Anastesi PDF
Anastesi PDF
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anestesi
1.1 Defenisi
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Wikipedia, 2008).
Istilah Anestesia digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun
1948 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena
1.2 Sejarah
mungkin untuk meminimalkan rasa sakit (Ismunandar, 2006). Rekor dunia untuk
amputasi kaki dicapai dalam waktu 15 detik yang dilakukan oleh Dominique
Larrey, ketua tim dokter pribadi Napoleon. Tahun 1800, Davy seorang ahli kimia
yang sangat terkenal telah mempublikasikan bahwa zat kimia terterntu seperti
oksida nitrogen dapat mempunyai efek bius. Walaupun dokter yang pertama kali
karena Morton secara demonstratif telah menunjukkan cabut gigi tanpa rasa sakit
Pada tahun 1848, di Inggris tercatat JY Simpson dan John Snow yang
banyak mengembangkan anestesi (Ellis, 1994). Eter waktu itu banyak digunakan
anestesi yang efektif. Kadang mereka bereksperimen dengan diri mereka sendiri.
rasa sakit adalah bagian kodrat dari Tuhan, dan menggunakan anestesi berarti
melawan kodrat itu. Namun, oposisi penggunaan anestesi berakhir setelah Ratu
Anestesi terhadap Ratu Victoria tersebut dilakukan oleh John Snow. Tindakan
Ratu Victoria tersebut ternyata bisa mengubah pandangan umum tentang anestesi.
1.3 Klasifikasi
Obat bius memang diciptakan dalam berbagai sediaan dan cara kerja.
Namun, secara umum obat bius atau istilah medisnya anestesi ini dibedakan
menjadi tiga golongan yaitu anestesi lokal, regional, dan umum (Joomla, 2008).
menghambat konduksi saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh
dengan hilangnya kesadaran penderita. Sedangkan pada anestesi lokal (sering juga
diistilahkan dengan analgesia lokal), kesadaran penderita tetap utuh dan rasa nyeri
hal. Misalnya, sulam bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial seperti
sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi berlubang, hingga merawat luka terbuka yang
tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang didapat
hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi,
bila lebih dari itu, maka akan diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan
pasiennya perlu dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek samping operasi
yang lebih besar, bila pasien tak sadar. Misalnya, pada persalinan Caesar, operasi
usus buntu, operasi pada lengan dan tungkai. Caranya dengan menginjeksikan
obat-obatan bius pada bagian utama pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu
saraf utama yang ada di dalam tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu
tadi lalu terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak. Dan sifat
anestesi atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding anestesi lokal.
karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf pusat atau otak, maka pasien
yang sudah di anestesi regional masih bisa sadar dan mampu berkomunikasi,
walaupun tidak merasakan nyeri di daerah yang sedang dioperasi (Joomla, 2008).
dengan nama narkose umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan nyeri
2009). Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan operasi besar yang
pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah rekonstruksi tulang,
Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas, selain deteksi
pra anestesi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai
berikut: ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan operasi. ASA
2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang baik karena
penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien batu ureter dengan
hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut dengan lekositosis dan
dengan septi semia, atau pasien ileus obstruksi dengan iskemia miokardium. ASA
4, yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam
walaupun dioperasi atau tidak. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis
krani dan syok hemoragik karena ruptura hepatik. Klasifikasi ASA juga dipakai
atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan
hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus,
dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II (stadium eksitasi
pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut
bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan
masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.
Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial
semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai dengan
respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi.
impuls saraf ke SSP (Tjay, 2002). Luasnya daerah anestesi tergantung tempat
pemberian larutan anestesi, volume yang diberikan, kadar zat dan daya tembusnya
(Siahaan, 2000).
menggangu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi dari beberapa impuls.
Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap susunan saraf
(Siahaan, 2000).
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat
yang digunakan sebagai anestetika lokal, antara lain: tidak merangsang jaringan,
sistemik yang rendah, efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada
selaput lendir, mula kerjanya sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu
yang cukup lama, dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga
antara lain tidak iritatif/merusak jaringan secara permanen, onset cepat, durasi
cukup lama, larut dalam air, stabil dalam larutan, dan dapat disterilkan tanpa
mengalami perubahan.
gugus-amino hidrofil (sekunder atau tersier) yang dihubungkan oleh suatu ikatan
ester (alkohol) atau amida dengan suatu gugus aromatis lipofil (Tjay, 2002).
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi
dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu
obatan anestesi tertentu pada area yang akan dilakukan sayatan atau jahitan. Obat-
obatan yang diinjeksikan ini lalu bekerja memblokade saraf-saraf tepi yang ada di
(Joomla, 2008).
a. Anestesi Spinal
antara lain jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis
obat, posisi tubuh, tekanan intra abdomen, lengkung tulang belakang, usia pasien,
b. Anestesi Epidural
obat pada ruang epidural (peridural, ekstradural) di dalam kanalis vertebralis pada
Ruang epidural berada di antara durameter dan ligamentun flavum. Bagian atas
pasca bedah, tatalaksana nyeri saat persalinan, penurunan tekanan darah saat
pembedahan supaya tidak banyak perdarahan, dan tambahan pada anestesia umum
c. Anestesi Kaudal
karena ruang kaudal adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan
di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutupi oleh ligamentum
perifer. Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah anestesi regional intravena.
Anestesi regional intravena dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit.
Melalui cara ini saraf yang dituju langsung saraf bagian proksimal. Sehingga
daerah yang dipersarafi akan teranestesi misalnya pada tindakan operasi di lengan
bawah memblok saraf brakialis. Untuk melakukan anetesi blok perifer harus
1992).
operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang tersedia (Admin,2008).
Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak
menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau
otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang tidak diinginkan
(Gan, 1987). Obat anestesi umum yang ideal menurut Norsworhy (1993)
analgesik relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mula kerja obat yang
cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan. Selain itu obat tersebut
harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan yang luas,
adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi
umum yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam
lemak, larut dalam darah, tidak meracuni end-organ (jantung, hati, ginjal), efek
samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien
(Kumala, 2008).
kesepakatan dan pengetahuan yang dalam baik antara pasien dan faktorfaktor
ternyata lebih baik daripada pembiusan total. Blokade neuraksial bisa mengurangi
keterampilan dan pengalaman ahli anestesi dan ahli bedah, tersedianya obat dan
peralatan, kondisi klinis pasien, waktu yang tersedia, tindakan gawat darurat atau
efektif, keadaan lambung, dan pilihan pasien. Untuk operasi kecil (misalnya
yang terbaik adalah anestesi regional. Untuk operasi besar gawat darurat, anestesi
oleh tindakan anestesi sendiri dan atau kondisi pasien (Thaib, 1989). Komplikasi
segera dapat timbul pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun
(Thaib, 1989). Menurut Ellis & Campbell (1986), secara umum komplikasi
1. Kerusakan Fisik
a. Pembuluh Darah
memar, eksavasasi obat yang dapat menyebabkan ulserasi kulit di atasnya, infeksi
lokal, tromboflebitis serta kerusakan struktur berdekatan, terutama arteri dan saraf
(Ellis & Campbell, 1986). Beberapa obat yang mencakup Benzodiazepin dan
b. Intubasi
trachea oleh orang yang tidak berpengalaman. Kerusakan gigi geligi akan terjadi
lebih serius jika disertai kemungkinan inhalasi fragmen yang diikuti oleh abses
(Ellis & Campbell, 1986). Kerusakan pada struktur tonsila dan larynx (terutama
pita suara) untungnya sering terjadi, tetapi penanganan mulut posterior struktur
c. Saraf Superfisialis
menyebabkan paralisis dan kehilangan sensasi dalam tangan serta nervus radialis
Pleksus brachialis dapat dirusak dengan meregangnya di atas caput humeri, jika
lengan diabduksi atau rotasi eksternal terlalu jauh (Ellis & Campbell, 1986).
2. Pernapasan
obstruksi saluran pernapasan akut selama atau segera setelah induksi anestesi.
Spasme Larynx dan penahanan napas dapat sulit dibedakan serta dapat timbul
sebagai respon terhadap anestesi yang ringan, terutama jika saluran pernapasan
dirangsang oleh uap anestesi iritan atau materi asing yang mencakup sekresi dan
kandungan asam lambung (Ellis & Campbell, 1986). Intubasi yang gagal dapat
menjadi mimpi buruk, bila mungkin terjadi aspirasi lambung, seperti pasien
relaksan yang tidak adekuat, depresi sentral dengan opioid dan zat anestesi,
hambatan batuk dan ventilasi alveolus yang tak adekuat sekunder terhadap nyeri
CO2 serta kemudian narcosis CO2, terutama jika PO2 dipertahankan dengan
pemberian oksigen.
sekunder terhadap lepasnya thrombus dari vena pelvis atau betis. Thrombus vena
profunda di tungkai dapat diduga, bila pasien mengeluh pembengkakan atau nyeri
tekan otot betis (Ellis & Campbell, 1986). Embolisme pulmonalis bisa tampil
3. Kardiovaskuler
hipotensi, hipertensi, aritmia jantung, dan payah jantung (Thaib, 1989). Hipotensi
didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih
dari 25% dari nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia
yang tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi
4. Hati
Insidens virus Hepatitis A aktif dalam populasi umum mungkin jauh lebih lazim,
(Ellis & Campbell, 1986). Mungkin bahwa zat anestesi mengurangi kemanjuran
terutama dengan pemaparan vesera, bisa timbul hipotermi yang parah, yang
Sebagian penyebab pada mulanya tidak berarti, tetapi jika bahaya tersebut tidak
diperhatikan sama sekali, atau tidak diatasi dengan baik, maka bencana dapat
terjadi (Bulto & Blogg, 1994). Bahaya lain mungkin tidak berbahaya tetapi
yang terjadi selama pembedahan tidak dapat dikontrol, hal ini tentu saja termasuk
kematian dalam keadaan teranestesi tetapi bukan akibat anestesi walaupun ahli
dan henti jantung yang saling terkait, pada kedua kasus kematian dapat
disebabkan oleh gangguan penyediaan oksigen otak dan /atau jantung baik primer
terhentinya sirkulasi setelah henti jantung) (Bulto & Blogg, 1994).Bahaya lain
akibat anestesi yang dapat mematikan karena anestesi adalah anafilaksis akut
karena obat yang digunakan pada anestesi, dan hipertermia yang ganas.
(Bulto & Blogg, 1994). Keadaan seperti ini dapat terjadi pada semua titik mulai
dari sumber penyediaan oksigen, mesin anestesi, saluran pernapasan atas dan
bawah, paruparu, pembuluh darah utama sampai kapiler, dan akhirnya sampai
kepada pemindahan oksigen ke dan dalam sel. Sebagian sel akan pulih dari
hipoksia atau bahkan anoksia yang berlangsung dalam beberapa menit, tetapi pada
oksigen, demikian juga yang terjadi jika jantung berhenti dengan efektif
2 Keperawatan
2.1 Pengertian
respon orang terhadap sehat dan sakit yang merupakan suatu fenomena perhatian
perawat.
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang
pengertian dasar seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat
atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injury dan
(Depkes RI,2002).
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap kedudukannya dalam sistem ( Zaidin Ali , 2002). Ahli lain yaitu Kozier
Barbara (1995) memberi defenisi peran sebagai seperangkat tingkah laku yang
diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu
sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar
dimiliki oleh perawat untuk menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki. Peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk
pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk
dengan kode etik professional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri
mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian,
evaluasi.
menyangkut bidang yang amat luas sekali, secara sederhana dapat diartikan
sebagai suatu upaya untuk membantu orang sakit maupun sehat dari sejak lahir
Peran yang dimiliki oleh seorang perawat antara lain peran sebagai
pelaksana, peran sebagai pendidik, peran sebagai pengelola, dan peran sebagai
pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Pada peran ini,
terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang
2005). Sebagai comforter perawat berusaha memberi kenyamanan dan rasa aman
pada pasien. Peran protector dan advocate lebih berfokus pada kemampuan
perawat melindungi dan menjamin hak dan kewajiban pasien agar terlaksana
anggota kesehatan lainya. Peran ini erat kaitanya dengan keberadaan perawat
keperawatan yakni mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh
keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga kesehatan yang berada dibawah
ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu penting dalam memperkokoh upaya
ruang Post Anestesi Care Unit (PACU) atau Recovery Room (RR) sampai kondisi
pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk
1997). Post Anestesi Care Unit (PACU) atau Recovery Room (RR) biasanya
mempermudah akses bagi pasien untuk perawat yang disiapkan dalam merawat
Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan seperti oksigen,
mekanik dan peralatan suction. Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat
(Rondhianto, 2998).
ditempatkan pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan
akses bagi pasien, seperti pemindahan darurat dan dilengkapi dengan kelengkapan
yang digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail,
tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan perawatan
Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh
anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen
untuk dikeluarkan dari PACU adalah : pasien harus pulih dari efek anestesi, efek
kesadaran pasien telah sempurna, orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan
orang, fungsi pulmonal yang tidak terganggu, hasil oksimetri nadi menunjukkan
saturasi oksigen yang adekuat, tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah,
haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam, mual dan muntah dalam kontrol, dan
nyeri minimal (Torrance & Serginson, 1997). Status pasien harus ditulis dan
persetujuan harus dibuat untuk kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat
khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan, staf dari unit
antara lain : keadaan penderita serta order (usulan) dari dokter, mengusahakan
agar pasien jangan sampai kedinginan, kepala pasien sedapat mungkin harus
dimiringkan untuk menjaga bila muntah sewaktu-waktu, dan muka pasien harus
(Abrorshodiq, 2009).
Peran perawat pada fase pasca anestesi baik pada bedah mayor
maupun minor sangat dibutuhkan. Peran perawat tersebut merupakan upaya dalam
pengkajian pasca anestesi dan peran penatalaksanaan atau perawatan pasien pasca
itu pasien harus dipantau dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan
psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari anestesi mulai berkurang dan
yang serius atau tidak dapat diubah (Murphy & Vender, 2004). Pemantauan
dilakukan segera setelah pasien masuk di ruang PACU atau di ruang mana pasien
1. Sistem pernapasan
memeriksa jalan nafas dengan meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
Rate/RR), pola pernapasan, kemampuan nafas dalam dan batuk, dan kedalaman
nyeri, balutan yang terlalu ketat, dilatasi lambung, atau obesitas. Pernapasan yang
setiap 15 menit, lalu setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya. Setelah itu bila
keadaan tetap baik, pemeriksaan dapat diperlambat. Bila tidak ada petunjuk
pernafasan (diafragma, retraksi sterna), efek anestesi yang berlebihan, dan adanya
2. Sistem kardiovaskuler
adalah memantau pasien terhadap tanda-tanda syok dan hemoragi (Brunner &
perifer yang meliputi kualitas denyut, warna kulit, temperatur, ukuran ektremitas,
sirkulasi darah, nadi dan suara jantung yang dikaji tiap 15 menit (4 x ), 30 menit
(4x), 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil (Abrorshodiq,
2009). Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung kemungkinan dapat
disebabkan oleh depresi miocard, shock, perdarahan atau overdistensi. Nadi yang
warna dan kelembaban, turgor kulit, dan balutan, mengukur cairan NGT, menilai
out put urine, drainage luka, mengkaji intake/output, memonitor cairan intravena,
4. Sistem Persarafan.
fungsi serebral dan tingkat kersadaran pasien. Pada pasien terutama dengan bedah
kepala leher, dikaji respon pupil, kekuatan otot, koordinasi, dan depresi fungsi
5. Sistem perkemihan.
palpasi, dan perkusi abdomen bawah untuk mengetahui adanya distensi buli-buli.
Pada pemasangan kateter dikaji warna, dan jumlah urine. Out put urine kurang
pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan
TIK pada bedah kepala dan leher. Perawat mengobservasi keadaan umum,
observavomitus dan drainase. Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk
muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga perlu dipantau
kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi
Perawat mengkaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus. Selain itu
mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung juga
pemberian obat, serta mengkaji jumlah, warna, dan konsistensi isi lambung
sepenuhnya dari pengaruh anestesi, yaitu pasien telah mempunyai tekanan darah
yang stabil, fungsi pernapasan adekuat, saturasi O2 minimum 95%, dan tingkat
terjadinya situasi krisis antara lain: tekanan sistolik < 90 100 mmHg atau > 150
meningkatnya kegelisahan pasien,dan tidak BAK lebih dari 8 jam post operasi
(Abrorshodiq, 2009).
secara detail pada bagan ruang pemulihan pascaanestesi (Brunner & Suddarth,
2001) :
Tabel 1.
Kriteria penentuan tingkat pemulihan pasien pasca anestesi
Penilaian
Pernapasan:
Kemampuan untuk bernapas dengan
dalam dan batuk 2
Warna kulit:
Warna dan penampilan kulit normal 2
Aktivitas otot:
Bergerak secara spontan atau atas
perintah 2
Total
Keterangan:
Pasien bisa dipindahkan ke ruang perawatan dari ruang PACU/RR jika nilai
perannya dalam hal perawatan pasien pasca anestesi. Dalam hal ini pasien harus
anestesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil. Banyaknya asuhan
kepada prosedur bedah yang dilakukan (Abrorshodiq, 2009). Hal-hal yang harus
diperhatikan meliput i:
posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan atau setengah telungkup
dengan kepala tengadah ke belakang dan rahang didorong ke depan sampai reflek-
Saluran nafas buatan pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian
anestesi umum untuk mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah ke depan
sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak
dan lendir harus dibantu dengan suction. Terapi oksigen sering diberikan pada
Selain pemberian O 2 harus diberikan latihan nafas dalam setelah pasien sadar.
Intervensi keperawatan yang paling penting dibutuhkan ketika terjadi untah adalah
kardiovaskuler yang paling sering terjadi pada pasien post anestesi. Untuk itu
pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di
cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor(Abrorshodiq, 2009).
Insersi Naso Gastric Tube (NGT) intra operatif untuk mencegah komplikasi post
(www.Nurseview.com, 2008).
tempat tidurnya dipasang pengaman sampai pasien sadar betul. Posisi pasien
sering diubah sesuai dengan potensial pasien untuk mencegah kerusakan saraf
akibat tekanan kepada saraf otot dan persendian. Nyeri yang dirasakan
sendirian. Pasien harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah selesai dan