Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai oleh


psikopatologi yang disruptif dan melibatkan aspek kognisi, persepsi dan aspek
lain perilaku. Ekspresi dari manifestasi penyakit ini bervariasi diantara pasien
tetapi efeknya selalu berat dan bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Skizofrenia mengenai segala lapisan kelas dan umumnya muncul pada usia
kurang dari 25 tahun, lalu selanjutnya menetap sepanjang hidup. Meskipun
didiagnosis sebagai penyakit tunggal, skizofrenia mungkin terdiri atas suatu
kumpulan gangguan dengan etiologi beragam, dan bervariasi dalam manifestasi
klinis, respons pengobatan dan perjalanan penyakitnya.
Data epidemiologis menunjukkan bahwa di Amerika Serikat prevalensi
skizofrenia adalah 1%, pada studi lain didapatkan rentang yang tidak jauh berbeda
yaitu 0,6-1,9 %. Skizofrenia ditemukan pada semua lapisan masyarakat dan area
geografis, prevalensi maupun insidensinya secara kasar sama di seluruh dunia.
Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan mengatakan bahwa
jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu
dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas, depresi,
stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Di era
globalisasi gangguan kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak hanya
dari kalangan kelasa bawah, sekarang kalangan pejabat dan masyarakat lapisan
menengah ke atas juga terkena gangguan jiwa (Sutatminingsih, Raras. 2002).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RisKesDa) 2007 disebutkan, rata-rata
nasional gangguan mental emosional ringan, seperti cemas dan depresi pada
penduduk berusia 15 tahun ke atas mencapai 11,6%, dengan angka tertinggi
terjadi di Jawa Barat, sebesar 20%. Sedangkan yang mengalami gangguan mental
berat, seperti psikotis, skizofrenia, dan gangguan depresi berat, sebesar 0,46%.
(Anonim, Depkes RI).
Berdasarkan manifestasi klinisnya skizofrenia dibagi menjadi beberapa
subtipe bergantung pada acuan, berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of

1
Mental Disorders IV, Text Revision (DSM-IV-TR) skizofrenia dibagi menjadi
skizofrenia paranoid, disorganized, katatonik, undifferentiated dan residual,
sementara berdasarkan International Statistical Classification of Disease and
Related Helath Problem ke-10 (ICD-10), membagi skizofrenia menjadi sembilan
subtipe yaitu skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik, undiiferentiated, depresi
postskizofrenik, residual, simpleks, skizofrenia lainnya, dan unspecified. Di
Indonesia sendiri pembagian subtipe skizofrenia berdasarkan pada PPDGJ III juga
dibagi menjadi sembilan subtipe yaitu skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik,
tak terinci (undifferentiated), residual, simpleks, lainnya, depresi pasca-
skizofrenia dan skizofrenia YTT.
Pembahasan mengenai subtipe skizofrenia sangatlah diperlukan karena
beberapa subtipe erat kaitannya dengan perjalanan penyakit serta prognosis
pasien. Pembagian subtipe ini memungkinkan pendekatan psikiatrik yang berbeda
pada masing-masing jenisnya, sehingga memberikan terapi yang lebih efektif dan
efisien bagi pasien itu sendiri.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Skizofrenia


Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu skizo yang artinya retak atau pecah,
dan frenia yang artinya jiwa, dengan demikian, seseorang yang menderita
skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakkan
kepribadian (Hawari, 2003).
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai
area fungsi individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan
menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukan emosi serta berperilaku
dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial (Isaacs, 2005).

2.2 Etiologi Skizofrenia


Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etiologi) yang pasti mengapa
seseorang menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak.Ternyata dari
penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal.
Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir antara lain : (Yosep, 2010)
Faktor genetik;
Virus;
Autoantibodi;
Malnutrisi.
Dari penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut : (Yosep, 2010)
1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara
kandung 10,1%; anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan
0,9%.
2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik
59,20%; sedangkan kembar fraternal 15,2%. Penelitian lain
menyebutkan bahwa gangguan pada perkembangan otak janin juga
mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari.
Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan gizi, infeksi,
trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian mutakhir

3
menyebutkan bahwa meskipuna ada gen yang abnormal, skizofrenia
tidak akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang disebut
epigenetik faktor. Skizofrenia muncul bila terjadi interaksi antara
abnormal gen dengan : (Yosep, 2010)
a. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu
perkembangan otak janin;
b. Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama
kehamilan;
c. Komplikasi kandungan; dan
d. Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester
kehamilan.
Seseorang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami
stresor psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk
menderita skizofrenia dari pada orang yang tidak ada faktor epigenetik
sebelumnya. (Yosep, 2010)

2.3 Penegakkan diagnosis


Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah sebagai berikut
(Maslim, 2003).:
- Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. thought echo, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang
atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran
ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda atau
thought insertion or withdrawal yang merupakan isi yang
asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi
pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal); dan thought broadcasting, yaitu isi pikiranya
tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b. delusion of control, adalah waham tentang dirinya
dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau
delusion of passivitiy merupaka waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang

4
dirinya diartikan secara jelas merujuk kepergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus), atau delusional perceptionyang
merupakan pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi
dibawah ini:
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka
sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu
bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan
kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan
cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
e. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas :
Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus;
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami
sisipan (interpolation), yang berkibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah
(excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau
fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;

5
Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara
yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau
tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri
dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi
harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika;
e. Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik (prodromal)
f. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku
pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM IV adalah (Tomb, 2003):
Berlangsung minimal dalam enam bulan
Penurunan fungsi yang cukup bermakna di bidang pekerjaan,
hubungan interpersonal, dan fungsi dalam mendukung diri sendiri
Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama
berlangsungnya sebagian dari periode tersebut
Tidak ditemui dengan gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif,
gangguan mood mayor, autisme, atau gangguan organik.

2.4 Jenis-jenis skizofrenia


Kraepelin membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis. Penderita
digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat
padanya. Akan tetapi batas-batas golongan-golongan ini tidak jelas, gejala-gejala
dapat berganti-ganti atau mungkin seorang penderita tidak dapat digolongkan ke
dalam salah satu jenis. Pembagiannya sebagai berikut :(Maramis, 2009). Gejala

6
klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam
PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai
spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai
berikut :

Skizofrenia paranoid
Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya
penyakit. Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan
menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplex, atau gejala-gejala hebefrenik dan
katatonik bercampuran. Skizofrenia paranoid memiliki perkembangan gejala yang
konstan. Gejala-gejala yang mencolok adalah waham primer, disertai dengan
waham-waham sekunder dan halusinasi. Pemeriksaan secara lebih teliti juga
didapatkan gangguan proses pikir, gangguan afek, dan emosi.
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya
mungkin subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit
sering dapat digolongkan skizoid, mudah tersinggung, suka menyendiri dan
kurang percaya pada orang lain.Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia
paranoid dapat didiganosis apabila terdapat butir-butir berikut :
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
Suara-suara halusinasi satu atau lebih yang
saling berkomentar tentang diri pasien, yang
mengancam pasien atau memberi perintah, atau
tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit,
mendengung, atau bunyi tawa.
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau
bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi
waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence), atau

7
Passivity (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas.
o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan
pembicaraan, serta gejalakatatonik secara relatif tidak
nyata / tidak menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid memiliki karakteristik berupa preokupasi satu
atau lebih delusi atau sering berhalusinasi. Biasanya gejala pertama kali muncul
pada usia lebih tua daripada pasien skizofrenik hebefrenik atau katatonik.
Kekuatan ego pada pasien skizofrenia paranoid cenderung lebih besar dari pasien
katatonik dan hebefrenik. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang
lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional, dan perilakunya
dibandingkan tipe skizofrenik lain.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya bersikap tegang, pencuriga, berhati-
hati, dan tak ramah.Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif.Pasien
skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara
adekuat didalam situasi sosial.Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh
gangguan psikosis mereka dan cenderung tetap intak.

Skizofrenia Hebefrenik
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa
remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses
berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality.
Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-
kanakan sering terdapat pada skizofrenia heberfenik. Waham dan halusinasi
banyak sekali.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia hebefrenik dapat didiganosis
apabila terdapat butir-butir berikut Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenikbiasanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa
muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)..

8
Untuk diagnosis hebefrenik yang menyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,
serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri
(solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa
perasaan;
o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate),
sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri
(self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh
sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases);
o Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak
menentu (rambling) serta inkoheren.
o Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses
pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada
tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions
and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang
bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of
purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat
dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya,
makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

Skizofrenia Katatonik
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut serta
sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah katatonik
atau stupor katatonik. Stupor katatonik yaitu penderita tidak menunjukkan

9
perhatian sama sekali terhadap lingkungannya. Gejala paling penting adalah
gejala psikomotor seperti:
1. Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup
2. Muka tanpa mimik, seperti topeng
3. Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama,
beberapa hari, bahkan kadang sampai beberapa bulan.
4. Bila diganti posisinya penderita menentang : negativisme
5. Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga berkumpul dalam mulut
dan meleleh keluar, air seni dan feses ditahan
6. Terdapat grimas dan katalepsi
Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan
mulai berbicara dan bergerak. Gaduh gelisah katatonik adalah terdapat
hiperaktivitas motorik, tetapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan
tidak dipengaruhi rangsangan dari luar.
Penderita terus berbicara atau bergerak saja, menunjukan stereotipi,
manerisme, grimas dan neologisme, tidak dapat tidur, tidak makan dan minum
sehingga mungkin terjadi dehidrasi atau kolaps dan kadang-kadang kematian
(karena kehabisan tenaga dan terlebih bila terdapat juga penyakit lain seperti
jantung, paru, dan sebagainya)
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila
terdapat butir-butir berikut :
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya :
o Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan
dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak
berbicara):
o Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan,
yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
o Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil
dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau
aneh);
o Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau
pergerakkan kearah yang berlawanan);

10
o Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan
upaya menggerakkan dirinya);
o Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota
gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
o Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan
secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata
serta kalimat-kalimat.
o Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku
dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus
ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya
gejala-gejala lain.
o Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan
petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat
dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol
dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Pasien dengan skizofrenia katatonik biasanya bermanifestasi salah satu
dari dua bentuk skizofrenia katatonik, yaitu stupor katatonik dan excited
katatatonik. Pada katatonik stupor, pasien akan terlihat diam dalam postur tertentu
(postur berdoa, membentuk bola), tidak melakukan gerakan spontan, hampir tidak
bereaksi sama sekali dengan lingkungan sekitar bahkan pada saat defekasi
maupun buang air kecil, air liur biasanya mengalir dari ujung mulut pasien karena
tidak ada gerakan mulut, bila diberi makan melalui mulut akan tetap berada di
rongga mulut karena tidak adanya gerakan mengunyah, pasien tidak berbicara
berhari-hari, bila anggota badan pasien dicoba digerakkan pasien seperti lilin
mengikuti posisi yang dibentuk, kemudian secara perlahan kembali lagi ke posisi
awal. Bisa juga didapati pasien menyendiri di sudut ruangan dalam posisi berdoa
dan berguman sangat halus berulang-ulang.
Pasien dengan excited katatonik, melakukan gerakan yang tanpa tujuan,
stereotipik dengan impulsivitas yang ekstrim. Pasien berteriak, meraung,
membenturkan sisi badannya berulang ulang, melompat, mondar mandir maju
mundur.Pasien dapat menyerang orang disekitarnya secara tiba-tiba tanpa alasan
lalu kembali ke sudut ruangan, pasien biasanya meneriakka kata atau frase yang

11
aneh berulang-ulang dengan suara yang keras, meraung, atau berceramah seperti
pemuka agama atau pejabat.Pasien hampir tidak pernah berinteraksi dengan
lingkungan sekitar, biasanya asik sendiri dengan kegiatannya di sudut ruangan,
atau di kolong tempat tidurnya.
Walaupun pasien skizofrenia katatonik hanya memunculkan salah satu dari
kedua diatas, pada kebanyakan kasus gejala tersebut bisa bergantian pada pasien
yang dalam waktu dan frekuensi yang tidak dapat diprediksi.Seorang pasien
dengan stupor katatonik dapat secara tiba-tiba berteriak, meloncat dari tempat
tidurnya, lalu membantingkan badannya ke dinding, dan akhirnya dalam waktu
kurang dari satu jam kemudian kembali lagi ke posisi stupornya.
Selama stupor atau excited katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau
orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi,
kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis
simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses
berpikir biasanya sulit ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat.
Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Permulaan gejala mungkin penderita
mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila
terdapat butir-butir berikut :
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan
dan progresif dari :
o Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa
didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari
episode psikotik, dandisertai dengan perubahan-perubahan
perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai

12
kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa
tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
o Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan
subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa
pubertas.Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan.
Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat.Jenis ini timbulnya perlahan-lahan
sekali.Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan
keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur
dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila
tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur,
atau penjahat.

Skizofrenia residual
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya
satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang ke arah gejala
negatif yang lebuh menonjol. Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor,
penurunan aktivitas, penumpula afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan
pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta buruknya perawatan diri
dan fungsi sosial.
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua :
Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya
perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul,
sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi
pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam
ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh,
perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;

13
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa
lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom
negative dari skizofrenia;
Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan
disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau
gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia.Penumpulan emosional,
penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran
asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual.Jika waham atau
halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek
yang kuat.
Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated).
Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah
dimasukkan kedalam salah satu tipe.PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut
sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid,
hebefrenik, atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi
pasca skizofrenia.

Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis
umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan

14
Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit
kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling
sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis
menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan
menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang
sesuai.

Skizofrenia lainnya
Bouffe Delirante (acute delusional psychosis)
Konsep diagnosis skizofrenia dengan gejala akut yang kurang dari 3 bulan,
kriteria diagnosisnya sama dengan DSM-IV-TR. 40% dari pasien yang
didiagnosa dengan bouffe delirante akan progresif dan akhirnya
diklasifikasikan sebagai pasien skizofren
Oneiroid
Pasien dengan keadaan terperangkap dalam dunia mimpi, biasanya
mengalami disorientasi waktu dan tempat.Istilah oneiroid digunakan pada
pasien yang terperangkap dalam pengalaman halusinasinya dan
mengesampingkan keterlibatan dunia nyata.
Early onset schizophrenia
Skizofrenia yang gejalanya muncul pada usia anak-anak. Perlu dibedakan
dengan retardasi mental dan autisme
Late onset schizophrenia
Skizofrenia yang terjadi pada usia lanjut (>45 tahun). Lebih sering terjadi
pada wanita dan pasien-pasien dengan gejala paranoid.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Andreasen, N,C., Carpenter, M.T., Kane, J.M.,Lasser, R.A.,Marder, S.R.,


Weinberger, D.R. 2005. Remission in Schizophrenia: Proposed Criteria
and Rationale for Consensus. Am J Psychiatry. 162:441449.

2. Durand, V. Mark, & Barlow, David H. (2006). Psikologi Abnormal. Edisi


Keempat. Jilid Pertama. Jogjakarta : Pustaka Pelajar

3. Jenkins, J.H.,Garcia, J.I.R., Chang, C.L., Young, J.S., Lopez, S.R. 2006.
FamilySupport Predicts Psychiatric Medication Usage Among Mexican
AmericanIndividuals with Schizophrenia. Social Psyciatry and
Psychiatric Epidemology,41. 624-631.

4. Kaplan H.I, Sadok B.J. Sinopsis Psikiatri, Edisi ketujuh, Jilid I, Binarupa
Aksara, Jakarta, 1997 : 777-83

16
5. Kaplan H.I, Sadok B.J. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Cetakan I, Widya
Medika, Jakarta, 1998 : 227-229

6. Kaplan H.I, Sadok B.J. Comprensive Textbook Of Psychiatry, William &


Walkins. 5th Edition, USA, 1998 : 128

7. Maramis, W. F. (2009). Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2. Surabaya: Pusat


penerbitan dan percetakan.

8. Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan dari


PPGDJ-III, Jakarta, 2001 : 65

9. Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly. (2005).
Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit
Erlangga

10. Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ III),


Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1993.

17

Anda mungkin juga menyukai