Anda di halaman 1dari 26

Makalah 1

FACIAL CLEFT

Oleh :

Eko Krahmadi

Pembimbing :

dr. Sumantri Sarimin, Sp.B, Sp.BP

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN

Malformasi dapat terjadi pada semua jaringan dan semua bagian tubuh serta dapat
hadir sebagai malformasi murni atau sebagai bagian dari sindrom. Insidensi malformasi
kongenital adalah 1 dari 33 kelahiran. Malformasi kongenital dari tengkorak, wajah dan
rahang mewakili malformasi kraniofasial. Ada banyak jenis malformasi kraniofasial
kongenital, yang berbeda lokasi, patomorfogenesis dan insidensinya (Versnel, 2010).
Facial cleft adalah suatu kelainan kongenital dalam bentuk malformasi pada wajah
dan tengkorak yang mencakup spektrum kelainan yang luas dan bermanifestasi menjadi
berbagai macam bentuk. Selama bertahun-tahun, penelitian mengenai kelainan tersebut
masih sedikit akibat angka kejadiannya yang tergolong jarang (Booth et al, 2008)
Jenis tersering dari facial cleft adalah cleft lip dan atau cleft palate, sehingga orang
awam cenderung lebih mengenalnya. Sementara itu, yang termasuk facial cleft, tidak hanya
melibatkan mulut dan hidung, tetapi meliputi jaringan lunak dan tulang pada dagu, mata,
telinga, kening dan dapat sampai ke batas rambut (Coruh & Gunay, 2003).
Facial cleft termasuk malformasi yang cukup rumit untuk ditangani dan dipelajari
karena bentuk klinisnya sangat bervariasi, tidak selalu sama pada setiap individu. Seorang
ahli bedah harus mempunyai keterampilan yang baik pada operasi kraniofasial, teknik
maxilofasial, maupun rekonstruksi jaringan lunak pada wajah. Hal tersebut diperlukan sebab
tujuan yang ingin dicapai pada operasi ini selain estetika juga melibatkan berbagai macam
fungsi wajah (Booth et al, 2008).
Penyebab celah wajah masih belum jelas. Ada beberapa kemungkinan patofisiologi
antara lain disebabkan oleh kelainan migrasi neural crest cell. Teori lain penyebab celah
wajah adalah disebabkan oleh kegagalan fusi dan penutupan dari mesoderm. Disamping itu,
peran faktor genetik juga sangat berpengaruh terhadap kejadian celah wajah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Facial cleft dapat didefinisikan sebagai kegagalan pembentukan jaringan wajah baik
parsial, maupun lengkap, sehingga dapat berupa true facial cleft atau pseudo cleft. True
facial cleft adalah pembukaan celah di wajah karena kegagalan penyatuan atau fusi
bagian dari wajah. Sedangkan pseudocleft terjadi karena kegagalan diferensiasi jaringan
setelah terjadi fusi (Booth et al, 2008).
Sumbing wajah adalah istilah untuk semua macam bentuk celah di wajah. Semua
struktur seperti tulang, jaringan lunak, kulit dan lain sebagainya dapat terpengaruh.
Sumbung wajah merupakan kelainan kongenital yang sangat jarang. Ada bnyak variasi
jenis celah dan klasifikasi yang diperlukan untuk menjelaskan dan mengelompokkan
semua jenis celah. Pada sumbing wajah terjadi tumpang tindih dari sumbing yang
berdekatan (Booth, et al, 2008).

II. Epidemiologi
Craniofacial cleft merupakan kelainan kongenital yang jarang ditemukan dengan
angka kejadian 1,43 sampai dengan 4,85 tiap 100.000 kelahiran. Kelainan ini pertama
kali ditemukan pada tahun 1976 oleh Tessier berupa oblique facial cleft. Jenis ini
merupakan salah satu jenis yang jarang, dimana tercatat hanya ada 20 kasus yang
dilaporkan selama tahun 1981 sampai dengan 1999 (kara & Ocsel, 2000).

III. Etiologi dan Faktor Resiko


Pada tahun 1575 seorang ahli bedah perancis, Ambroise Pare menerbitkan sebuah
buku yang mengulas mengenai berbagai penyebab kelainan kongenital, meliputi
faktor lingkungan, herediter, psikologis dan religius. Kemudian William Havey (1578-
1657) mengenalkan konsep keterhambatan perkembangan selama proses embrionik
sebagai penyebabnya. Pada awal abad ke 19, meckel dan Geoffry St. Hilaire
mendirikan badan penelitian tentang teratologi, sehingga pada tahun 1832
dimulailah berbagai penelitian tentang penyebab kelainan kongenital. Sampai saat
ini, penyebab facial cleft masih belum jelas. Namun Geoffry mencoba
mengemukakan pendapatnya mengenai hal ini, yaitu teori pita amnion/ amniotic
band (Versnel, 2010).
Teori lain yang disuguhkan oleh Meckel menjelaskan adanya gangguan proses
perkembangan yang melibatkan berbagai tahap, antara lain informasi genetik,
deposisi, diferensiasi dan ploriferasi sel serta remodelling jaringan lunak (Versnel,
2010).
Mekanisme nongenetik juga bisa menjadi penyebab, seperti radiasi, infeksi
(toxoplasmosis, human influenza), abnormalitas metabolisme, seperti metabolisme
fenilalanin maternal yang abnormal, obat-obatan (antikonvulsan, tretionin,
talidomid). Selain itu, hematoma, oligohidramnion dan sindrom ruptur amnion jugsa
dapat menjadi penyebabnya (Versnel, 2010).
Faktor resiko terjadinya facial cleft dapat berasal dari bayi sendiri maupun
dari ibunya, antara lain:
a. Bayi yang memiliki cacat lahir lainnya
b. Memiliki saudara kandung, orang tua atau saudara dekat lain yang lahir dengan
sumbing wajah
c. Ibu mengkonsumsi alkohol selama kehamilan
d. Memiliki penyakit atau infeksi saat hamil
e. Kekurangan asam folat pada pembuahan atau selama kehamilan awal.

IV. Patofisiologi
Pembentukan cleft terjadi ketika embrio mengalami pertumbuhan dan
terdapat pola untuk tipe dasar dari berbagai cleft yang berbeda. Oleh karena itu,
merupakan hal yang penting untuk mengetahui embryogenesis wajah sebagai
prinsip dasar untuk memahami kompleksitas malformasi ini (ortiz-Monasterio,
2008).
Berbagai processus yang berbeda akan menyambung di sekeliling area mulut,
sehingga apapun yang mengganggu tempat pertemuan ini atau apapun yang
menyebabkan rupturnya persatuan ini akan menimbulkan cleft. Korelasi antara
processus di wajah dari suatu embrio dan wajah seseorang dewasa akan membantu
klinisi dalam memahami morfologi dan distribusi cleft (Ortiz-Monasterio, 2008).

Etiologi cleft kraniofasial sebenarnya berdasar pada teori dan prinsip yang sama
dengan cleft lip dan cleft palate. Terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan
patofisiologi facial cleft. (Ortiz-Monasterio, 2008).
1. Teori kegagalan Fusi
Teori ini diusulkan oleh dursy dan His pada abad XIX dan dianggap sebagai teori
klasik. Dalam teori itu dijelaskan bahwa terdapat kegagalan fusi berbagai
proccesus sehingga menyababkan terpisahnya bagaian wajah dan terbentuk
cleft. Kegagalan fusi tersebut dapat disebabkan perubahan lapisan ektoderm
atau kegagalan pada lapisan tersebut dimana seharusnya lapisan tersebut
menghilang (sehingga memberi tempat bagi mesoderm untuk berkembang dan
membantuk penyatuan antar bagian).

2. Teori Migrasi Mesoderm


Teori ini dipaparkan oleh Pohlmann dan Veau di tahun-tahun awal abad XX.
Mereka menyatakan bahwa kurangnya migrasi mesodermal dan penetrasi
menyebabkan kolapsnya ektoderm karena tidak ada penyangga. Kolaps ini
akhirnya menimbulkan cleft
Gambar 4.

3. Teori Van der Meulen


Di akhir abad ke XX, Van der Meulen dan koleganya mengusulkan teori yang lebih
kompleks dimana konsep embriologi lebih terkait dengan anomali cleft. Mereka
menyatakan bahwa malformasi cleft sebenarnya bukan suatu cleft sejati, tetapi
suatu displasia. Displasia ini merupakan hasil dari berhentinya pertumbuhan
selama proses fusi facial. Defek yang terjadi disebabkan tidak adanya atau
kurangnya pertumbuhan sentra osifikasi pada wajah.

V. Tanda dan Gejala


Gejala utama facial cleft adalah kelainan pada tulang, otot dan kulit. Salah satu
masalah utama yang terkait dengan celah facial adalah cacat terjadi di dalam rahim.
Pada tahun-tahun awal kehidupan, ketika sutura belum menutup, dapat timbul
peningkatan intra kranial. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan otak, dan kebutaan
yang parah. Kemudain penampilan wajah terganggu, gangguan jalan nafas dan
kemampuan mengunyah akibat kelainan pada rahang atas serta adanya maloklusi gigi
dengan mandibula yang menonjol. Kelainan maksila juga dapat menyebabkan proptosis
parah. Selain itu, kelainan juga dapat sampai ke telinga, yaitu infeksi telinga tengah
yang berulang, dan penurunan pendengarah (Booth et al, 2008).

VI. Klasifikasi
Malformasi kraniofasial, dimana salah satunya adalah facial cleft telah mengalami
beberapa tahap klasifikasi. Dimulai dari tahun 1887 oleh Morian, muncullah klasifikasi
Morian yang mengklasifikasikan facial cleft yang mengklasifikasikan facial cleft menjadi
dua tipe yaitu tipe I yang merupakan oculonasal cleft dan tipe II dari foramen
infraorbita hingga aspek luar wajah. Setelah itu, klasifikasi tersebut mengalami
beberapa penyesuaian dan pembaharuan seperti klasifikasi AACPR (American
Association of Cleft Palate Rehabilitation) pada tahun 1962, klasifikasi Boo-Chai,
klasifikasi Karfik, Klasifikasi Tessier dan KlasifikasiVan de Meulen. Dua klasifikasi yang
diterima secara luas adalah sistem klasifikasi Tessier dan Van de Meulen (Ortiz-
Monasterio, 2008).
Klasifikasi Tessier didasarkan pada posisi anatomi celah. Pada sistem klasifikasi ini,
cleft berdasarkan posisinya diberi nomor 0-14 dengan nomor 30 menunjukkan simfisis
media dari mandibula. Penomoran ini memudahkan nomenklator cleft. Sistem ini murni
bersifat deskriptif dan tidak berkaitan dengan faktor-faktorembriologi maupun patologi.
Berbeda dengan klasifikasi Tessier, klasifikasi Van de Meulen didasarkan pada hubungan
cleft dengan asal embriogenesisnya (Butow & Botha, 2010). Klasifikasi Tessier
merupakan cara paling mudah untuk mendeskripsikan cleft dan nomenklatornya,
sehingga menjadi klasifikasi yang paling sering digunakan hingga sekarang (Ortiz-
Monasterio, 2008).

1. Klasifikasi Tessier
Paulus Tessier mengklasifikasikan facial cleft berdasarkan posisi anatomis dari celah.
Berbagai jenis celah Tessier diberi nomor 0 sampai 14. Berbagai jenis facial cleft ini
dapat dimasukkan ke dalam 4 kelompok berdasarkan posisinya, yaitu midline cleft,
paramedian cleft, orbital cleft dan lateral cleft. Klasifikasi Tessier menggambarkan
celah di tingkat jaringan lunak maupun di level tulang, karena tampaknya bahwa
celah jaringan lunak memiliki lokasi yang sedikit berbeda di muka dari celah tulang
(Tessier, 1976).

a. Midline Cleft
Midline cleft mencakup Tessier nomor o dan 14. Terdapat celah vertikal yang
dimulai dari garis tengah wajah. Tessier 0 berawal dari rahang dan hidung,
sedangkan Tessier 14berawal dari daerah antara hidung dan tulang frontal
(Ghareeb & Hanafy, 2007).
b. Paramedian Cleft
Yang termasuk paramedian cleft adalah Tessier nomor 1, 2, 12 dan 13. Celah ini
sangat mirip dengan celah garis tengah, tetapi secara anatomis tidak terletak
tepat ditengah garis tengah. Baik Tessier nomor 1 dan 2 berawal dari rahang dan
hidung, namun Tessier nomor 2 terletak lebih jauh dari garis tengah (lebih
lateral) dibanding nomor 1. Tessier nomor 12 berada sejauh Tessier 2 bila dilihat
dari garis tengah, namun pada Tessier 12 celah berawal dari daerah antara
hidung dan tulang frontal. Pada Tessier 13, letaknya setingkat dengan Tessier 1,
yang juga berjalan antarahidung dan tulang frontal atau dahi. Baik Tessier 12
dan 13, berjalan diantara garis tengah dan orbit (Versnel, 2010).
c. Orbital Cleft
Tessier nomor 3, 4, 5, 9, 10 dan 11 adalah orbital cleft. Celah ini memiliki
keterlibatan orbita. Tessier nomor 3, 4 dan 5 terletak pada rahang dan lantai
orbital. Tessier nomor 9, 10 dan 11 terletak diantara sisi atas orbit dan dahi atau
antara sisi atas orbit dan kulit kepala. Seperti cleft lain, Tessier 11 memiliki luas
seperti Tessier 3, Tessier 10 seluas Tessier 4 dan Tessier 9 seluas Tessier 5
(Freitas et al, 2010; Versnel, 2010).
d. Lateral Cleft
Lateral cleft terbentuk dengan arah horizontal pada wajah. Pada lateral cleft
ada Tessier nomor 6, 7 dan 8. Tessier nomor 6 berjalan dari orbita ke tulang pipi.
Tessier nomor 7 terletak pada baris antara sudut mulut dan telinga. Celah lateral
yang mungkin berasal dari sudut mulut menuju telinga, dapat memberikan
kesan bahwa mulut lebih besar. Hal ini juga menandakan adanya cleft yang
berjalan mulai dari telinga ke arah mulut. Tessier nomor 8 berjalan dari sudut
luar mata ke arah telinga. Kombinasi dari sejumlah Tessier 6, 7, 8 terlihat dalam
sindrom treacher collins. Tessier 7 lebih berkaitan dengan microsomia
hemifacial dan nomor 8 adalah lebih berkaitan dengan sindrom goldenhar
(Cauhan & Guruprasad, 2012; Gokrem et al, 2002; Oghale & Chris-Ozoku, 2013).

2. Klasifikasi van der Meulen


Van der Meulen membagi klasifikasi berbagai jenis celah didasarkan pada
tempat terhentinya perkembangan tulang dalam embriogenesis. Sebuah celah
primer dapat terjadi pada tahap awal perkembangan wajah (17 mm panjang
embrio). Penghentian perkembangan ini dibagi ke dalam empat kelompok lokasi
yang berbeda, yaitu internasal, nasal, nasomaxillar dan maxillar. Lokasi di maxillar
dapat dibagi menjadi belahan median dan lateral (van der Meulen, 1985; Versnel,
2010).
a. Displasia Internasal
Displasia internasal disebabkan oleh penghentian perkembangan sebelum
pernyataan kedua bagian hidung. Celah ini ditandai dengan celah bibir median,
lekukan yang median atau duplikasi labial frenulum. Selain bibir sumbing
median, Hypertelorism dapat dilihat dalam belahan ini. Kadang juga menjadi
bagian perkembangan premaxilla (Versnel, 2010).

b. Displasia Nasal
Displasia hidung atau nasoschisis disebabkan oleh terhentinya pengembangan
dari sisi lateral hidung, sehingga celah di salah satu bagian hidung, septum
hidung dan rongga dapat terlibat, meskipun ini jarang terjadi. Nasoschisis juga
dapat ditandai dengan adanya hypertelorism (Versnel, 2010).

c. Displasia Nasomaxillary
Displasia Nasomaxillary disebabkan oleh terhentinya perkembangan tulang di
persimpangan sisi lateral dari hidung dan rahang. Terhentinya perkembangan ini
menghasilkan celah yang lengkap atau tidak lengkap antara hidung dan lantai
orbital (sumbing nasoocular) atau timbul celah antara mulut, hidung dan lantai
orbital (sumbing oronasal-okular). Pada kasus ini, perkembangan bibir adalah
normal (Theoret et al. 1997).

d. Displasia Rahang Atas


Displasia rahang atas dapat bermanifestasi di 2 lokasi yang berbeda di rahang
atas; ditengah atau bagian lateral rahang atas.
i. Displasia rahang medial
Disebabkan oleh kegagalan pengembangan dari bagian medial rahang
atas pusat penulangan maxilla. Hal ini menyebabkan celah sekunder,
bibir philtrum dan langit-langit.
ii. Displasia rahang lateral
Disebabkan oleh kegagalan pengembangan bagian lateral pada pusat
penulangan maxilla, yang juga menghasilkan celah sekunder pada bibir
dan langit-langit. Adanya celah pada bagian lateral kelopak mata bawah
merupakan tanda khas untuk displasia rahang atas lateral.

VII. Terapi
Terapi untuk deformitas kompleks ini sangat membutuhkan operasi dimana operasi
tersebut dapat melibatkan ahli bedah plastik, bedah saraf, dan bedah maxillofacial.
Sebagian besar cleft sangat membutuhkan prosedur bedah plastik karena beragam
tehnik flap dan atau ekspansi jaringan diperlukan untuk rekonstruksi lipatan mata,
kelopak mata, bibir, sebuah hidung fungsional dan telinga estetik. Terlebih lagi,
beberapa kasus cleft membutuhkan pembedahan ortognatik. Oleh karena itu ahli bedah
kraniofasial juga harus memiliki keterampilan dalam osteotomi maksilo-madibular
(Ortiz-Monasterio, 2008).
Tidak ada satu jenispengobatan yang ditetapkan untuk facial cleft, karena variasi
belahan yang sangat banyak. Jenis operasi yang dilakukan tergantung pada jenis celah
dan struktur yang terlibat. Masalah pada rekonstruksi awal adalah kecacatan yang
timbul akibat adanya pembatasan pertumbuhan intrinsik. Hal ini memerlukan operasi
tambahan pada usia lanjut untuk memastikan semua bagian wajah yang terbentuk
proporsional.
Rekonstruksi jaringan lunak dapat dilakukan pada usia dini, tetapi hanya jika flap
kulit dapat dilakukan pada usia dini, tetapi hanya jika flap kulit dapat digunakan lagi
selama operasi berikutnya. Waktu operasi tergantung pada urgensi dari kondisi yang
mendasarinya. Jika operasi diperlukan agar fungsi menjadi baik, hal ini harus dilakukan
pada usia dini. Hasil estetika terbaik dicapai bila sayatan ditempatkan pada daerah-
daerah yang sedikit menarik perhatian. Namun jika fungsi bagian dari wajah tidak rusak,
operasi tergantung pada faktor psikologis dan daerah wajah rekonstruksi.
Menurut Kenneth dkk, protokol pembedahan pada facial cleft, tidak jauh berbeda
dengan lip cleft

Menurut Grab and smith, Secara umum, strategi penanganan kraniofasial cleft dapat
dijelaskan pada tabel berikut

Umur Terapi Bidang yang terlibat


Prenatal Prenatal imaging, diagnosis, dan Multidisiplin
konseling
Newborn Penilaian feeding, penilaian medis, Multidisiplin
konseling genetik, informasi
mengenai terapi
0-3 bulan Presurgical orthopedics Bedah plastik, orthodontist
3 bulan (setelah Repair primer soft tissue dan ujung Bedah plastik
presurgical orthopedics) daripada rhinoplasty +
ginggivoperiosteoplasty
12 bulan Repair primer cleft palatum dengan Bedah plastik
intravelar veloplasty
3-4 tahun Pemanjangan sekunder palatum, Bedah plastik, speech
pharyngoplasty, terapi bicara pathologist, orthodontist
Usia sekolah Terapi sekunder deformitas nasal Bedah plastik
dan bibir
7-9 tahun Alveolar bone graft sekunder Bedah plastik, bedah mulut,
orthodontist
Post alveolar graft Presurgical orthodontist orthodontist
Pubertas Defenitif open rhinoplasty Bedah plastik
Skeletal maturity Le Fort I mandible orthognatic Bedah plastik
surgery

Adapun timing (waktu) operasi secara umum harus memenuhi persyaratan rule of
ten meliputi:
1. Berat badan > 10 pon atau > 5 kg
2. Hemoglobin > 10 gr/dl
3. Umur lebih dari 10 minggu atau > 3 bulan

Tehnik operasi meliputi penanganan pada jaringan lunak dan penanganan pada
jaringan tulang. Untuk jaringan lunak dilakukan multiple Z plasty ataupun V-Y plasty,
sesuai dengan kebutuhan dan letak dari kelainan kadang juga dibutuhkan triangular flap
Peneliti dalam sebuah studi multicenter survei yang melibatkan lebih dari 300 tim
bedah berusaha untuk membangun landasan bersama untuk perbaikan facial cleft.
Meskipun tidak ada satu tehnik yang digunakan secara universal
Dalam sebuah case report yang dibuat oleh Shahin dkk. Menyebutkan bahwa untuk
kelainan tessier nomor 4 dan 5 dianjurkan untuk dikoreksi lebih awal yaitu pada usia 6
bulan dengan menggunakan jaringan dari pasien sendiri (autogenously).

Z- Plasty
Z plasty merupakan prinsip yang sangat penting dan dapat diaplikasikan secara luas
pada bagian bedah plastik. Demikian pula pada kelainan kongenital craniofacial cleft
tehnik ini digunakan untuk rekonstruksi jaringan lunak. Prinsipnya adalah melakukan
transposisi 2 triangular flaps. Panjang kaki z plasty harus sama dengan bagian
sentralnya, tapi dapat diperpanjang dengan sudut yang bervariasi (dari 30 sampai 90).
Tehnik Z plasty klasik biasanya menggunakan sudut 60.
Z plasty dapat digunakan untuk memperpanjang kulit yang ingin direkonstruksi
secara langsung. Penggunaan multiple Z plasty pada facial cleft sangat tergantung dari
posisi cleft yang terjadi,
Bone Graft
Tulang memiliki 2 komponen : material inorganik (utamanya garam calcium) dan
matrix kolagen. Dua per tiga bagian tulang merupakan komponen inorganik. Secara
normal, tulang mengalami siklus pembentukan dan resorbsi secara konstan yang biasa
dikenal dengan siklus remodeling.
Bone graft merupakan prosedur operasi yang biasa digunakan untuk mengatasi
permasalahan yang berhubungan dengan tulang. Termasuk pada facial cleft dimana
terdapat defek pada tulang, tehnik bone graft sangat dibutuhkan untuk menutup defek
yang ada setelah dilakukan rekonstruksi jaringan lunak.
Tulang yang digunakan pada bone graft dapat berasal dari tubuh sendiri, dari donor
ataupun tulang imitasi. Ada 2 tipe bone graft yang lazim digunakan:
1. Allograft : graft ini menggunakan tulang dari donor atau cadaver yang telah
dibersihkan dan disimpan di dalam bank jaringan
2. Autograft : graft diambil dari tulang pasien sendiri, biasanya dari costa atau crista
iliaca.
Koreksi deformitas celah pada rahang paling baik dilakukan sebelum pasien tamat
SMA, umumnya sekitar 14 -16 tahun pada perempuan dan 16 – 18 tahun pada laki-laki
dengan mempertimbangkan kematangan rangka tubuh. Hampir semua penelitian
menganjurkan osteotomy Le Fort I dilakukan lebih cepat dengan menggunakan tehnik
distraksi osteogenesis.
Rencana terapi dari celah wajah dibuat setelah diagnosis. Rencana ini mencakup
setiap operasi yang dibutuhkan dalam 18 tahun pertama kehidupan pasien untuk
merekonstruksi wajah sepenuhnya. Perlakuan terhadap facial cleft dapat dibagi pada
daerah wajah: anomali tengkorak, anomali orbita dan mata, anomali hidung dan
anomali midface mulut.

1. Terapi anomali orbital / mata


Anomali pada orbital / mata yang paling umum terlihat pada anak dengan sumbing
wajah adalah coloboma dan distopia vertikal
a. Coloboma
Coloboma adalah celah yang terdapat pada kelopak matabawah atau atas.
Kondisi ini harus ditutup sesegera mungkin, untuk mencegah kekeringan mata
dan hilangnya penglihatan secara bertahap (Coruh & Gunay, 2003).

b. Distopia Orbit vertikal


Distopia orbital vertikal dapat terjadi pada lantai orbital dan atau rahang atas.
Distopia orbit vertikalberarti bahwa mata tidak terletak pada garis horizontal
yang sama di wajah (satu mata lebih rendah dari yang lain). Pengobatan ini
didasarkan pada rekonstruksi lantai orbital, dengan menutup celah Boney atau
merekonstruksi lantai orbital menggunakan graft tulang (Coruh & Gunay, 2003).

c. Hypertelorism
Ada banyak jenis operasi yang dapat dilakukan untuk mengobati
hypertelorism. 2 pilihan tersebut adalah osteotomy dan bipartition wajah (juga
disebut sebagai fasiotomi median). Tujuan dari box osteotomy adalah untuk
membawa orbita lebih dekat bersama-sama dengan menghapus sebagian dari
tulang antara orbit, untuk melepaskan kedua orbit dari struktur tulang di
sekitarnya dan menggerakkan orbita lebih ke tengah wajah. Tujuan dari
bipartition wajah tidak hanya untuk membawa orbita lebih dekat bersama-
sama, tetapi juga menciptakan lebih banyak ruang di rahang atas. Hal ini dapat
dilakukan dengan memisahkan rahang dan tulang frontal, menghapus spotong
tulang berbentuk segitiga dari dahi dan tulang hidung, serta menarik dua potong
dahi bersama-sama. Tidak hanya hypertelorism yang akan teratasi setelah
dilakukan tarikan tulang frontal secara bersama-sama, tapi karena tindakan ini
juga, ruang antara kedua bagian rahang atas akan menjadi lebih luas (Marchac
et al., 2012).

2. Terapi anomali hidung


Anomali hidung yang ditemukan pada kelainan sumbing bervariasi. Tujuan
utama dari perawatan ini adalah untuk merekonstruksi hidung untuk mendapatkan
hasil yang diterima secara fungsional dan estetika. Rekonstruksi hidung dengan flap
dahi didasarkan pada reposisi penutup kulit dari dahi ke hidung. Kelemahan
rekonstruksi ini adalah bahwa setelah dilakukan pada usia yang lebih muda, flap
tidak dapat diperpanjang pada tahap berikutnya. Operasi kedua sering diperlukan
jika operasi dilakukan pada usia dini, karena hidung memiliki pertumbuhan yang
terbatas di daerah celah. Perbaikan alae (sayap hidung) sering membutuhkan inset
cangkok tulang rawan, biasanya diambil dari telinga. Selain itu, cleft pada nasal juga
dapat direkonstruksi dengan menggantikan kartilago lateral bawah yang tidak ada
dengan kartilago konka melalui pendekatan endonasal (Jhamb & Mohanty, 2008).

3. Terapi anomali Midface


Perlakuan bagian jaringan lunak dari anomali midface sering merupakan
rekonstruksi dari skin flap pipi. Skin flap ini dapat digunakan untuk operasi lain di
lain waktu, karena dapat dibangkitkan lagi dan dialihkan lagi. Pada pengobatan
anomali midface umumnya dibutuhkan operasi lebih banyak. Metode yang paling
umum untuk merekonstruksi midface adalah dengan menggunakan garis fraktur
sayatan atau seperti yang dijelaskan oleh Rene Le Fort. Bila sumbing melibatkan
rahang atas, kemungkinan bahwa terhambatnya pertumbuhan akan menghasilkan
tulang rahang yang lebih kecil di seluruh 3 dimensi (tinggi, proyeksi, lebar) (Agarwal,
2003; Figueroa & Polley 2007)

4. Terapi anomali Mulut


Ada beberapa pilihan untuk pengobatan anomali mulut seperti sumbing
Tessier 2-3-7. Celah ini juga terlihat dalam berbagai gejala seperti sindrom treacher
collins dan microsomia hemifacial, yang membuat perawatan jauh lebih rumit.
Dalam hal ini, perlakuan terhadap anomalimulut merupakan bagian dari
pengobatan sindrom.

VIII. Pencegahan
Karena penyebab sumbing wajah masih tidak jelas, sulit untuk mengatakan apa yang
mungkin mencegah anak-anak yang lahir dengan sumbing. Terdapat faktor genetik dan
lingkungan yang mendasari. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh U.S. National
Institute of Health adalah bahwa ibu yang mengkonsumsi asam folat pada masa
kehamilannya, akan menurunkan resiko memiliki anak dengan facial cleft secara
signifikan. Jadi asam folat memberikan kontribusi untuk resiko yang lebih rendah dari
anak yang lahir dengan facial cleft.
Diagnosis prenatal terhadap facial cleft dapat dilakukan melalui pemeriksaan
ultrasound. Untuk mempersiapkan orang tua secara optimal, terutama dalam masa
mempertahankan kehamilan dan menyambut kelahiran bayi, perlu dilakukan konseling
prenatal mengenai efek malformasi terhadap kualitas hidup anak (Rey-Bellet &
Hohlfeld, 2004).
BAB III
KESIMPULAN

Facial cleft meliputi suatu variasi yang luas dari dismorfogenesis kraniofasial. Semua
bagian fasial dan lapisan jaringan pada wajah dapat terkena dampak dismorfogenesis
tersebut. Cleft dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral, di midline wajah,
paramedian maupun oblique. Jaringan lunak atau elemen tulang yang terkena menunjukkan
pola pertumbuhan yang terganggu dan menunjukkan deformitas yang makin jelas dan
bertambah berat dari seiring pertambahan umur. Dikarenakan anomali wajah pada facial
cleft dapat terjadi pada spektrum yang luas, terdapat banyak upaya untuk
mengklasifikasikan facial cleft. Beberapa klasifikasi didasarkan pada posisi satu cleft dalam
hubungannya dengan cleft lain, arah cleft, periode gangguan pertumbuhan dimana cleft
terjadi atau area dimana malformasi wajah berasal. Klasifikasi yang paling diterima secara
luas dan paling banyak digunakan adalah klasifikasi Tessier dan van der meulen.
Pada terapi facial cleft, kesuksesan operasi inisial bergantung terutama pada
penutupan cleft dengan jaringan lunak dan graft tulang. Namun, tahun demi tahun bidang
ilmu bedah mengalami kemajuan dimana operasi facial cleft mengacu pada restorasi
anatomi dari struktur wajah yang mengalami deformasi. Tehnik baru tersebut meliputi
pengenalan operasi muscular untuk repair cleft lip dan osteotomy. Gagasan ostetomi Le
Fort III, sebagai contoh, diadaptasi dari metode operasi trauma facial oleh Gillies dan
Harrison. Osteotomi ini digunakan untuk memajukan bagian midface pada pasien dengan
malformasi kraniofacial kongenital.
DAFTAR PUSTAKA

Agarwal P. 2003. Median Facial Dysplasia: A review. Indian J Plastic Surg. 36(2): 126-130

Booth, P.W., Carrigan, M., and McGurk, M. 2008. The Face. Mouth, tongue and jaws: the
maxillofacial region. Annals of Medical and Health Sciences Research 13: 1-3

Buttow KW, Botha A. 2010. A Classification and construction of congenital lateral facial
clefts. J. Craniomaxillofac Surg.

Coruh, A. And Gunay, G.K. 2003. A surgical conondrum: tessier number 4 cleft. Cleft palate-
craniofacial journal 42(1)

Anda mungkin juga menyukai