Oleh :
Arifa Martha Santoso G99142010
Gerry Febrian Rizaldy G99142002
Pembimbing :
dr. Amru Sungkar, Sp. B, Sp. BP
Malformasi dapat terjadi pada semua jaringan dan semua bagian tubuh, dan
dapat hadir sebagai malformasi murni atau sebagai bagian dari sindrom. Insidensi
malformasi kongenital adalah 1 dari 33 kelahiran. Malformasi kongenital dari
tengkorak, wajah dan rahang mewakili malformasi kraniofasial. Ada banyak jenis
malformasi kraniofasial kongenital, yang berbeda lokasi, patomorfogenesis dan
insidensinya (Versnel, 2010).
Facial cleft adalah suatu kelainan kongenital dalam bentuk malformasi
pada wajah dan tengkorak yang mencakup spektrum kelainan yang luas dan
bermanifestasi menjadi berbagai macam bentuk. Selama bertahun-tahun, penelitian
mengenai kelainan tersebut masih sedikit akibat angka kejadiannya yang tergolong
jarang (Booth et al, 2008).
Jenis tersering dari facial cleft adalah cleft lip dan atau cleft palate,
sehingga orang awam cenderung lebih mengenalnya. Sementara itu, yang
termasuk facial cleft, tidak hanya melibatkan mulut dan hidung, tetapi meliputi
jaringan lunak dan tulang pada dagu, mata, telinga, kening dan dapat sampai ke
batas rambut (Coruh & Gunay, 2003).
Facial cleft termasuk malformasi yang cukup rumit untuk ditangani dan
dipelajari karena bentuk klinisnya sangat bervariasi, tidak selalu sama pada setiap
individu. Seorang ahli bedah harus mempunyai keterampilan yang baik pada
operasi kraniofasial, teknik maxilofasial, maupun rekonstruksi jaringan lunak pada
wajah. Hal tersebut diperlukan sebab tujuan yang ingin dicapai pada operasi ini
selain secara estetika juga melibatkan berbagai macam fungsi wajah (Booth et al,
2008).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Facial cleft dapat didefinisikan sebagai kegagalan pembentukan jaringan
wajah baik parsial, maupun lengkap, sehingga dapat berupa true facial cleft atau
pseudo cleft. True facial cleft adalah sebuah pembukaan atau celah di wajah
karena kegagalan penyatuan atau fusi bagian dari wajah. Sedangkan pseudocleft
terjadi karena kegagalan diferensiasi jaringan setelah terjadi fusi (Booth et al,
2008).
Sumbing wajah adalah istilah untuk semua macam bentuk celah di
wajah. Semua struktur seperti tulang, jaringan lunak, kulit, dan lain sebagainya,
dapat terpengaruh. Sumbing wajah merupakan kelainan kongenital yang sangat
jarang . Ada banyak variasi jenis celah dan klasifikasi yang diperlukan untuk
menjelaskan dan mengelompokkan semua jenis celah. Pada sumbing wajah
terjadi tumpang tindih dari sumbing yang berdekatan (Booth et al, 2008).
B. Epidemiologi.
Craniofacial cleft merupakan kelainan congenital yang jarnag ditemukan
dengan angka kejadian 1,43 sampai dengan 4,85 tiap 100000 kelahiran. Kelainan
ini pertama kali ditemukan pada tahun 1976 oleh Tessier berupa Oblique facial
cleft. Jenis ini merupakan salah satu jenis yang jarang, dimana tercatat hanya ada
20 kasus yang dilaporkan selama tahun 1981 sampai dengan 1999 (Kara & Ocsel,
2000; Cooper et al., 2006; Panamonta et al., 2015).
Etiologi cleft kraniofasial sebenarnya berdasar pada teori dan prinsip yang
sama dengan cleft lip dan cleft palate. Terdapat beberapa teori yang dapat
menjelaskan patofisiologi facial cleft (Ortiz-Monasterio, 2008).
1. Teori Kegagalan Fusi
Teori ini diusulkan oleh Dursy dan His pada abad XIX dan dianggap
sebagai teori klasik. Dalam teori itu dijelaskan bahwa terdapat kegagalan fusi
berbagai processus sehingga menyebabkan terpisahnya bagian wajah dan
terbentuk cleft. Kegagalan fusi tersebut dapat disebabkan perubahan lapisan
ectoderm atau kegagalan pada lapisan tersebut dimana seharusnya lapisan
tersebut menghilang (sehingga memberi tempat bagi mesoderm intuk
berkembang dan membentuk penyatuan antar bagian).
F. Klasifikasi
Maformasi kraniofasial, dimana salah satunya adalah facial cleft telah
mengalami beberapa tahap klasifikasi. Dimulai dari tahun 1887 oleh Morian,
muncullah klasifikasi Morian yang mengklasifikasikan facial cleft menjadi dua
tipe yaitu tipe I yang merupakan oculonasal cleft dan tipe II, dari foramen
infraorbita hingga aspek luar wajah. Setelah itu, klasifikasi tersebut mengalami
beberapa penyesuaian dan pembaharuan seperti klasifikasi AACPR (American
Association of Cleft Palate Rehabilitation) pada tahun 1962, klasifikasi Boo-Chai,
klasifikasi Karfik, klasifikasi Tessier, dan klasifikasi van de Meulen.
Dua klasifikasi yang diterima secara luas adalah sistem klasifikasi Tessier dan
van de Meulen (Ortiz-Monasterio, 2008).
Klasifikasi Tessier didasarkan pada posisi anatomi celah. Pada sistem
klasifikasi ini, cleft berdasarkan posisinya diberi nomor 0-14 dengan nomor 30
menunjukkan simfisis media dari mandibula. Penomeran ini memudahkan
nomenklatur cleft. Sistem ini murni bersifat deskriptif dan tidak berkaitan dengan
faktor-faktor embriologi maupun patologi. Berbeda dengan klasifikasi Tessier,
klasifikasi Van de Meulen didasarkan pada hubungan cleft dengan asal
embriogenesisnya. (Butow & Botha, 2010). Klasifikasi Tessier merupakan cara
paling mudah untuk mendeskripsikan cleft dan nomenklaturnya, sehingga
menjadi klasifikasi yang paling sering digunakan hingga sekarang (Ortiz-
Monasterio, 2008).
1. Klasifikasi Tessier
a. Midline Cleft
Midline cleft mencakup Tessier nomor 0 dan 14. Terdapat celah
vertikal yang dimulai dari garis tengah wajah. Tessier 0 berawal dari
rahang dan hidung, sedangkan Tessier 14 berawal dari daerah antara
hidung dan tulang frontal (Ghareeb & Hanafy, 2007).
Gambar 5. Cleft Tessier no 0 dan no 14
b. Paramedian Cleft
Yang termasuk paramedian cleft adalah Tessier nomor 1, 2, 12 dan
13. Celah ini sangat mirip dengan celah garis tengah, tetapi secara
anatomis tidak terletak tepat di tengah garis tengah. Baik Tessier nomor 1
dan 2 berawal dari rahang dan hidung, namun Tessier 2 terletak lebih jauh
dari garis tengah ( lebih lateral ) dibanding nomor 1. Tessier nomor 12
berada sejauh Tessier 2 bila dilihat dari garis tengah, namun pada Tessier
12 celah berawal dari daerah antara hidung dan tulang frontal. Pada
Tessier 13, letaknya setingkat dengan Tessier 1, yang juga berjalan antara
hidung dan tulang frontal atau dahi. Baik Tessier 12 dan 13, berjalan di
antara garis tengah dan orbit (Versnel, 2010).
c. Orbital Cleft
Tessier nomor 3, 4, 5, 9, 10 dan 11 adalah orbital cleft. Celah ini
memiliki keterlibatan orbita. Tessier nomor 3, 4, dan 5 terletak pada
rahang dan lantai orbital. Tessier nomor 9, 10 dan 11 terletak di antara sisi
atas orbit dan dahi atau antara sisi atas orbit dan kulit kepala. Seperti cleft
lain, Tessier 11 memiliki luas seperti Tessier 3, Tessier 10 seluas Tessier 4
dan Tessier 9 seluas Tessier 5 (Freitas et al., 2010; Versnel, 2010).
d. Lateral Cleft
Lateral cleft terbentuk dengan arah horizontal pada wajah. Pada
lateral cleft ada Tessier nomor 6, 7 dan 8. Tessier nomor 6 berjalan dari
orbita ke tulang pipi. Tessier nomor 7 terletak pada baris antara sudut
mulut dan telinga. Celah lateral yang mungkin berasal dari sudut mulut
menuju telinga, dapat memberikan kesan bahwa mulut lebih besar. Hal
juga menandakan adanya cleft yang berjalan mulai dari telinga ke arah
mulut. Tessier nomor 8 berjalan dari sudut luar mata ke arah
telinga. Kombinasi dari sejumlah Tessier 6, 7, 8 terlihat dalam sindrom
Treacher Collins . Tessier 7 lebih berkaitan dengan microsomia
hemifacial dan nomor 8 adalah lebih berkaitan dengan sindrom Goldenhar
(Chauhan & Guruprasad, 2012; Gokrem et al.,2002; Oghale & Chris-
Ozoku, 2013).
Gambar 16. Cleft Tessier no. 7
a. Displasia Internasal
Displasia internasal disebabkan oleh penghentian
perkembangan sebelum penyatuan kedua bagian hidung. Celah ini
ditandai dengan celah bibir median, lekukan yang median atau
duplikasi labial frenulum. Selain bibir sumbing median, Hypertelorism
dapat dilihat dalam belahan ini. Atau juga kadang-kadang menjadi
bagian perkembangan premaxilla (Versnel, 2010).
b. Displasia Nasal
Displasia hidung atau nasoschisis disebabkan oleh terhentinya
pengembangan dari sisi lateral hidung, sehingga celah di salah satu
bagian hidung, Septum hidung dan rongga dapat terlibat, meskipun ini
jarang terjadi. Nasoschisis juga dapat ditandai dengan adanya
hypertelorism (Versnel, 2010).
c. Displasia Nasomaxillary
Displasia nasomaxillary disebabkan oleh terhentinya
perkembangan tulang di persimpangan sisi lateral dari hidung dan
rahang. Terhentinya perkembangan ini menghasilkan celah yang
lengkap atau tidak lengkap antara hidung dan lantai orbital (sumbing
nasoocular) atau timbul celah antara mulut, hidung dan lantai orbital
(sumbing oronasal-okular). Pada kasus ini, perkembangan bibir adalah
normal (Theoret et al., 1997).
d. Displasia rahang atas (Versnel, 2010)
Displasia rahang atas dapat bermanifestasi di 2 lokasi yang
berbeda di rahang atas: di tengah atau bagian lateral rahang atas.
i. Displasia rahang medial, disebabkan oleh kegagalan
pengembangan dari bagian medial rahang atas pusat
penulangan maxila. Hal ini menyebabkan celah sekunder,
bibir philtrum dan langit-langit.
ii. Displasia rahang lateral, disebabkan oleh kegagalan
pengembangan bagian lateral pada pusat penulangan maxilla, yang
juga menghasilkan celah sekunder pada bibir dan langit-
langit. Adanya celah pada bagian lateral kelopak mata bawah
merupakan tanda khas untuk displasia rahang atas lateral.
G. Terapi
Terapi untuk deformitas kompleks ini sangat membutuhkan operasi
dimana operasi tersebut dapat melibatkan ahli bedah plastik, bedah saraf, dan
bedah maksilofasial. Sebagian besar cleft sangat membutuhkan prosedur bedah
plastik karena beragam teknik flap dan/ atau ekspansi jaringan diperlukan untuk
rekonstruksi lipatan mata, kelopak mata, bibir, sebuah hidung fungsional, dan
telinga estetik. Terlebih lagi, beberapa kasus cleft membutuhkan pembedahan
ortognatik. Oleh karena itu ahli bedah kraniofasial juga harus memiliki
keterampilan dalam osteotomi maksilo-mandibular (Ortiz-Monasterio, 2008).
Tidak ada satu jenis pengobatan yang ditetapkan untuk untuk facial cleft,
karena variasi belahan yang sangat banyak. Jenis operasi yang dilakukan
tergantung pada jenis celah dan struktur yang terlibat. Masalah pada rekonstruksi
awal adalah kecacatan yang timbul akibat adanya pembatasan pertumbuhan
intrinsik. Hal ini memerlukan operasi tambahan pada usia lanjut untuk
memastikan semua bagian wajah yang terbentuk proporsional.
Rekonstruksi jaringan lunak dapat dilakukan pada usia dini, tetapi hanya
jika flap kulit dapat digunakan lagi selama operasi berikutnya. Waktu operasi
tergantung pada urgensi dari kondisi yang mendasarinya. Jika operasi diperlukan
agar fungsi menjadi baik, hal ini harus dilakukan pada usia dini. Hasil estetika
terbaik dicapai bila sayatan ditempatkan di daerah-daerah yang sedikit menarik
perhatian. Namun, jika fungsi bagian dari wajah tidak rusak, operasi tergantung
pada faktor psikologis dan daerah wajah rekonstruksi.
Rencana terapi dari celah wajah dibuat setelah diagnosis. Rencana ini
mencakup setiap operasi yang dibutuhkan dalam 18 tahun pertama kehidupan
pasien untuk merekonstruksi wajah sepenuhnya. Perlakuan terhadap facial cleft
dapat dibagi di berbagai wilayah wajah: anomali tengkorak, anomali orbit dan
mata, anomaly hidung dan anomali midface mulut (tahmeedullah et al., 2011).
1. Terapi pada Anomali Orbital/Mata
Anomali pada orbital/mata yang paling umum terlihat pada anak
dengan sumbing adalah coloboma dan distopia vertikal.
a. Coloboma
Coloboma yang sering terjadi di sumbing adalah celah yang terdapat
pada kelopak mata bawah atau atas. Ini harus ditutup sesegera mungkin,
untuk mencegah kekeringan mata dan hilangnya penglihatan berturut-turut
(Coruh & Gunay, 2003).
b. Distopia Orbit Vertikal
Distopia orbital vertikal dapat terjadi di sumbing pada lantai orbital
dan/atau rahang atas. Distopia orbit vertikal berarti bahwa mata tidak
terletak pada garis horizontal yang sama di wajah (satu mata lebih rendah
dari yang lain). Pengobatan ini didasarkan pada rekonstruksi lantai orbital,
dengan menutup celah Boney atau merekonstruksi lantai orbital
menggunakan graft tulang (Coruh & Gunay, 2003).
c. Hypertelorism
Ada banyak jenis operasi yang dapat dilakukan untuk mengobati
hypertelorism. 2 pilihan tersebut adalah: osteotomy dan bipartition
wajah (juga disebut sebagai fasiotomi median). Tujuan dari box osteotomy
adalah untuk membawa orbita lebih dekat bersama-sama dengan
menghapus sebagian dari tulang antara orbit, untuk melepaskan kedua
orbit dari struktur tulang di sekitarnya dan menggerakkan orbita lebih ke
tengah wajah. Tujuan dari bipartition wajah tidak hanya untuk membawa
orbita lebih dekat bersama-sama, tetapi juga untuk menciptakan lebih
banyak ruang di rahang atas. Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan
rahang dan tulang frontal, menghapus sepotong tulang berbentuk segitiga
dari dahi dan tulang hidung dan menarik dua potong dahi bersama-
sama. Tidak hanya hypertelorism yang akan teratasi setelah dilakukan
tarikan tulang frontal secara bersama-sama, tapi karena tindakan ini juga,
ruang antara kedua bagian rahang atas akan menjadi lebih luas (Marchac
et al., 2012; Sharma, 2014).
H. Pencegahan
Karena penyebab sumbing masih tidak jelas, sulit untuk mengatakan apa yang
mungkin mencegah anak-anak yang lahir dengan sumbing. Terdapat faktor
genetik dan lingkungan yang mendasari. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
U.S. National Institute of Health adalah bahwa ibu yang mengkonsumsi asam
folat pada masa kehamilannya, akan menurunkan resiko memiliki anak dengan
facial cleft secara signifikan. Jadi, asam folat memberikan kontribusi untuk risiko
yang lebih rendah dari anak yang lahir dengan facial cleft.
Diagnosis prenatal terhadap facial cleft dapat dilakukan melalui pemeriksaan
ultrasound. Untuk mempersiapkan orangtua secara optimal, terutama dalam masa
mempertahankan kehamilan dan menyambut kelahiran bayi, perlu dilakukan
konseling prenatal mengenai efek malformasi terhadap kualitas hidup anak
(Wilcox et al., 2007; Rey-Bellet & Hohlfeld, 2004).
BAB III
KESIMPULAN
Facial cleft meliputi suatu variasi yang luas dari dismorfogenesis kraniofasial.
Semua bagian fasial dan lapisan jaringan pada wajah dapat terkena dampak
dismorfogenesis tersebut. Cleft dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral, di
midline wajah, paramedian, maupun oblique. Jaringan lunak atau elemen tulang yang
terkena menunjukkan pola pertumbuhan yang terganggu dan menunjukkan
deformitas yang makin jelas dan bertambah berat dari seiring pertambahan umur.
Dikaranakan anomali wajah pada facial cleft dapat terjadi dalam spektrum yang luas,
terdapat banyak upaya untuk mengklasifikasikan facial cleft. Beberapa klasifikasi
didasarkan pada posisi satu cleft dalam hubungannya dengan cleft lain, arah cleft,
periode gangguan pertumbuhan dimana cleft terjadi, atau area dimana malformasi
wajah berasal. Klasifikasi yang paling diterima secara luas dan paling banyak
digunakan adalah klasifikasi Tessier dan van der Meulen.
Pada terapi facia cleft, kesuksesan operasi inisial bergantung terutama pada
penutupan cleft dengan jaringan lunak dan graft tulang. Namun, tahun demi tahun
bidang ilmu bedah mengalami kemajuan dimana operasi facial cleft mengacu pada
restorasi anatomi dari struktur wajah yang mengalami deformasi. Teknik baru
tersebut meliputi pengenalan operasi muscular untuk repair cleft lip dan osteotomi.
Gagasan osteotomi Le Fort III, sebagai contoh, diadaptasi dari metode operasi trauma
fasial oleh Gillies dan Harrison. Osteotomi ini digunakan untuk memajukan bagian
midface pada pasien dengan malformasi kraniofasial kongenital.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal P. 2003. Median facial dysplasia: A review. Indian J Plastic Surg. 36(2):
126-130.
Aqrabawi HE. 2008. Facial cleft and associated anomalies: incidence among infants
at a Jordanian medical centre. EMHJ - Eastern Mediterranean Health Journal,
14 (2), 356-359, 2008
Booth, P.W., Carrigan, M., and McGurk, M. 2008. The face, mouth, tongue, and
jaws: the maxillofacial regioin. Annals of Medical and Health Sciences
Research 13:1-3
Cooper ME, Ratay JS, Marazita ML. 2006. Asian Oral-Facial Cleft Birth Prevalence.
left Palate–Craniofacial Journal, September 2006, Vol. 43 No. 5
Coruh, A. and Gunay, G.K. 2003. A surgical conundrum: tessier number 4 cleft. Cleft
Palate-Craniofacial Journal 42(1):102-106
David DJ, Moore MH, Cooter RD. 1989. Tessier Clefts with Revisited Third
Dimensions. Cleft Palate Journal, July 1989 (26):2.
Figueroa AA, Polley JW. 2007. Management of the severe cleft and syndromic
midface hypoplasia.Orthod Craniofac Res.10(3):167-179.
Freitas RDS, Cruz GADOE, Colpo PG, Balbinot P, De Souza MM, Marchioro F,
Corotti V. Surgical correction of Tessier number 10 cleft. Rev Bras Cir
Craniomaxilofac 2010; 13(3): 161-164.
Ghareeb FM, Hanafy AM. 2003. Surgical planning and correction of median
craniofacial cleft. Egypt J Plast Recont Surg. 27 (1): 143-152.
Jhamb A, Mohanty S. 2008. A chronicle of Tessier no. 0 and 1 facial cleft and its
surgical management. J Maxillofac Oral Surg. 8(2):178–180.
Kara, G. and Ocsel, H. 2000. The tessier number 5 cleft with associated extremity
anomalies. Cleft Palate-Craniofacial Journal 38(5):529-532.
Sharma RK. 2014. Hypertelorism. Indian J Plast Surg [serial online] [cited 2016 Nov
7];47:284-92. Available from: http://www.ijps.org/text.asp?
2014/47/3/284/146572
Tahmeedullah, Bilal M, Had NU, Abenavoli F. 2011. Reconstruction of Rare
Craniofacial Clefts: An Early Experiecne. JPMI 2011 vol 25 no 02: 163-170.
Theoret CL, Grahn BH, Fretz PB. 1997. Incomplete nasomaxillary dysplasia in a
foal. Can Vet J. 38: 445-447.
Van der Meulen JCH. 1985. Oblique Facial Clefts: Pathology, Etiology, and
Reconstruction. Plastic And Reconstructive Surgery. 76(2): 211-224.
Versnel LS. 2010. Causes, Treatment. and Consequences of Rare Facial Clefts.
Thesis. Rotterdam: Erasmus Univerteit Rotterdam.
Wilcox Allen J, Lie Rolv Terje, Solvoll Kari, Taylor Jack, McConnaughey D Robert,
Åbyholm Frank et al. Folic acid supplements and risk of facial clefts: national
population based case-control study BMJ 2007; 334 :464