluruh lidah ke dasar mulut. Gambaran Klinis: Pergerakan lidah terbatas, dalam keadaan mulut terbuka liada tidak dapat menyentuh palatum durum, bicara terganggu Pemeriksaan: Dapat dilakukan perawatan pembedahan.

4. Sumbing Lidah (bifid/cleft tongue) y Gambaran Klinis: Adanya celah dibagian tengah lidah, sehingga adanya dua daerah yang terpisah.

5. Tiroid Lingual y y Suatu penonjolan pada pangkal lidah sekitar foramen caecum yang mengandung jaringan tiroid. Gambaran Klinis: Swelling pada daerah leher, sedikit sakit.

Pemeriksaan: Laboratoris : HPA

6. Kista Tiroglosus y y Merupakan sisa saluran tertinggal dari penurunan kelenjar tiroid dan berbentuk kista. Gambaran Klinis: Ada pembengkakan pada garis tengah anterior leher. Pemeriksaan: Laboratoris : HPA (biopsi)

7. Median Romboid Glositis y Merupakan kelainan congenital akibat kelainan embrional, kedua tuberkulum lidah tidak bertemu pada tengah lidah. y Gambaran Klinis: Lesi berbentuk jajaran genjang (berbentuk intan) bewarna merah atau nobular dan licin tidak berpapil, bewarna putih, digaris tengah dorsum lidah, tepat di depan papilla sircumvalata. y Pemeriksaan: Hapusan dan pewarnaan gram untuk candida albicans dan Biopsi jarang diperlukan.

8. Lidah Geografik (Glositis Migratori Jinak dan Eritema Migrans) y Gambaran Klinis: Sering tidak menimbulkan gejala, kadang terasa nyeri terutama dalam kitonsumsi makanan asam. Daerah tidak berpapil, merah muda atau merah dan tidak teratur. Kadang dikelilingi oleh bagian tepi yang sedikit menonjol dan kekuningan . Daerah merah berubah bentuk dan makin membesar,menyebar atau bergerak ke daerah lain dalam beberapa jam saja. Umumnya mengenai daerah dorsal lidah, jarang pada mukosa mulut yang lain, lidah juga dapat berfisur. Pemeriksaan: Tidak ada, riwayat pemeriksaan HPA.

pola

perpindahan.

Tetapi

juga

dapat

dilakukan

9. Hairy Tongue y Gambaran Klinis: Bagian tengah dorsum lidah yang berambut, kecoklatan, atau kehiataman, makin parah ke bagian belakang. Pemeriksaan Pemeriksaan Laboratoris: HPA

B. GINGIVA 1. Fibromatosis Gingiva Herediter y y Merupakan Pembesaran gusi (gingiva) yang difus dengan karakteristik pertumbuhan komponen jaringan ikat yang berlebihan. Gambaran Klinis:

Gingiva menjadi padat , bewarna normal, dan dapat menghalangi erupsi bahkan dapat menutupi mahkota gigi. y Pemeriksaaan: Pemeriksaan Laboratoris : HPA

gigi,

C. MUKOSA RONGGA MULUT 1. Intestinal Polyposis (Peutz-Jeghers Syndrome) y Gambaran Klinis: Berupa macula hipepigmentasi perioral dan pada mukosa labial/bukal, jarang pada anggota gerak atas maupun bawah. Polip gastrointestinal biasanya jinak dan berada dalam usus kecil, merupakan predisposisi dari intussusepsi. y Pemeriksaan: Pemeriksaan laboratories: HPA

2. Naevus y Gambaran Klinis: Biasanya menimbulkan macula pigmentasi dengan diameter < 1cm yang datar serta tidak terasa sakit.

Pemeriksaan: Biopsi, yang menunjukkan sel-sel naevus sangat penting untuk membedakan keadaan ini dengan melanoma ganas. y 3. White Sponge Naevus Gambaran Klinis : Lesi mulut sangat dominant, tidak sakit, tersebar luas, lesi putih bilateral dengan permukaan yang berlubang-lubang atau kleriput. Mengenai mukosa bukal, tetapi kadang-kadang juga mengenai lidah, dasar mulut, atau daerah mukosa lain : faring, esophagus, hidung, genital, dan anus. y y Pemeriksaan; Biopsi untuk memperkuat diagnosa.

D. KELENJAR SALIVA 1. Radang (Sialadentitis) Sialadentitis merupakan akibat local infeksi dan sumbatan, atau merupakan bagian dan proses sistemik yang lebih luas. 2.1 Sialadentitis Bakteria y Akut : Gambaran Klinis: Rasa sakit local dan adanya pembengkakan, yang kadang disertai pembuangan purulen dari duktus, disertai febris, komplikasi menyebabkan septikemi. Pemeriksaan: Rontgenologis dan HPA

Kronis: Etiologi: Komplikasi berkurangnya aliran liur, pada submandibular dapat terjadi pembentukan kalkulus. Gambaran Klinis: Rasa sakit local dan adanya pembengkakan, yang kadang disertai pembuangan purulen dari duktus, disertai febris, komplikasi menyebabkan septikemi. Pemeriksaan: Rontgenologis dan HPA

2.2 Sialadentitis Viral y Gambaran Klinis: Mumps (Penyakit Gondong) merupakan penyakit infeksi paramiksovirus yang biasanya menyerang anak-anak. Ditemukan pembengkakan parotid bilateral yang sakit, dan sembuh setelah 1-2 minggu. Kadang-kadang kelenjar submandibula yang sering tersersng. Pemeriksaan: Pemeriksaan Klinis ekstra oral dan intra oral, ditunjang laboratories.

2. Sumbatan Duktus Saliva ( Sialolithiasis ) y Gambaran Klinis: Sekresi air liur yang terhambat dapat menjadikan infeksi dan rasa sakit ketika makan, karena sekresi meningkat. Adanya ulserasi pada jaringan sekitarnya, sering diikuti adanya pembengkakan ekstraoral. Paling sering menyerang pada glandula submandibular dan parotid. Pemeriksaan: Anamnesa, pemeriksaan ekstroral dan intraoral, rontgenologis, dan laboratories (HPA yaitu berupa atrofi sinus dalam gambaran bercak, adanya pergantian fibrosis dan radang kronis).

3. Ranula y Gambaran Klinis: Pada Intra oral ada swelling didaerah frenulum lingualis, pada ekstra oral dibawah dagu biasanya juga terlihat pembengkakan. Sakit saat melakukan penguyahan makanan. Pemeriksaan; Anamnesa, Pemeriksaan intraoral dan ekstraoral, laboratories.

4. Mucocele y Gambaran Klinis: Pada tempat terjadinya nampak ada kista yang bewarna kebiru-biruan, membesar dan pecah, kemudian terbentuk kembali. Pembengkakan paling sering pada daerah bibir bawah dan pipi. Diawali adanya lesi pada mukosa bentukan vesicular, warna jernih, dan memiliki ukuran yang variatif. Pemeriksaan: Anamnesa, pemeriksaan ekstraoral dan Intraoral, dibantu pemeriksaan penunjang berupa HPA.

Anda mungkin juga menyukai