Anda di halaman 1dari 38

PRESENTASI KASUS

DIABETES MELLITUS TIPE II , HIPERTENSI GRADE I DAN


HIPERKOLESTEROLEMIA TERKONTROL PADA WANITA USIA 56 TAHUN
DENGAN KURANGNYA PENGETAHUAN TENTANG KONDISI PENYAKITNYA
PADA KELUARGA DENGAN FUNGSI KURANG BAIK

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat


Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga
PUSKESMAS TEGALREJO YOGYAKARTA

Disusun oleh
Siti Novita Kuman
20110310223

PROGRAM STUDI PROFESI PENDIDKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016

I
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS

DIABETES MELLITUS TIPE II , HIPERTENSI GRADE I DAN


HIPERKOLESTEROLEMIA TERKONTROL PADA WANITA USIA 56 TAHUN
DENGAN KURANGNYA PENGETAHUAN TENTANG KONDISI PENYAKITNYA
PADA KELUARGA DENGAN FUNGSI KURANG BAIK

Disusun oleh:
Siti Novita Kuman
20110310223

Mengetahui,
Dosen Pembimbing & Penguji Klinik

Dosen Pembimbing Fakultas Dosen Pembimbing Puskesmas

dr. Iman Permana dr. Yulia Ratnawati

Mengetahui,
Kepala Puskesmas Tegalrejo

dr. Prie A. Mahdayanti

II
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT penulis dapat menyelesaikan
tugas presentasi kasus yang berjudul diabetes mellitus tipe ii , hipertensi grade i dan
hiperkolesterolemia terkontrol pada wanita usia 56 tahun dengan kurangnya pengetahuan
tentang kondisi penyakitnya pada keluarga dengan fungsi kurang baik Dalam pembuatan
presentasi kasus ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan kali
ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: dr. Yulia Ratnawati selaku
dosen pembimbing puskesmas dan dr. Iman Permana selaku dosen pembimbing fakultas
kedokteran atas masukan dan pertimbangan guna menyempurnakan penulisan presentasi kasus
ini. serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Akhir kata semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis khususnya. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

Penulis

III
DAFTAR ISI

Table of Contents
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................................... II
PRESENTASI KASUS ............................................................................................................. II
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. III
LAPORAN KASUS................................................................................................................... 5
A. IDENTITAS PASIEN ..................................................................................................... 5
B. ANAMNESIS HOLISTIK .............................................................................................. 5
1. Aspek Klinis ................................................................................................................ 5
2. Aspek Illness ............................................................................................................. 11
C. PEMERIKSAAN FISIK ............................................................................................... 12
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG.................................................................................. 14
E. FAMILY ASSESMENT TOOL ................................................................................... 15
F. DIAGNOSIS ................................................................................................................. 15
G. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF .............................................................. 19
ANALISA KASUS .................................................................................................................. 22
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 28
1. DIABETES MELITUS ................................................................................................. 28
2. HIPERTENSI ................................................................................................................ 33
3. HIPERKOLESTEROL ................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 35

IV
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Tukiyem
Tempat, Tanggal Lahir : 26 Juli 1961
Usia : 56 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Karangwaru Lor TR II 39 RT 03 RW 01
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Kunjungan Puskesmas : Rabu, 7 Februari 2017
Kunjungan Rumah : Kamis, 8 Februari 2017
Jaminan Kesehatan : BPJS

B. ANAMNESIS HOLISTIK
1. Aspek Klinis
a) Keluhan Utama
Kontrol rutin penyakit diabetes mellitus dan hipertensi.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Puskesmas Tegalrejo untuk kontrol rutin Diabetes Mellitus
dan hipertensi dan kolesterol. Pasien merupakan pasien yang datang secara rutin 1
bulan sekali untuk mengontrol diabetes dan hipertensinya.
Pasien mengetahui ia terkena diabetes mellitus sejak tahun 2014. Saat itu
pasien secara kebetulan memeriksakan diri ke puskesmas Tegalrejo karena kondisi
badannya yang terasa pegal pegal dan badan terasa lemas. Selain itu, pasien
mengaku saat sebelum terdiagnosis diabetes berat badan pasien turun disertai sering

5
merasa lapar,haus serta sering BAK pada malam hari. Saat diperiksa pertama kali
gula darah sewaktu pasien sebesar 300 mg/dl dan asam urat sebesar 7.8 mg/dl.
Setelah pasien mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes mellitus pasien
lalu rajin kontrol ruiin setiap bulan ke puskesmas, namun setelah satu tahun
pengobatan pasien sudah mulai tidak teratur kontrol ke puskesmas. Sedangkan
untuk hipertensinya dan kolesteol yang tinggi, pasien mengetahui kondisinya
tersebut pada saat pengukuran tekanan darah ketika kontrol diabetes sejak bulan
november 2016, saat itu tekanan darah pasien 140/80 mmHg dan kolesterol sebesar
234 mg.dl. Oleh dokter , pasien diberikan obat metformin 2x500 mg, glimepirid
1x1 mg, amlodipin 1x5 mg dan simvastatin 1x 10 mg.
Sudah dua bulan belakangan pasien mengeluhkan penglihatan yang kabur
terutama saat gula darah nya tinggi , pasien tidak mengeluhkan kesemutan , sesak
nafas dan jantung berdebar debar. BAB dan BAK tidak ada keluhan.

c) Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Diabetes Melitus : (+)
Riwayat Hipertensi : (+)
Riwayat Asma : (+) sejak usia 16 tahun, serangan terakhir 3 bulan
yang lalu pasien lalu di rawat di IGD RSUP Sardjito
dan di nebulizer, serangan asma sering dirasakan
pasien ketika udara dingin , terkena debu dan
kecapean
Riwayat Sakit Jantung : (-)
Riwayat Stroke : (-)
Riwayat Sakit Ginjal : (-)
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : Ayah, saudara laki- laki dan saudara perempuan
Riwayat Diabetes Melitus : Ayah dan saudara perempuan
Riwayat Sakit Jantung : Saudara perempuan dan saudara laki laki
Riwayat Stroke : (-)
Riwayat Sakit Ginjal : Saudara perempuan

6
e) Riwayat Personal Sosial Lingkungan (RPSL)
Pendidikan
Pasien bersekolah hingga tingkat SD, kemudian tidak melanjutkannya lagi
karena masalah ekonomi.
Pekerjaan
Sejak usia 16 tahun pasien sudah bekerja diperusahaan tekstil selama sepuluh
tahun lalu berhenti saat menikah dan memiliki anak. Hingga sekarang pasien
bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Perkawinan
Pasien menikah pada tahun 1989, kemudian dikaruniai 2 orang anak, 1 laki-laki
dan 1 perempuan. Saat ini pasien belum memiliki cucu.Pasien kini tinggal
dengan suami dan anak laki lakinya sedangkan anak perempuannya telah
menikah dan tinggal terpisah dengan pasien. Hubungan antara anak dan
suaminya terjalin baik.
Sosial
Hubungan pasien dengan tetangga sekitar terjalin dengan baik. Pasien selalu
mengikuti segala kegiatan dilingkungannya seperti mengikuti kegiatan PKK RT.

Lingkungan Tempat Tinggal


Lokasi Rumah
Rumah terletak di jl karangwaru Lor, yang termasuk pemukiman padat
penduduk.Rumah pasien dapat diakses dengan melewati gang kecil yang
hanya bisa dilalui pejalan kaki, jarak antar rumah berdekatan.
Kondisi Rumah
Pasien tinggal dirumah permanen dengan ukuran sekitar 6,6m x 10m. rumah
merupakan kepemilikan sendiri. Rumah terdiri dari 1 lantai. Rumah
berdinding tembok, berlantai keramik, dan beratap genteng. Kondisi rumah
pasien tampak terawat dan bersih, banyak tanaman tersusun rapih diteras
rumah dan juga terdapat kursi panjang yang sering digunakan untuk bersantai
sore hari. Selain itu samping kanan rumah terdapat 3 kamar kos yang
disewakan.

7
Ruang Rumah
Rumah pasien terdiri dari beberapa ruangan, yaitu 1 ruang tamu yang cukup
luas, 1 ruang tengah, 4 kamar tidur, 1 kamar mandi dan 1 ruang makan dan 1
dapur.
Pencahayaan
cahaya yang masuk ke seluruh ruangan cukup baik dengan jendela dan
ventilasi memadai
Kebersihan
Ruangan rumah tampak bersih, barang barang dan perabotan tersusun rapi
pada tempatnya
Kepadatan
Tiap ruangan dalam rumah cukup luas. Pasien hanya tinggal ber tiga dengan
suami dan 1 anaknya sehingga rumah pasien tergolong cukup luas.
Sanitasi dasar
a. Persediaan air bersih : sumber air untuk memasak, mandi dan mencuci
berasal dari air sanyo sumur.
b. Jamban keluarga : memiliki jamban keluarga didalam rumah
c. Sarana pembuangan air limbah : limbah kamar mandi dan dapur dialirkan
ke dalam saluran menuju selokan bagian belakang rumah. Septic tank
berada pada bagian belakang rumah. Jarak antara Septic tank dengan
sumur adalah 8 meter.
d. Tempat pembuangan sampah : terdapat tempat sampah didepan rumah
pasien. Sampah akan rutin diambil setiap hari oleh petugas kebersihan.
e. Halaman : rumah memiliki halaman yang bersih dan rapih

8
Gambar 1. Denah rumah

Keterangan
: Teras
: Ruang Tamu
: Kamar tidur
: Dapur
: Kamar mandi
: Ruang makan
: Ruang keluarga

Gaya Hidup
Pola makan
Semenjak terdiagnosis DM, pasien telah melakukan konsultasi dengan ahli
gizi sehingga pasien mulai mengubah pola makannya dengan mengurangi

9
jumlah nasi yang dimakan dan tidak pernah ngemil. Pasien mengaku sudah
cukup mengerti bagaimana pola makan yang benar untuk penderita DM.
Olahraga
Setiap pagi hari pasien selalu melakukan jalan sehat disekitar lingkungan
selama 30 menit.
Istirahat
Pasien dapat istirahat dengan cukup, biasanya pasien tidur 6 8 jam setiap
harinya.
Kebiasaan
Pasien tidak pernah merokok dan mengkonsumsi alcohol.

f) Anamnesis Sistem
Sistem saraf pusat : Tidak ada keluhan
Sistem saraf perifer : Penglihatan kabur
Sistem kardiovaskular : Tidak ada keluhan
Sistem respirasi : Sesak nafas dengan riwayat asma
Sistem gastrointestinal : Tidak ada keluhan
Sistem urinary : Tidak ada keluhan
Sistem musculoskeletal : Nyeri pada tangan dan seringkali terasa kaku ketika
digerakkan

10
2. Aspek Illness
Tabel 1. Anamnesis Illness
Komponen Pasien
Ide Pasien merasa bahwa DM dan kolersterol yang tinggi
yang dideritanya merupakan penyakit akibat gaya
hidupnya yang kurang baik seperti terlalu banyak
makan dan jajan sembarangan
Pasien juga menganggap bahwa peningkatan tekanan
darah terjadi karena kondisi banyak pikiran
Perasaan Pasien awalnya merasa takut ketika pertama kali di
diagnosis diabetes mellitus dan hipertensi oleh dokter,
namun saat ini pasien dapat menerima dengan ikhlas
dan mengendalikan perasaannya. Pasien adalah orang
yang rajin beribadah, keyakinannya kuat bahwa setiap
orang mempunyai cobaan masing-masing dari Allah
SWT, sehingga ia tidak lagi takut terhadap
penyakitnya dan selalu menerima dengan ikhlas
apapun yang terjadi.
Efek Terhadap Fungsi Pasien merasa tidak terganggu aktivitasnya karena
penyakit DM. Pasien masih dapat menjalankan
aktivitasnya seperti biasa dan termotivasi untuk
menerapkan gaya hidup yang sehat.
Harapan Pasien mengharapkan gula darah nya stabil dalam
keadaan normal, sehingga pasien tidak perlu
meminum obat setiap hari, cukup mengatur pola
makannya dan olahraga.

11
Identifikasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Tabel 2. Penilaian Identifikasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Indikator / Pertanyaan Jawaban


No.

1 Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan -

Pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0 - 6 -


2
bulan

3 Menimbang berat badan balita setiap bulan -

Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat


4 Ya
kesehatan
5 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun Ya
6 Menggunakan jamban sehat Ya
Melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk di
7 Ya
rumah dan lingkungannya sekali seminggu
8 Mengkonsumsi sayuran dan atau buah setiap hari Ya
9 Melakukan aktivitas fisik atau olahraga Ya
10 Tidak Merokok Tidak
Berdasarkan jumlah nilai identifikasi PHBS, rumah tangga pasien tergolong
sudah berperilaku hidup bersih dan sehat.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesadaran&Kesan Umum : Compos Mentis, Baik.
2. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit, regular, isi, dan tegangan cukup
Suhu : 36,8oC
Pernafasan : 20 x/menit
3. Antropometri
Tinggi Badan : 158cm
Berat Badan : 55 kg

12
IMT : 22,03 kg/m2
Status Gizi : Normal (WHO, Asia Pasifik 2000)
4. Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala : Simetri, mesosefal
Rambu : Lurus sebahu, warna hitam, sebagian besar sudah beruban
5. Pemeriksaan Mata
Palpebra : Edema (-/-)
Konjungtiva :Anemis(-/-), hiperemis (-/-)
Sklera : Ikterik(-/-)
Pupil : Reflek cahaya(+/+), isokor (2mm/2mm)
6. Pemeriksaan Hidung : Secret (-/-), epitaksis (-/-)
7. Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)
8. Pemeriksaan Leher
Kelenjar Tiroid : Tidak membesar
Kelenjar Inn : Tidak membesar, nyeri (-)
JVP : Tidak meningkat
9. Pemeriksaan Dada
Pulmo:
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), deformitas (-), retraksi (-)
Palpasi : Simetris, nyeri tekan (-), vokal fremitus normal
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V
Perkusi : Batas jantung kanan atas: SIC II parasternal dextra. Kanan
bawah: SIC IV parasternal dextra. Kiri atas: SIC II parasternal sinistra. Kiri bawah:
SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)
10. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-)
13
Auskultasi : Bising usus (+) 10x/menit.
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar lien tak teraba, massa (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang perut
11. Pemeriksaan Ekstremitas
Tabel 3.Pemeriksaan Ekstremitas
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas
Tonus Normal Normal Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Edema - - - -
Akral Hangat Hangat Hangat Hangat
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tremor - - - -
Pulsatil Normal Normal Normal Normal
Nadi Reguler Reguler Reguler Reguler

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Monitoring glukosa darah dan kolesterol dalam 3 bulan terakhir.
GDP Kolesterol Total

Desember 200 mg/dL 210 mg/dL


2016
Januari 2017 150 mg/dL 230 mg/dL

Februari 2017 104 mg/dL 203 mg/dL

14
E. FAMILY ASSESMENT TOOL
Berikut ini adalah perangkat keluarga yang terdiri atas family genogram, family map,
family life cycle, family life line, family APGAR, family SCREEM.
1. Genogram

GambarGenogram

15
2. Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga ini adala Nuclear Family yang berarti keluarga yang terdiri dari suami
istri serta anak kandung. (Goldenberg, 1980).

3. Family Map

Tn. R

Tn.Bi Ny. L
Ny.T

Tn.
Tn.B
M
Gambar 3. Family Map

Keterangan :
fungsional
disfungsional

16
4. Family Life Cycle
Keluarga ini adalah Launching children and moving on. Karena anak 1 pasien sudah
meninggalkan rumah untuk hidup secara mandiri serta anak ke 2 pasien yang masih
tinggal serumah namun sudah dapat bertanggung jawab langsung pada dirinya sendiri
secara finansial.

5. Family APGAR
Merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengukur sehat atau tidaknya suatu
keluarga dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga/tingkat kesehatan keluarga.

Tabel 5. Family APGAR


Respon
Hampi Hampi
Kriteria Pertanyaan r Kadang r tidak
selalu (1) pernah
(2) (0)
Adaptasi Saya puas dengan keluarga saya karena
masing-masing anggota keluarga sudah
menjalankan kewajiban sesuai dengan
seharusnya
Kemitraan Saya puas dengan keluarga saya karena
dapat membantu memberikan solusi
terhadap permasalahan yang saya hadapi
Pertumbuhan Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga saya untuk
mengembangkan kemampuan yang saya
miliki
Kasih saying Saya puas dengan kehangatan / kasih
sayang yang diberikan keluarga saya
Kebersamaan Saya puas dengan waktu yang
disediakan keluarga untuk menjalin
kebersamaan
Total 4
Klasifikasi 8-10 = fungsi keluarga baik ( Highly functional family)
4-7 = fungsi keluarga kurang baik (Moderately dysfunctional family)
0-3 = keluarga tidak fungsional (Severely dysfunctional family)
Kesimpulan Berdasarkan skor APGAR keluarga pasien tergolong dalam keluarga
dengan fungsi keluarga kurang baik/disfungsi sedang

17
6. Family SCREEM
Tabel 6. Family SCREEM
Aspek Sumber Daya Patologi
- Hubungan pasien dengan
suami, anak baik
Social - Berhubungan baik dengan
tetangga sekitar rumah, sering
mengikuti kegiatan PKK RT

- Kayu manis dapat


Cultural menurunkan gula
darah
Pasien dan keluarganya beragama
Religious Islam. Pasien melakukan shalat 5
waktu setiap hari di masjid
Kebutuhan materiil pasien tercukupi -
dari suami yang bekerja sebagai tukang
Economy buruh dan pasien memiliki usaha kos
kosan

Pasien peduli dengan penyakit yang


dialami terutama sakit diabetesnya, ia - Pasien percaya bahwa
berusaha teratur kontrol ke Puskesmas penyakit Gula darah
1 bulan sekali, minum obat rutin tepat
Education menular
waktu, mengonsumsi buah dan sayur,
mengurangi garam dan gula, serta - Penyakit gula
berolahraga. diturunkan berdasarkan
jenis kelamin
- Pasien memiliki jaminan kesehatan
BPJS mandiri
Medical - Akses ke puskesmas mudah
- Sudah mencoba untuk memperbaiki
pola makan yang tidak sehat

18
7. Family Life Line
Tabel 7. Family Life Line
Tahun Umur Life Event Severity of illness
2014 53 Didiagnosis DM
2015 54 Anak perempuan menikah
tanpa persetujuan pasien

2016 55 Terdiagnosis hipertensi dan


hiperkolesterol

F. DIAGNOSIS
1. Diagnosis Klinis
Diabetes mellitus type 2 , hipertensi stage I , Hiperkolesterol
2. Diagnosis Psikososial
Kurang pengetahuan tentang penyebab penyakit, faktor resiko, pengobatan dan
komplikasi , fungsi keluarga kurang baik
3. Diagnosis Holistik
Diabetes type 2 , hipertensi stage I dan hiperkolesterol terkontrol pada wanita usia
56 tahun dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi penyakitnya pada
keluarga dengan fungsi kurang baik

G. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF

1. Kuratif
a. Pengobatan DM tipe II dengan kombinasi 2 OHO, yaitu Metformin 500 mg diminum
2 x 1 setelah makan pada siang dan sore hari serta Glimepirid 1 mg diminum 1 x 1
sebelum makan di pagi hari.
b. Usulan penambahan dosis obat atau penambahan jenis OHO lain seperti golongan
tiazolidindion atau DPP-4 inhibitor atau SGLT-2 inhibitor atau Insulin basal agar
tercapai target kendali.
c. Pengobatan hipertensi stage I dengan antihipertensi Amlodipin 5 mg diminum 1 x 1
saat pagi hari sebelum makan.

19
d. Pengobatan hiperkolesterol dengan menggunakan simvastatin 10 mg diminum 1x 1
sesudah makan pada malam hari.

R/ Metformin tab mg 500 No. XX


S 2 dd tab 1-0-1 p.c
R/ Glimepirid mg 1 tab mg 1 No. X
S 1 dd tab I-0-0 ac
R/ Amlodipin tab mg 5 No. X
S 1 dd tab 1-0-0 a.c
R/ Simvastatin tab mg 10 No. X
S 1 dd tab 0-0-1p.c

2. Promotif
Edukasi kepada pasien dan minimal 1 anggota keluarga yang tinggal satu rumah mengenai:
a. Gambaran hipertensi dan diabetes melitus sebagai penyakit kronis yang dapat dikontrol
dan tergantung pada pasien, bukan nasib. Ditekankan bahwa DM dan hipertensi tidak
dapat sembuh, namun dapat dikontrol.
b. Gambaran penyebab, gejala, faktor risiko, komplikasi serta penggelolaan DM
hipertensi dan hiperkolesterol..
c. Pentingnya gaya hidup sehat secara berkesinambungan untuk mengendalikan DM dan
hipertensi, yaitu makanan gizi seimbang, aktifitas fisik teratur, dan pola istirahat yang
cukup
d. Pentingnya menjaga berat badan agar tetap stabil.
e. Pentingnya minum obat dan kontrol ke dokter sekaligus monitoring kadar gula darah
dan tekanan darah minimal sebulan sekali. Lebih baik jika dilakukan penilaian HbA1c
3 bulan sekali atau minimal 2 kali setahun, serta cek profil lipid.
f. Pentingnya dukungan keluarga dalam pengelolaan penyakit pasien.
g. Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.

20
3. Preventif
a. Mengatur pola makan dengan memperbanyak konsumsi sayur dan buah, mengurangi
asupan garam hingga maksimal 2-6,5 gram/hari (satu sendok teh), menghindari
konsumsi makanan/minuman manis, mengurangi makanan berminyak dan bersantan.
b. Konsultasi dengan ahli gizi untuk pengelolan makanan terkait dengan DM dan
hipertensi pasien, terutama mengenai diet DASH(Dietary Approach to Stop
Hypertension) dan 3J (Jenis, Jadwal, Jumlah).
c. Melakukan aktifitas fisik atau olahraga rutin selama 30 menit hampir setiap hari.
d. Edukasi perawatan kaki diabetes dan senam kaki diabetik.
e. Melakukan monitoring gula darah dan tekanan darah sebulan sekali disertai minum
obat teratur.
f. Mendapat konseling CEA (Catharsis-Education-Action) atas kekurang pahaman
pasien terhadap penyakitnya.
g. Usulan pemeriksaan fungsi ginjal (ureum, kreatinin, laju filtrasi glomerulus)
h. Usulan pemeriksaan mata
i. Screening anggota keluarga untuk penyakit hipertensi dan diabetes mellitus.

4. Rehabilitatif
Pada pasien ini belum memerlukan terapi rehabilitatif

5. Paliatif
Pada pasien ini belum memerlukan terapi paliati

21
BAB II
ANALISA KASUS

A. Analisa Kasus
Diagnosis klinis pada pasien ini adalah Diabetes Mellitus (DM) tipe II terkontol dan
hipertensi stage I terkontrol dan hiperkolesterol. Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien pertama kali didiagnosis mengalami
DM pada tahun 2014 dan hipertensi dan hiperkolesterol pada tahun 2016.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti: Keluhan
klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Ataupun keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Diagnosa DM tegak berdasarkan
kriteria PERKENI (2015) atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah yaitu :
Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl (Puasa adalah kondisi tidak ada asupan
kalori minimal 8 jam) (B) Atau
Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) dengan beban glukosa 75 gram (B) Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dengan keluhan klasik. Atau
Pemeriksaan HbA1c 6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP) (B)
Pada saat awal didiagnosis, pasien mengeluh didapatkan hasil pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu pasien 200 mg/dl, sehingga diagnosis Diabetes Mellitus dapat ditegakan.
Dari segi keteraturan minum obat, pasien sangat rutin sekali meminum obatnya, sehingga
Diabetes Mellitus pasien merupakan Diabetes Mellitus Terkontrol.
Berdasarkan Joint National Committe VII, dikatakan Hipertensi stage II jika tekanan
darah sistolik 140mmHg atau tekanan darah diastolik 100mmHg. Pasien mengalami
peningkatan tekanan darah yang konsisten di angka 140 pada saat awal-awal terdiagnosis,
namun pengukuran tekanan darah terakhir pada pasien didapatkan sistolik 140mmHg dan
diastolik 80mmHg, sedangkan Menurut National Cholesterol Education Program Adult Panel
III (NCEP ATP III), pada tahun 2001 kondisi pasien memiliki tingkat kolesterol pada
kelompok borderline ( sedikit tinggi ) yaitu berkisar antara 200 239.

22
Faktor risiko utama DM dan hipertensi pada pasien ini adalah faktor keturunan, sebab
berdasarkan hasil anamnesis, gaya hidup pasien termasuk baik dan sehat, pasien sudah rajin
berolahraga rutin sejak usianya masih muda, pasien juga tidak makan/minum manis
berlebihan, pasien tidak mengalami obesitas sebelum sakit DM, pasien tidak merokok, pasien
tidak hobi makan makanan yang banyak mengandung lemak. Selama ini, pasien sudah
berusaha memperbaiki gaya hidupnya agar lebih baik lagi, rutin minum obat hipoglikemik oral
(OHO) yaitu Metformin 500 mg dan glimepirid 1 mg, serta kontrol ke puskesmas setiap bulan
tepat waktu. Untuk kondisi hipertensi dan hiperkolesterol pasien menyatakan, rutin
mengkonsumsi obat Amlodipin 5 mg dan simvastatin 10 mg.
Pasien belum mengetahui banyak informasi tentang penyakit DM, pasien hanya
sekedar mengetahui bahwa DM disebabkan karena pola makan yang tidak dijaga namun tidak
mengetahui faktor faktor resiko yang lain, namun pasien sudah mengetahui beberapa
komplikasi dari DM yang diketahuinya ketika saudara perempuannya mengalami komplikasi
jantung dan ginjal akibat DM. Saat pertama kali mengetahun kondisinya , pasien sempat
merasa takut dan khawatir kondisinya akan berakhir sama dengan saudara perempuannya,
namun setelah menjalani pengobatan pasien dapat menerima dengan ikhlas apapun yang
terjadi.
Sama halnya pengetahuan DM, hipertensinya dan hiperkolesterol yang dimilikinya ,
pasien tidak mengetahui informasi-informasi mengenai penyakitnya tersebut. Sehingga timbul
ketidakpahaman pasien bahwa hipertensi itu tidak dapat disembuhkan, pasien juga tidak cukup
tahu mengenai komplikasi-komplikasi dari hipertensi dan hiperkolesterol, pasien meyakini
bahwa hipertensi akan bermanifestasi dengan kepala pusing dan badan terasa tidak enak, maka
dari itu pasien hanya meminum obat penurun tensi jika ada keluhan, namun dalam 1 minggu
obat tersebut pasti akan tetap diminum sebanyak 3-4 kali. Pengetahuan dan pemahaman pasien
akan penyakitnya penting untuk dikoreksi melalui promosi (edukasi) dan preventif berupa
konseling Catharsis-Education-Action (CEA). Edukasi menekankan pentingnya meminum
obat anti hipertensi secara teratur sehingga dapat meminimalkan resiko terjadinya komplikasi.
Obat hipoglikemik oral pasien adalah Metformin 500 mg sebagai penambah
sensitivitas insulin dan penghambat gluconeogenesis, serta Glimepirid 1 mg yang merupakan
turunan Sulfonil Urea sebagai insulin secretagogue yaitu untuk meningkatkan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas. Efek samping utama glimepirid adalah hipoglikemia dan peningkatan

23
berat badan. Risiko tinggi hipoglikemia pada penggunaan obat golongan Sulfonil Urea yaitu
pada kelompok orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal. Sehingga perlu di edukasi mengenai
gejala dan penanganan awal hipoglikemia. Hipertensi stage I pasien diterapi dengan Amlodipin
5 mg yang merupakan golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Efek samping pemberian
Amlodipin pada malam hari berupa edema perifer harus diawasi. Berdasarkan JNC 8,
pemberian obat antihipertensi CCB pada penderita diabetes dan orang kulit non-black dapat
diberikan monoterapi atau kombinasi dengan obat golongan thiazide, Angiotensin Converting
Enzymes Inhibitor (ACEI) atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB).
Dari perangkat penilaian keluarga family SCREEM, pasien memiliki sumber daya yang
cukup kuat tanpa kondisi patologis dari komponen sosial, religius, ekonomi, dan kesehatan.
Hubungan sosial pasien dengan suami, anak, tetangga sekitar rumah terjalin dengan baik, tanpa
pernah mengalami suatu konflik hebat. Sisi religiusitas pasien tampaknya mendukung pasien
untuk me-manage stressnya, sehingga pasien menjadi pribadi yang beriman, selalu bersyukur
dan menerima dengan ikhlas serta sabar terhadap setiap kondisi yang ia dapatkan, pasien juga
menjadi seseorang yang selalu mengambil sisi positif terhadap setiap cobaan yang diberikan
oleh Allah. Dari sisi ekonomi, dengan terpenuhinya kebutuhan materiil pasien sehari-hari, ia
dapat menggunakannya untuk menunjang gaya hidup sehat yang harus ia jalani, meskipun
tidak berarti gaya hidup sehat itu mahal. Selain itu, sumber daya kesehatan berupa jaminan
kesehatan BPJS dan akses yang mudah menuju puskesmas harus dimanfaatkan untuk
melakukan pemantauan dan kontrol diabetes mellitus serta hipertensi secara rutin. Namun
terdapat kondisi patologis pada komponen cultural pasien yang percaya bahwa kayu manis
dapat menurunkan gula darah, walaupun hal tersebut termasuk dalam obat herbal yang artinya
belum ada bukti klinis namun pasien pernah meminum kayu manis yang digunakan bersamaan
dengan obat dokter yang menyebabkan pasien dalam kondisi hipoglikemik. Selain itu
pendidikan pasien, ketidaktahuan pasien akan informasi mengenai penyakit DM, hipertensi
dan hiperkolesterol membuat pasien mispersepsi sehingga bisa beresiko terhadap kondisi
terjadinya komplikasi dan tidak dapat menskiring anggota keluarga lainnya.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang telah dilakukan juga harus selalu dijaga.
Selain itu, dari perangkat penilaian keluarga family APGAR, dapat diketahui bahwa keluarga
pasien termasuk keluarga disfungsional sedang.

24
Identifikasi masalah dan penyelesaian
No Masalah Target Sasaran Pembinaan Kolaborasi
yang (Profesi
dihadapi yang
menangani)
1. Gula darah Kadar gula Pasien - Perubahan gaya Dokter
hidup, mulai dari
yang tinggi darah dalam Umum
perubahan pola
batas makan,
meningkatkan
normal
aktivitas fisik
- Pasien disarankan
cek kadar gula
dalam darah rutin
minimal 1 bulan
sekali
- Pemeriksaan mata
- Memberikan
monoterapi,
Metformin mg
500/ 3dd

2. Kurangnya Meluruskan Pasien dan - Melakukan Internis


pengetahuan kesalapaha keluarga konseling CEA
tentang man - Melakukan
hipertensi persepsi edukasi tentang
terhadap gambaran
penyakit hipertensi sebagai
hipertensi & penyakit kronis
menambah yang dapat
pengetahua dikendalikan.
n tentang Ditekankan bahwa
hipertensi hipertensi tidak
dapat sembuh,
namun dapat
dikontrol, faktor
resiko hipertensi (
Usia, ras, jenis
kelamin, faktor
keturunan,
kebiasaan gaya
hidup tidak sehat),
komplikasi
hipertensi (bisa
mengenai jantung (
gagal jantung,

25
infark
miokardium/angin
a), otak (stroke
atau transient
ischemic attack),
ginjal (penyakit
ginjal kronis),
mata (retiopati
hipertensi)

Pererapan Prinsip Kedokteran Keluarga

1. Primary care
Prinsip ini sudah diterapkan pada pasien ini, dimana pasien datang periksa ke pelayanan
primer terlebih dahulu yaitu puskesmas,. Pasien mendapat monoterapi metformin 500 mg.
2. Person center care
Pelayanan yang diberikan oleh kita sebagai tenaga kesehatan harus memberikan
kenyamanan kepada pasien.
3. Holistic care
Saat menegakan diagnosis, memandang pasien pada kasus ini tidak hanya dari segi
klinisnya tetapi juga menanyakan dari segi psikis adakah masalah atau beban pikiran serta
dari riwayat social yang mungkin mempengaruhi dari perjalan panyakit pada pasien ini.
4. Comprehensive care
Dalam menangani kasus pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan menyeluruh mulai dari
promotif, yaitu bertujuan memberikan edukasi pasien tentang penyakitnya sehingga pasien
bisa meminimalisasi dan mencegah komplikasi terkait penyakit pasien, edukasi tentang
pentingnya modifikasi gaya hidup, pengendalian berat badan, serta pentingnya kegiatan
fisik dalam mengendalikan penyakit pasien ini. Pada segi preventif diberikan edukasi untuk
menerapkan pola makan yang baik dan pasien diberikan edukasi agar rutin monitoring
kadar gula dalam darah sebulan sekali. Pada segi kuratif lebih ditekankan pada aspek
farmakologis dan non farmakologis untuk mengontrol penyakitnya. Dari segi rehabilitative
dan paliatif belum diperlukan pada pasien ini.
5. Continuing care

26
Dilakukan home visit pada tanggal 7 februari 2017 untuk memonitor keadaan pasien
dilingkungan rumah, serta menggali informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi
keseluruhan dari pasien yang dipandang dari aspek bio-psiko-sosio-kultural.
Dilakukan home visit yang ke-2 untuk pada tanggal 12 Februari 2016 untuk
memberikan penjelasan bagaimana diit yang benar untuk penderita DM, serta
mengajarkan bagaimana senam kaki diabetes sebagai upaya prevemtif dalam
penatalaksanaan secara komprehensif.

27
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. DIABETES MELITUS
Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe-2, dan sebagian
besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tatalaksana DM tipe-2 memerlukan terapi
agresif untuk mencapai kendali glikemik dan kendali factor risiko kardiovaskular. Dalam
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011, penatalaksanaan dan
pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi
medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis.
1. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang memerlukan
partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi dilakukan secara
komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat.
Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk
mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah
kesehatan/komplikasi yang mungkin timbul secara dini/saat masih reversible, ketaatan
perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan
perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan.
Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki,
ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan
mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.
2. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang, sesuai
dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari
karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet
cukup serat sekitar 25g/hari.

28
3. Latihan JasmanI
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang lebih 30
menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging,
bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.
4. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan pasien, pengaturan
makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
Obat yang saat ini ada antara lain:
a. OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO)
Pemicu sekresi insulin:
Sulfonilurea
Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas. Pilihan utama untuk
pasien berat badan normal atau kurang. Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada
orang tua, gangguan faal hati dan ginjal serta malnutrisi
Glinid
Terdiri dari repaglinid dan nateglinid. Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih
ditekankan pada sekresi insulin fase pertama. Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia
postprandial.

Peningkat sensitivitas insulin:


Biguanid
Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Metformin. Metformin
menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat
seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin
merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai dislipidemia, dan
disertai resistensi insulin.
Tiazolidindion
Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa
sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan pada
gagal jantung karena meningkatkan retensi cairan.

29
Penghambat glukoneogenesis:
Biguanid (Metformin).
Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi produksi glukosa hati.
Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin serum > 1,5
mg/dL, gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia seperti pada
sepsis. Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan
sulfonylurea. Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa
diatasi dengan pemberian sesudah makan.

Penghambat glukosidase alfa :


Acarbose
Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus. Acarbose juga tidak
mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan sulfonilurea. Acarbose
mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu kembung dan flatulens.

b. OBAT SUNTIKAN
Insulin
Insulin kerja cepat
Insulin kerja pendek
Insulin kerja menengah
Insulin kerja panjang
Insulin campuran tetap
Agonis GLP-1/incretin mimetic
Bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin tanpa menimbulkan hipoglikemia, dan
menghambat penglepasan glucagon. Tidak meningkatkan berat badan seperti insulin dan
sulfonylurea. Efek samping antara lain gangguan saluran cerna seperti mual muntah

Dengan memahami 4 pilar tata laksana DM tipe 2 ini, maka dapat dipahami bahwa yang
menjadi dasar utama adalah gaya hidup sehat (GHS). Semua pengobatan DM tipe 2 diawali dengan
GHS yang terdiri dari edukasi yang terus menerus, mengikuti petunjuk pengaturan makan secara

30
konsisten, dan melakukan latihan jasmani secara teratur. Sebagian penderita DM tipe 2 dapat
terkendali kadar glukosa darahnya dengan menjalankan GHS ini. Bila dengan GHS glukosa darah
belum terkendali, maka diberikan monoterapi OHO.
Pemberian OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
dengan respons kadar glukosa darah. Pemberian OHO berbeda-beda tergantung jenisnya.
Sulfonilurea diberikan 15-30 menit sebelum makan. Glinid diberikan sesaat sebelum makan.
Metformin bisa diberikan sebelum/sesaat/sesudah makan. Acarbose diberikan bersama makan
suapan pertama. Tiazolidindion tidak bergantung pada jadwal makan, DPP-4 inhibitor dapat
diberikan saat makan atau sebelum makan.
Bila dengan GHS dan monoterapi OHO glukosa darah belum terkendali maka diberikan
kombinasi 2 OHO. Untuk terapi kombinasi harus dipilih 2 OHO yang cara kerja berbeda, misalnya
golongan sulfonilurea dan metformin. Bila dengan GHS dan kombinasi terapi 2 OHO glukosa
darah belum terkendali maka ada 2 pilihan yaitu yang pertama GHS dan kombinasi terapi 3 OHO
atau GHS dan kombinasi terapi 2 OHO bersama insulin basal. Yang dimaksud dengan insulin
basal adalah insulin kerja menengah atau kerja panjang, yang diberikan malam hari menjelang
tidur. Bila dengan cara diatas glukosa darah terap tidak terkendali maka pemberian OHO
dihentikan, dan terapi beralih kepada insulin intensif. Pada terapi insulin ini diberikan kombinasi
insulin basal untuk mengendalikan glukosa darah puasa, dan insulin kerja cepat atau kerja pendek
untuk mengendalikan glukosa darah prandial. Kombinasi insulin basal dan prandial ini berbentuk
basal bolus yang terdiri dari 1 x basal dan 3 x prandial.

31
Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus

32
2. HIPERTENSI
Penatalaksanaan Hipertensi

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien hipertensi
derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola
hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat 2. Beberapa prinsip dasar terapi
farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek samping,
yaitu :
Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada usia 55
80 tahun, dengan memperhatikan factor komorbid
Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-i) dengan
angiotensin II receptor blockers (ARBs)
Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.
Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines memiliki
persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana hipertensi secara umum, yang
disadur dari A Statement by the American Society of Hypertension and the International
Society of Hypertension2013

33
34
3. HIPERKOLESTEROLEMIA

Pencegahan dan Penatalaksanaan Hiperkolesterolemia

Hiperkolesterolemia dapat dicegah dengan beberapa hal, seperti:


a. Mengatur pola makan dengan cara:

1. Mengkonsumsi makanan seimbang sesuai dengan kebutuhan.

Makanan seimbang adalah makanan yang terdiri dari:


60% kalori berasal dari karbohidrat

15% kalori berasal dari protein

25% kalori berasal dari lemak

Kalori dari lemak jenuh tidak boleh lebih dari 10%

2. Menurunkan asupan lemak jenuh.

Lemak jenuh terutama berasal dari minyak kelapa, santan, dan minyak-minyak lain
seperti minyak jagung, minyak kedelai dll yang mendapat pemanasan tinggi atau berulang.
Kelebihan lemak jenuh akan menyebabkan peningkatan kadar LDL.
3. Menjaga agar asupan lemak jenuh tetap baik secara kuantitas maupun kualitas.

Lemak tidak jenuh banyak terkandung pada ikan laut, minyak sayur, dan minyak
zaitun. Asupan lemak tidak jenuh ini dapat meningkatkan kadar HDL dan mencegah
terbentuknya endapan pada pembuluh darah.
4. Menurunkan asupan kolesterol.

Kolesterol terutama banyak ditemukan pada lemak hewani (jeroan, kuning telur,
serta seafood, kecuali ikan).
5. Mengkonsumsi lebih banyak serat dalam menu makanan sehari-hari.

Serat banyak ditemukan pada buah-buahan (apel, pir yang dimakan dengan kulitnya)
dan sayur-sayuran.

35
Serat yang dianjurkan adalah sebesar 25-40 gr/hari, setara dengan enam buah apel
merah dengan kulit atau enam mangkok sayuran.

Serat berfungsi untuk mengikat lemak yang berasal dari makanan dalam proses
pencernaan, sehingga mencegah peningkatan kadar LDL.

6. Merubah cara memasak

Sebaiknya memasak makanan dengan merebus bukan menggoreng dan mengukus atau
membakar tanpa minyak atau mentega.

Minyak goring dari asam lemak tidak jenuh sebaiknya digunakan untuk minyak salad,
sehingga mempunyai efek positif terhadap peningkatan kadar HDL.

b. Melakukan olahraga dengan teratur

Dianjurkan untuk melakukan olahraga yang bersifat aerobik (jalan cepat, lari-lari
kecil, sepeda, renang, dan lain-lain) secara teratur 3-5 kali setiap minggu, minimal 45
menit/olahraga) untuk meningkatkan kadar HDL.
c. Menjaga berat badan ideal

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko hiperkolesterolemia, sehingga berat


badan diupayakan agar tetap ideal, minimal tidak obesitas dengan IMT < 25 kg/m 2. Cara
menjaga berat badan yang utama adalah dengan pengaturan diet dan aktivitas fisik yang
teratur. Selain mencegah hiperkolesterolemia, berat badan yang ideal akan mengurangi
faktor risiko penyakit DM, hipertensi, PJK, dan lain-lain.

Pengobatan hiperkolesterolemia dilakukan setelah semua upaya nonfarmakologis tidak


memberikan perbaikan terhadap kadar kolesterol total. Obat hiperkolesterolemia yang beredar di
Indonesia antara lain Asam Fibrat, Resin, penghambat HMGCoA reduktase, Asam Nikotinat, dan
Ezetimibe.10,11
Obat yang termasuk ke dalam golongan asam fibrat adalah gemfibrozil fenofibrate dan
ciprofibrate. Gemfibrozil sangat efektif dalam menurunkan trigliserida plasma, meningkatkan
aktivitas lipoprotein lipase sehingga bersihan partikel kaya trigliserida meningkat, dan
meningkatkan kadar HDL. Fibrate menurunkan produksi LDL dan meningkatkan kadar HDL.

36
Obat antihiperlipidemik yang termasuk golongan resin adalah kolestiramin yang bekerja dengan
cara mengikat asam empedu di usus dan meningkatkan pembuangan LDL dari aliran darah.
Penghambat HMGCoA reduktase antara lain pravastatin, simvastatin, rosavastatin, fluvastatin,
dan atorvastin. Golongan ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan kolesterol melalui
inhibisi aktivitas enzim yang ada di jaringan hati yang memproduksi mevalonate dan
meningkatkan pembuangan LDL dari aliran darah. Asam nikotinat/niasin merupakan vitamin B3
yang larut dalam air. Dalam dosis besar, asam nikotinat diindikasikan untuk meningkatkan kadar
HDL. Sedangkan ezetimibe menurunkan total kolesterol dan LDL serta meningkatkan kadar HDL
dengan mengurangi penyerapan kolesterol di usus.

37
DAFTAR PUSTAKA

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus


tipe 2 di Indonesia 2011. hlm.4-10, 15-29
Suzanna Ndraha. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini. Jakarta : UKRIDA.
Weber MA, Schiffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH, Kenerson JG, et al. Clinical
Practice Guidelines for the Maganement of Hypertension in the Community. A
Statement by the American Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension. ASH paper. The Journal of Clinical Hypertension, 2013.
Bill,K ;Twiggs,J; Bonie. 2015.Hypertension: The Silent Killer: Updated JNC-8 Guideline
Recomendation. Continuing Educational. Alabama Pharmacy Asociation
ESH-ESC. 2013. ESH/ESC Guideline for the Management ofarterial hypertension. Jounal of
Hypertension.
Muhadi. 2016. JNC 8: Evidence Based Guideline Penanganan Pasien Hipertensi Dewasa. Jakarta
: Divisi Kardiologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo.
PERKENI. 2015. Konsensus Diabetes Melitus type 2 di Indonesia. Jakarta : Penerbit Pengurus
besar PEKENI.
PERMENKES RI. 2014. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nome 5 Tahun 2014
tentang Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Ralph A. DeFronzo. From the Triumvirate to the Ominous Octet: A New Paradigm for the
Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes. 2009; 58: 773-795
Suryono, 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta:
Internal Pablishing.hal.1877.

38

Anda mungkin juga menyukai