Referat Case Dispepsia DR Agoes
Referat Case Dispepsia DR Agoes
Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran pencernaan, khususnya lambung.
Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah ke atas. Rasa nyeri tidak
menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh kaum produktif dan
kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hidup tidak sehat. Gejalanya pun bervariasi
mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati, sebah, sendawa yang berlebihan
bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala komplikasinya.1
Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia
non organik atau dispesia fungsional. Dispepsia dapat disebut dispepsia organik apabila
penyebabnya telah diketahui secara jelas. Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik,
merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari
saluran makanan.2
1.2 EPIDEMIOLOGI
Dispepsia merupakan salah satu masalah pencernaan yang paling umum ditemukan.
Dialami sekitar 20%-30% populasi di dunia setiap tahun.3 Data Depkes tahun 2004
menempatkan dispepsia di urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien rawat inap
terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3%. Dispepsia yang oleh orang awam sering disebut
dengan sakit maag merupakan keluhan yang sangat sering kita jumpai sehari hari. Sebagai
contoh dalam masyarakat di negara negara barat dispepsia dialami oleh sedikitnya 25% populasi.
Di negara negara Asia belum banyak data tentang dispepsia tetapi diperkirakan dialami oleh
sedikitnya 20% dalam populasi umum.4
Mengenai jenis kelamin, ternyata baik lelaki maupun perempuan bisa terkena
penyakit itu. Penyakit itu tidak mengenal batas usia, muda maupun tua, sama saja. Di Indonesia
sendiri, survei yang dilakukan dr Ari F Syam dari FKUI pada tahun 2001 menghasilkan angka
1
mendekati 50 persen dari 93 pasien yang diteliti. Tidak hanya di Indonesia di luar negeri juga,
banyak orang yang tidak peduli dengan dispepsia itu. Mereka tahu bahwa ada perasaan tidak
nyaman pada lambung mereka, tetapi hal itu tidak membuat mereka merasa perlu untuk segera
ke dokter.4
Padahal, menurut penelitian- masih dari luar negeri-ditemukan bahwa dari mereka
yang memeriksakan diri ke dokter, hanya 1/3 yang tidak memiliki ulkus (borok) pada
lambungnya atau dispepsia non-ulkus. Angka di Indonesia sendiri, penyebab dispepsi adalah 86
persen dispepsia fungsional, 13 persen ulkus dan 1 persen disebabkan oleh kanker lambung.4
Pada ulkus peptik perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Insiden ulkus meningkat
pada usia pertengahan. Penyakit ulkus memperlihatkan interaksi kompleks dari berbagai faktor
lingkungan dan genetik yang menghasilkan penyakit ;
a. Genetik dan faktor yang berhubungan dengan penyakit. Insiden akan meningkat pada keadaan:
Sanak keluarga tingkat pertama dari penderita, peningkatannya 3 kali lebih besar.
d. Obat anti peradangan non steroid : Obat-obat seperti indometasin, ibuprofen dan lain-lain,
menyebabkan perubahan mekanisme pertahanan lambung.
2
Kafein yang terkandung dalam kopi merupakan stimulan kuat dari sekresi asam, seperti susu, bir
dan minuman ringan.
G. Stress. Peran stress dan tipe personal masih kontroversial, meskipun beberapa penelitian
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala atau keluhan yang terdiri dari nyeri
atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut
rasa penuh atau begah.1
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-), berarti sulit , dan (Pepse),berarti
pencernaan (N.Talley, et al., 2005). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang
terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.
Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi
asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.3
Ada berbagai macam definisi dispepsia. Salah satu definisi yang dikemukakan oleh suatu
kelompok kerja internasional adalah: Sindroma yang terdiri dari keluhan - keluhan yang
disebabkan karena kelainan traktus digestivus bagian proksimal yang dapat berupa mual atau
muntah, kembung, dysphagia, rasa penuh, nyeri epigastrium atau nyeri retrosternal dan ruktus,
yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Dengan demikian dispepsia merupakan suatu sindrom
klinik yang bersifat kronik.2
Dalam klinik tidak jarang para dokter menyamakan dispepsia dengan gastritis. Hal ini
sebaiknya dihindari karena gastritis adalah suatu diagnosa patologik, dan tidak semua dispepsia
disebabkan oleh gastritis dan tidak semua kasus gastritis yang terbukti secara patologi anatomik
disertai gejala dispepsia. Karena dispepsia dapat disebabkan oleh banyak keadaan maka dalam
menghadapi sindrom klinik ini penatalaksanaannya seharusnya tidak seragam.3
4
2. Dispepsia non organik atau dispepsia fungsional, atau dispesia non ulkus, bila tidak jelas
penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi setelah 3 bulan dengan
gejala dispepsia.7
Manifestasi Klinis
d. Nyeri episodik
a. Mudah kenyang
c. Mual
d. Muntah
5
2.2 ETIOLOGI
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster atau duodenum,
gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.
Obat obatan seperti anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa antibiotic,
digitalis, teofilin dan sebagainya.
Penyakit pada hati, pankreas, system bilier, hepatitis, pancreatitis, kolesistetis kronik.
Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
Bersifat fungsional, yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti adanya
kelainan atau gangguan organic atau structural biokimia, yaitu dispepsia fungsional atau
dispepsia non ulkus.1
A. Organik
I. Obat-obatan
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik (makrolides, metronidazole), Besi,
KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol), Kortikosteroid, Levodopa, Niacin, Gemfibrozil,
Narkotik, Quinidine, Theophiline.8-10
a. Alergi susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis produk kedelai dan
beberapa jenis buah-buahan
b. Non-alergi
6
Perlu diingat beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh penyakit dasarnya, misalnya
pada penyakit pankreas dan empedu tidak bisa mentoleransi makanan berlemak, jeruk dengan
pH yang relatif rendah sering memprovokasi gejala pada pasien ulkus peptikum atau
esophagitis.10
III.Kelainan struktural
A. Penyakit oesophagus
Akhalasia
Obstruksi esophagus
Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh OAINS dan sakit keras (stres
fisik) seperti luka bakar, sepsis, pembedahan, trauma, shock
Karsinoma gaster
Kholesistitis
D. Penyakit pankreas
Pankreatitis
Karsinoma pankreas
E. Penyakit usus
Malabsorbsi
7
Obstruksi intestinal intermiten
Angina abdominal
Karsinoma kolon
a. Tuberculosis
b. Gagal ginjal
d. Diabetes melitius
f. Ketidakseimbangan elektrolit
V. Lain-lain
b. Penyakit kolagen5-11
Dispepsia fungsional
Keluhan terjadi kronis, tanpa ditemukan adanya gangguan struktural atau organik atau
metabolik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan.Termasuk ini adalah dispepsia
dismotilitas, yaitu adanya gangguan motilitas diantaranya; waktu pengosongan lambung yang
lambat, abnormalitas kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal.
8
Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi asam lambung yaitu
kenaikan asam lambung.
Kelainan psikis, stress dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia
fungsional.12
Lambung atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di bawah diafragma,
berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat di mana makanan dicerna dan
sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu
daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari
oesofagus . Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah,
daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari duodenum.13
Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu sel goblet
[goblet cell], sel parietal [parietal cell], dan sel chief [chief cell]. Sel goblet berfungsi untuk
memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan terluar sel agar tidak rusak karena enzim
pepsin dan asam lambung. Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung
[Hydrochloric acid] yang berguna dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel
parietal memproduksi 1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam
lambung mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk memproduksi
pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi dalam bentuk
tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat
menyebabkan kematian pada sel tersebut.13
10
Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang menghasilkan
getah lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap makanan secara refleks akan
menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung mengandung asam lambung (HCI), pepsin,
musin, dan renin. Asam lambung berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan
enzim pepsinogen menjadi pepsin. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein
menjadi molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan makanan.
Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia, berperan sebagai kaseinogen
menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca2+ dari susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin.
Tanpa adanya renim susu yang berwujud cair akan lewat begitu saja di dalam lambuing dan usus
tanpa sempat dicerna.13
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi lembut seperti
bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian pilorus mengatur
pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya, otot pilorus yang mengarah ke
lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuh kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot
pilorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika tersentuh kim. Jadi,
misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga
makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup.
Makanan tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang bersifat basa di
belakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam dari
lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju
duodenum segumpal demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Seteleah 2
sampai 5 jam, lambung kosong kembali.13
Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls
parasimpatikus yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan motilitas, secara
reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan lambung. Refleks pengosongan lambung
ini akan dihambat oleh isi yang penuh, kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal
duodenum. Keasaman ini disebabkan oleh hormon saluran cerna terutama sekretin dan
kholesistokinin-pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum dan dibawa bersama
aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses pengosongan lambung merupakan proses
umpan balik humoral.13
11
Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung, yang
merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-1,5, yang
mengandung pula enzim pencemaan, lendir dan faktor intrinsik yang dibutuhkan untuk absorpsi
vitamin B12. Asam klorida menyebabkan denaturasi protein makanan dan menyebabkan
penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida juga menyediakan pH yang cocok bagi enzim
lambung dan mengubah pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin. 13
Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan. Pengaturan
sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan motilitas lambung serta
pengosongannya, di sini pun terjadi pengaturan oleh saraf maupun hormon. Berdasarkan saat
terjadinya, maka sekresi getah lambung dibagi atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus
(intestinal).13
Fase Sekresi Sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan penciuman dan rasa
akan menimbulkan impuls saraf aferen, yang di sistem saraf pusat akan merangsang serabut
vagus. Stimulasi nervus vagus akan menyebabkan dibebaskannya asetilkolin dari dinding
lambung. Ini akan menyebabkan stimulasi langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan
membebaskan gastrin dari sel G antrum. Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel
parietal dan akan menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida. Pada sekresi
asam klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan oleh mastosit karena
stimulasi vagus (gambar 3). Secara tak langsung dengan pembebasan histamin ini gastrin dapat
bekerja.13
Fase Lambung. Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk ke dalam
lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai protein, kafein atau alkohol, akan
menimbulkan refleks kolinergik lokal dan pembebasan gastrin. Jika pH turun di bawah 3,
pembebasan gastrin akan dihambat.13
Fase Usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan diikuti dengan
penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke usus duabelas jari akan
dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam klorida dan merangsang pengeluaran
pepsinogen. Hambatan sekresi getah lambung lainnya dilakukan oleh kholesistokinin-
12
pankreozimin, terutama jika kim yang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus bagian
atas.13
Di samping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormon saluran cerna lainnya yang
berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide) menghambat sekresi
HC1 dari lambung dan kemungkinan juga merangsang sekresi insulin dari kelenjar pankreas.13
Somatostatin, yang dibentuk tidak hanya di hipothalamus tetapi juga di sejumlah organ
lainnya antara lain sel D mukosa lambung dan usus halus serta kelenjar pankreas, menghambat
sekresi asam klorida, gastrin dan pepsin lambung dan sekresi sekretin di usus halus. Fungsi
endokrin dan eksokrin pankreas akan turun (sekresi insulin dan glukagon serta asam karbonat
dan enzim pencernaan). Di samping itu, ada tekanan sistemik yang tak berubah, pasokan darah di
daerah n. Splanchnicus akan berkurang sekitar 20-30%.13
Degranulasi mastosit
Pembebasan
Stimulasi sel G
asethilkolin
13
2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi dispepsia non ulkus masih sedikit diketahui, beberapa faktor berikut mungkin
berperan penting (multifaktorial):
14
sakit kepala dan mudah letih. Mereka cenderung tiba-tiba menghentikan kegiatan sehari-
harinya akibat nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih buruk dibanding pasien dispepsia
organik. Demikian pula bila dibandingkan orang normal. Gambaran psikologik dispepsia
non ulkus ditemukan lebih banyak ansietas, depresi dan neurotik.5
Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui, tetapi
apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia non ulkus masih kontroversi. Di
negara maju, hanya 50% pasien dispepsia non ulkus menderita infeksi Helicobacter pylori,
sehingga penyebab dispepsia pada dispepsia non ulkus dengan Helicobacter pylori negatif dapat
juga menjadi penyebab dari beberapa dispepsia non ulkus dengan Helicobacter pylori positif.
Bukti terbaik peranan Helicobacter pylori pada dispepsia non ulkus adalah gejala perbaikan
yang nyata setelah eradikasi kuman Helicobacter pylori tersebut, tetapi ini masih dalam taraf
pembuktian studi ilmiah. Banyak pasien mengalami perbaikan gejala dengan cepat walaupun
dengan pengobatan plasebo. Studi "follow up" jangka panjang sedang dikerjakan, hanya
beberapa saja yang tidak kambuh.2
Kelainan gastrointestinal fungsional
Dispepsia non ulkus cenderung dimasukkan sebagai bagian kelainan fungsional GI,
15
termasuk di sini Sindrom Kolon Iritatif, nyeri dada non-kardiak dan nyeri ulu hati
fungsional. Lebih dari 80% dengan Sindrom Kolon Iritatif menderita dispepsia dan lebih
dari sepertiga pasien dengan dispepsia kronis juga mempunyai gejala Sindrom Kolon
Iritatif. Pasien dengan kelainan seperti ini sering ada gejala extra GI seperti migrain,
myalgia dan disfungsi kencing dan ginekologi.
Pada anamnesis dispepsia jangan lupa menanyakan gejala Sindrom Kolon Iritatif seperti
nyeri abdomen mereda setelah defikasi, perubahan frekuensi buang air besar atau
bentuknya mengalami perubahan, perut tegang, tidak dapat menahan buang air besar dan
perut kembung. Beberapa pasien juga mengalami aerophagia, lingkaran setan dari perut
kembung diikuti oleh masuknya udara untuk menginduksi sendawa, diikuti oleh
kembung yang lebih parah. Ini memerlukan perbaikan tingkah laku.
Abnormalitas di atas belum semua diidentifikasi oleh semua peneliti dan tidak selalu
muncul pada semua penderita. Hasil yang kurang konsisten dari bermacam terapi yang
digunakan untuk terapi dispepsia non ulkus mendukung keanekaragaman kelompok ini.
2,12,14.
Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau pendarahan mukosa lambung. Gastritis
karena bakteri H. pylori dapat mengalami adaptasi pada linkungan dengan pH yang sangat
rendah dengan menghasilkan enzim urease yang sangat kuat. Enzim urease tersebut akan
mengubah urea dalam lambung menjadi ammonia sehingga bakteri Helicobacter pylori yang
diselubungi awan amoniak yang dapat melindungi diri dari keasaman lambung. Kemudian
dengan flagella Helicobacter pylori menempel pada dinding lambung dan mengalami
multiplikasi. Bagian yang menempel pada epitel mukosa lambung disebut adheren pedestal.
Melalui zat yang disebut adhesin , Helicobacter pylori dapat berikatan dengan satu jenis
gliserolipid yang terdapat di dalam epitel.13
Selain urease, bakteri juga mengeluarkan enzim lain misalnya katalase, oksidase,
alkaliposfatase, gamma glutamil transpeptidase, lipase, protease, dan musinase. Enzim protease
dan fosfolipase diduga merusak glikoprotein dan fosfolipid yang menutup mukosa lambung. H.
Pylori juga mengeluarkan toksin yang beperan dalam peradangan dan reaksi imun local.13
16
dari asam arakidonat yang merupakan salah satu faktor defensif mukosa lambung yang sangat
penting. Selain itu, obat ini juga dapat merusak secara topikal. Kerusakan topikal ini terjadi
karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif, sehingga merusak sel-sel epitel
mukosa. Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung,
sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.13
Sawar mukosa lambung penting untuk perlindungan lambung dan duodenum. Obat anti
inflamasi non steroid termasuk aspirin menyebabkan perubahan kualitatif mucus lambung yang
dapat mempermudah terjadinya degradasi mucus oleh pepsin. Prostaglandin yang terdapat dalam
jumlah berlebihan dalam mucus gastric dan tampaknya berperan penting dalam pertahanan
mukosa lambung.13
Aspirin, alkohol, garam empedu dan zat zat lain yang merosak mukosa lambung mengubah
permeabilitas sawar epitel, sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida yang
mengakibatkan kerosakan jaringan, terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan,
merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler
terhadap protein. Mukosa menjadi edema dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang.
Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi interstitial dan perdarahan.
Sawar mukosa tidak dipengaruhi oleh penghambatan vagus atau atropine, tetapi difusi balik
dihambat oleh gastrin.13
Destruksi sawar mukosa lambung diduga merupakan faktor penting dalam patogenesis ulkus
peptikum. Ulkus peptikum sering terletak di antrum karena mukosa antrum lebih rentan terhadap
difusi balik disbanding fundus. Selain itu, kadar asam yang rendah dalam analisis lambung pada
17
penderita ulkus peptikum diduga disebabkan oleh meningkatnya difusi balik dan bukan
disebabkan oleh produksi yang berkurang. 13
Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum diduga akibat fungsi kelenjar
Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus) yang memproduksi sekret mukoid
yang sangat alkali, pH 8 dan kental untuk menetralkan kimus asam. Penderita ulkus peptikum
sering mengalami sekresi asam berlebihan. Faktor penurunan daya tahan jaringan juga terlibat
dalam ulkus peptikum. Daya tahan jaringan juga bergantung pada banyaknya suplai darah dan
cepatnya regenerasi sel epitel (dalam keadaan normal diganti setiap 3 hari). kegagalan
mekanisme ini juga berperan dalam patogenesis ulkus peptikum. 13
18
19
2.5 GEJALA KLINIK
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis
sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas
jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat
memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi
(perut kembung).6
Dispepsia Organik
a. Dispepsia Ulkus
Dispepsia ulkus merupakan bagian penting dari dispepsia organik. Di negara negara barat
prevalensi ulkus lambung lebih rendah dibandingkan dengan ulkus duodeni. Sedang di negara
berkembang termasuk Indonesia frekuensi ulkus lambung lebih tinggi. Ulkus lambung biasanya
diderita pada usia yang lebih tinggi dibandingkan ulkus duodeni.4
Gejala utama dari ulkus peptikum adalah hunger pain food relief. Untuk ulkus duodeni
nyeri umumnya terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan, dan penderita sering terbangun di tengah
malam karena nyeri. Tetapi banyak juga kasus kasus yang gejalanya tidak jelas dan bahkan tanpa
gejala. Pada ulkus lambung seringkali gejala hunger pain food relief tidak jelas, bahkan kadang
kadang penderita justru merasa nyeri setelah makan.15
b.GERD(GastroesophagealRefluxDisease)
Dahulu GERD dimasukkan dalam dispepsia fungsional tetapi setelah ditemukan dasar-dasar
20
organik maka GERD dimasukan kedalam dispepsia organik. Penyakit ini disebabkan
Inkompetensi/relaksasi sphincter cardia yang menyebabkan regurgitasi asam lambung ke dalam
esofagus.
Dulu sebelum penyebab GERD diketahui dengan jelas, GERD dimasukkan ke dalam
kelompok dispepsia fungsional. Setelah penyebabnya jelas maka GERD dikeluarkan dari
kelompok tersebut dan dimasukkan ke dalam dispepsia organik.7
Gejala GERD :
Gejala khas, terdiri dari :
- Heart Burn
- Rasa panas di epigastrium
- Rasa nyeri retrosternal
- Regurgitasi asam
- Pada kasus berat : ada gangguan menelan
Gejala tidak khas :
- Nafas pendek
- Wheezing
- Batuk-batuk
Gejala GERD lebih menonjol pada waktu penderita terbaring terlentang dan berkurang
bila penderita duduk.
Gambaran Endoskopi:
Didapatkan lesi berupa robekan pada daerah spinter esophagus yang dibagi menjadi 4 derajat
(Pembagian Los Angeles) :
Grade A :
Robekan mukosa tidak lebih dari 5 mm
Grade B :
Ada robekan mukosa yang lebih dari 5 mm dan kalau ada robekan mukosa di tempat lain tidak
berhubungan dengan robekan mukosa yang pertama.
21
Grade C :
Robekan mukosa pada 1 lipatan mukosa berhubungan dengan lipatan mukosa yang lain tetapi
tidak difus.
Grade D :
Robekan mukosa difus.15
Dispepsia Fungsional
2.6 ANAMNESIS
Jika pasien mengeluh mengenai dispepsia, dimulakan pertanyaan atau anamnesis dengan
lengkap. Berapa sering terjadi keluhan dispepsia, sejak kapan terjadi keluhan, adakah berkaitan
dengan konsumsi makanan? Adakah pengambilan obat tertentu dan aktivitas tertentu dapat
menghilangkan keluhan atau memperberat keluhan? Adakah pasien mengalami nafsu makan
menghilang, muntah, muntah darah, BAB berdarah, batuk atau nyeri dada?11
Pasien juga ditanya, adakah ada konsumsi obat obat tertentu? Atau adakah dalam masa
terdekat pernah operasi? Adakah ada riwayat penyakit ginjal, jantung atau paru? Adakah pasien
menyadari akan kelainan jumlah dan warna urin? 11
Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang dijual
bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan. Hubungan dengan
22
jenis makanan tertentu perlu diperhatikan. Tanda dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia,
berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang
sangat sering, hematemesis, melena atau jaundice kemungkinan besar adalah merupakan
penyakit serius yang memerlukan pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau "USG" atau "CT
Scan" untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster atau esophagus, penyakit ulkus,
pankreatitis kronis atau keganasan pankreas empedu.11
Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah
anak (meninggal, nakal, sakit, tidak punya), hubungan antar manusia (orang tua, mertua,
tetangga, adik ipar, kakak), hubungan suami-istri (istri sibuk, istri muda, dimadu, bertengkar,
cerai), pekerjaan dan pendidikan (kegiatan rutin, penggusuran, pindah jabatan, tidak naik
pangkat). Hal ini berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa orang.5
Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia. Pasien ulkus peptikum
biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri berkurang dengan mencerna makanan
tertentu atau antasid. Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan
pada ulkus duodenum. Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk
setelah makan kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik
(bedakan dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut.
Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit esofagus,
gastritis erosif dan karsinoma. Sebaliknya bila muncul setelah beberapa jam setelah makan
sering terjadi pada ulkus duodenum. Pasien dispepsia non ulkus lebih sering mengeluhkan gejala
2,
di luar GI, ada tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik.
6-11
23
2.7 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra-abdomen atau intra lumen yang
padat misalnya tumor, organomegali, atau nyeri tekan sesuai dengan adanya ransang
peritoneal/peritonitis.1
Tumpukan pemeriksaan fisik pada bagian abdomen. Inspeksi akan distensi, asites, parut,
hernia yang jelas, ikterus, dan lebam. Auskultasi akan bunyi usus dan karekteristik motilitasnya.
Palpasi dan perkusi abdomen, perhatikan akan tenderness, nyeri, pembesaran organ dan timpani. 6
Pemeriksaan tanda vital bisa ditemukan takikardi atau nadi yang tidak regular.10
Kemudian, lakukan pemeriksaan sistem tubuh badan lainnya. Perlu ditanyakan perubahan
tertentu yang dirasai pasien, keadaan umum dan kesadaran pasien diperhatikan. Auskultasi bunyi
gallop atau murmur di jantung. Perkusi paru untuk mengetahui konsolidasi. Perhatikan dan
lakukan pemeriksaan terhadap ektremitas, adakah terdapat perifer edema dan dirasakan adakah
akral hangat atau dingin. Lakukan juga perabaan terhadap kelenjar limfa.6-11
24
2.Barium enema untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan
berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita
makan. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran cerna
bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran ke arah tumor.1,3,15
25
berubah. Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti
terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama di
jejunum yang disebut sentina loops.1
26
2.9 DIAGNOSIS
Harus termasuk:
2. cepat kenyang
3. nyeri epigastrik
DAN
2. Terbukti tidak ada penyakit struktural termasuk endoskopi proksimal yang dapat
menjelaskan penyebab terjadinya gejala klinis tersebut.
Kriteria haruslah terjadi dalam masa 3 bulan terakhir dengan onset gejala
klinis sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum diagnosis. 3
27
2.10 DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Dispepsia adalah merupakan suatu simptom atau kelompok keluhan atau gejala dan
bukan merupakan suatu diagnosis. Diferensial diagnosis dyspepsia adalah seperti box 1. Sangat
penting mencari clue atau penanda akan gejala dan keluhan yang merupakan etiologi yang bisa
ditemukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. 50%60% kasus, didapati tidak ada
penyebab yang terdeteksi di mana pasien dikatakan merupakan dispepsia fungsional. Prevalensi
ulkus peptikum adalah 15%- 25% dan prevalensi esofagitis adalah 5%-15%. Kanker digestif
bagian atas < 2%. Disebabkan kanker digestif bagian atas jarang pada umur <50 tahun,
pemeriksaan endoskopi direkomendasi pada pasien yang berusia > 50 tahun. Juga direkomendasi
pada pasien yang mangalami penurunan berat badan yang signifikan, terjadi pendarahan, dan
muntah yang terlalu teruk.2
Ulkus peptikum.
Obat-obatan: obat anti inflamasi non-steroid, antibiotik, besi, suplemen kalium, digoxin.
Cholelithiasis or choledocholithiasis.
Pankreatitis Kronik.
Parasit intestinal.
28
2.11 PENATALAKSANAAN
1. Antasid
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam
lambung. Antasid biasanya mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat.
Pemberian antasid jangan terus- menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa
nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben
sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk
senyawa MgCl2. Sering digunakan adalah gabungan Aluminium hidroksida dan magnesium
hidroksida.Aluminum hidroksida boleh menyebabkan konstipasi dan penurunan fosfat;
magnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer. Antacid yang sering digunakan adalah
seperti Mylanta, Maalox, merupakan kombinasi Aluminium hidroksida dan magnesium
hidroksida. Magnesium kontraindikasi kepada pasien gagal ginjal kronik karena bisa
menyebabkan hipermagnesemia, dan aluminium bisa menyebabkan kronik neurotoksik pada
pasien tersebut.15
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam lambung
sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.10
3. Antagonis reseptor H2
29
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial
seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2 antara lain simetidin,
roksatidin, ranitidin, dan famotidin.10,15
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi
asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan
pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah ~18jam ; jadi, bisa dimakan antara 2 dan 5 hari supaya
sekresi asid gastrik kembali kepada ukuran normal. Supaya terjadi penghasilan maksimal,
digunakan sebelum makan yaitu sebelum sarapan pagi kecuali omeprazol.15
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat
sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi
meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,
meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk
lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar
lesi mukosa saluran cerna bagian atas. Toksik daripada obat ini jarang, bisa menyebabkan
konstipasi (23%). Kontraindikasi pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis standard adalah 1 g per
hari.15
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid.
Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan
mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance).10
30
Eradikasi bakteri Helicobacter pylori membantu mengurangi simptom pada sebagian pasien dan
biasanya digunakan kombinasi antibiotik seperti amoxicillin (Amoxil), clarithromycin
(Biaxin), metronidazole (Flagyl) dan tetracycline (Sumycin).6
Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (obat anti- depresi dan cemas)
pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan
dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.2,6-12
Pasien dengan keluhan dismotility like symptom bisa diobati dengan sama ada dengan
acid suppressive therapy, prokinetic agents, atau 5-HT 1 agonists. Metoclopramide dan
domperidone menunjukkan antara obat placebo dalam pengobatan dispepsia fungsional.16
2.12 PENCEGAHAN
31
Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang
pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis
makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah
dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa
dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.
Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernapasan dan
jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga membantu mengeluarkan
limbah makanan dari usus secara lebih cepat.
Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke, menurunkan
sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit. Stress juga
meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan kecepatan pencernaan. Karena
stress bagi sebagian orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya adalah
mengendalikannya secara effektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat yang cukup,
olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.
Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan OAINS, obat-obat
golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat peradangan
yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang mengandung
acetaminophen.
32
2.13 PROGNOSIS
Statistik menunjukkan sebanyak 20% pasien dispepsia mempunyai ulkus peptikum, 20%
mengidap Irritable Bowel Syndrome, kurang daripada 1% pasien terkena kanker, dan dispepsia
fungsional dan dyspepsia non ulkus adalah 5-40%.17
Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit ulkus
lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung, sehingga harus
diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila
terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu: Usia 50 tahun ke atas, kehilangan berat badan tanpa
disengaja, kesulitan menelan, terkadang mual-muntah, buang air besar tidak lancar dan merasa
penuh di daerah perut.
33
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dispepsia merupakan keluhan yang sangat umum, terjadi pada lebih dari seperempat
populasi, tetapi hanya kurang lebih seperempatnya berkonsultasi ke dokter. Terdapat banyak
penyebab dispepsia, antaranya adalah gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak
gaster atau duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori. Obat obatan seperti anti
inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya.
Penyakit pada hati, pankreas, sistem bilier, hepatitis, pankreatitis, kolesistetis kronik. Penyakit
sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner. Bersifat fungsional, yaitu
dispepsia yang terdapat pada kasus yang tidak terbukti adanya kelainan atau gangguan organik
atau struktural biokimia, yaitu dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus. Dispepsia adalah
merupakan suatu simptom atau kelompok keluhan atau gejala dan bukan merupakan suatu
diagnosis. Sangat penting mencari clue atau penanda akan gejala dan keluhan yang merupakan
etiologi yang bisa ditemukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Disebabkan kanker
digestif bagian atas jarang pada umur <50 tahun, pemeriksaan endoskopi direkomendasi pada
pasien yang berusia > 50 tahun. Juga direkomendasi pada pasien yang mangalami penurunan
berat badan yang signifikan, terjadi pendarahan, dan muntah yang terlalu teruk. Penatalaksanaan
dispepsia adalah meliputi pola hidup sehat, berpikiran positif dan pemakanan yang sehat dan
seimbang, selain daripada pengobatan. Pengobatan dispepsia adalah antaranya seperti antasid,
antikolinergik, antagonis reseptor histamin2, Proton Pump Inhibitor, sitoprotektif, golongan
prokinetik, antibiotik untuk infeksi Helicobacter pylori dan kadang kadang diperlukan
psikoterapi.
34
DAFTAR PUSTAKA
2. Jones MP. Evaluation and treatment of dyspepsia. Post Graduate Medical Journal
2003;79:25-29.
4. Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007.
Edisi 2010. Diunduh dari, http://library.usu.ac.id/index.php/index.php?
option=com_journal_review&id.
5. Citra JT. Perbedaan depresi pada pasien dispepsia organik dan fungsional. Bagian
Psikiatri FK USU 2003.
9. Dyspepsia, What It Is and What to Do About It? Edition 2009. Available from:
http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/disorders/474.html.
10. Greenburger NJ. Dyspepsia. The Merck Manuals Online Medical Library. 2008 March.
Available from: http://www.merck.com/mmpe/sec02/ch007/ch007c.html.
11. Delaney BC. 10 Minutes consultation dyspepsia. BMJ. 2001. Available from:
http://www.bmj.com/cgi/content/full/322/7289/776.
13. Glenda NL. Gangguan lambung dan duodenum. Patofisiologi. Edisi ke-6. EGC;
2006.h.417-19.
14. Riza TC, Bushra S. Dyspepsia. Prim Care Clinical Office Pract 34 2007;1:99108.
35
15. Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ et al. Peptic ulcer
disease. Harrisons Principle of Internal Medicine. 17th.Mc Graw-Hills; 2008.p.287.
16. David JB. Test and Treat or PPI Therapy for Dyspepsia? Journal Watch Gastroenterology
April 18, 2008.
36