PENDAHULUAN
Skenario 1 . Tumbuh Kembang Hidung dan Palatum
Lucu dan menggemaskan . itulah kesan pertama kali muncul tatkala
melihat wajah Sadiati. Sayang wajah bocah perempuan berusia 8 bulan ini harus
tersiksa dengan kecacatan pada bibirnya. Sadiati terlahir dengan cleft lip,
ketidaksempurnaan yang dimiliki putri bungsu keluarga Wati sudah dirasakan saat
si jabang bayi masih dalam kandungan. Wati tetap tidak mengerti , mengapa anak
bungsunya ini berbeda dengan kakak- kakaknya yang lain. Lahir dengan cleft lip.
Ia pun mencoba bertanya kepada dokter, tetapi jawabannya pun tidak memuaskan
Wati. Oleh karena itu sang ibu kini hanya bisa pasrah dan mencari jalan
bagaimana anaknya dapat hidup normal. Hidup dengan kondisi serba kekurangan,
membuat Wati dan keluarga tidak bisa berbuat apa-apa demi kesembuhan
putrinya. Pada pembahasan ini kita fokuskan untuk membahas tumbuh kembang
hidung dan palatum karena tumbuh kembang hidung dan palatum dapat
mempengaruhi
keharmonisan
tumbuh
kembang
dentikraniofasial
secara
keseluruhan.
1.1 Latar Belakang
Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan yang terjadi
sejak intra uterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan berlangsung
relatif tinggi pada bayi dan akan melambat selama masa kanak-kanak dan
kemudian meningkat kembali selama pubertas dan akhirnya laju pertumbuhan
menjadi melambat sampai maturitas. Ketiga faktor yang berpengaruh pada hasil
akhir
ukuran
tubuh
manusia
adalah
waktu
mulai
terjadi
percepatan
minggu
ke-4
intra uterin,
mesensim
yang
berasal
dari
merupakan
pembentukan awal
dari
tengkorak.
Walau
demikian,
penyatuan (fusi) secara normal dari bibir pada proses embrional yang
dapat terjadi sebagian atau sempurna. Cleft lip dapat dikoreksi dengan
tindakan labioplasti, yaitu tindakan pembedahan untuk menutup celah
pada bibir. Rekonstruksi celah bibir bertujuan untuk mengembalikan
bentuk anatomi yang senormal mungkin.
2. Dentikraniofasial
b) Palatum
Mekanis
Trauma dan cairan ketuban yang kurang, posisi janin dalam uterus dapat
c.
Toksin/zat kimia
Zat-zat kimia yang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada bayi antara
lain obat anti kanker, rokok, alkohol beserta logam berat lainnya. Zat-zat teratogen
ini sangat rentan pada masa organogenesis.
d.
Endokrin
Hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin, adalah
maka
dapat
menyebabkan
terjadinya
gangguan
pada
pertumbuhan susunan saraf pusat sehingga terjadi retardasi mental, cacat bawaan
dan lain-lain.
e.
Radiasi
Radiasi pada janin sebelum umur kehamilan 18 minggu dapat
Infeksi
Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah TORCH
Stres
Stres yang dialami oleh ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi
tumbuh kembang janin, antara lain cacat bawaan, kelainan kejiwaan dan lain-lain.
h.
Imunitas
Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrops
Anoksia embrio
Menurunnya oksigenisasi janin melalui gangguan pada plasenta atau tali
Rongga Hidung
Palatum
Palatum primer
Palatum sekunder
Proses
Faktor
Eksternal
Internal
Kelainan
1.6. Step 5 ( Learning Objection )
Mahasiswa mampu menjelaskan :
1. Proses pertumbuhan dan perkembangan hidung dan palatum.
2. Faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
hidung dan palatum.
3. Perubahan seluler dan morfologis bila terjadi gangguan pada saat
pertumbuhan dan perkembangan hidung dan palatum.
4. Kelainan yang bisa terjadi pada pertumbuhan dan perkembangan hidung
dan palatum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelainan Kongenital Facio-Oral
Kelainan kongenital facio-oral adalah salah satu kelainan kongenital
mayor dimana cacat lahir pada bayi terjadi malformasi atau tidak membentuk
dengan sempurna pada area wajah janin. Salah satu kelainannya adalah sumbing.
Sumbing adalah pemisahan dalam struktur tubuh, sering dihasilkan dari kegagalan
jaringan untuk tumbuh bersama-sama dengan benar. Sumbing dapat melibatkan
bibir, langit-langit mulut (palatum durum) atau jaringan lunak di bagian belakang
mulut (palatum molle).
Bibir sumbing (cleft lip) adalah pemisahan dari dua sisi bibir dan sering
meliputi tulang rahang dan atau gusi. Kelainan bibir sumbing bervariasi dari bibir
hingga ke bagian hidung. Sedangkan cleft palatum adalah sebuah lubang di langitlangit mulut. Kedua sisi langit-langit gagal untuk bergabung.
Bibir sumbing dengan atau tanpa sumbing langit-langit dan sumbing
langit-langit terisolasi adalah dua kondisi yang berbeda. Dalam sumbing
terisolasi, langit-langit sumbing terjadi dengan sendirinya, tanpa bibir sumbing
atau kelainan lainnya.
Perkembangan prenatal terdiri dari tiga tahap yaitu,
1. Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat pembuahan
sampai akhir minggu ketiga kehamilan.
2. Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu keempat sampai minggu
ketujuh kehamilan
a. Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitive
b. Jaringan saraf berpoliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung
saraf (neural tube) dan fleksi dari segmen anterior membentuk bagianbagian otak.
c. Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui
sistem vaskularisasi yang baru terbentuk meskipun struktur jantung
belum terbentuk sempurna.
d. Terlihat primordial dari struktur wajah, ekstremitas dan organ dalam
3. Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada
tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam
ukuran: pertumbuhan progresif structural skeletal, muskulus dan terutama
otak.
2.2 Embriogenesis
2.2.1 Embriogenesis Wajah
Gambar 2.1 A. Janin pada akhir minggu keempat yang memperlihatkan posisi
arkus faring. B. Janin berumur 4,5 minggu yang memperlihatkan prominensia
mandibularis dan maksilaris.
Pada akhir minggu keempat, muncul prominensia fasialis yang terutama
terdiri dari mesenkim yang berasal dari kristaneuralis dan dibentuk terutama oleh
pasangan pertama arkus faring. prominensia frontonasalis yang dibentuk terutama
oleh proliferasi mesenkim yang terletak ventral dari vesikula otak, membentuk
batas atas stomodeum. Dikedua sisi prominensia frontonasalis, muncul penebalan
local permukaan ectoderm, plakoda nasalis.
Selama minggu kelima, plakoda nasalis (lempeng hidung) tersebut
mengalami invaginasi untuk membentuk fovea nasalis (lekukan hidung). Selama
dua minggu berikutnya, prominensia maksilaris tersebut bertambah besar. Secara
bersamaan, tonjolan ini tumbuh kearah medial, menekan prominensia nasalis
mediana kea rah garis tengah. Selanjutnya, celah antara prominensia nasalis
mediana dan prominensia maksilaris lenyap dan keduanya menyatu. Karena itu,
bibir atas dibentuk oleh dua prominensia nasalis mediana dan dua prominensia
10
maksilaris. Bibir bawah dan rahang dibentuk oleh prominensia mandibularis yang
menyatu di garis tengah.
2.2.2 Embriogenesis Hidung
Gambar 2.2 A. Potongan frontal melalui kepala janin 7,5 minggu. Lidah telah
bergeser ke bawah dan bilah-bilah palatum telah mencapai posisi horizontal.
B. Pandangan ventral bilah-bilah palatum setelah rahang dan lidah diangkat.
Segmen
intermaksila
terbentuk
akibat
pertumbuhan
prominensia
11
atas untuk memperoleh posisi horizontal diatas lidah dan menyatu, membentuk
palatum sekunder.
2.2.4 Rongga hidung
Struktur yang ikut membentuk wajah.:
Prominensia
1. Frontonasalis
nasalis
mediana
serta
dan
2. Maksilaris
3. Nasalis mediana
lateralis
Pipi, bagian lateral bibir atas
Filtrum bibir atas, lengkung dan ujung
4. Nasalis lateralis
5. Mandibularis
hidung
Cuping hidung
Bibir bawah
BAB III
12
PEMBAHASAN
dan
Perkembangan
Processus
Fronto
Nasalis
Dimulai pada minggu ke-4 sebagai dua buah penebalan ectoderm yang
terletak di latero processus fronto dan di atas stomodeumm disebut Nasal Placode.
Setelah embrio berumur 5 minggu terjadi lagi dua buah penonjolan yang
mengelilingi Nasal Placoda yang berbentuk tapal kudas yang disebut : Processus
Nasalis Medialis (medial) Processus Nasalis lateralis (lateral). Selanjutnya Nasal
Placoda akan menjadi dasar lekukan ke dalam dan membentuk Nasal Pit yang
nantinya akan merupakan lubang hidung atau Nostril. Sedangkan kedua Processus
nasalis medialis akan berfusi membentuk intermaxillary segment. Intermaxillary
segmente akan mengalami pertumbuhan dasn pertumbuhan perkembangan dalam
2
arah
yaitu
dan
Perkembangan
Cavum
Nasi
13
nasal pit, kemudian lekukan semakin meluas membentuk Saccus Nasalis. Soccus
nasalis ini masih belum berhubungan dengan cavum oris karena masih dipisahkan
oleh membran oronasal.
Setelah embrio berusia 7 minggu itu., membran oronasal pecah, hingga
terjadilah hubunan antara Cavum Nasi dan Cavum oris. Batas hubungan Cabum
Nasi dan Cavum oris di belakang Palatum Primer disebut Primitive Choanae.
Selain proses tersebut di atas, pada dinding Cavum Nasi terbentuk pula tonjolantonjolan yang disebut : Concha Nasalis Superior Concha Nasalisi Medius
Concha Nasalis Inferior dan dinding epitel atas Cavum Nasi (lapisan
ectoderm) juga mengalami diferensiasi membentuk serabut-serabut saraf N.
Olfaccorlus. Setelah palatun sekunder kanan dan kiri selesai berfusi dengan
septum nasi, maka terbentuklah Cavum Nasi yang sempurna. Dengan demikian
batas hubungan Cavum Nasi dan Cavum Orls kini di belakang palatum sekunder
dan disebut Definitive Chonchae.
14
ke
arah
medial
dan
caudal
membentuk
Palatum
Lateralis)
dan
kiri).
15
Pertumbuhan
dan
Perkembangan
Selanjutnya
dari
Paltum
Sekunder menjadi :
1. Dorsal palatum primer. Terjadi proses ossifikasi disebut : Processus
Palatinus Ossis Maxillaris
2. Dorsal ad.1. Terjadi pula ossifikasi disebut Os Palatinum
3. Dorsal ad.2 . Pertumbuhan dan perkembangan pada dorsal ad.2 tidak
mengalami proses ossifikasi, disebut : Palatum Molle dan Uvulia
3.1.2 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan rongga hidung dan palatum dan
pengaruhnya.
Pengertian Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital atau kelainan bawaan adalah kelainan yang sudah ada
sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelainan Kongenital
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan. Beberapa faktor
yang diduga dapat memengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
a.
atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang
mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang
bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant traits) atau kadang-kadang
sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi adanya
kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkahlangkah selanjutnya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka
telah dapat diperiksa kemungkinan adanya kelainan kromosom selama kehidupan
fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa
contoh kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindrom Down
(mongolisme), kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma turner.
b.
Mekanik
16
Infeksi.
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang
trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak,
kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung
bawaan.
2)
17
5)
menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang. Kelainan bentuk
dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang berukuran lebih kecil dari
normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental.
d.
Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
Faktor Ibu
1)
Umur
Usia ibu yang makin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat
Ras / Etnis
Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk
berbagai ras dan etnis, misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langitlangit bervariasi tergantung dari etnis, dimana insiden pada orang asia lebih besar
daripada pada orang kulit putih dan kulit hitam. Di Indonesia, beberapa suku ada
yang memperbolehkan perkawinan kerabat dekat (sedarah) seperti suku Batak
Toba (pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan pariban dapat disebut sebagai
perkawinan hubungan darah atau incest. Perkawinan incest membawa akibat pada
kesehatan fisik yang sangat berat dan memperbesar kemungkinan anak cacat.
3)
Agama
18
Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu berkaitan secara tidak langsung dengan kelainan
Pekerjaan
Masyarakat dengan derajat sosio ekonomi akan menunjukkan tingkat
kehamilan, riwayat komplikasi, dan riwayat kehamilan terdahulu, dimana hal ini
19
Umur Kehamilan
Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama
Riwayat Komplikasi
Risiko terjadinya kelainan kongenital terjadi pada bayi dengan ibu
penderita diabetes melitus adalah 6% sampai 12%, yang empat kali lebih sering
daripada bayi dengan ibu yang bukan penderita diabetes melitus. Keturunan dari
ibu dengan insulin-dependent diabetes mellitus mempunyai risiko 5-15% untuk
menderita kelainan kongenital terutama PJB, defek tabung saraf (neural tube
defect) dan agenesis sacral. Penyakit ibu lain yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kongenital adalah epilepsi. Risiko meningkat sekitar 6% untuk
timbulnya bibir sumbing dan PJB dari ibu penderita epilepsi.
g.
Faktor Hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian
kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu
20
penderita
diabetes
mellitus
kemungkinan
untuk
mengalami
gangguan
Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup
besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen
yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang
dilahirkannya.
i.
Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan
dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikanpenyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi
yang dilahirkan oleh ibu yang kurang gizi lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya
defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat
menaikkan kejadian & kelainan kongenital.
1. Asam Folat
Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit
untuk ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber
makanan memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya
diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin
memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan
bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis.
Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan
sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam
menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka
panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam
mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan
bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah
orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit sumbing.
2. Vitamin B-6
21
Faktor-faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor
janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenital tidak
diketahui.
yang terjadi
22
Menurut Dudas 2007 ada beberapa teori mekanisme cleft lip yaitu :
1. Teori Fusi / Klasik
Teori ini menjelaskan bahwa pada akhir minggu keenam dan awal minggu
ketujuh masa kehamilan, prosesus maksilaris berkembang kearah depan menuju
garis median, mendekati prosesus naso medialis dan kemudian bersatu. Bila
terjadi kegagalan fusi antara procesus maksilaris dengan prosesus medialis
menyebabkan cleft lip.
2. Teori Hambatan Perkembangan / Penyusupan
Teori ini menjelaskan mengenai
mesoderm
yang mengadakan
Pada embrio yang normal epitel diantara median dan lateral nasal prosesus
dipenetrasikan oleh mesenkim dan berfusi. Jika penetrasi terpisah maka
akan membentuk celah
23
Gambar 3.3
Keterangan gambar :
A. Palatum yang normal
B. Bibir Sumbing unilateral yang meluas ke hidung. Merupakan
kegagalan penyatuan dan terjadi celah pada anterior foramen
insisivum.
C. Sumbing unilateral yang mengenai bibir dan rahang meluas ke
foramen insisivum. Merupakan kegagalan pada penyatuan
maxila antara gigi seri lateral dan taring yang meluas ke
foramen insisivum.
D. Sumbing bilateral mengenai bibir dan rahang . kegagalan
penyatuan bilah palatum untuk meninggi dan gagalnya lidah
untuk turun.
E. Langit langit sumbing saja.
F. Langit-langit sumbing disertai bibir sumbing anterior unilateral
25
26
27
28
Celah palatum sempit dan lebih bawah daripada normal tanda pada Down
Sindrom
29
30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Pembentukan hidung oleh prosesus frontonasalis kemudian menjadi nasal
plakoda. Nasal plakoda akan membuat cekungan yang disebut fovea
nasalis. Terdapat dua penonjolan dari fovea nasalis yakni prominensia
nasalis medialis dan prominensia nasalis lateralis kemudian terbentuk
nasal pit yang akan berkembang menjadi cavum nasi
2. Pembentukan palatum primer oleh intermaxilary segment yang juga akan
membentuk premaxila dan filtrum
3. Pembentukan palatum sekunder oleh prosesus maxilaris
4. Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan rongga
hidung ialah genetic, infeksi, obat/zat kimia berbahaya, radiasi, stress, dan
hormon
31
32
DAFTAR PUSTAKA
.2010.
Kedokteran
Smeltzer, Suzanne. C. et. all. (2002). Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah.
Brunner & Suddarth. Edisi VIII vol 2. Jakarta: EGC
Sperber, H Geoffrey. 1991. Embriologi Kraniofasial. Jakarta: Hipokrates.
Alih bahasa Lilian Yuwono
Syahrum, Hatta, Muhammad, dkk. 1994.
33