Anda di halaman 1dari 4

Cerita Rakyat Jawa Timur - Dongeng

Damar Wulan
Alkisah dahulu kala terdapat sebuah desa yang terpencil jauh dari Negeri Majapahit. Di
sana hidup seorang brahmana bernama Begawan Tunggulmanik. la tinggal bernama
cucunya yang sangat tampan bernama Damarwulan.

"Cucuku, pergilah engkau ke Kota Raja Majapahit," kata Begawan Tunggulmanik kepada
Damarwulan pada suatu pagi. Damarwulan menyambut permintaan kakeknya dengan
penuh keraguan. Namun Begawan Tunggulmanik menyarankan supaya Damarwulan
menemui pamannya yang bernama Logender yang menjabat sebagai patih di Kerajaan
Majapahit.

Damarwulan dengan berat hati meninggalkan desanya tercinta. Setelah menempuh


perjalanan panjang akhirnya Ia tiba di Kota Raja Majapahit dan sampai di kediaman Patih
Logender.

"Hhm..., jadi kamu yang bernama Damarwulan?" tanya Patih Logender.

"Ya, Paman," jawab Damarwulan dengan hormat. Kemudian Ia menceritakan asal-usulnya


dengan jelas. Kehadiran Damarwulan tidak disukai oleh kedua anak lakilaki Patih Logender
yang bernama Layang Kumitir dan Layang Seta. Namun anaknya yang ketiga, bernama
Dewi Anjasmara menerimanya dengan penuh perhatian. Bahkan kemudian Dewi
Anjasmara jatuh cinta kepada Damarwulan dan akhirnya mereka menikah.

Sementara itu, Ratu Kencanawungu, yang memimpin Negeri Majapahit sedang mengalami
kemelut. Adipati Minakjingga dari Kadipaten Blambangan bertekad mempersunting Ratu
Kencanawungu yang jelas-jelas sudah menolaknya.

Sang Ratu pun memanggil Patih Logender untuk membicarakan hal itu.

"Paman Patih, saya mendapat berita bahwa ada seorang pemuda dari desa yang sangat
sakti bernama Damarwulan. Aku ingin Ia bersedia melawan Minakjingga yang bengis itu."
kata Ratu Kencanawungu meminta kerelaan Patih Logender untuk melepas menantunya
berjuang melawan Minakjingga
Sri Ratu Kencanawungu mengirimkan ksatria yang sangat sakti dan tampan untuk
bertemu Adipati Minakjingga," bisik orang-orang yang melihat Damarwulan melangkah
melewati gerbang kerajaan. Berita itu Iangsung tersebar ke seluruh penjuru Blambangan
dan akhirnya sampai ke telinga Adipati Minakjingga. Damarwulan pun kemudian
menghadap Adipati Minakjingga dan menyampaikan tantangannya untuk perang tanding.

"Ha..ha..ha.., tanding melawanmu? Apa Ratu Kencanawungu tidak salah kirim orang?"
Adipati Minakjingga meremehkan Damarwulan yang sangat tampan tetapi badannya tidak
sekekar dirinya. Kemudian mereka menuju alun-alun di tengah kota.

"Akulah utusan Ratu Kencanawungu yang datang untuk membunuhmu," tantang


Damarwulan dengan gagah berani.

"Aku terima tantanganmu, dan jangan menyesal melawanku ya!" teriaknya berang. Dengan
senjata andalannya yaitu Gada Besi Kuning Minakjingga langsung memukul Damarwulan
yang tidak bersenjata. Sungguh sangat menyedihkan, Damarwulan seketika jatuh
tersungkur tidak sadarkan diri lagi diiringi ejekan dan tawa Minakjingga yang menggema.

Melihat kejadian itu Wahita dan Puyengan yaitu dua selir Minakjingga memohon belas
kasihan.

"Maaf Tuanku, pertempuran yang baru saja berlangsung sungguh tidak seimbang. Tuanku
terlalu kuat dan bukan lawan yang sebanding dengannya. Mohon ampuni dia," kata mereka
sambil bersimpuh di hadapan Minakjingga yang sudah siap mengayunkan senjatanya lagi.
Kedua selir itu terus memohon agar Damarwulan jangan dibunuh.

Mendengar permohonan kedua selirnya, Minakjingga pun meninggalkan Damarwulan yang


masih terkapar tak berdaya. Wahita dan Puyengan segera menolong dan menyadarkan
Damarwulan. Ternyata kedua selir itu juga berharap Damarwulan akan mampu
mengalahkan Minakjingga. Keduanya menceritakan bahwa mereka sangat tersiksa menjadi
selir Minakjingga yang bengis itu.

"Tapi, bagaimana aku bisa mengalahkan dan membunuhnya? Segala kemampuanku


ternyata sia-sia," tanya Damarwulan kepada kedua wanita itu.
Wahita dan Puyengan membeberkan rahasia bahwa Minakjingga hanya bisa mati dengan
cara dibunuh menggunakan pusaka andalannya sendiri yaitu Gada Besi Kuning. Keduanya
berjanji akan membantu mencuri pusaka itu.

Setelah mengalahkan Damarwulan maka Minakjingga mengadakan pesta pora. la makan


dan minum sepuas-puasnya sampai akhirnya Ia mengantuk dan langsung tertidur pulas.

"Hurr,...hurrr....grrrk...," suara dengkur Minakjingga terdengar menggelegar tiada henti.


Diam-diam Wahita dan Puyengan segera menyusup untuk mencuri Gada Besi Kuning yang
ada di samping Minakjingga. Begitu pulasnya Ia tidur sampai Ia tidak menyadari kehadiran
kedua selirnya. Akhirnya mereka berhasil mendapatkan Gada Besi Kuning lalu secepatnya
menyerahkannya kepada Damarwulan.

Damarwulan yang sudah mulai pulih kekuatannya, menyerukan tantangan lagi kepada
Minakjingga. Wahita dan Puyengan segera membangunkan Minakjingga. la tergagap
menghadapi tantangan itu dan langsung meninju Damarwulan sekuat tenaga. Damarwulan
pun jatuh terkapar di tanah. Namun kemudian Ia mampu bangun dan berdiri tegak lagi
berkat Gada Besi Kuning di tangannya.

Minakjingga kaget menyadari pusakanya ada di tangan musuhnya. Belum hilang rasa
kagetnya, tiba-tiba Damarwulan menghantam kepalanya memakai Gada Besi Kuning.
Seketika itu jugs Minakjingga roboh dan tidak pernah bisa bangun lagi.

Setelah berhasil membunuh Minakjingga, Damarwulan segera menghadap Sri Ratu


Kencanawungu.

"Aku sangat senang kau dapat mengalahkan Minakjingga yang bengis itu," sambut Ratu
Kencanawungu dengan bangga. Sesuai dengan sayembara yang telah diumumkan oleh
Ratu Kencanawungu, bahwa apabila ada perempuan yang dapat mengalahkan Minakjingga
maka Ia akan diangkat menjadi saudara. Sedangkan apabila yang mengalahkannya adalah
laki-laki, maka Sri Ratu Kencanawungu bersedia menjadi istrinya. Dengan demikian maka
Damarwulan pun menjadi suami Ratu Kencanawungu.
Pesan moral dari Dongeng Damar Wulan Cerita Rakyat Jawa Timur adalah Sikap serakah,
kejam, dan bengis akan dikalahkan oleh kebaikan. Damarwulan dengan niatnya yang tulus
menolong akhirnya dapat mengalahkan Minakjinggga yang kejam.

Anda mungkin juga menyukai