PENDAHULUAN
hipotensi dan bradikardi. Posisi lain juga mempengaruhi kerja jantung seperti posisi
telungkup, posisi duduk, dikubitus lateral dan lain-lainnya. Salah pilih obat, terapi cairan
tidak adekuat, anesthesia terlalu dalam atau terlalu dangkal juga dapat mengganggu
jantung
Gangguan system tubuh lain dapat terjadi seperti mual muntah, hiperperistaltik
usus, ileus, gangguan faal hati, trauma pemasangan laringoskop, pemasangan pipa
trakea, kateter dan lain-lainnya.
Pengalaman dalam dunia anestesiologi dapat dibandingkan dengan pengalaman
dalam dunia penerbangan. Induksi anestesa dapat diibaratkan saat pesawat terbang
take-off dan pulih anestesi dapat diidentikkan pesawat terbang landing. Factor manusia
sangat berperan dalam situasi peristiwa diatas untuk keselamatan pasien atau
penumpang.
BAB II
KOMPLIKASI ANESTESIA
I.
KOMPLIKASI KARDIOVASKULAR
1. Hipotensi
Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah systole kurang dari 70
mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya
Etiologi hipotensi selama anesthesia:
a. Hipovolemia
: hipovolemia pra anesthesia, perdarahan
bedah.
b. Obat induksi
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
jantung tergantung dosis yang diberikan. Terjadi terutama pada pasien usia
lanjut, bila ada penyakit miokard ataupun hipertensi yang tidak diobati
sebelumnya.
Anestetika halotan, enfluran dan isofluran mempunyai efek inotrofik
negative dan menurunkan resistensi pembuluh darah yang proposional
dengan konsentrasi yang diberikan. Hipotensi dan bradikardia yang terjadi
dapat diperbaiki dengan menurunkan konsentrasi, pemberian atropin atau
cairan infuse untuk meningkatkan curah jantung. Analgesia spinal atau
peridural menyebabkan hipotensi karena blockade susunan saraf simpatikus.
Penyulit ini dapat diatasi dengan mempercepat infuse, pemberian obat
antikolinergik (seperti atropine) atau vasopresor (seperti efedrin).
2. Hipertensi
Umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan
pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khusus pada
pasien dengan penyakit jantung karena jantung harus bekerja lebih berat,
dengan kebutuhan O2 miokard yang meningkat. Kalau tidak dapat dicukupi
dapat timbul iskemia atau infark miokard.
Etiologi hipertensi selama anestesia:
a. Anestesia ringan
: analgesia dan hipnosis tidak adekuat, batuk,
tahan nafas, dll
b. Penyakit hipertensi : tidak diterapi, terapi tak adekuat atau tidak
terdiagnosis
c. Hiperkapnia
bekerja dll
d. Obat
Hiperkapnia karena pengikat CO2 yang tak berfungsi baik atau karena
banyak gas CO2 kedalam sirkuit anestesia dapat memberikan gejala
hipertensi, takikardia atau ekstrasistole ventrikel.
Hipertensi karena kesakitan yang terjadi pada akhir anestesia dapat diobati
dengan analgetika narkotik seperti pethidin 10mg I.V. atau morfin 2-3 mg I.V.
dengan memperhatikan pernafasan (depresi).
3. Aritmia jantung
Kekerapan aritmia pada anestesia adalah 15-30%. Tidak semua aritmia
harus dapat pengobatan. Terapi harus dilaksanakan jika aritmia tersebut
diikuti atau menjadi:
a. Tindakan bedah
dilatasi anus
b. Pengaruh metabolisme:
hiperkalemia
c. Penyakit tertentu
hipertiroidi,
hiperkapnia,
hipokalemia,
koroner
d. Pengaruh obat tertentu : atropin, halotan, adrenalin, dll.
Hipoksia atau hiperkapnia merangsang pengeluaran
katekolamin
4. Payah jantung
Payah jantung mungkin terjadi pada pasien yang mendapat cairan I.V.
berlebihan, lebih-lebih pada pasien dengan kelainan jantung atau gangguan
fungsi ekskresi ginjal. Gejala yang terlihat mungkin hipotensi, sesak nafas
dan ronkhi basah pada kedua paru. Dalam pipa endotrakea tampak cairan
berbusa berwarna merah muda. Pengobatan dilakukan dengan restrisi
cairan, diuretika, digitalis, pernafasan dengan tekanan positif dalam dengan
O2.
II.
PENYULIT RESPIRASI
1. Obstruksi jalan nafas
Tanda-tanda obstruksi sebagian jalan nafas (parsial):
a. Stridor (nafasnya berbunyi), terdengar seperti ngorok, bunyi kumur-kumur
atau melengking
b. Retraksi otot dada ke dalam di daerah supraklavikular, supra sternal, sela
iga dan epigastrium selama inspirasi
c. Nafas paradoksal (pada waktu inspirasi
dinding
dada
menjadi
c. Spasme laring.
2. Intubasi endobronkial :
Pada intubasi endotrakea, pipa endotrakea dapat masuk terlau dalam hanya
masuk dalam salah satu bronkus, biasanya mencapai bronkus kanan.
Ventilasi dengan satu paru untuk waktu lama dapat berakibat atelektase paru
dan hipoksia. Komplikasi dapat dicegah dengan selalu mendengarkan bunyi
nafas dengan stetoskop setiap kli selesai intubasi.
3. Batuk :
Batuk sering terjadi pada anestesia yang belum dalam apalagi menggunakan
anestetika inhalasi yang berbau (eter, isoflurane, enfluran). Pemberian
tiopental pun kadang-kadang juga memberikan komplikasi ini terutama kalau
dilanjutkan dengan anestetika yang merangsang jalan nafas seperti eter.
Batuk dapat dihilangkan dengan mendalamkan anestesia secara pelan-pelan
atau dengan obat anestetika yang tidak merangsang jalan nafas atau dengan
memberikan obat pelumpuh otot. Batuk juga dapat terjadi karena laring
dirangsang oleh lendir atau sisa makanan yang termuntah.
4. Cekukan (hiccup) :
Disebabkan spasme diafragma yang intermiten disertai penutupan glotis
secara mendadak. Spasme terjadi karena rangsang saraf sensoris frenikus
yang berhubungan dengan ganglion soeliaka atau oleh refleks autonom
intraabdomen lain. Saraf vagus mungkin juga merupakan salah satu serabut
aferen dari refleks ini. Cekukan jarang terjadi kalau premedikasi atropin
sudah diberikan sebelumnya. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada operai
perut atas terutama kalau disertai juga hipokapnia, anestesia yang kurang
dalam atau dosis obat pelumpuh otot nondepolarisasi yang kurang cukup.
Cekukan dapat dihilangkan dengan mendalamkan stadia anestesia, atau
menambah dosis obat pelumpuh otot, atau menyuntikkan HCl ephedrin 5-10
mg I.V. atau klorpromazin 20-25mg I.V.
Kalau cara-cara diatas belum berhasil dapat dicoba dengan menuangkan
sedikit air dingin ke dalam salah satu lubang hidung atau merangsang faring
dengan kateter.
Komplikasi yang sering terjadi pada anestesia dan pasien tidak sadar.
Muntah adalah keluarnya isi lambung secara aktif karena kontraksi otot
saluran cerna (gastrointestinal). Dapat terjadi pada induksi yang tidak mulus
atau pada waktu stadium anestesia ringan. Bahan muntahan dapat masuk
trakea dan paru (aspirasi). Bila banyak dan bersifat asam terjadi
pneumonitas aspirasi yang sering berakibat buruk dan fatal.
Regurgitasi adalah keluarnya isi lambung karena proses pasif dimana otot
dan sfingter saluran cerna menjadi lemas. Regusgitasi akan terjadi pada
stadium pemeliharaan anestesia dan tidak didahului oleh gejala-gejala lain
sehingga tanpa disadari juga terjadi aspirasi dengan segala akibat yang
buruk.
Etiologi muntah dan regurgitasi :
a. Masih terjadi sisa makanan dalam lambung atau esofagus, karena :
Puasa terlalu singkat
Obstruksi pilorus
Rangsangan peritonium misalnya peritonitis
Ada bekuan darah dalam lambung
Sisa makanan dari usus halus yang berbalik ke lambung, misalnya
ileus obstruktif
b. Pengosongan lambung terlambat, sering terjadi pada :
Wanita hamil
Trauma kepala
Pasien katakutan atau kesakitan
Setelah makan obat tertentu, misalnya narkotika
Faktor predisposisi terjadi muntah dan regurgitasi :
1. Volume isi lambung yang cukup banyak dengan pH kurang dari 3, sering
terjadi pada pasien untuk operasi emergensi, pasien yang ketakutan.
2. Kardia yang inkompeten seperti pada pasien dengan hernia hiatus, pada
tonus vagus yang meningkat.
3. Peningkatan tekanan intra-abdominal, karena:
a. Posisi litotomi
b. Fasikulasi karena subsinilkolin
c. obesitas
4. Penurunan tekanan intra-toraks yang berlebihan pada anestesia dalam
dengan nafas spontan.
Bahaya muntah dan regurgitasi :
1. Isi lambung padat dapat menyumbat jalan nafas dengan akibat asfiksia,
hipoksia dan hiperkapnia.
2. Asam lambung yang masuk dalam bronkus dapat menyebabkan refleks
depresi jantung
3. Asam lambung akan merusak jaringan paru dan menyebabkan
pneumonia aspirasi (sindroma Mendelson). Gejala : sedak nafas, syok,
sianosis, ronki basah pada kedua paru, edema paru. Pasien biasanya
meninggal karena gagal jantung dan nafas.
Tindakan pencernaan :
1. Persiapan puasa yang adekuat, 6-8 jam untuk pasien dewasa dan 4-6
jam untuk bayi dank anak-anak.
2. Pengosongan lambung secara aktif fengan mengisap melalui pipa
lambung, sengaja membuat muntah dengan merangsang farings atau
memberi obat perangsang muntah seperti apomorfin.
3. Pemberian antasid untuk menetralisir asm lambung
4. Cimetidin 300 mg atau tagmet 400 mg 2 jam sebelum induksi dapat
membantu meninggikan pH isi lambung
5. Pada operasi akut harus dilakukan induksi kilat.
Tindakan pengobatan komplikasi muntah dan regurgitasi :
Kalau diketahui terjadi aspirasi, pengobatan sebagai berikut :
1. Posisi miring, kepala atau seluruh badan
2. Posisi Trendelenberg
3. Intubasi segera dilakukan pengisapan melalui pipa endotrakea
4. Berikan O2 100%
5. Suntikkan hidrokortison 500-1000 mg I.V.
6. Antibiotika
7. Kalau perlu dilakukan bronkoskopi
Pencegahan muntah pasca bedah :
Beberapa obat dapat digunakan untuk mencegah muntah pasca bedah,
yaitu:
1. Obat antikolinergik, seperti atropin (0,5-1 mg), hiosin (0,4-0,6 mg)
2. Antihistamin, seperti prometazin (50 mg)
3. Golongan fenotiazin, seperti klorpromazin (25 mg)
4. Golongan buterofenon, seperti dehidrobenzperidol (5-10 mg)
5. Lain-lain seperti primperan
III.
KOMPLIKASI MATA
Selama anestesia umumnya mata penderita tak tertutup rapat terutama jika
mempergunakan obat pelumpuh otot. Karena itu mata harus dilindungi dari
10
trauma langsung, kekeringan kornea atau iritasi dari obat-obatan atau alat yang
dipergunakan selama anestesia.
Laserasi kornea akan menyebabkan penderita mengeluh nyeri pada mata
pasca bedah, lakrimasi bertambah dan blefrospasm. Untuk mencegah
komplikasi ini selama operasi mata ditutup dengan plester atau dibasahu dengan
air garam fisiologis atau diberi salep mata.
Penekanan bola mata yang terlalu kuat misalnya karena pemasangan
sungkup muka yang terlampau besar akan menekan aliran darah mata. Hal ini
dapat menyebabkan kebutaan, yang kadang-kadang terjadi pada tindakan
anestesia dengan hipotensi kendali. Penekanan bola mata dapat pula
menimbulkan refleks okulokardiak pada anestesia yang
ringan berupa
sebelum
anestesia
harus
diketahui
dulu
11
Evaporasi :
Kehilangan cairan tubuh melalui kulit dan paru (insesible loss) dalam
keadaan normal berkisar antara 0,5-1 liter dalam satu hari yang diikuti dengan
kehilangan elektrolit. Penguapan ini akan bertambah jika gas anestesi yang
diberikan kering. Selain itu luka operasi, misalnya laparotomi menambah
lapangan penguapan tubuh hingga kemungkinan kehilangan cairan lebih banyak.
2. Hipervolemia
Faktor-faktor penyebab hipervolemia :
1. Gagal jantung
2. Pemberian cairan infus berlebihan selama pembedahan
3. Ginjal tidak mampu melakukan ekskresi cairan
4. Kesalahan memantau dengan CVP hingga patokan pemberian kacau
5. Hipoproteinemia
6. Intoksikasi air karena tindakan bedah (misalnya operasi reseksi transuretral
prostat).
Pemberian cairan harus disesuaikan dengan keperluan tubuh yang ideal.
Pemberian cairan yang melebihi 30% dari seharusnya dapat berakibat edema
paru dan gagal jantung. Kecepatan infus normal untuk pembedahan tanpa
banyak perdarahan bervariasi 3-8 cc/kgBB/jam.
Hipervolemia akan memberikan gejala-gejala,
takikardia,
hipertensi,
KOMPLIKASI NEUROLOGI
a. Konvulsi
Beberapa jenis kontraksi abnormal otot dapat terjadi selama anestesia,
seperti :
1. Konvulsi pada anestesia dengan eter yang dalam
2. Klonus pada anestesia ringan, terutama pada anak-anak
3. Konvulsi karena hipoksia
4. Konvulsi karena obat anestetika tertentu kadang-kadang memberikan
gejala epilepsi, misalnya enfluran, altesin.
Terapi :
1. Hentikan pemberian eter atau enfluran dan 02 ditinggikan.
2. Berikan obat antikonvulsi seperti valium, tiopental.
3. Jika suhu tubuh naik, kompres es atau alkohol.
12
b. Terlambat sadar
Penyulit ini disebabkan oleh :
1. Kelebihan dosis premedikasi atau obat-obat lain selama anestesia,
2.
3.
4.
5.
KOMPLIKASI LAIN-LAIN
a. Menggigil
Pada akhir anestesia dengan tiopental, halotan atau enfluran kadang-kadang
timbul menggigil seluruh tubuh disertai bahu dan tangan bergetar. Hal ini
mungkin terjadi karena reaksi tubuh terhadap suhu kamar operasi yang rendah.
Faktor lain yang menjadi pertimbangan ialah kemungkinan waktu anestesia
aliran gas diberikan terlalu tinggi hingga pengeluaran panas tubuh melalui
ventilasi meningkat.
Terapi :
1. Pasang selimut tebal
2. Petidin 15-25 mg I.V.
3. Klorpromazin 5-10 mg I.V.
b. Gelisah setelah anestesia
13
14
f. Hipersensitif
Reaksi hipersensitif
adalah
reaksi
abnormal
terhadap
obat
karena
16