TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Celah bibir dan langit-langit (Cleft lip and palate) adalah suatu
cacat/kelainan bawaan berupa celah pada bibir, gusi, dan langit-langit. Kelainan
ini terjadi karena adanya gangguan pada kehamilan trimester pertama yang
menyebabkan terganggunya proses tumbuh kembang janin. Faktor yang diduga
menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah kekurangan nutrisi, obat-obatan,
infeksi virus, radiasi, stress pada masa kehamilan, trauma dan faktor genetic
Sumbing wajah adalah istilah untuk semua macam bentuk celah di wajah.
Semua struktur seperti tulang, jaringan lunak, kulit, dan lain sebagainya, dapat
terpengaruh. Sumbing wajah merupakan kelainan kongenital yang sangat jarang .
Ada banyak variasi jenis celah dan klasifikasi yang diperlukan untuk menjelaskan
dan mengelompokkan semua jenis celah. Pada sumbing wajah terjadi tumpang
tindih dari sumbing yang berdekatan
B. Epidemiologi.
Craniofacial cleft merupakan kelainan congenital yang jarnag ditemukan
dengan angka kejadian 1,43 sampai dengan 4,85 tiap 100.000 kelahiran. Kelainan
ini pertama kali ditemukan pada tahun 1976 oleh Tessier berupa Oblique facial
cleft. Jenis ini merupakan salah satu jenis yang jarang, dimana tercatat hanya ada
20 kasus yang dilaporkan selama tahun 1981 sampai dengan 1999.
D. Embriologi
Secara embriologik rangka dan jaringan ikat pada wajah (kecuali kulit
dan otot), termasuk palatum, berasal dari sel-sel neural crest di cranial, sel-sel
inilah yang memberikan pola pada pertumbuhan dan perkembangan wajah.
Pertumbuhan fasial sendiri dimulai sejak penutupan neuropore (neural tube) pada
minggu ke-4 masa kehamilan; yang kemudian dilanjutkan dengan rangkaian
proses kompleks berupa migrasi, kematian sel terprogram, adhesi dan proliferasi
sel-sel neural crest.
Ada 3 pusat pertumbuban fasial, yaitu :
1. Sentra prosensefalik
Bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal
otak, tulang frontal. dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksila
dan septum nasal (regio fronto-nasal).
2. Rombensefalik
Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka
bagian bawah (regio latero posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami
tumpang tindih akibat impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut
diacephalic borders.
3. Diasefalik
Diacephalik borders pertama yaitu sela tursika, orbita dan ala nasi,
selanjutnya ke arah filtrum; dan filtrum merupakan penanada (landmark) satu-
satunya dari diacephalic borders yang bertahan seumur hidup. Diacephalic
borders kedua adalah regio spino-kaudal dan leher.
F. Klasifikasi
Maformasi kraniofasial, dimana salah satunya adalah facial cleft telah
mengalami beberapa tahap klasifikasi. Dimulai dari tahun 1887 oleh Morian,
munculah klasifikasi Morian yang mengklasifikasikan facial cleft menjadi dua tipe
yaitu tipe I yang merupakan oculonasal cleft dan tipe II, dari foramen infraorbita
hingga aspek luar wajah. Setelah itu, klasifikasi tersebut mengalami beberapa
penyesuaian dan pembaharuan seperti klasifikasi AACPR (American Association
of Cleft Palate Rehabilitation) pada tahun 1962, klasifikasi Boo-Chai, klasifikasi
Karfik, klasifikasi Tessier, dan klasifikasi van de Meulen. Dua klasifikasi yang
diterima secara luas adalah sistem klasifikasi Tessier dan van de Meulen.
Klasifikasi Tessier didasarkan pada posisi anatomi celah. Pada sistem
klasifikasi ini, cleft berdasarkan posisinya diberi nomor 0-14 dengan nomor 30
menunjukkan simfisis media dari mandibula. Penomeran ini memudahkan
nomenklatur cleft. Sistem ini murni bersifat deskriptif dan tidak berkaitan dengan
faktor-faktor embriologi maupun patologi. Berbeda dengan klasifikasi Tessier,
klasifikasi Van de Meulen didasarkan pada hubungan cleft dengan asal
embriogenesisnya. Klasifikasi Tessier merupakan cara paling mudah untuk
mendeskripsikan cleft dan nomenklaturnya, sehingga menjadi klasifikasi yang
paling sering digunakan hingga sekarang.
a. Displasia Internasal
Displasia internasal disebabkan oleh penghentian perkembangan sebelum
penyatuan kedua bagian hidung. Celah ini ditandai dengan celah bibir median,
lekukan yang median atau duplikasi labial frenulum. Selain bibir sumbing
median, Hypertelorism dapat dilihat dalam belahan ini. Atau juga kadang-kadang
menjadi bagian perkembangan premaxilla.
b. Displasia Nasal
Displasia hidung atau nasoschisis disebabkan oleh terhentinya
pengembangan dari sisi lateral hidung, sehingga celah di salah satu bagian
hidung, Septum hidung dan rongga dapat terlibat, meskipun ini jarang terjadi.
Nasoschisis juga dapat ditandai dengan adanya hypertelorism.
c. Displasia Nasomaxillary
Displasia nasomaxillary disebabkan oleh terhentinya perkembangan
tulang di persimpangan sisi lateral dari hidung dan rahang. Terhentinya
perkembangan ini menghasilkan celah yang lengkap atau tidak lengkap antara
hidung dan lantai orbital (sumbing nasoocular) atau timbul celah antara mulut,
hidung dan lantai orbital (sumbing oronasal-okular). Pada kasus ini,
perkembangan bibir adalah normal.
G. Terapi
Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah
sederhana, melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli ortodonti,
ahli THT untuk mencegah menangani timbulnya otitis media dan kontrol
pendengaran, dan anestesiologis. Speech therapist untuk fungsi bicara. Setiap
spesialisasi punya peran yang tidak tumpang-tindih tapi saling saling melengkapi
dalam menangani penderita CLP secara paripurna.
1. Terapi Non-bedah
Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada
terapi medis khusus untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis
yakni permasalahan dari intake makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media
membutuhkan penanganan medis terlebih dahulu sebelum diperbaiki.
2. Terapi bedah
Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus
emergensi, dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan
memberikan hasil fungsi bicara yang optimal karena memberi kesempatan
jaringan pasca operasi sampai matang pada proses penyembuhan luka sehingga
sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft palate dapat berfungsi
dengan baik.Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk
memperbaiki celah palatum, yaitu:
4. Teknik Schweckendiek
Teknik ini diperkenalkan oleh Schweckendiek pada tahun 1950, pada teknik ini,
palatum molle ditutup (pada umur 4 bulan) dan di ikuti dengan penutupan palatum
durum ketika si anak mendekati usia 18 bulan.
Speech terapi mulai diperlukan setelah operasi palatoplasty yakni pada usia 2-
4 tahun untuk melatih bicara benar dan miminimalkan timbulnya suara sengau karena
setelah operasi suara sengau masih dapat terjadi suara sengau karena anak sudah
terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi
memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila setelah palatoplasty dan speech
terapi masih didapatkan suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk
memperkecil suara nasal (nasal escape) biasanya dilakukan pada usia 4-6 tahun. Pada
usia anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai persiapan
tindakan alveolar bone graft dan usia 9-10 tahun spesialis bedah plastic melakukan
operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring pertumbuhan gigi caninus.
Perawatan setelah dilakukan operasi, segera setelah sadar penderita diperbolehkan
minum dan makanan cair sampai tiga minggu dan selanjutnya dianjurkan makan
makanan biasa. Jaga hygiene oral bila anak sudah mengerti. Bila anak yang masih
kecil, biasakan setelah makan makanan cair dilanjutkan dengan minum air putih.
Berikan antibiotik selama tiga hari. Pada orangtua pasien juga bisa diberikan edukasi
berupa, posisi tidur pasien harusnya dimiringkan/tengkurap untuk mencegah aspirasi
bila terjadi perdarahan, tidak boleh makan/minum yang terlalu panas ataupun terlalu
dingin yang akan menyebabkan vasodilatasi dan tidak boleh menghisap /menyedot
selama satu bulan post operasi untuk menghindari jebolnya daerah post operasi.
H. Pencegahan
Karena penyebab sumbing masih tidak jelas, sulit untuk mengatakan apa yang
mungkin mencegah anak-anak yang lahir dengan sumbing. Terdapat faktor
genetik dan lingkungan yang mendasari. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
U.S. National Institute of Health adalah bahwa ibu yang mengkonsumsi asam
folat pada masa kehamilannya, akan menurunkan resiko memiliki anak dengan
cleft lip and palate secara signifikan. Jadi, asam folat memberikan kontribusi
untuk risiko yang lebih rendah dari anak yang lahir dengan cleft lip and palate.
Diagnosis prenatal terhadap cleft lip and palate dapat dilakukan melalui
pemeriksaan ultrasound. Untuk mempersiapkan orangtua secara optimal, terutama
dalam masa mempertahankan kehamilan dan menyambut kelahiran bayi, perlu
dilakukan konseling prenatal mengenai efek malformasi terhadap kualitas hidup
anak
DAFTAR PUSTAKA
Chang, C.K, 1994. Feeding Plates for Cleft Lip and Palate Babies. Diajukan pada
Seminar Penanganan Terpadu Celah Bibir dan Langit-Langit. PDGI Jateng.
SMF gigi dan Mulut FK Undip/RSDK
Hayward JR. 1968. Cleft lip and cleft palate. in: Kruger GO, eds. Textbook of oral
surgery. 3rd Ed. Saint Louis : The CV Mosby Company. p: 386-91
Riden K . 1998 Oral and maxillofacial surgery. Bristol UK: Southmead Department
of Maxillofacial Surgery, Southmead Hospital, p. 78-80
Suryo. 2005. Genetika manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, p.61
Sjamsuhidajat. Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC.
Tjiptono TR dkk. 1989. Ilmu bedah mulut. Medan. Percetakan Cahaya Sukma.
Medan. P. 320