Anda di halaman 1dari 2

Briket dari Limbah Kulit Kacang

PRAKTIS, MURAH & BEBAS POLUSI

Berbekal kejelian dan ketekunan, pria satu ini berhasil membuat briket berbahan baku
limbah kulit kacang tanah. Selain ramah lingkungan, briket kulit kacang tanah ini juga lebih
hemat. Ibu-ibu di lingkungan tempat tinggalnya pun sudah menggunakan briket karyanya.

Tumpukan kulit kacang tanah (Arachis hypogaea L) tampak


menggunung di bagian samping rumah Edi Gunarto (35) di
Dusun Plebengan, Desa Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul
(DIY). Sekilas, tumpukan kulit kacang itu hanyalah limbah tak
berguna. Dulu, tumpukan kulit kacang ini saya jual ke
pengusaha tahu seharga Rp 30 ribu per satu mobil pick up.
Satu mobil jumlahnya kira-kira 6 kwintal, kata Gun,
panggilan Edi Gunarto.

Kacang tanah memang selalu tersedia berkarung-karung di


rumah Gunarto. Pasalnya, sejak 7 tahun lalu, ia memang menjadi pengusaha biji kacang
tanah (oase). Kacang tanah saya giling. Isinya saya jual, limbah kulit kacangnya pun dulu
saya jual juga, tuturnya.

Daerah Bambanglipuro, Bantul, memang dikenal sebagai penghasil kacang tanah, meski
hanya panen setahun sekali. Kalau sedang tidak musim, biasanya saya memperoleh suplai
kacang tanah dari daerah Wonosari, GunungKidul, Yogyakarta. Jadi, enggak pernah
kehabisan suplai, lanjut pria berambut panjang ini melanjutkan. Satu kilo kacang tanah ia
beli seharga Rp 6 ribu. Setelah digiling/dikupas, sekilo biji ia jual Rp 9 ribu. Dari sekilo
kacang tanah, bisa menjadi 6 ons biji kacang tanah.

Namun, sejak pertengahan 2007 lalu, Gunarto tak lagi menjual limbah kulit kacang tanah.
Ia mampu menyulapnya menjadi bahan bakar alternatif briket. Briket kulit kacang tanah ini
hampir sama dengan briket batubara dan menggunakan tungku batubara.

Kisah berawal ketika ia mendapat pelatihan membuat briket dari sampah/limbah. Dari hasil
pelatihan itu, Gun mendapat ilmu cara mengolah sampah organik menjadi briket.
Sebetulnya, semua jenis sampah organik (nonkaca, nonlastik) bisa dibuat briket. Kalau
pakai plastik, hasil pembakarannya kurang bagus karena mengandung zat kimia, lanjut
Gun yang kemudian mencoba membuat briket di rumahnya.
Sebelumnya saya pakai tatal (potongan kayu) hasil
penggergajian sebagai bahan bakar alternatif di rumah. Saya
juga pernah mencoba bikin briket dari sampah daun-daunan,
lanjutnya.

LEM KANJI
Ide menggunakan limbah kulit kacang tanah sebagai bahan
utama briket muncul setelah ia melihat tumpukan limbah kulit
kacang tanah di rumahnya menggunung. Dalam sehari, Gun mampu menggiling
(mengupas) sekitar 1,5 ton kacang tanah. Dari jumlah itu, dihasilkan limbah kulit kacang
yang lumayan banyak. Kalau sedang banyak, tinggi limbah kulit kacang bisa sampai
mendekati atap gudang, kata Gun.

Ia menjual isi (ose) kacang tanah ke Pasar Beringhardjo, Yogyakarta, sementara kulitnya ia
manfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan briket. Dari sekitar 3 kilo limbah kulit kacang
tanah, bisa dihasilkan sekitar sekilo briket.
Setelah kacang tanah mentah digiling, proses awal pembuatan briket kulit kacang tanah
pun dimulai.Kulit kacang dipisahkan dari bijinya. Kemudian, limbah kulit kacang itu dibakar
dalam sebuah alat khusus sejenis oven yang terbuat dari drum bekas yang disebut kiln
metal. Panasnya sekitar 40 derajat. Lama pembakaran sekitar 4 jam kalau drum berisi
penuh, kata ayah satu anak ini melanjutkan. Proses pembakaran ini merupakan proses
tersulit. Kalau panasnya tidak pas atau udara masuk ke dalam drum, kulit kacang tanah
bisa terbakar jadi abu. Berarti gagal, kata Gun.

Jadi, lanjutnya, pembakaran hanya dilakukan sampai kulit kacang tanah berbentuk arang,
tidak sampai menjadi abu. Pokoknya masih utuh bentuk kulit kacangnya. Setelah menjadi
arang, kulit kacang itu kemudian digiling dengan alat sederhana bertenaga dinamo. Tadinya
masih manual, pakai tangan saya onthel. Setelah itu saya pakai dinamo. Rencananya, mau
pakai diesel supaya kapasitasnya bisa lebih besar, kata Gun, suami dari Purwanti (30).

Anda mungkin juga menyukai