Anda di halaman 1dari 24

REFERAT BEDAH PLASTIK

FACIAL CLEFT

Oleh:
Verren Nadhifa M. Sukma
G992202168

Periode : 15 - 21 Mei 2023

Pembimbing:
Dr. dr. Amru Sungkar, Sp.B., Sp.BP-RE (K)

KEPANITERAAN KLINIK / PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU BEDAH PALSTIK REKONSTRUKSI DAN
ESTETIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS
MARET RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
SURAKARTA 2023
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik Ilmu Bedah
Plastik Rekonstruksi dan Estetik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Referensi artikel dengan judul:

Komplikasi pada Luka Bakar Kimia

Hari, tanggal : Selasa, 16 Mei 2023

Disusun oleh:
Verren Nadhifa M. Sukma
G992202168

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing

Dr. dr. Amru Sungkar, Sp.B., Sp. BP-RE (K)


NIP. 196401011989100003
BAB I
PENDAHULUAN
Malformasi dapat terjadi pada semua jaringan dan semua bagian tubuh
serta dapat hadir sebagai malformasi murni atau sebagai bagian dari sindrom.
Insidensi malformasi kongenital adalah 1 dari 33 kelahiran. Malformasi
kongenital dari tengkorak, wajah dan rahang mewakili malformasi kraniofasial.
Ada banyak jenis malformasi kraniofasial kongenital, yang berbeda lokasi,
patomorfogenesis dan insidensinya (Versnel, 2010).
Facial cleft adalah suatu kelainan kongenital dalam bentuk malformasi
pada wajah dan tengkorak yang mencakup spektrum kelainan yang luas dan
bermanifestasi menjadi berbagai macam bentuk. Selama bertahun-tahun,
penelitian mengenai kelainan tersebut masih sedikit akibat angka kejadiannya
yang tergolong jarang (Booth et al, 2008)
Jenis tersering dari facial cleft adalah cleft lip dan atau cleft palate,
sehingga orang awam cenderung lebih mengenalnya. Sementara itu, yang
termasuk facial cleft, tidak hanya melibatkan mulut dan hidung, tetapi meliputi
jaringan lunak dan tulang pada dagu, mata, telinga, kening dan dapat sampai ke
batas rambut (Coruh & Gunay, 2003).
Facial cleft termasuk malformasi yang cukup rumit untuk ditangani dan
dipelajari karena bentuk klinisnya sangat bervariasi, tidak selalu sama pada
setiap individu. Seorang ahli bedah harus mempunyai keterampilan yang baik
pada operasi kraniofasial, teknik maxilofasial, maupun rekonstruksi jaringan
lunak pada wajah. Hal tersebut diperlukan sebab tujuan yang ingin dicapai pada
operasi ini selain estetika juga melibatkan berbagai macam fungsi wajah (Booth
et al, 2008).
Penyebab celah wajah masih belum jelas. Ada beberapa kemungkinan
patofisiologi antara lain disebabkan oleh kelainan migrasi neural crest cell. Teori
lain penyebab celah wajah adalah disebabkan oleh kegagalan fusi dan penutupan
dari mesoderm. Disamping itu, peran faktor genetik juga sangat berpengaruh
terhadap kejadian celah wajah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Facial cleft dapat didefinisikan sebagai kegagalan pembentukan


jaringan wajah baik parsial, maupun lengkap, sehingga dapat berupa
true facial cleft atau pseudo cleft. True facial cleft adalah sebuah
pembukaan atau celah di wajah karena kegagalan penyatuan atau fusi
bagian dari wajah. Sedangkan pseudocleft terjadi karena kegagalan
diferensiasi jaringan setelah terjadi fusi (Booth et al, 2008). Sumbing
wajah adalah istilah untuk semua macam bentuk celah di wajah. Semua
struktur seperti tulang, jaringan lunak, kulit, dan lain sebagainya, dapat
terpengaruh. Sumbing wajah merupakan kelainan kongenital yang
sangat jarang. Ada banyak variasi jenis celah dan klasifikasi yang
diperlukan untuk menjelaskan dan mengelompokkan semua jenis celah.
Pada sumbing wajah terjadi tumpang tindih dari sumbing yang
berdekatan (Booth et al, 2008).

B. EPIDEMIOLOGI

Craniofacial cleft merupakan kelainan kongenital yang jarang


ditemukan dengan angka kejadian 1,43 sampai dengan 4,85 tiap
100.000 kelahiran. Kelainan ini pertama kali ditemukan pada tahun
1976 oleh Tessier berupa oblique facial cleft. Jenis ini merupakan salah
satu jenis yang jarang, dimana tercatat hanya ada 20 kasus yang
dilaporkan selama tahun 1981 sampai dengan 1999 (kara & Ocsel,
2000).
C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Pada tahun 1575 seorang ahli bedah perancis, Ambroise Pare


menerbitkan sebuah buku yang mengulas mengenai berbagai penyebab
kelainan kongenital, meliputi faktor lingkungan, herediter, psikologis
dan religius. Kemudian William Havey (1578-1657) mengenalkan
konsep keterhambatan perkembangan selama proses embrionik sebagai
penyebabnya. Pada awal abad ke 19, meckel dan Geoffry St. Hilaire
mendirikan badan penelitian tentang teratologi, sehingga pada tahun
1832 dimulailah berbagai penelitian tentang penyebab kelainan
kongenital. Sampai saat ini, penyebab facial cleft masih belum jelas.
Namun Geoffry mencoba mengemukakan pendapatnya mengenai hal
ini, yaitu teori pita amnion/ amniotic band (Versnel, 2010).
Teori lain yang disuguhkan oleh Meckel menjelaskan adanya
gangguan proses perkembangan yang melibatkan berbagai tahap, antara
lain informasi genetik, deposisi, diferensiasi dan ploriferasi sel serta
remodelling jaringan lunak (Versnel, 2010).
Mekanisme nongenetik juga bisa menjadi penyebab, seperti radiasi,
infeksi (toxoplasmosis, human influenza), abnormalitas metabolisme,
seperti metabolisme fenilalanin maternal yang abnormal, obat-obatan
(antikonvulsan, tretionin, talidomid). Selain itu, hematoma,
oligohidramnion dan sindrom ruptur amnion jugsa dapat menjadi
penyebabnya (Versnel, 2010).
Faktor resiko terjadinya facial cleft dapat berasal dari bayi sendiri
maupun dari ibunya, antara lain:
a. Bayi yang memiliki cacat lahir lainnya
b. Memiliki saudara kandung, orang tua atau saudara dekat lain yang
lahir dengan sumbing wajah
c. Ibu mengkonsumsi alkohol selama kehamilan
d. Memiliki penyakit atau infeksi saat hamil
e. Kekurangan asam folat pada pembuahan atau selama kehamilan
awal.
Etiologi cleft kraniofasial sebenarnya berdasar pada teori dan prinsip yang
sama dengan cleft lip dan cleft palate. Terdapat beberapa teori yang dapat
menjelaskan patofisiologi facial cleft (Ortiz-Monasterio, 2008).
1. Teori Kegagalan Fusi
Teori ini diusulkan oleh Dursy dan His pada abad XIX dan dianggap
sebagai teori klasik. Dalam teori itu dijelaskan bahwa terdapat kegagalan
fusi berbagai processus sehingga menyebabkan terpisahnya bagian wajah
dan terbentuk cleft. Kegagalan fusi tersebut dapat disebabkan perubahan
lapisan ektoderm atau kegagalan pada lapisan tersebut dimana seharusnya
lapisan tersebut menghilang, sehingga memberi tempat bagi mesoderm
intuk berkembang dan membentuk penyatuan antar bagian.

Gambar 3. Kegagalan fusi antara dua processus


2. Teori Migrasi Mesoderm
Teori ini dipaparkan oleh Pohlmann dan Veau di tahun-tahun awal abad
XX, dan mereka menyatakan bahwa kurangnya migrasi mesodermal dan
penetrasi menyebabkan kolapsanya ectoderm karena tidak ada penyangga.
Kolaps ini akhirnya menimbulkan cleft .

Gambar 4. Mesoderm gagal berkembang di bawah ectoderm


pada suatu processus
3. Teori van der Meulen
Di akhir abad ke XX, Van der Meulen dan koleganya mengusulkan teori
yang lebih kompleks dimana konsep embriologi lebih terkait dengan
anomali cleft. Mereka menyatakan bahwa malformasi cleft sebenarnya
bukan suatu cleft sejati tetapi suatu displasia. Displasia ini merupakan
hasil dari berhentinya pertumbuhan selama proses fusi fasial. Defek yang
terjadi disebabkan tidak adanya atau kuranya pertumbuhan sentra osifikasi
pada wajah.

D. PATOFISIOLOGI
Pembentukan cleft terjadi ketika embrio mengalami pertumbuhan, dan
terdapat pola untuk tipe dasar dari berbagai cleft yang berbeda. Oleh
karena itu, merupakan hal yang penting untuk mengetahui embriogenesis
wajah sebagai prinsip dasar untuk memahami kompleksitas malformasi
ini. Berbagai processus yang berbeda akan menyambung di sekeliling area
mulut, sehingga apapun yang mengganggu ‘tempat pertemuan’ ini atau
apaun yang menyebabkan rupturnya persatuan ini akan menimbulkan cleft.
Korelasi antara processus di wajah dari suatu embrio dan wajah seorang
dewasa akan membantu klinisi dalam memahami morfologi dan distribusi
cleft (Ortiz-Monasterio, 2008).

Gambar 5. Korelasi antara processus wajah embrio dengan


wajah dewasa
E. KLASIFIKASI

Terdapat beberapa klasifikasi yang digunakan dalam penggolongan


facial cleft. Dua klasifikasi yang sering digunakanan adalah klasifikasi
Tessier dan Van der Maulen. Klasifikasi Tessier didasarkan pada posisi
anatomi celah. Pada sistem klasifikasi ini, cleft berdasarkan posisinya
diberi nomor 0-14 dengan nomor 30 menunjukkan simfisis media dari
mandibula. Penomoran ini memudahkan nomenklatur cleft . Sistem ini
murni bersifat deskriptif dan tidak berkaitan dengan faktor-faktor
embriologi maupun patologi. Berbeda dengan klasifikasi Tessier,
klasifikasi Van der Meulen didasarkan pada hubungan cleft dengan asal
embriogenesisnya. (Butow & Botha, 2010). Klasifikasi Tessier merupakan
cara paling mudah untuk mendeskripsikan cleft dan nomenklaturnya,
sehingga menjadi klasifikasi yang paling sering digunakan hingga
sekarang (Ortiz-Monasterio, 2008).
1. Klasifikasi Tessier
Paulus Tessier  mengklasifikasikan facial cleft berdasarkan posisi anatomis
dari celah. Berbagai jenis celah Tessier diberi nomor 0 sampai
14. Berbagai jenis facial cleft ini dapat dimasukkan ke dalam 4 kelompok
berdasarkan posisinya, yaitu midline cleft, paramedian cleft, orbital cleft
dan lateral cleft. Klasifikasi Tessier menggambarkan celah di tingkat
jaringan lunak maupun di tingkat tulang, karena tampaknya bahwa celah
jaringan lunak memiliki lokasi yang sedikit berbeda di muka dari celah
tulang
a. Midline Cleft
Midline cleft mencakup Tessier nomor 0 dan 14. Terdapat celah vertikal
yang dimulai dari garis tengah wajah. Tessier 0 berawal dari rahang dan
hidung, sedangkan Tessier 14 berawal dari daerah antara hidung
dan tulang frontal (Ghareeb & Hanafy, 2007).
b. Paramedian Cleft
Paramedian cleft adalah Tessier nomor 1, 2, 12 dan 13. Celah ini sangat
mirip dengan celah garis tengah, tetapi secara anatomis tidak terletak tepat
di tengah garis tengah. Baik Tessier nomor 1 dan 2 berawal dari rahang
dan hidung, namun Tessier 2 terletak lebih jauh dari garis tengah (lebih
lateral) dibanding nomor 1. Tessier nomor 12 berada sejauh Tessier 2 bila
dilihat dari garis tengah, namun pada Tessier 12 celah berawal dari daerah
antara hidung dan tulang frontal. Pada Tessier 13, letaknya setingkat
dengan Tessier 1, yang juga berjalan antara hidung dan tulang frontal atau
dahi. Baik Tessier 12 dan 13, berjalan di antara garis tengah dan orbit
(Versnel, 2010).
c. Orbital Cleft
Tessier nomor 3, 4, 5, 9, 10 dan 11 adalah orbital cleft. Celah ini memiliki
keterlibatan orbita. Tessier nomor 3, 4, dan 5 terletak pada rahang dan
lantai orbital. Tessier nomor 9, 10 dan 11 terletak di antara sisi atas orbit
dan dahi atau antara sisi atas orbit dan kulit kepala. Seperti cleft lain,
Tessier 11 memiliki luas seperti Tessier 3, Tessier 10 seluas Tessier 4 dan
Tessier 9 seluas Tessier 5 (Freitas et al., 2010; Versnel, 2010).
d. Lateral Cleft
Lateral cleft terbentuk dengan arah horizontal pada wajah. Pada lateral
cleft ada Tessier nomor 6, 7 dan 8. Tessier nomor 6 berjalan dari orbita ke
tulang pipi. Tessier nomor 7 terletak pada baris antara sudut mulut dan
telinga. Celah lateral yang mungkin berasal dari sudut mulut menuju
telinga, dapat memberikan kesan bahwa mulut lebih besar. Hal juga
menandakan adanya cleft yang berjalan mulai dari telinga ke arah
mulut. Tessier nomor 8 berjalan dari sudut luar mata ke arah
telinga. Kombinasi dari sejumlah Tessier 6, 7, 8 terlihat dalam sindrom
Treacher Collins . Tessier 7 lebih berkaitan dengan microsomia
hemifacial dan nomor 8 adalah lebih berkaitan dengan sindrom Goldenhar
(Chauhan & Guruprasad, 2012; Gokrem et al.,2002; Oghale & Chris-
Ozoku, 2013).
2. Klasifikasi Van der Meulen
Van der Meulen membagi klasifikasi berbagai jenis celah didasarkan pada
tempat terhentinya perkembangan tulang dalam embriogenesis. Sebuah
celah primer dapat terjadi pada tahap awal perkembangan wajah (17mm
panjang embrio). Penghentian perkembangan ini dibagi ke dalam empat
kelompok lokasi yang berbeda, yaitu internasal, nasal, nasomaxillar, dan
maxillar. Lokasi di maxillar dapat dibagi menjadi belahan median dan
lateral
a. Displasia internasal
Displasia internasal disebabkan oleh penghentian perkembangan sebelum
penyatuan kedua bagian hidung. Celah ini ditandai dengan celah bibir
median, lekukan yang median atau duplikasi labial frenulum. Selain bibir
sumbing median, Hypertelorism dapat dilihat dalam belahan ini. Atau juga
kadang-kadang menjadi bagian perkembangan premaxilla (Versnel, 2010).
b. Displasia nasal
Displasia hidung atau nasoschisis disebabkan oleh terhentinya
pengembangan dari sisi lateral hidung, sehingga celah di salah satu bagian
hidung, Septum hidung dan rongga dapat terlibat, meskipun ini jarang
terjadi. Nasoschisis juga dapat ditandai dengan adanya hypertelorism
(Versnel, 2010).
c. Displasia nasomaxilar
Displasia nasomaxilar disebabkan oleh terhentinya perkembangan tulang
di persimpangan sisi lateral dari hidung dan rahang. Terhentinya
perkembangan ini menghasilkan celah yang lengkap atau tidak lengkap
antara hidung dan lantai orbital (sumbing nasoocular) atau timbul celah
antara mulut, hidung dan lantai orbital (sumbing oronasal-okular). Pada
kasus ini, perkembangan bibir adalah normal.
d. Displasia rahang atas
Displasia rahang atas dapat bermanifestasi di 2 lokasi yang berbeda di
rahang atas, yaitu di tengah atau bagian lateral rahang atas. Displasia
rahang medial disebabkan oleh kegagalan pengembangan dari bagian
medial rahang atas pusat penulangan maxila. Hal ini menyebabkan celah
sekunder, bibir philtrum dan langit-langit. Sedangkan displasia
rahang lateral disebabkan oleh kegagalan pengembangan bagian lateral
pada pusat penulangan maxilla, yang juga menghasilkan celah sekunder
pada bibir dan langit-langit. Adanya celah pada bagian lateral kelopak
mata bawah merupakan tanda khas untuk displasia rahang atas lateral.

F. TANDA DAN GEJALA


Gejala utama facial cleft adalah kelaianan pada tulang, otot atau
kulit. Salah satu masalah utama yang terkait dengan celah cacat
adalahbahwa cacat terjadi di dalam rahim. Pada tahun-tahun awal
kehidupan, ketika sutura belum mentup dapat timbul peningkatan tekanan
intracranial. Peningkatan tekanan intracranial ini dapat menyebabkan
kerusakan otak, dan kebutaan yang parah. Kemudian penampilan wajah
terganggu, mengganggu jalan napas dan kemampuan mengunyah akibat
kelainan pada rahang atas serta adanya maloklusi gigi dengan mandibula
yang menonjol Kelainan maxila juga dapat menyebabkan proptosis parah.
Selain itu, kelainan juga dapat sampai di telinga, yaitu
infeksi telinga tengah yang berulang, dan penurunan pendengaran (Booth
et al, 2008).

G. TATALAKSANA
Tidak ada satu jenis pengobatan yang ditetapkan untuk untuk facial
cleft, karena variasi belahan yang sangat banyak. Jenis operasi yang
dilakukan tergantung pada jenis celah dan struktur yang terlibat. Masalah
pada rekonstruksi awal adalah kecacatan yang timbul akibat adanya
pembatasan pertumbuhan intrinsik. Hal ini memerlukan operasi tambahan
pada usia lanjut untuk memastikan semua bagian wajah yang terbentuk
proporsional.

Terapi untuk deformitas kompleks ini sangat membutuhkan operasi


dimana operasi tersebut dapat melibatkan ahli bedah plastik, bedah saraf,
dan bedah maksilofasial. Sebagian besar cleft sangat membutuhkan
prosedur bedah plastik karena beragam teknik flap dan/ atau ekspansi
jaringan diperlukan untuk rekonstruksi lipatan mata, kelopak mata, bibir,
sebuah hidung fungsional, dan telinga estetik. Terlebih lagi, beberapa
kasus cleft membutuhkan pembedahan ortognatik. Oleh karena itu ahli
bedah kraniofasial juga harus memiliki keterampilan dalam osteotomi
maksilo-mandibular (Ortiz-Monasterio, 2008).
Rekonstruksi jaringan lunak dapat dilakukan pada usia dini, tetapi
hanya jika flap kulit dapat digunakan lagi selama operasi
berikutnya. Waktu operasi tergantung pada urgensi dari kondisi yang
mendasarinya. Jika operasi diperlukan agar fungsi menjadi baik, hal ini
harus dilakukan pada usia dini. Hasil estetika terbaik dicapai bila sayatan
ditempatkan di daerah-daerah yang sedikit menarik perhatian. Namun, jika
fungsi bagian dari wajah tidak rusak, operasi tergantung pada faktor
psikologis dan daerah wajah rekonstruksi.
Menurut Kenneth dkk, protokol pembedahan pada facial cleft, tidak
jauh berbeda dengan lip cleft
Menurut Grab and smith, Secara umum, strategi penanganan
kraniofasial cleft dapat dijelaskan pada tabel berikut

Umur Terapi Bidang yang terlibat


Prenatal Prenatal imaging, diagnosis, dan Multidisiplin
konseling
Newborn Penilaian feeding, penilaian medis, Multidisiplin
konseling genetik, informasi
mengenai terapi
0-3 bulan Presurgical orthopedics Bedah plastik, orthodontist
3 bulan (setelah Repair primer soft tissue dan ujung Bedah plastik
presurgical daripada rhinoplasty +
orthopedics) ginggivoperiosteoplasty
12 bulan Repair primer cleft palatum dengan Bedah plastik
intravelar veloplasty
3-4 tahun Pemanjangan sekunder palatum, Bedah plastik, speech
pharyngoplasty, terapi bicara pathologist, orthodontist
Usia sekolah Terapi sekunder deformitas nasal Bedah plastik
dan bibir
7-9 tahun Alveolar bone graft sekunder Bedah plastik, bedah mulut,
orthodontist

Post alveolar graft Presurgical orthodontist orthodontist


Pubertas Defenitif open rhinoplasty Bedah plastik
Skeletal maturity Le Fort I mandible orthognatic Bedah plastik
surgery

Adapun timing (waktu) operasi secara umum harus memenuhi


persyaratan rule of ten meliputi:
1. Berat badan > 10 pon atau > 5 kg
2. Hemoglobin > 10 gr/dl
3. Umur lebih dari 10 minggu atau > 3 bulan

Teknik operasi meliputi penanganan pada jaringan lunak dan


penanganan pada jaringan tulang. Untuk jaringan lunak dilakukan multiple
Z plasty ataupun V-Y plasty, sesuai dengan kebutuhan dan letak dari
kelainan kadang juga dibutuhkan triangular flap
Peneliti dalam sebuah studi multicenter survei yang melibatkan
lebih dari 300 tim bedah berusaha untuk membangun landasan bersama
untuk perbaikan facial cleft. Meskipun tidak ada satu tehnik yang
digunakan secara universal
Dalam sebuah case report yang dibuat oleh Shahin dkk.
Menyebutkan bahwa untuk kelainan tessier nomor 4 dan 5 dianjurkan
untuk dikoreksi lebih awal yaitu pada usia 6 bulan dengan menggunakan
jaringan dari pasien sendiri (autogenously).
Z- Plasty
Z plasty merupakan prinsip yang sangat penting dan dapat
diaplikasikan secara luas pada bagian bedah plastik. Demikian pula pada
kelainan kongenital craniofacial cleft tehnik ini digunakan untuk
rekonstruksi jaringan lunak. Prinsipnya adalah melakukan transposisi 2
triangular flaps. Panjang kaki z plasty harus sama dengan bagian
sentralnya, tapi dapat diperpanjang dengan sudut yang bervariasi (dari 30
sampai 90). Tehnik Z plasty klasik biasanya menggunakan sudut 60.
Z plasty dapat digunakan untuk memperpanjang kulit yang ingin
direkonstruksi secara langsung. Penggunaan multiple Z plasty pada facial
cleft sangat tergantung dari posisi cleft yang terjadi,
Bone Graft
Tulang memiliki 2 komponen : material inorganik (utamanya garam
calcium) dan matrix kolagen. Dua per tiga bagian tulang merupakan
komponen inorganik. Secara normal, tulang mengalami siklus
pembentukan dan resorbsi secara konstan yang biasa dikenal dengan siklus
remodeling.
Bone graft merupakan prosedur operasi yang biasa digunakan untuk
mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan tulang. Termasuk pada
facial cleft dimana terdapat defek pada tulang, tehnik bone graft sangat
dibutuhkan untuk menutup defek yang ada setelah dilakukan rekonstruksi
jaringan lunak.
Tulang yang digunakan pada bone graft dapat berasal dari tubuh
sendiri, dari donor ataupun tulang imitasi. Ada 2 tipe bone graft yang
lazim digunakan:
1. Allograft : graft ini menggunakan tulang dari donor atau cadaver yang
telah dibersihkan dan disimpan di dalam bank jaringan
2. Autograft : graft diambil dari tulang pasien sendiri, biasanya dari costa
atau crista iliaca.
Koreksi deformitas celah pada rahang paling baik dilakukan
sebelum pasien tamat SMA, umumnya sekitar 14 -16 tahun pada
perempuan dan 16 – 18 tahun pada laki-laki dengan mempertimbangkan
kematangan rangka tubuh. Hampir semua penelitian menganjurkan
osteotomy Le Fort I dilakukan lebih cepat dengan menggunakan tehnik
distraksi osteogenesis.
Rencana terapi dari celah wajah dibuat setelah diagnosis. Rencana ini
mencakup setiap operasi yang dibutuhkan dalam 18 tahun pertama
kehidupan pasien untuk merekonstruksi wajah sepenuhnya. Perlakuan
terhadap facial cleft dapat dibagi pada daerah wajah: anomali tengkorak,
anomali orbita dan mata, anomali hidung dan anomali midface mulut.
1. Terapi anomali orbital / mata
Anomali pada orbital / mata yang paling umum terlihat pada anak dengan
sumbing wajah adalah coloboma dan distopia vertikal
a. Coloboma
Coloboma adalah celah yang terdapat pada kelopak matabawah atau
atas. Kondisi ini harus ditutup sesegera mungkin, untuk mencegah
kekeringan mata dan hilangnya penglihatan secara bertahap (Coruh &
Gunay, 2003).
b. Distopia Orbit vertikal
Distopia orbital vertikal dapat terjadi pada lantai orbital dan atau rahang
atas. Distopia orbit vertikalberarti bahwa mata tidak terletak pada garis
horizontal yang sama di wajah (satu mata lebih rendah dari yang lain).
Pengobatan ini didasarkan pada rekonstruksi lantai orbital, dengan
menutup celah Boney atau merekonstruksi lantai orbital menggunakan
graft tulang (Coruh & Gunay, 2003).
c. Hypertelorism
Ada banyak jenis operasi yang dapat dilakukan untuk mengobati
hypertelorism. 2 pilihan tersebut adalah osteotomy dan bipartition wajah
(juga disebut sebagai fasiotomi median). Tujuan dari box osteotomy
adalah untuk membawa orbita lebih dekat bersama-sama dengan
menghapus sebagian dari tulang antara orbit, untuk melepaskan kedua
orbit dari struktur tulang di sekitarnya dan menggerakkan orbita lebih ke
tengah wajah. Tujuan dari bipartition wajah tidak hanya untuk membawa
orbita lebih dekat bersama-sama, tetapi juga menciptakan lebih banyak
ruang di rahang atas. Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan rahang
dan tulang frontal, menghapus spotong tulang berbentuk segitiga dari dahi
dan tulang hidung, serta menarik dua potong dahi bersama-sama. Tidak
hanya hypertelorism yang akan teratasi setelah dilakukan tarikan tulang
frontal secara bersama-sama, tapi karena tindakan ini juga, ruang antara
kedua bagian rahang atas akan menjadi lebih luas (Marchac et al., 2012).

2. Terapi anomali hidung


Anomali hidung yang ditemukan pada kelainan sumbing bervariasi.
Tujuan utama dari perawatan ini adalah untuk merekonstruksi hidung
untuk mendapatkan hasil yang diterima secara fungsional dan estetika.
Rekonstruksi hidung dengan flap dahi didasarkan pada reposisi penutup
kulit dari dahi ke hidung. Kelemahan rekonstruksi ini adalah bahwa
setelah dilakukan pada usia yang lebih muda, flap tidak dapat diperpanjang
pada tahap berikutnya. Operasi kedua sering diperlukan jika operasi
dilakukan pada usia dini, karena hidung memiliki pertumbuhan yang
terbatas di daerah celah. Perbaikan alae (sayap hidung) sering
membutuhkan inset cangkok tulang rawan, biasanya diambil dari telinga.
Selain itu, cleft pada nasal juga dapat direkonstruksi dengan menggantikan
kartilago lateral bawah yang tidak ada dengan kartilago konka melalui
pendekatan endonasal (Jhamb & Mohanty, 2008).
3. Terapi anomali Midface
Perlakuan bagian jaringan lunak dari anomali midface sering
merupakan rekonstruksi dari skin flap pipi. Skin flap ini dapat digunakan
untuk operasi lain di lain waktu, karena dapat dibangkitkan lagi dan
dialihkan lagi. Pada pengobatan anomali midface umumnya dibutuhkan
operasi lebih banyak.
Metode yang paling umum untuk merekonstruksi midface adalah
dengan menggunakan garis fraktur sayatan atau seperti yang dijelaskan
oleh Rene Le Fort. Bila sumbing melibatkan rahang atas, kemungkinan
bahwa terhambatnya pertumbuhan akan menghasilkan tulang rahang yang
lebih kecil di seluruh 3 dimensi (tinggi, proyeksi, lebar) (Agarwal, 2003;
Figueroa & Polley 2007)

4. Terapi anomali Mulut


Ada beberapa pilihan untuk pengobatan anomali mulut seperti
sumbing Tessier 2-3-7. Celah ini juga terlihat dalam berbagai gejala
seperti sindrom treacher collins dan microsomia hemifacial, yang
membuat perawatan jauh lebih rumit. Dalam hal ini, perlakuan terhadap
anomalimulut merupakan bagian dari pengobatan sindrom.
Rencana terapi dari celah wajah dibuat setelah diagnosis. Rencana
ini mencakup setiap operasi yang dibutuhkan dalam 18 tahun pertama
kehidupan pasien untuk merekonstruksi wajah sepenuhnya. Perlakuan
terhadap facial cleft dapat dibagi di berbagai wilayah wajah: anomali
tengkorak, anomali orbit dan mata, anomali hidung dan anomali midface
mulut.
1. Osteostomi
Tujuan dari box osteotomi adalah untuk membawa orbita lebih dekat
bersama-sama dengan menghapus sebagian dari tulang antara orbit, untuk
melepaskan kedua orbit dari struktur tulang di sekitarnya dan
menggerakkan orbita lebih ke tengah wajah. Tujuan dari bipartition wajah
tidak hanya untuk membawa orbita lebih dekat bersama-sama, tetapi juga
untuk menciptakan lebih banyak ruang di rahang atas. 
Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan rahang dan tulang frontal,
menghapus sepotong tulang berbentuk segitiga dari dahi dan tulang hidung
dan menarik dua potong dahi bersama-sama. 

Tidak hanya hipertelorisme yang akan teratasi setelah dilakukan tarikan


tulang frontal secara bersama-sama, tapi karena tindakan ini juga, ruang
antara kedua bagian rahang atas akan menjadi lebih luas (Marchac et al.,
2012).

Gambar 6. Box osteostomi dan facial bipartition

2. Rekonstruksi hidung dengan Flap dahi


Tujuan utama dari perawatan ini adalah untuk merekonstruksi hidung
untuk mendapatkan hasil yang diterima secara fungsional dan
estetika. Rekonstruksi hidung dengan flap dahi didasarkan pada reposisi
penutup kulit dari dahi ke hidung. Kelemahan rekonstruksi ini adalah
bahwa setelah dilakukan pada usia yang lebih muda, flap tidak dapat
diperpanjang pada tahap berikutnya. Operasi kedua sering diperlukan jika
operasi dilakukan pada usia dini, karena hidung memiliki pertumbuhan
yang terbatas di daerah celah. Perbaikan alae (sayap hidung) sering
membutuhkan inset cangkok tulang rawan, biasanya diambil dari telinga.
Selain itu, cleft pada nasal juga dapat direkonstruksi dengan menggantikan
kartilago lateral bawah yang tidak ada dengan kartilago konka melalui
pendekatan endonasal (Jhamb & Mohanty, 2008).

3. Skin flap midface


Perlakuan bagian jaringan lunak dari anomali midface sering merupakan
rekonstruksi dari skin flap pipi. Skin flap ini dapat digunakan untuk
operasi lain di lain waktu, karena dapat dibangkitkan lagi dan dialihkan
lagi. Pada pengobatan anomali midface umumnya operasi lebih banyak
dibutuhkan. Metode yang paling umum untuk merekonstruksi midface
adalah dengan menggunakan garis fraktur sayatan atau yang seperti
dijelaskan oleh René Le Fort. Bila sumbing melibatkan rahang atas,
kemungkinan bahwa terhambatnya pertumbuhan akan menghasilkan
tulang rahang yang lebih kecil di seluruh 3 dimensi (tinggi, proyeksi,
lebar) (Agarwal, 2003; Figueroa & Polley, 2007).

H. PREVENTIF
Sulit untuk mengatakan apa yang mungkin mencegah anak-anak
yang lahir dengan sumbing karena beberapa penyebabnya yang masih
belum jelas. Terdapat faktor genetik dan lingkungan yang mendasari.
Diagnosis prenatal terhadap facial cleft dapat dilakukan melalui
pemeriksaan ultrasound. Untuk mempersiapkan orangtua secara optimal,
terutama dalam masa mempertahankan kehamilan dan menyambut
kelahiran bayi, perlu dilakukan konseling prenatal mengenai efek
malformasi terhadap kualitas hidup anak.
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh U.S. National Institute of
Health adalah bahwa ibu yang mengkonsumsi asam folat pada masa
kehamilannya akan menurunkan resiko memiliki anak dengan facial cleft
secara signifikan. Jadi, asam folat memberikan kontribusi untuk risiko
yang lebih rendah dari anak yang lahir dengan facial cleft. Menghindari
konsumsi obat-obat yang bersifat teratogenik juga merupakan salah satu
langkah preventif pada terjadinya facial cleft.
PAG

BAB III
KESIMPULAN

Facial cleft meliputi suatu variasi yang luas dari


dismorfogenesis kraniofasial. Semua bagian fasial dan lapisan jaringan
pada wajah dapat terkena dampak dismorfogenesis tersebut. Cleft dapat
terjadi secara unilateral maupun bilateral, di midline wajah, paramedian,
maupun oblique. Jaringan lunak atau elemen tulang yang terkena
menunjukkan pola pertumbuhan yang terganggu dan menunjukkan
deformitas yang makin jelas dan bertambah berat dari seiring
pertambahan umur. Dikaranakan anomali wajah pada facial cleft dapat
terjadi dalam spektrum yang luas, terdapat banyak upaya untuk
mengklasifikasikan facial cleft. Beberapa klasifikasi didasarkan pada
posisi satu cleft dalam hubungannya dengan cleft lain, arah cleft, periode
gangguan pertumbuhan dimana cleft terjadi, atau area dimana
malformasi wajah berasal. Klasifikasi yang paling diterima secara luas
dan paling banyak digunakan adalah klasifikasi Tessier dan van der
Meulen.

Pada terapi facial cleft, kesuksesan operasi inisial bergantung


terutama pada penutupan cleft dengan jaringan lunak dan graft tulang.
Namun, tahun demi tahun bidang ilmu bedah mengalami kemajuan
dimana operasi facial cleft mengacu pada restorasi anatomi dari struktur
wajah yang mengalami deformasi. Teknik baru tersebut meliputi
pengenalan operasi muscular untuk repair cleft lip dan osteotomi.
Gagasan osteotomi Le Fort III, sebagai contoh, diadaptasi dari metode
operasi trauma fasial oleh Gillies dan Harrison. Osteotomi ini digunakan
untuk memajukan bagian midface pada pasien dengan malformasi
kraniofasial kongenital.
PAG

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal P. 2003. Median facial dysplasia: A review. Indian J Plastic


Surg. 36(2): 126-130.
Booth, P.W., Carrigan, M., and McGurk, M. 2008. The face, mouth,
tongue, and jaws: the maxillofacial regioin. Annals of
Medical and Health Sciences Research 13:1-3
Butow KW, Botha A. 2010. A classification and construction of
congenital lateral facial clefts. J Craniomaxillofac Surg.
doi:10.1016/j.jcms.2010.02.007.
Coruh, A. and Gunay, G.K. 2003. A surgical conundrum: tessier number
4 cleft. Cleft Palate-Craniofacial Journal 42(1):102-106
Chauhan DS, Guruparasad Y. 2012. Bilateral Tessier’s 7 Cleft with
Maxillary Duplication. J. Maxillofac. Oral Surg. doi
10.1007/s12663-012-0346-x.
Figueroa AA, Polley JW. 2007. Management of the severe cleft and
syndromic midface hypoplasia.Orthod Craniofac Res.10(3):167-
179.
Freitas RDS, Cruz GADOE, Colpo PG, Balbinot P, De Souza MM,
Marchioro F, Corotti V. Surgical correction of Tessier
number 10 cleft. Rev Bras Cir Craniomaxilofac 2010; 13(3):
161-164.
Ghareeb FM, Hanafy AM. 2003. Surgical planning and correction of
median craniofacial cleft. Egypt J Plast Recont Surg. 27
(1): 143- 152.
Gokrem S, Ozdemir OM, Katircioglu A, Sen Z, Ersoy A, Emiroglu M,
Gultan S. 2002. A Rare Craniofacial Cleft: Tessier No. 7: A
Retrospective Analysis. Journal Of Ankara Medical
School. 24(2): 63-68.
PAG

Jhamb A, Mohanty S. 2008. A chronicle of Tessier no. 0 and 1 facial cleft


and its surgical management. J Maxillofac Oral Surg. 8(2):178–
180.
Kara, G. and Ocsel, H. 2000. The tessier number 5 cleft with associated
extremity anomalies. Cleft Palate-Craniofacial Journal
38(5):529-532.
Marchac D, Sati S, Renier D, Deschamps-Braly J, Marchac A. 2012.
Hypertelorism correction: what happens with growth?
Evaluation of a series of 95 surgical cases. Plast
ReconstrSurg. 129(3):713-727. doi:
10.1097/PRS.0b013e3182402db1.
Ortiz-Monasterio F. 2008. Rare Cranio-facial Clefts.
http://www.cpmundi.org/adjuntos/manuales/es/rare_cranio-
facial_clefts-5.pdf [Diakses pada 13 Mei 2013].
Rey-Bellet C, Hohlfeld J. 2004. Prenatal diagnosis of facial clefts:
evaluation of a specialised counseling. Swiss Med Wkly. 1 3 4 : 6
4 0 – 6 4 4.
Theoret CL, Grahn BH, Fretz PB. 1997. Incomplete nasomaxillary
dysplasia in a foal. Can Vet J. 38: 445-447.
Van der Meulen JCH. 1985. Oblique Facial Clefts: Pathology, Etiology,
and Reconstruction. Plastic And Reconstructive Surgery. 76(2):
211-224.
Versnel, L.S. 2010. Causes, Treatment. and Consequences of Rare
Facial Clefts. Thesis. Rotterdam: Erasmus Univerteit
Rotterdam.

Anda mungkin juga menyukai