Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
Skenario 1 . Tumbuh Kembang Hidung dan Palatum
Lucu dan menggemaskan . itulah kesan pertama kali muncul tatkala
melihat wajah Sadiati. Sayang wajah bocah perempuan berusia 8 bulan ini harus
tersiksa dengan kecacatan pada bibirnya. Sadiati terlahir dengan cleft lip,
ketidaksempurnaan yang dimiliki putri bungsu keluarga Wati sudah dirasakan saat
si jabang bayi masih dalam kandungan. Wati tetap tidak mengerti , mengapa anak
bungsunya ini berbeda dengan kakak- kakaknya yang lain. Lahir dengan cleft lip.
Ia pun mencoba bertanya kepada dokter, tetapi jawabannya pun tidak memuaskan
Wati. Oleh karena itu sang ibu kini hanya bisa pasrah dan mencari jalan
bagaimana anaknya dapat hidup normal. Hidup dengan kondisi serba kekurangan,
membuat Wati dan keluarga tidak bisa berbuat apa-apa demi kesembuhan
putrinya. Pada pembahasan ini kita fokuskan untuk membahas tumbuh kembang
hidung dan palatum karena tumbuh kembang hidung dan palatum dapat
mempengaruhi

keharmonisan

tumbuh

kembang

dentikraniofasial

secara

keseluruhan.
1.1 Latar Belakang
Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi
sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung
relatif tinggi pada bayi dan akan melambat selama masa kanak-kanak dan
kemudian meningkat kembali selama pubertas dan akhirnya laju pertumbuhan
menjadi melambat sampai maturitas. Ketiga faktor yang berpengaruh pada hasil
akhir

ukuran

tubuh

manusia

adalah

waktu

mulai

terjadi

percepatan

pertumbuhan,besarnya percepatan pertumbuhan dan waktu pertumbuhan berakhir


(Myrtati,2008; Melani dkk., 2012)
Pada hampir semua mahluk hidup suatu generasi baru dimulai dari suatu
telur yang telah difertilisasi (dibuahi), atau zigot yaitu suatu sel hasil
penggabungan dari sel induk betina dan sel induk jantan, dimana masing-

masing induk berperan dalam menentukan sifat-sifat individu baru yakni


dalam hal ukuran, bentuk, perlengkapan fisiologis dan pola perilakunya.
Selama

minggu

ke-4

intra uterin,

mesensim

yang

berasal

dari

mesodermal paraaksial dan neural crest berkondensasi antara otak sedang


berkembang dan foregut membentuk dasar kapsul ektomeningeal. Kondensasi
ini

merupakan

pembentukan awal

dari

tengkorak.

Walau

demikian,

perkembangan tetap berlangsung lebih lanjut setelah perkembangan primordial


dari beberapa struktur cranial lainnya, seperti otak, saraf cranial, mata dan
pembuluh darah (Syahrum dkk, 1994).
Pertumbuhan dan perkembangan orokraniofacial pada embrio meliputi
rongga mulut, facial, rongga hidung dan sinus paranasal, maxilla, palatum,
mandibula, lidah, kelenjar saliva, temporo mandibular joint, serta kelenjar tiroid.
Apabila dalam proses pertumbuhan dan perkembangan orokraniofasial terjadi
gangguan seperti trauma dan lain-lain maka akan mengakibatkan anomali baik itu
pada gigi maupun pada palatum dan bibir. Oleh sebab itu, maka seorang dokter
gigi professional harus mempunyai ilmu pengetahuan tentang pertumbuhan dan
perkembangan orocraniofacial pada embrio untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam mengenai hubungan structural antar organ dan gangguan pada
pertumbuhan dan perkembangan yang mungkin terjadi.
1.2 Step 1 ( Identifikasi Kata Sulit )
1. Cleft Lip

: Kelainan bawaan yang terjadi oleh karena tidak adanya

penyatuan (fusi) secara normal dari bibir pada proses embrional yang
dapat terjadi sebagian atau sempurna. Cleft lip dapat dikoreksi dengan
tindakan labioplasti, yaitu tindakan pembedahan untuk menutup celah
pada bibir. Rekonstruksi celah bibir bertujuan untuk mengembalikan
bentuk anatomi yang senormal mungkin.
2. Dentikraniofasial

: Struktur anatomi yang berhubungan dengan

pertumbuhan dan perkembangantengkorak, rahang gigi ataupun kombinasi


gigi dan rahang.
3. Palatum: Bagian langit-langit mulut.
1.3 Step 2 (Rumusan Masalah)
2

1. Bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangan hidung dan palatum?


2. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
hidung dan palatum?
3. Bagaimana perubahan secara seluler dan morfologis bila terjadi gangguan
pada saat pertumbuhan dan perkembangan hidung dan palatum?
4. Selain kelainan cleft lip dan cleft palate kelainan apa saja yang bisa
terjadipada pertumbuhandan perkembangan hidung dan palatum?
1.4 Step 3 (Identifikasi Masalah)
1. Bagaimana proses pertumbuhan dan perkembangan hidung dan palatum?
Jawab:
a) Hidung
Pada minggu kelima masa perkembangan stomodeum dikelilingi oleh
beberapa prosessus dan mesenkim. Sebelah kaudal terdapat prosesus mandibularis
yang berasal dari lengkungan bronkialis pertama, sebelah lateral terdapat sedikit
penginggian berbentuk segitiga yang disebut dengan prosesus maksilaris yang
berkembang dari permukaan kranial bagian dorsal prosesus mandibularis dan
peninggian ini diliputi oleh ektoderm. Dibagian kranial stomodeum terdapat
prosesus frontonasalis. Pada permukaan prosesus frontonasalis, ektoderm
membentuk dua penebalan bundar atau plakod nasal. Plakod nasal akan
berkembangmenjadi epithel olfaktorius. Dibawahnya terdapat sel-sel mesenkin
yang berdiferensiasi menjadi prosessus nasalis medialis dan lateralis. Prosessus
nasalis medialis berkembang kearah kaudal dari pada yang lateralis, sehingga
bagian medialis lebih menonjol dari pada yang lateralis. Plakod nasal akan
menetap dan membentuk dasar cekungan diantara prosessus-prosessus ini. Dan
kemudian akan berkembang menjadi bakal rongga hidung. Hidung luar dibentuk
oleh prosessus nasalis, prosessus nasalis medialis membentuk bagian tengah
hidung, prosessus nasalis lateralis membentuk alae hidung.

b) Palatum

Pada saat yang bersamaan dengan proses terbentuknya rongga hidung.


Prosessus maksilaris terus bertambah ukurannya dan tumbuh kearaah sentral.
Setiap prosessus akan bertemu dengan prosessus nasalis medialis namun sebelum
bersatu terdapat duktus nasolakrimalis diantara keduanya. Pertumbuhan prosessus
maksilaris yang lebih kearah ventral akan menututi tepi bawah rongga hidung dan
akan berfusi dengan prosessus nasalis medialis. Sehingga lubang nasal sekarang
disebut dengan garis eksterna primitif. Kedua prosessus nasalis medialis
bergabung pada garis tengah dan bagian ujung-ujungnya terdapat proliferasi
mesenkim yang akan membentuk regio premaksilaris. Regio inilah yang akan
membentuk fitrum bibir atas bagian tengah, prosessus alveolaris atas yang
membawa gigi insisivus dan palatum primitif. Jadi bibir atas dibentuk oleh dua
prosessus nasalis medialis. Sedangkan bagian bibir bawah dibentuk oleh
gabungan prosessus mandibularis.
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
hidung dan palatum?
Jawab:
Faktor lingkungan prenatal yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang
janin mulai dari konsepsi sampai lahir, antara lain :
a.

Gizi ibu pada waktu hamil


Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada waktu

sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR/lahir mati, menyebabkan


cacat bawaan, hambatan pertumbuhan otak, anemia pada bayi baru lahir,bayi baru
lahir mudah terkena infeksi, abortus dan sebagainya.
b.

Mekanis
Trauma dan cairan ketuban yang kurang, posisi janin dalam uterus dapat

kelainan bawaan, talipes, dislokasi panggul, tortikolis kongenital, palsi fasialis,


atau kranio tabes.

c.

Toksin/zat kimia

Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi antara
lain obat anti kanker, rokok, alkohol beserta logam berat lainnya. Zat-zat teratogen
ini sangat rentan pada masa organogenesis.
d.

Endokrin
Hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin, adalah

somatotropin, tiroid, insulin, hormon plasenta, peptida-peptida lainnya dengan


aktivitas mirip insulin. Apabila salah satu dari hormon tersebut mengalami
defisiensi

maka

dapat

menyebabkan

terjadinya

gangguan

pada

pertumbuhan susunan saraf pusat sehingga terjadi retardasi mental, cacat bawaan
dan lain-lain.
e.

Radiasi
Radiasi pada janin sebelum umur kehamilan 18 minggu dapat

menyebabkan kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat bawaan


lainnya, sedangkan efek radiasi pada orang laki-laki dapat menyebabkan cacat
bawaan pada anaknya.
f.

Infeksi
Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH

(Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex). Sedangkan infeksi


lainnya yang juga dapat menyebabkan penyakit pada janin adalah varisela,
malaria, polio, influenza dan lain-lain.
g.

Stres
Stres yang dialami oleh ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi

tumbuh kembang janin, antara lain cacat bawaan, kelainan kejiwaan dan lain-lain.
h.

Imunitas
Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrops

fetalis, kern ikterus, atau lahir mati.


i.

Anoksia embrio
Menurunnya oksigenisasi janin melalui gangguan pada plasenta atau tali

pusat, menyebabkan BBLR.

3. Bagaimana perubahan secara seluler dan morfologis bila terjadi gangguan


pada saat pertumbuhan dan perkembangan hidung dan palatum?
Jawab:
Proses terbentuknya cleft lip sudah dimulai sejak minggu-minggu awal
kehamilan ibu. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langitlangit rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan
yang berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di tengah-tengah. Bila
jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau
langit-langit rongga mulut. Sebenarnya penyebab mengapa jaringan-jaringan
tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. Akan tetapi
faktor penyebab yang diperkirakan adalah kombinasi antara faktor genetik dan
faktor lingkungan seperti obat-obatan, penyakit atau infeksi yang diderita ibu saat
mengandung, konsumsi minuman beralkohol atau merokok saat masa kehamilan.
Resiko terkena akan semakin tinggi pada anak-anak yang memiliki saudara
kandung atau orang tua yang juga menderita kelainan ini, dan dapat diturunkan
baik lewat ayah maupun ibu. Cleft lip dan cleft palate juga dapat merupakan
bagian dari sindroma penyakit tertentu. Kekurangan asam folat juga dapat memicu
terjadinya kelainan ini.
4. Selain kelainan cleft lip dan cleft palate kelainan apa saja yang bisa terjadi
pada pertumbuhandan perkembangan hidung dan palatum?
Jawab:
1. Kista epitel (Epstein Pearl)
Terbentuk di sepanjang raphe median palatum keras dan pada pertemuan
palatum keras dan lunak.
2. Kista retensi kelenjar mukosa (Bohn Nodule)
Terbentuk pada permukaan bukal dan lingual ridge alveolar.
3. Kista lamina gigi
Terdiri dari sisa epitel lamina, terbentuk pada crest ridge alveolar.
4. Kista duktus nasopalatina
Umumnya terletak di bagian depan palatum.

5. Kesulitan berbicara hipernasalitas, artikulasi, kompensatori


Dengan adanya celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran
sehingga suara yang keluar menjadi sengau.
6. Maloklusi pola erupsi gigi abnormal
Jika celah melibatkan tulang alveol, alveol ridge terletak disebelah palatal,
sehingga disisi celah dan didaerah celah sering terjadi erupsi.
7. Aspirasi
Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek menghisap dan
menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi.
8. Distress pernafasan
Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong secara dini, akan
mengakibatkan distress pernafasan.
9. Resiko infeksi saluran nafas
Adanya celah pada bibir dan palatum dapat mengakibatkan udara luar
dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh, sehingga kuman kuman dan bakteri
dapat masuk ke dalam saluran pernafasan.
10. Pertumbuhan dan perkembangan terlambat
Dengan adanya celah pada bibir dan palatum dapat menyebabkan
kerusakan menghisap dan menelan terganggu.
11. Asimetri wajah
Jika celah melebar ke dasar hidung alar cartilago dan kurangnya
penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris wajah.
12. Penyakit periodontal
Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang tidak mencukupi di
dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek distal dan medial
insisivus pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal.

1.5. Step 4 ( Mapping )


Dentokraniofasial

Rongga Hidung

Palatum
Palatum primer
Palatum sekunder

Proses
Faktor
Eksternal

Internal

Kelainan
1.6. Step 5 ( Learning Objection )
Mahasiswa mampu menjelaskan :
1. Proses pertumbuhan dan perkembangan hidung dan palatum.
2. Faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
hidung dan palatum.
3. Perubahan seluler dan morfologis bila terjadi gangguan pada saat
pertumbuhan dan perkembangan hidung dan palatum.
4. Kelainan yang bisa terjadi pada pertumbuhan dan perkembangan hidung
dan palatum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelainan Kongenital Facio-Oral
Kelainan kongenital facio-oral adalah salah satu kelainan kongenital
mayor dimana cacat lahir pada bayi terjadi malformasi atau tidak membentuk
dengan sempurna pada area wajah janin. Salah satu kelainannya adalah sumbing.
Sumbing adalah pemisahan dalam struktur tubuh, sering dihasilkan dari kegagalan
jaringan untuk tumbuh bersama-sama dengan benar. Sumbing dapat melibatkan
bibir, langit-langit mulut (palatum durum) atau jaringan lunak di bagian belakang
mulut (palatum molle).
Bibir sumbing (cleft lip) adalah pemisahan dari dua sisi bibir dan sering
meliputi tulang rahang dan atau gusi. Kelainan bibir sumbing bervariasi dari bibir
hingga ke bagian hidung. Sedangkan cleft palatum adalah sebuah lubang di langitlangit mulut. Kedua sisi langit-langit gagal untuk bergabung.
Bibir sumbing dengan atau tanpa sumbing langit-langit dan sumbing
langit-langit terisolasi adalah dua kondisi yang berbeda. Dalam sumbing
terisolasi, langit-langit sumbing terjadi dengan sendirinya, tanpa bibir sumbing
atau kelainan lainnya.
Perkembangan prenatal terdiri dari tiga tahap yaitu,
1. Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat pembuahan
sampai akhir minggu ketiga kehamilan.
2. Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu keempat sampai minggu
ketujuh kehamilan
a. Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitive
b. Jaringan saraf berpoliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung
saraf (neural tube) dan fleksi dari segmen anterior membentuk bagianbagian otak.
c. Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui
sistem vaskularisasi yang baru terbentuk meskipun struktur jantung
belum terbentuk sempurna.
d. Terlihat primordial dari struktur wajah, ekstremitas dan organ dalam

3. Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada
tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam
ukuran: pertumbuhan progresif structural skeletal, muskulus dan terutama
otak.
2.2 Embriogenesis
2.2.1 Embriogenesis Wajah

Gambar 2.1 A. Janin pada akhir minggu keempat yang memperlihatkan posisi
arkus faring. B. Janin berumur 4,5 minggu yang memperlihatkan prominensia
mandibularis dan maksilaris.
Pada akhir minggu keempat, muncul prominensia fasialis yang terutama
terdiri dari mesenkim yang berasal dari kristaneuralis dan dibentuk terutama oleh
pasangan pertama arkus faring. prominensia frontonasalis yang dibentuk terutama
oleh proliferasi mesenkim yang terletak ventral dari vesikula otak, membentuk
batas atas stomodeum. Dikedua sisi prominensia frontonasalis, muncul penebalan
local permukaan ectoderm, plakoda nasalis.
Selama minggu kelima, plakoda nasalis (lempeng hidung) tersebut
mengalami invaginasi untuk membentuk fovea nasalis (lekukan hidung). Selama
dua minggu berikutnya, prominensia maksilaris tersebut bertambah besar. Secara
bersamaan, tonjolan ini tumbuh kearah medial, menekan prominensia nasalis
mediana kea rah garis tengah. Selanjutnya, celah antara prominensia nasalis
mediana dan prominensia maksilaris lenyap dan keduanya menyatu. Karena itu,
bibir atas dibentuk oleh dua prominensia nasalis mediana dan dua prominensia

10

maksilaris. Bibir bawah dan rahang dibentuk oleh prominensia mandibularis yang
menyatu di garis tengah.
2.2.2 Embriogenesis Hidung

Gambar 2.2 A. Potongan frontal melalui kepala janin 7,5 minggu. Lidah telah
bergeser ke bawah dan bilah-bilah palatum telah mencapai posisi horizontal.
B. Pandangan ventral bilah-bilah palatum setelah rahang dan lidah diangkat.

Segmen

intermaksila

terbentuk

akibat

pertumbuhan

prominensia

maksilaris ke medial, kedua prominensia nasalis mediana menyatu tidak hanya di


permukaan tetapi juga di bagian yang lebih dalam. Struktur ini terdiri dari
komponen bibir yang membentuk filtrum bibir atas; komponen rahang atas yang
membawa empat gigi seri; dan komponen palatum yang membentuk palatum
primer yang berbentuk segitiga. Segmen intermaksila bersambungan dengan
bagian rostral septum nasal yang dibentuk oleh prominensia frontalis.
2.2.3 Palatum Sekunder
Meskipun palatum primer berasal dari segmen intermaksika, bagian utama
palatum definitive dibentuk oleh dua pertumbuhan berbentuk bilah (shelves) dari
prominensia maksilaris. Pertumbuhan keluar ini, palatine shelves (bilah palatum),
muncul pada minggu keenam perkembangan dan mengarah oblik ke bawah di
kedua sisi lidah. Namun, pada minggu ketujuh, bilah-bilah palatum bergerak ke

11

atas untuk memperoleh posisi horizontal diatas lidah dan menyatu, membentuk
palatum sekunder.
2.2.4 Rongga hidung
Struktur yang ikut membentuk wajah.:
Prominensia
1. Frontonasalis

Struktur yang dibentuk


Dahi,
jembatan
hidung
prominensia

nasalis

mediana

serta
dan

2. Maksilaris
3. Nasalis mediana

lateralis
Pipi, bagian lateral bibir atas
Filtrum bibir atas, lengkung dan ujung

4. Nasalis lateralis
5. Mandibularis

hidung
Cuping hidung
Bibir bawah

Sinus udara paranasal berkembang sebagai divertikulum dinding hidung


lateral dan meluas ke dalam maksila, os ethmoidale, os frontale dan sfenoidale.
Sinus-sinus ini mencapai ukurannya yang maksimal selama pubertas dan ikut
membentuk wajah yang defintif. Namun hanya prominensia frontalis yang tidak
berpasangan, sedangkan yang lain berpasang-pasangan.

BAB III

12

PEMBAHASAN

3.1 Step 7 (Pembahasan Learning Objection)


3.1.1 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang proses pertumbuhan dan
perkembangan hidung dan palatum.
Pertumbuhan dan Perkembangan Fasial (Muka)
Pertumbuhan dan perkembangan fasial (muka) berasal dari 5 buah Fasial
Promordia, yaitu : Sebuah tonjolan Processus Fronto Nasalis di atas Stomodeum
Sepasang tonjolan Processus Maxillaris yang berasal dari Branchial Arch I,
terletak di Cranio Lateral Stomodeum. Sepasang tonjolan Processus Mandibularis
yang juga berasal dari Branchial Arch I, terletak di Caudal Stomodeum.
Pertumbuhan

dan

Perkembangan

Processus

Fronto

Nasalis

Dimulai pada minggu ke-4 sebagai dua buah penebalan ectoderm yang
terletak di latero processus fronto dan di atas stomodeumm disebut Nasal Placode.
Setelah embrio berumur 5 minggu terjadi lagi dua buah penonjolan yang
mengelilingi Nasal Placoda yang berbentuk tapal kudas yang disebut : Processus
Nasalis Medialis (medial) Processus Nasalis lateralis (lateral). Selanjutnya Nasal
Placoda akan menjadi dasar lekukan ke dalam dan membentuk Nasal Pit yang
nantinya akan merupakan lubang hidung atau Nostril. Sedangkan kedua Processus
nasalis medialis akan berfusi membentuk intermaxillary segment. Intermaxillary
segmente akan mengalami pertumbuhan dasn pertumbuhan perkembangan dalam
2

arah

yaitu

1. Ke arah caudal akan membentuik Phitrum


2. Ke arah medial akan membentuk Septum nasi Palatum Primer (processus
palatinus medialis) Premaxilla (yaitu tulang rahange atas bagian tengah yang
menunjang gigi-gigi.
Sedangkan processus nasalis lateralis akan membentuk ala nasi (yang akan
dipisahkan dari processus maxillaries oleh sulcus nasolacrimalis).
Pertumbuhan

dan

Perkembangan

Cavum

Nasi

Dimulai pada embrio umur kurang dari 6 minggu sebagai proses


invaginasi pada nasal placode sebagai dasar lekukannya. Mula-mula dibentuk

13

nasal pit, kemudian lekukan semakin meluas membentuk Saccus Nasalis. Soccus
nasalis ini masih belum berhubungan dengan cavum oris karena masih dipisahkan
oleh membran oronasal.
Setelah embrio berusia 7 minggu itu., membran oronasal pecah, hingga
terjadilah hubunan antara Cavum Nasi dan Cavum oris. Batas hubungan Cabum
Nasi dan Cavum oris di belakang Palatum Primer disebut Primitive Choanae.
Selain proses tersebut di atas, pada dinding Cavum Nasi terbentuk pula tonjolantonjolan yang disebut : Concha Nasalis Superior Concha Nasalisi Medius
Concha Nasalis Inferior dan dinding epitel atas Cavum Nasi (lapisan
ectoderm) juga mengalami diferensiasi membentuk serabut-serabut saraf N.
Olfaccorlus. Setelah palatun sekunder kanan dan kiri selesai berfusi dengan
septum nasi, maka terbentuklah Cavum Nasi yang sempurna. Dengan demikian
batas hubungan Cavum Nasi dan Cavum Orls kini di belakang palatum sekunder
dan disebut Definitive Chonchae.

Gambar 3.1 Pertumbuhan dan perkembangan cavum nasi

14

Gambar 3.2 Pembentukan dan perkembangan hidung dan palatum


Pertumbuhan dan Perkembangan palatum terjadi melalui beberapa tahap:
1. Palatum
Primer
(Processus
Palatinus
Medialis)
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa palatum primer dibentuk oleh
Intermaxillary Segment (fusi dari processus nasalis medialis) yang
berkembang

ke

arah

medial

dan

caudal

membentuk

Palatum

primer,septum nasi, premaxilla (tulang rahang atas yang menunjang gigi ,


philtrum (alur vertical pada bagian tengah bibir atas).
2. Palatum
Sekunder
(Processus
Palatinus

Lateralis)

Palatum sekunder (processus palatines lateralis) berasal dari processus


maxillaries. Mula-mula palatum sekunder berkembang ke arah bawah
karena masih adanya lidah embrional. Namun setelah rahang bawah (os
mandibula) berkembang, maka ruang bertambah besar, sehingga lidah
turun ke bawah. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan
palatum sekunder dapat berkembang ke arah mid line dan berfusi. Selain
itu septum nasi juga mengadakan fusi tangan kedua palatum sekunder
(kanan

dan

kiri).

15

Pertumbuhan

dan

Perkembangan

Selanjutnya

dari

Paltum

Sekunder menjadi :
1. Dorsal palatum primer. Terjadi proses ossifikasi disebut : Processus
Palatinus Ossis Maxillaris
2. Dorsal ad.1. Terjadi pula ossifikasi disebut Os Palatinum
3. Dorsal ad.2 . Pertumbuhan dan perkembangan pada dorsal ad.2 tidak
mengalami proses ossifikasi, disebut : Palatum Molle dan Uvulia
3.1.2 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan rongga hidung dan palatum dan
pengaruhnya.
Pengertian Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital atau kelainan bawaan adalah kelainan yang sudah ada
sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelainan Kongenital
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor
yang diduga dapat memengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
a.

Kelainan Genetik dan Kromosom.


Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh

atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant traits) atau kadang-kadang
sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya
kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkahlangkah selanjutnya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka
telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan
fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa
contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindrom Down
(mongolisme), kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma turner.
b.

Mekanik

16

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat


menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ
tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan
mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas
organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti talipes varus, talipes valgus,
talipes equinus dan talipes equinovarus (club foot).
c.

Infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang

terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.


Adanya infeksi tertentu dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan
gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama
di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan
kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus ialah :
1)

Infeksi oleh virus Rubella.


Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada

trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak,
kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung
bawaan.
2)

Infeksi virus sitomegalovirus (bulan ketiga atau keempat)


Kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya

gangguan pertumbuhan pada sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, retardasi


mental, mikrosefalus, atau mikroftalmia pada 5-10%.
3)

Infeksi virus toksoplasmosis


Kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah hidrosefalus,

retardasi mental, korioretinitis, mikrosefalus, atau mikroftalmia. Ibu yang


menderita infeksi toksoplasmosis berisiko 12% pada usia kehamilan 6-17 minggu
dan 60% pada usia kehamilan 17-18 minggu.
4)

Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil


Jika ditularkan kepada bayinya sebelum atau selama proses persalinan

berlangsung, bisa menyebabkan kerusakan otak, cerebral palsy, gangguan


penglihatan atau pendengaran serta kematian bayi.

17

5)

Sindroma varicella kongenital


Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh cacar air dan bisa

menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang. Kelainan bentuk
dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang berukuran lebih kecil dari
normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental.
d.

Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester

pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan


kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat
menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan
terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang
diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula
hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara
laboratorik belum banyak diketahui secara pasti.
e.

Faktor Ibu

1)

Umur
Usia ibu yang makin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat

meningkatkan risiko terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Contohnya


yaitu bayi sindrom down lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang mendekati masa menopause. Beberapa faktor ibu yang dapat
menyebabkan deformasi adalah primigravida, panggul sempit, abnormalitas
uterus seperti uterus bikornus, dan kehamilan kembar.
2)

Ras / Etnis
Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk

berbagai ras dan etnis, misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langitlangit bervariasi tergantung dari etnis, dimana insiden pada orang asia lebih besar
daripada pada orang kulit putih dan kulit hitam. Di Indonesia, beberapa suku ada
yang memperbolehkan perkawinan kerabat dekat (sedarah) seperti suku Batak
Toba (pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan pariban dapat disebut sebagai
perkawinan hubungan darah atau incest. Perkawinan incest membawa akibat pada
kesehatan fisik yang sangat berat dan memperbesar kemungkinan anak cacat.
3)

Agama

18

Agama berkaitan secara tidak langsung dengan kejadian kelainan


kongenital. Beberapa agama menerapkan pola hidup vegetarian seperti agama
Hindu, Buddha, dan Kristen Advent. Pada saat hamil, ibu harus memenuhi
kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan janinnya. Ibu yang vegetarian selama
kehamilan memiliki risiko lima kali yang lebih besar melahirkan anak laki-laki
dengan hipospadia atau kelainan pada penis. Penelitian yang dilakukan di Irlandia
menemukan bahwa wanita dengan tingkat vitamin B12 (dapat ditemukan dalam
daging, telur, dan susu) yang rendah ketika hamil berisiko lebih besar untuk
memiliki anak dengan cacat tabung saraf. Wanita yang mungkin menjadi hamil
atau yang sedang hamil disarankan untuk mengonsumsi suplemen asam folat.
4)

Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu berkaitan secara tidak langsung dengan kelainan

kongenital. Terbatasnya pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko tinggi


dan kurangnya kesadaran ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal
menyebabkan angka kematian perinatal meningkat. Pendidikan ibu yang rendah
menyulitkan berlangsungnya suatu penyuluhan kesehatan terhadap ibu karena
mereka kurang menyadari pentingnya informasi-informasi tentang kesehatan ibu
hamil.
5)

Pekerjaan
Masyarakat dengan derajat sosio ekonomi akan menunjukkan tingkat

kesejahteraannya dan kesempatannya dalam menggunakan dan menerima


pelayanan kesehatan. Pekerjaan ibu maupun suaminya akan mencerminkan
keadaan sosio ekonomi keluarga. Berdasarkan jenis pekerjaan tersebut dapat
dilihat kemampuan mereka terutama dalam menemukan makanan bergizi.
Khususnya pada ibu hamil,pemenuhan pangan yang bergizi berpengaruh terhadap
perkembangan kehamilannya. Kekurangan gizi saat hamil berdampak kurang baik
pada ibu maupun bayi yang dikandung, pada ibu dapat terjadi anemia, keguguran,
perdarahan saat dan sesudah hamil, infeksi, persalinan macet, sedang pada bayi
dapat menyebabkan terjadi berat badan lahir rendah bahkan kelainan bawaan lahir.
f.

Faktor Mediko Obstetrik


Hal-hal yang perlu diperhatikan pada faktor mediko obstetrik adalah umur

kehamilan, riwayat komplikasi, dan riwayat kehamilan terdahulu, dimana hal ini

19

akan memberi gambaran atau prognosa pada kehamilan pada kehamilan


berikutnya.
1)

Umur Kehamilan
Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama

haid yang terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas:


1. Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan
28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara 1.0002.500 gram.
2. Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada kehamilan
37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.
3. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu
atau lebih dari waktu partus cukup bulan.
4. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sekitar 26,5% bayi kelainan
kongenital lahir pada umur kehamilan < 36 minggu (kurang bulan).
2)

Riwayat Kehamilan Terdahulu


Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan risiko adalah persalinan

prematur, perdarahan, abortus, lahir mati, preeklampsia, eklampsia, dan lain-lain.


Dengan memperoleh informasi yang lengkap tentang riwayat kehamilan ibu pada
masa lalu diharapkan risiko kehamilan yang dapat memperberat keadaan ibu dan
janin dapat diatasi dengan pengawasan obstetrik yang baik.
3)

Riwayat Komplikasi
Risiko terjadinya kelainan kongenital terjadi pada bayi dengan ibu

penderita diabetes melitus adalah 6% sampai 12%, yang empat kali lebih sering
daripada bayi dengan ibu yang bukan penderita diabetes melitus. Keturunan dari
ibu dengan insulin-dependent diabetes mellitus mempunyai risiko 5-15% untuk
menderita kelainan kongenital terutama PJB, defek tabung saraf (neural tube
defect) dan agenesis sacral. Penyakit ibu lain yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kongenital adalah epilepsi. Risiko meningkat sekitar 6% untuk
timbulnya bibir sumbing dan PJB dari ibu penderita epilepsi.
g.

Faktor Hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian

kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu

20

penderita

diabetes

mellitus

kemungkinan

untuk

mengalami

gangguan

pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.


h.

Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat

menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup
besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen
yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkannya.
i.

Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan

dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikanpenyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang kurang gizi lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya
defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat
menaikkan kejadian & kelainan kongenital.
1. Asam Folat
Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit
untuk ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber
makanan memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya
diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin
memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan
bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis.
Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan
sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam
menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka
panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam
mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan
bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah
orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit sumbing.
2. Vitamin B-6

21

Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah


orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga
kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau
antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi celah orofasial dan defisiensi
vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut
sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percoban. Namun penelitian pada
manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya
celah. 25,30
3. Vitamin A
Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan
resiko terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah
peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu
menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada
babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid
dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang
gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di
Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada
wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa
perikonsepsional
j.

Faktor-faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor

janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenital tidak
diketahui.

3.1.3 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang perubahan

yang terjadi

apabila terdapat kesalahan pada pertumbuhan dan perkembangan palatum


dan hidung.

22

Menurut Dudas 2007 ada beberapa teori mekanisme cleft lip yaitu :
1. Teori Fusi / Klasik
Teori ini menjelaskan bahwa pada akhir minggu keenam dan awal minggu
ketujuh masa kehamilan, prosesus maksilaris berkembang kearah depan menuju
garis median, mendekati prosesus naso medialis dan kemudian bersatu. Bila
terjadi kegagalan fusi antara procesus maksilaris dengan prosesus medialis
menyebabkan cleft lip.
2. Teori Hambatan Perkembangan / Penyusupan
Teori ini menjelaskan mengenai

mesoderm

yang mengadakan

penyusupan menyeberangi celah sehingga bibir atas berkembang normal.Victor


veau bersama Hochste termenyata kan bila terjadi kegagalan migrasi mesodermal
menyeberangi celah maka celah bibir terbentuk.
3. Teori Mesodermal
Pada minggu kedua kehamilan membrane brankhial perlu mesodermal
yang bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi kearah muka.Bila
mesodermal tidak ada maka pertumbuhan embrio membrane brankhial akan pecah
sehingga akan terbentuk celah bibir.
4. Teori Gabungan
Adanya fusi prosesus maksilaris dan penggabungan kedua prosesus naso
medialis yang penggabungan tersebut kelakakan membentuk bibir bagian tengah.
Kelainan yang di sebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan yang
tidak normal:

Celah bibir dan palatum: terjadi kegagalan penyatuan procecus fasialis


yang merupakan bagian dari ektoderm.

Celah pada palatum primer dapat terjadi karena kegagalan mesoderm


untuk berpenetrasi ke dalam grooves diantara procecus maxila dan
procecus nasalis media.

Celah pada palatum sekunder: kegagalan palatine shelf untuk berfusi.

Pada embrio yang normal epitel diantara median dan lateral nasal prosesus
dipenetrasikan oleh mesenkim dan berfusi. Jika penetrasi terpisah maka
akan membentuk celah

23

Perubahan kuantitas dari neural crest , tingkat migrasi sangat berpengaruh


dalam membentuk celah bibir maupun palatum dengan merubah hubungan
prosesus yang satu dengan yang lain.

Gambar 3.3
Keterangan gambar :
A. Palatum yang normal
B. Bibir Sumbing unilateral yang meluas ke hidung. Merupakan
kegagalan penyatuan dan terjadi celah pada anterior foramen
insisivum.
C. Sumbing unilateral yang mengenai bibir dan rahang meluas ke
foramen insisivum. Merupakan kegagalan pada penyatuan
maxila antara gigi seri lateral dan taring yang meluas ke
foramen insisivum.
D. Sumbing bilateral mengenai bibir dan rahang . kegagalan
penyatuan bilah palatum untuk meninggi dan gagalnya lidah
untuk turun.
E. Langit langit sumbing saja.
F. Langit-langit sumbing disertai bibir sumbing anterior unilateral

3.1.4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kelainan yang dapat terjadi


pada pertumbuhan dan perkembangan hidung dan palatum.
Menurut Wray 2003 kelainan dari Cleft Palate :
1. Primary palate
24

Celah terlihat pada palatum bagian anterior hingga foramen insisivum.

Gambar 3.4 Primary Palate


2. Secondary Palate
Celah diperoleh dari shelves palatal pada embrio (celah pada posterior
foramen insisivus).

Gambar 3.5 Secondary palate


3. Complete Cleft Palate
Celah meluas hingga foramen insisivus.

Gambar 3.6 Complete Palate Cleft

25

4. Incomplete Palate Cleft


Celah tidak meluas hingga foramen insisivus.

Gambar 3.7 Incoomplete Palate Cleft

5. Submucous Cleft Palate


Celah pada lapisan mukosa pada palatum lunak (biasanya disertai dengan
takik pada palatum keras bagian posterior).

26

Gambar 3.7 Submucous Cleft Palate

6. Unilateral Cleft Palate


Vome rmasih dilekati salah satu palatal shelves.

Gambar 3.8 Unilateral Cleft Palate

7. Bilateral Cleft Palate


Vomer benar-benar berpisah dari palatal shelves.

27

Gambar 3.9 Bilateral Cleft Palate


8. Hard Cleft Palate
Celah hanya terdapat pada area palatumkeras.

Gambar 3.10 Hard Cleft Palate

9. Soft Cleft Palate


Celah hanya terdapat pada area palatum lunak.

Gambar 3.11 Soft Cleft Palate

28

Kelainan celah palatum :

Celah palatum merupakan tanda pada sejumlah cacat kingenital:


mandibulofasial disostosis, micrognatia, dan ororgitofasial disostotsis

Celah palatum sempit dan lebih bawah daripada normal tanda pada Down
Sindrom

Cacat kongenital dari tulang intramembranosis termanifestasi berupa


lengkung palatum yang tinggi pada kraniofasial disostosis, sindrom
apert,dan sindrom turner

Kelainan gen umum: torus palatina dapat menganggu pemasangan


ortodonti.

Gambar 3.12 contoh kelainan cleft palate


Penggabungan ketiga komponen embrionik dari palatum mencakup
skeletonisasi yang rumit. Terjebaknya sisa pearl epitel pada garis penggabungan
lereng palatum, terutama rapbe garis tengah dari palatum yang keras dapat
menimbulkan kista palatal medial. Salah satu yang paling banyak yang mengalami
ini adalah terbentuknya kista pada modula.
Di sepanjang rapbe median palatum keras dan pada pertemuan palatum
keras dan lunak. Krista retensi kelenjar mukosa yang paling keciljuga dapat
membentuk pada permukaan bukal dan lingual ridge alveolar. Sedangkan kista
pada lamina gigi yang terdiri dari sisa epitel lamina juga dapat terbentuk pada
cacat ridge alveolar.
kista superfisial dari palatum ini pada bayibaru lahir biasanya hilang pada
bulan ketiga postnasal. Kista maxila pada bagian depan garis tengah biasanya
terbentuk pada daerah palatum primer.
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Labio palatoschizis adalah:

29

1) Kesulitan berbicara hipernasalitas, artikulasi, kompensatori


Dengan adanya celah pada bibir dan palatum, pada faring terjadi pelebaran
sehingga suara yang keluar menjadi sengau.
2) Maloklusi pola erupsi gigi abnormal
Jika celah melibatkan tulang alveol, alveol ridge terletak disebelah palatal,
sehingga disisi celah dan didaerah celah sering terjadi erupsi.
3) Masalah pendengaran otitis media rekurens sekunder
Dengan adanya celah pada paltum sehingga muara tuba eustachii
terganggu akibatnya dapat terjadi otitis media rekurens sekunder.
4) Aspirasi
Dengan terganggunya tuba eustachii, menyebabkan reflek menghisap dan
menelan terganggu akibatnya dapat terjadi aspirasi.
5) Distress pernafasan
Dengan terjadi aspirasi yang tidak dapat ditolong secara dini, akan
mengakibatkan distress pernafasan.
6) Resiko infeksi saluran nafas
Adanya celah pada bibir dan palatum dapat mengakibatkan udara luar
dapat masuk dengan bebas ke dalam tubuh, sehingga kuman kuman dan bakteri
dapat masuk ke dalam saluran pernafasan.
7) Pertumbuhan dan perkembangan terlambat
Dengan adanya celah pada bibir dan palatum dapat menyebabkan
kerusakan menghisap dan menelan terganggu. Akibatnya bayi menjadi
kekurangan nutrisi sehingga menghambat pertumbuhan dan perkembangan bayi.
8) Asimetri wajah
Jika celah melebar ke dasar hidung alar cartilago dan kurangnya
penyangga pada dasar alar pada sisi celah menyebabkan asimetris wajah.
9) Penyakit periodontal
Gigi permanen yang bersebelahan dengan celah yang tidak mencukupi di
dalam tulang. Sepanjang permukaan akar di dekat aspek distal dan medial
insisiv pertama dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal.
10) Crosbite
Penderita labio palatoschizis seringkali paroksimallnya menonjol dan lebih

30

rendah posterior premaxillary yang colaps medialnya dapat menyebabkan


terjadinya crosbite.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Pembentukan hidung oleh prosesus frontonasalis kemudian menjadi nasal
plakoda. Nasal plakoda akan membuat cekungan yang disebut fovea
nasalis. Terdapat dua penonjolan dari fovea nasalis yakni prominensia
nasalis medialis dan prominensia nasalis lateralis kemudian terbentuk
nasal pit yang akan berkembang menjadi cavum nasi
2. Pembentukan palatum primer oleh intermaxilary segment yang juga akan
membentuk premaxila dan filtrum
3. Pembentukan palatum sekunder oleh prosesus maxilaris
4. Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan rongga
hidung ialah genetic, infeksi, obat/zat kimia berbahaya, radiasi, stress, dan
hormon
31

5. Perubahan yang terjadi akibat kesalah dari pertumbuhan perkembangan di


dasari oleh beberapa teori yakni teori fusi/ kalsik, teori hambatan
perkembangan/penyusupan, teori mesodermal, dan teori gabungan
6. Kelainan yang dapat terjadi pada pertumbuhan dan perkembangan hidung
dan palatum diantaranya complete cleft palate, incomplete cleft
palatesubmuccous cleft palate, unilateral cleft palate, bilateral cleft palate,
hard cleft palate, soft cleft palate

32

DAFTAR PUSTAKA

Dudas M, Li WY, Kim J, yang A, Kaartinen V.2007. Palata Fusion-where do the


midline cells go? A review on cleft palate, a major human birth defect.Acta
Histocem. 109 (1): 1-14. doi: 10.1016/j.acthis.2006.05.009.PMID. 169626
Reinhardt, Robert W. 1991. Orbans Oral Histology and Embryologi, United
States of America: Mosby Year Book. Hal 8-15
Rekso Prodjo Soelarto.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian
Bedah Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sadles,Thomas

.2010.

Langman Embriologi Kedokteran. Jakarta: Buku

Kedokteran
Smeltzer, Suzanne. C. et. all. (2002). Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah.
Brunner & Suddarth. Edisi VIII vol 2. Jakarta: EGC
Sperber, H Geoffrey. 1991. Embriologi Kraniofasial. Jakarta: Hipokrates.
Alih bahasa Lilian Yuwono
Syahrum, Hatta, Muhammad, dkk. 1994.

Reproduksi dan Embriologi.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE. 2003. Textbook of General and Oral
Surgery. Elsevier
http://lib.ui.ac.id diakses pada tanggal 16 Februari 2016
http://repository.usu.ac.id diakses pada tanggal 16 Februari 2016
http://repository.usu.ac.id//bitsream diakses pada tanggal 17 Februari 2016

33

Anda mungkin juga menyukai