Damar Wulan
Alkisah dahulu kala terdapat sebuah desa yang terpencil jauh dari Negeri Majapahit. Di
sana hidup seorang brahmana bernama Begawan Tunggulmanik. la tinggal bernama
cucunya yang sangat tampan bernama Damarwulan.
"Cucuku, pergilah engkau ke Kota Raja Majapahit," kata Begawan Tunggulmanik kepada
Damarwulan pada suatu pagi. Damarwulan menyambut permintaan kakeknya dengan
penuh keraguan. Namun Begawan Tunggulmanik menyarankan supaya Damarwulan
menemui pamannya yang bernama Logender yang menjabat sebagai patih di Kerajaan
Majapahit.
Sementara itu, Ratu Kencanawungu, yang memimpin Negeri Majapahit sedang mengalami
kemelut. Adipati Minakjingga dari Kadipaten Blambangan bertekad mempersunting Ratu
Kencanawungu yang jelas-jelas sudah menolaknya.
Sang Ratu pun memanggil Patih Logender untuk membicarakan hal itu.
"Paman Patih, saya mendapat berita bahwa ada seorang pemuda dari desa yang sangat
sakti bernama Damarwulan. Aku ingin Ia bersedia melawan Minakjingga yang bengis itu."
kata Ratu Kencanawungu meminta kerelaan Patih Logender untuk melepas menantunya
berjuang melawan Minakjingga
Sri Ratu Kencanawungu mengirimkan ksatria yang sangat sakti dan tampan untuk
bertemu Adipati Minakjingga," bisik orang-orang yang melihat Damarwulan melangkah
melewati gerbang kerajaan. Berita itu Iangsung tersebar ke seluruh penjuru Blambangan
dan akhirnya sampai ke telinga Adipati Minakjingga. Damarwulan pun kemudian
menghadap Adipati Minakjingga dan menyampaikan tantangannya untuk perang tanding.
"Ha..ha..ha.., tanding melawanmu? Apa Ratu Kencanawungu tidak salah kirim orang?"
Adipati Minakjingga meremehkan Damarwulan yang sangat tampan tetapi badannya tidak
sekekar dirinya. Kemudian mereka menuju alun-alun di tengah kota.
"Aku terima tantanganmu, dan jangan menyesal melawanku ya!" teriaknya berang. Dengan
senjata andalannya yaitu Gada Besi Kuning Minakjingga langsung memukul Damarwulan
yang tidak bersenjata. Sungguh sangat menyedihkan, Damarwulan seketika jatuh
tersungkur tidak sadarkan diri lagi diiringi ejekan dan tawa Minakjingga yang menggema.
Melihat kejadian itu Wahita dan Puyengan yaitu dua selir Minakjingga memohon belas
kasihan.
"Maaf Tuanku, pertempuran yang baru saja berlangsung sungguh tidak seimbang. Tuanku
terlalu kuat dan bukan lawan yang sebanding dengannya. Mohon ampuni dia," kata mereka
sambil bersimpuh di hadapan Minakjingga yang sudah siap mengayunkan senjatanya lagi.
Kedua selir itu terus memohon agar Damarwulan jangan dibunuh.
Damarwulan yang sudah mulai pulih kekuatannya, menyerukan tantangan lagi kepada
Minakjingga. Wahita dan Puyengan segera membangunkan Minakjingga. la tergagap
menghadapi tantangan itu dan langsung meninju Damarwulan sekuat tenaga. Damarwulan
pun jatuh terkapar di tanah. Namun kemudian Ia mampu bangun dan berdiri tegak lagi
berkat Gada Besi Kuning di tangannya.
Minakjingga kaget menyadari pusakanya ada di tangan musuhnya. Belum hilang rasa
kagetnya, tiba-tiba Damarwulan menghantam kepalanya memakai Gada Besi Kuning.
Seketika itu jugs Minakjingga roboh dan tidak pernah bisa bangun lagi.
"Aku sangat senang kau dapat mengalahkan Minakjingga yang bengis itu," sambut Ratu
Kencanawungu dengan bangga. Sesuai dengan sayembara yang telah diumumkan oleh
Ratu Kencanawungu, bahwa apabila ada perempuan yang dapat mengalahkan Minakjingga
maka Ia akan diangkat menjadi saudara. Sedangkan apabila yang mengalahkannya adalah
laki-laki, maka Sri Ratu Kencanawungu bersedia menjadi istrinya. Dengan demikian maka
Damarwulan pun menjadi suami Ratu Kencanawungu.
Pesan moral dari Dongeng Damar Wulan Cerita Rakyat Jawa Timur adalah Sikap serakah,
kejam, dan bengis akan dikalahkan oleh kebaikan. Damarwulan dengan niatnya yang tulus
menolong akhirnya dapat mengalahkan Minakjinggga yang kejam.