Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam keseharian sekolah, penggunaan barang sekolah sebagai barang milik


Negara/daerah adalah sebuah keniscayaan. Setiap hari warga sekolah baik kepala sekolah,
pendidik, tenaga kependidikan maupun peserta didik menggunakan barang milik sekolah
dan dibiayai negara. Penggunaan ini dilakukan pada kegiatan yang bersifat pembelajaran
maupun non pembelajaran. Barang yang digunakan dapat berbentuk barang inventaris
seperti meubel, barang elektronik maupun barang habis pakai seperti kertas, tinta, bola dan
lainnya.

Salah satu tujuan dalam pengadaan dan pemanfaatan barang milik negara/daerah
berupa sarana prasarana sekolah adalah untuk menunjang optimalisasi proses
pembelajaran (BPSDMPK-Kemendiknas, 2014 p. 41). Untuk membantu tercapainya tujuan
tersebut, dalam pelaksanaan penggunaan barang Negara/daerah ini diperlukan penataan
atau managemen yang baik. Kepala sekolah harus mendorong dan memberdayakan
pendidik untuk memanfaatkan barang tersebut secara optimal dan harus membuat laporan
pemanfaatan barang tersebut secara teratur dan terdokumentasi sebagai bahan rencana
tindak lanjut.

Pengelolaan barang yang baik dapat bermanfaat dalam mendukung efisiensi dan
efektifitas penggunaan barang tersebut dan terlaksananya akuntabilitas sekolah sebagai
institusi pemerintah. Kewajiban instansi pemerintah untuk menerapkan system
akuntabilitas kinerja berlandaskan pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999
tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Inpres tersebut dinyatakan bahwa
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi
pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui
pertanggungjawaban secara periodik.

Dengan demikian, penggunaan barang sekolah ini harus mampu menjamin


akuntabilitas sekolah. Sekolah harus mampu mempertanggungjawabkan dan
mempertanggunggugatkan pengunaan barang tersebut baik kepada atasan atau instansi
terkait maupun kepada masyarakat secara luas.

Namun kenyataannya, pengelolaan barang milik sekolah Negara/daerah ini belum


terlaksana dengan optimal. Sebagai bukti, apabila seorang kepala sekolah atau wakilnya
ditanya apakah pemanfaatan barang optimal, apakah ada dokumentasi barang sudah
maksimal, berapa nilai inventaris atau barang milik Negara/ daerah yang dikuasai di
sekolahnya, kebanyakan kepala sekolah atau wakilnya akan tidak yakin dengan jawabannya.
Bahkan apabila staff atau personil sekolah yang menangani barang , bila ditanya tentang
makna tulisan yang ada pada kode barang inventaris, kebanyakan akan menjawab kurang
paham. Padahal, menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 13 tahun 2007,
salah satu fungsi kompetensi manajerial Kepala Sekolah adalah mengelola sarana dan
prasaranasekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.

Pengelolaan barang baik inventaris maupun non inventaris akan sangat


berpengaruh pada akuntabilitas sekolah sebagai institusi public. Apabila dokumen
pengadaan atau pemanfaatan barang sekolah tidak dikelola dengan baik maka pada
akhirnya akuntabilitas sekolah akan merosot. Sekolah mungkin tak dapat memberikan
laporan atau bahkan informasi bagaimana barang sekolah yang berasal dari pemerintah
atau masyarakat dikelola dan dimanfaatkan. Dan, apabila ini terjadi terus menerus, pada
gilirannya sekolah akan ditinggalkan public atau masyarakat. Masyarakat tidak akan percaya
pada sekolah karena sekolah tidak akuntabel.

Berdasarkan paparan di atas maka penulis mencoba untuk menuliskan gagasan


untuk menjalankan sistem manajemen barang sekolah dengan harapan adanya perbaikan
dalam hal pengelolaan barang sekolah.
B. Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas pada tulis ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana langkah pengelolaan/manajemen barang sekolah yang baik?


2. Hal apa saja yang dapat dilakukan kepala sekolah untuk melakukan managemen
tersebut dalam mendukung akuntabilitas sekolah?

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini akan membahas bagaimana langkah pengelolaan barang sekolah dan
hal yang dapat dilakukan kepala sekolah untuk melakukan managemen tersebut dalam
rangka mendukung akuntabilitas sekolah. Makalah ini memuat format-format dokumen
untuk pengendalian barang mulai dari pengadaan, penatausahaan, penyimpanan,
pemeliharaan penghapusan sampai pelaporan.

D. Manfaat Tulisan
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam 3 hal: teori, praktis dan profesional.
Yang pertama secara teori diharapkan dapat menjadi tambahan rujukan pada pengelolaan
barang dan akuntabilitas sekolah. Secara praktisnya, makalah diharapkan menjadi masukan
untuk sekolah dalam pengelolaan atau manajemen barang inventaris dan non inventaris.
Secara profesional, diharapkan dapat menjadi bahan untuk penelitian lebih lanjut baik
tentang pengelolaan barang maupun tentang akuntabilitas sekolah.

E. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan; yang memaparkan latar belakang permasalahan, perumusan masalah,
tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : Landasan teori tentang pengelolaan barang dan akuntabilitas sekolah yang
mencakup langkah, prinsip dan teori pengelolaan barang dan akuntabilitas dari
berbagai sumber.
Bab III : Pembahasan masalah yang memaparkan bagaimana pengelolaan barang yang
diharapkan dan bagaimana hubungannya dengan akuntabilitas sekolah.
Bab IV : Kesimpulan dan Saran
BAB II

PENGELOLAAN BARANG DAN AKUNTABILITAS SEKOLAH

A. Pengelolaan Barang
Pengelolaan barang inventaris yang berbentuk sarana dan prasarana sekolah
mencakup semua komponen yang secara langsung maupun tidak langsung menunjang
jalannya proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri.

Pengelolaan barang inventaris ini, menurut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27


tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah meliputi : Perencanaan Kebutuhan
dan penganggaran; pengadaan; Penggunaan; Pemanfaatan; Pengamanan dan
pemeliharaan; Penilaian; Pemindahtanganan; Pemusnahan; Penghapusan;
Penatausahaan; dan Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

a. Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran


Perencanaan Kebutuhan barang milik negara/daerah disusun dengan memperhatikan
kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah serta ketersediaan barang.
Perencanaan ini meliputi perencanaan pengadaan, pemeliharaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan,
dan Penghapusan.
Perencanaan kebutuhan ini, kecuali untuk penghapusan, berpedoman pada standar barang;
standar kebutuhan; dan/atau standar harga yang ditetapkan oleh pengelola barang; atau
ditetapkan Bupati/Walikota setelah berkoordinasi dengan dinas teknis terkait. Penetapan standar
kebutuhan oleh Bupati/ Walikota dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan Menteri Dalam
Negeri.
Untuk proses perencanaan pengadaan barang sekolah harus dilakukan secara sistematis,
rinci dan teliti berdasarkan rencana kegiatan sekolah jangka panjang (RKJP), rencana kegiatan jangka
menengah (RKJM) dan rencana kegiatan tahunan sekolah (RKT) serta rencana anggaran kegiatan
sekolah (RKAS). Perencanaan hendaknya didasarkan analisis kebutuhan dan skala prioritas yang
disesuaikan dengan dana dan tingkat kepentingannya.
Perencanaan sekolah di atas hendaknya meliputi empat tahapan, antara lain: (1) identifikasi
tujuan yang dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu; (2) menyusun tujuan berdasarkan
priotitasnya, (3) identifikasi permasalahan yang ada: perbedaaan antara yang diinginkan dan apa
yang kenyataannya dan (4) menentukan skala prioritas (Gunawan, 1982: 8).

b. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan semua jenis barang
inventaris sesuai dengan kebutuhan. Hubungannya dengan sekolah, pengadaan ini merupakan
kegiatan untuk menyediakan barang ataupun jasa berdasarkan perencanaan sekolah untuk
menunjang efektifitas dan efisiensi pembelajaran (BPSDMPK PMP, Depdiknas, 2014 p. 113).
Pengadaan barang milik Daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip efisien, efektif, transparan
dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel. Pelaksanaan pengadaan Barang Milik Negara/Daerah
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengadaan barang inventaris ini meliputi langkah perencanaan barang sekolah sarana
prasarana sekolah (Sukirman, 2002: 29).

Pengadaan barang sekolah dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah yaitu: 1)
pembelian tanpa lelang atau dengan lelang, 2) pembuatan/pengadaan swadaya sendiri, 3) bantuan
atau hibah, dan 4) penyewaan, 5) pinjaman, 6) pendaurulangan, 7)penukaran dan 8) perbaikan atau
rekondisi (BPSDMPK PMP, Depdiknas, 2014 p. 114-115; Gunawan, 1981: 23). Kebanyakan sekolah
melakukan pengadaan barang sekolah dengan membeli dengan dana sumbangan dari masyarakat
dan mendapatkan bantuan atau hibah.

Prosedur pengadaan barang dan jasa harus mengacu kepres No 80 tahun 2003 yang telah
disempurnakan dengan Permen nomor 24 tahun 2007. Prosedur tersebut menurut BPSDMPK PMP,
Depdiknas, 2014 p. 115) adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis kebutuhan dan fungsi barang sekolah berbentuk sarana prasarana sekolah.
2. Mengklasifikasi barang atau jasa yang dibutuhkan.
3. Membuat proposal pengadaan yang ditujukan kepada pemerintah atau pihak lain.
4. Peninjauan kelayakan untuk mendapat barang tersebut
5. Pengiriman barang tersebut.

c. Penggunaan
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2014, status penggunaan barang milik
negara/daerah ditetapkan oleh pengelola barang, untuk barang milik negara; atau
Gubernur/Bupati/Walikota, untuk barang milik daerah. Barang tersebut dapat ditetapkan
status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah,
atau guna dioperasikan oleh Pihak Lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai
tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan.

Penggunaan barang sekolah mesti sesuai dengan kebutuhan agar pencapaian tujuan
pengadaan barang dapat tercapai secara efektif dan efisien. Untuk barang inventaris di sekolah yang
berbentuk sarana prasarana harus selalu mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai, kesesuaian
barang dengan materi pelajaran siswa, tersedianya sarana penunjang dan sesuai dengan
karakteristik siswa (BPSDMPK PMP, 2014: 124).

d. Pemanfaatan;
Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis
dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan umum. Bentuk Pemanfaatan
Barang tersebut berupa sewa; pinjam pakai; kerja sama pemanfaatan; bangun guna serah atau
bangun serah guna; atau kerja sama penyediaan infrastruktur.

Ada dua prinsip yang harus diperhatikan dalam menggunakan perlengkapan sekolah yaitu
prinsip efektifitas dan efisiensi (Bafadal, 2004: 42). Prinsip efektifitas berarti semua pemakaian
perlengkapan pendidikan disekolah harus ditunjukkan semata-mata dalam rangka memperlancar
pencapaian tujuan pendidikan sekolah baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan
prinsip efisiensi berarti pemakaian semua perlengkapan pendidikan disekolah secara hemat dan
dengan hati-hati.

e. Pengamanan dan Pemeliharaan


Pengamanan dan pemeliharaan adalah kegiatan pengurusan dan pengaturan barang
agar selalu dalam keadaan baik dan siap digunakan.

Pengelola barang, pengguna Barang, atau Kuasa Pengguna Barang bertanggung jawab
atas pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah yang berada di bawah penguasaannya.
Pemeliharaannya berpedoman pada daftar kebutuhan pemeliharaan barang. Pemeliharaan
perlengkapan adalah suatu kegiatan pemeliharaan yang terus menerus untuk mengusahakan agar
setiap jenis barang tetap berada dalam keadaan baik dan siap pakai (Wahyuningrum, 2000:31).

Pemeliharaan barang milik Negara/daerah berupa perlengkapan sekolah meliputi


pemeliharaan yang bersifat pengecekan, pencegahan, perbaikan ringan dan bersifat perbaikan
berat. Hal ini dapat dilakukan melalui pemeliharaan sehari-hari dan pemeliharaan berkala (Bafadal,
2004: 49).

Pengamanan dan pemeliharaan barang dapat dilakukan dengan cara melakukan


pencegahan kerusakan, menyimpan, disimpan diruang/rak agar terhindar dari kerusakan,
membersihkan dari kotoran/debu atau uap air, memeriksa atau mengecek kondisi sarana dan
prasarana secara rutin, mengganti komponenkomponen yang rusak dan melakukan perbaikan jika
terjadi kerusakan pada sarana atau prasarana pendidikan.

Jenis pemeliharaan yang dapat dilakukan menurut BPSDMPK PMP (2014: 125) adalah
sebagai berikut:

a) Pemeliharaan terus menerus (teratur dan rutin); contohnya pembersihan


ruangan dan halaman dari sampah; pembersihan kaca, jendela, kursi, meja,
lemari dan lain-lainnya, pembabatan rumput dan semak, pembersihan dan
penyiraman kamar mandi.
b) Pemeliharaan berkala seperti perbaikan atau pengecatan kusen-kusen, pintu,
tembok dan komponen bangunan lainya, perbaikan mebeler (kursi, meja, lemari
dll); perbaikan genteng rusak/pecah; pelapisan plesteran yang retak atau
terkelupas, pembersihan dan pengeringan lantai.
c) Perawatan darurat seperti perbaikan pada kerusakan yang membahayakan,
perbaikan yang bersifat sementaradan harus cepat selesai, dilakukan secara
swakelola dan harus segera dilakukan perbaikan permanen.
d) Perawatan preventif yakni perawatan yang dilakukan pada selang waktu
tertentu dan pelaksanaannya rutin dengan beberapa criteria yang ditentukan
sebelumnya. Langkah perawatan preventif ini dapat dilakukan dengan menyusun
program perawatan preventif, membentuk tim pelaksana perawatan,
menyiapkan jadwal tahunan, menyiapkan lembar evaluasi dan memberikan
penghargaan kepada yang berhasil meningkatkan kinerja peralatan/ barang
sekolah.

f. Penilaian
Penilaian barang milik negara/daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca
pemerintah, pemanfaatan, atau pemindahtanganan. Penilaian dilakukan oleh tim yang
ditetapkan oleh pengguna barang, dan dapat melibatkan penilai yang ditetapkan oleh
pengguna barang.

g. Pemindahtanganan
Barang milik negara/daerah yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas
pemerintahan dapat dipindahtangankan. Pemindahtanganan dilakukan dengan cara
penjualan; tukar menukar; hibah; atau penyertaan modal pemerintah pusat/daerah.

h. Penghapusan
Penghapusan merupakan pembebasan barang inventaris dari pertanggungjawaban
yang berlaku dengan alasan yang dipertanggungjawabkan (BPSDMPK PMP, Depdiknas, 2014
p. 112). Pemusnahan atau Penghapusan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghapus
barang-barang milik Negara/Daerah atau kekayaan Negara dari daftar inventarisasi
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Wahyuningrum, 2000: 42-43).

Manfaat dari penghapusan ini adalah mencegah atau sekurang-kurangnya


membatasi kerugian/pemborosan biaya pemeliharaan yang kondisinya semakin buruk;
meringankan beban kerja pelaksanaan inventaris, membebaskan ruangan dari penumpukan
barang yang tidak dipaki dan membebaskan barang dari tanggungjawab pemeliharaannya
((BPSDMPK PMP, Depdiknas, 2014 p. 112).

Pemusnahan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan karena barang milik


negara/daerah tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat
dipindahtangankan; atau ada alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pemusnahan dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat
persetujuan Pengelola Barang, seperti Gubernur/Bupati/Walikota. Pemusnahan dilakukan
dengan cara dibakar, dihancurkan, ditimbun, ditenggelamkan atau cara lain sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. Penghapusan meliputi penghapusan dari daftar barang
pengguna dan penghapusan dari daftar barang milik Negara/Daerah.

Langkah-langkah penghapusan barang milik Negara/daerah menurut Bafadal (2004:


63) adalah sebagai berikut
a) Pengguna barang misalnya Kepala sekolah (bisa dengan menunjuk seseorang)
mengelompokan perlengkapan yang akan dihapus dan meletakan ditempat yang
aman.
b) Menginventarisasi perlengkapan yang akan dihapus dengan cara mencatat jenis,
jumlah, dan tahun pembuatan perlengkapan tersebut.
c) Pengguna barang mengajukan usulan penghapusan barang dan pembentukan
panitia penghapusan, yang dilampiri dengan data barang yang rusak (yang akan
dihapusnya) ke kuasa pengguna barang misalnya kantor dinas pendidikan kota atau
kabupaten.
d) Setelah SK penghapusan dari dari kuasa pengguna barang misalnya kantor dinas
pendidikan kota/kabupaten terbit, selanjutnya panitia penghapusan segera bertugas
yaitu memeriksa kembali barang yang rusak berat, biasanya dengan membuat berita
acara pemeriksaan.
e) Panitia mengusulkan penghapusan barang-barang yang terdaftar dalam berita acara
pemeriksaan, biasanya perlu ada pengantar dari kepala sekolah kemudian usualan
itu diteruskan ke Bupati atau walikota.
f) Begitu surat penghapusan a datang, bisa segera dilakukan penghapusan terhadap
barang-barang tersebut dengan cara dimusnahkan dan dilelang. Apabila melalui
lelang yang berhak melelang adalah kantor lelang setempat dan hasil lelang menjadi
milik Negara

i. Penatausahaan

Penatausahaan mencakup dua proses yakni pembukuan, inventarisasi dan


pelaporan. Dalam hal pembukuan, pengelola barang harus melakukan pendaftaran dan
pencatatan Barang Milik Negara/Daerah yang berada di bawah penguasaannya ke dalam
Daftar Barang Pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang. Daftar barang
disusun berdasarkan himpunan daftar barang pengguna/daftar barang kuasa pengguna dan
daftar barang pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang sesuai ketentuan.

Proses yang kedua adalah inventarisasi. Inventarisasi adalah pencatatan dan


penyusunan daftar barang milik Negara secara sistematis, tertib dan teratur berdasarkan
ketentuan-ketentuan pedoman yang berlaku. Melalui inventarisasi diharapkan tercipta
ketertiban, penghematan keuangan, mempermudah pemeliharaan dan pengawasan barang
tersebut.

Inventarisasi dilakukan oleh pengguna barang setiap tahun. Pengguna barang


menyampaikan laporan hasil Inventarisasi kepada pengelola barang paling lama 3 (tiga)
bulan setelah selesainya Inventarisasi.

Kegiatan inventarisasi perlengkapan pendidikan meliputi dua kegiatan yaitu: yang


berhubungan dengan pencatatan dan pembuatan kodefikasi barang perlengkapan dan yang
berhubungan dengan pembuatan laporan.

Klasifikasi dan kodefikasi barang iventaris dilakukan agar terdapat cara cukup mudah
dan efisien untuk mencatat dan seklaigus untuk mencari dan menemukan kembali barang
tertentu baik fisik maupuan daftar catatan atau pun di dalam ingatan orang (BPSDMPK
PMP Kemediknas, 2014). Kodefikasi adalah pemberian pengkodean barang pada setiap
barang inventaris milik Pemerintah Daerah yang menyatakan kode lokasi dan kode barang.
Tujuan pemberian kodefikasi adalah untuk mengamankan dan memberikan kejelasan status
kepemilikan dan status penggunaan barang pada masing-masing pengguna (Permendagri
nomor 7 tahun 2007).

Pada umumnya, nomor kode itu terdiri dari 7 (tujuh) buah angka yang tersusun
menjadi tiga dan empat angka, yang dipisahkan oleh sebuat tanda titik. Angka pertama dari
susunan tiga di depan adalah untuk menyatakan jenis formulir yang digunakan. Dua angka
berikutnya yang ada sebelum titik merupakan sandi pokok untuk kelompok barang menurut
ketentuan formulir masing-masing (BPSDMPK Kemediknas, 2014).

Untuk memudahkan penatausahaan barang dan sensus barang milik daerah (BMD),
setiap barang daerah diberi nomor kode. Terdapat dua kategori besar kodefikasi barang ini
yakni kode lokasi dan kode barang. Cara penulisan kode ini, menurut Permendagri nomor 7
tahun 2007 adalah sebagai berikut.

a) Nomor Kode Lokasi


Nomor Kode Lokasi menggambarkan/menjelaskan status kepemilikan barang,
Provinsi, Kabupaten/Kota, bidang, SKPD dan unit kerja serta tahun pembelian barang.
Nomor Kode Lokasi terdiri 14 digit atau lebih sesuai kebutuhan daerah. Nomor Kode urutan
Provinsi dan nomor Kode urutan Kabupaten/Kota tercantum dalam Lampiran 39 dan 40
Permendagri tersebut. Untuk propinsi Banten kodenya adalah 28. Untuk kabupaten Serang
kodenya adalah 01.
Nomor Kode SKPD dibakukan lebih lanjut oleh Kepala Daerah dengan
memperhatikan pengelompokkan bidang yang terdiri dari 22 bidang. Ke 22 bidang tersebut
adalah: (01) Sekwan/DPRD; (02) Gubernur/Bupati/Walikota; (03) Wakil
GUbernur/Bupati/Walikota; (04) Sekretariat Daerah; (05) Bidang Kimpraswil/PU; (06)Bidang
Perhubungan; (07) Bidang Kesehatan; (08) Bidang Pendidikan dan Kebudayaan; (09) Bidang
Sosial; (10) Bidang Kependudukan; (11) Bidang Pertanian; (12) Bidang Perindustrian; (13)
Bidang Pendapatan; (14) Bidang Pengawasan; (15) Bidang Perencanaan; (16) Bidang
Lingkungan Hidup; (17) Bidang Pariwisata; (18) Bidang Kesatuan Bangsa; (19) Bidang
Kepegawaian; (20) Bidang Penghubung; (21) Bidang Komunikasi, informasi dan
dokumentasi; dan (22) Bidang BUMD.
Kecamatan diberi Nomor Kode mulai dari nomor urut 50 (lima puluh) dan seterusnya
sesuai jumlah kecamatan pada masingmasing Kabupaten/Kota. Contoh nomor kode lokas
adalah sebagai berikut: angka atau digit nomor kode lokasi ditulis secara berurutan dalam
suatu garis datar.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
14 digit
Kode Komponen

Pemilik Barang

Kode Provinsi

Kode Kab/Kota

Kode Bidang

Kode Unit Bidang

Kode Tahun

Pembelian

Kode Sub Unit/

Satuan Kerja
Digit 1 dan 2, Kode komponen kepemilikan barang. Penulisan kode komponen
kepemilikan barang sebagai berikut :

a. Barang milik Pemerintah Pusat dengan Nomor Kode OO

b. Barang milik Pemerintah Daerah Provinsi dengan Nomor Kode 11

c. Barang Milik Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan Nomor Kode 12.

Digit 3 dan 4, Kode Provinsi. Provinsi diberi Nomor Kode mulai dari Nomor 01 sampai
dengan 33 (dstnya), sesuai dengan jumlah Provinsi yang ada. Digit 5 dan 6, Kode
Kabupaten/Kota. Kabupaten/Kota yang berada dalam wilayah suatu Provinsi diberi Nomor
Kode mulai dari Nomor 01 dan seterusnya sampai sejumlah Kabupaten/Kota dalam wilayah
Provinsi tersebut. Untuk nomor kode Kabupaten /Kota yang baru dibentuk dibakukan oleh
Gubernur dengan mengikuti urutan sesuai lahirnya undang - undang Pembentukan Daerah
Otonom baru dengan memperhatikan/mengikuti Nomor urut Kabupaten/ Kota yang
ditetapkan Menteri Dalam Negeri.

Digit 7 dan 8, kode bidang yang merupakan pengelompokan Bidang Tugas yang
terdiri dari 22 bidang, seperti yang sampaikan di atas.

Digit 9 dan 10, kode SKPD. Kode Unit merupakan penjabaran dari Bidang Tugas
kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sesuai struktur organisasi di masing masing
Daerah Provinsi/Kabupaten/ Kota. Penetapan nomor urut kode unit/SKPD di masing-masing
Provinsi/Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Kepala Daerah.

Digit 11 dan 12, Tahun Pembelian/Pengadaan/ Pembangunan. Nomor Kode Tahun


pembelian/pengadaan barang dituliskan 2 angka terakhir (misalnya tahun
pembelian/perolehan 1997, maka ditulis Nomor Kodenya 97, tahun pembelian/perolehan
tahun 2002 ditulis 02 tahun 2005 ditulis 05 dan seterusnya. Barang yang tidak diketahui
Tahun Pembelian/Perolehannya, supaya dibandingkan dengan barang yang sama, sejenis,
type, merk, bahan, cc dsb dan penetapan prakiraan tahun tersebut ditetapkan oleh
Pengurus barang.

Digit 13 dan 14, Kode Sub Unit/Satuan Kerja. Kode Sub Unit/Satuan Kerja untuk
masing-masing SKPD diberi Nomor urut Kode sub unit sesuai struktur organisasi perangkat
daerah mulai dari Nomor 01 dan seterusnya sampai sejumlah sub Unit/Satuan Kerja dalam
SKPD tersebut dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

Contoh penulisan nomor kode lokasi: Barang Milik Daerah Provinsi Banten berada
pada Subdin Pengelolaan Budidaya Perikanan (Dinas Perikanan dan Kelautan),
dibeli/diperoleh tahun 2001.

1 1 2 8 0 1 1 1 0 2 0 1 0 5

Kode Komponen Pemilik

Barang (Provinsi)

Kode Provinsi (Maluku)

Kode Kab/Kota (Kosong)

Kode Bidang

(Bid.Perikanan)

Kode Unit Bidang (Dinas

Perik & laut)

Kode Tahun Pembelian

(2001)

Kode Sub Unit/Satuan

Kerja (Subdin Pengel

Budidaya Perikanan)

Cara penulisan : 11.17.00.11.02.97.05

b) Nomor Kode Barang

Nomor Kode barang diklasifikasikan ke dalam 6 (golongan) yaitu: (01) Tanah, (02)
Mesin dan Peralatan, (03) Gedung dan Bangunan, (04) Jalan,Irigasi dan Jaringan (05) Aset
Tetap Lainnya dan (06) Konstruksi dalam Pengerjaan. Penggolongan barang terbagi atas
Bidang, Kelompok, Sub Kelompok dan sub-sub Kelompok/Jenis Barang. Nomor kode
golongan, bidang, kelompok, sub kelompok dan Sub-Sub Kelompok/jenis barang
sebagaimana tercantum dalam lampiran 41 permendagri nomor 7 tahun 2007.
Nomor kode barang terdiri atas 14 (empat belas) digit yang tersusun berurutan ke
belakang dibawah suatu garis lurus sebagai berikut: 2 digit (angka) paling depan adalah
Nomor Kode Golongan Barangnya, diikuti Nomor Kode Bidang, Nomor Kode Kelompok,
Nomor Kode Sub Kelompok, Nomor Kode Sub-Sub Kelompok/jenis barang dimaksud. Contoh
1, kode barang mobil sedan.

0 2 0 3 0 1 0 1 0 1 0 0 000 500

kode Golongan (Peralatan dan

mesin, kode 02)

Kode Bidang (Bidang Alat-alat

Angkutan, kode 03)

Kode Kelompok (Kel. Alat

Angkutan darat bermotor, kode

01)

Kode Sub Kel.

(Kend. Dinas ber perorangan,

Kode 01)

Kode Sub2 Kel. (Sedan,

Kode 01)

Mobil yang ke.

Cara Penulisan : 02.03.01.01.01.0050. Keterangan: Nomor kode 02; nomor kode


golongan peralatan dan mesin; Nomor kode 03; mobil sedan bidang alat-alat angkutan;
Nomor kode 01; kelompok alat angkutan darat bermotor; Nomor kode 01; sub kelompok
kendaraan dinas bermotor perorangan; Nomor kode 01; sub-sub kelompok/jenis barang;
Nomor kode Register.

c) Nomor Register
Nomor register merupakan nomor urut pencatatan dari setiap barang, pencatatan
terhadap barang yang sejenis, tahun pengadaan sama, besaran harganya sama seperti meja
dan kursi jumlahnya 150, maka pencatatannya dapat dilakukan dalam suatu format
pencatatan dalam lajur register, ditulis: 0001 s/d 0150. Nomor urut pencatatan untuk setiap
barang yang spesifikasi, type, merk, jenis berbeda, maka nomor registernya dicatat
tersendiri untuk masingmasing barang.

Cara penulisan nomor Kode Unit dan Nomor Kode Barang :

1. Barang milik Departemen Kimpraswil berupa mobil sedan dibeli pada tahun 1999,
dipergunakan pada Dinas PU (Subdin Cipta Karya) mobil sedan yang ketiga,
Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur.

00.23.02.05.01.99.04

02.03.01.01.01.0003

2. Barang milik Daerah Provinsi Maluku berupa Air Condition, Unit yang ke enam,
berada pada Subdin Pengelolaan Budidaya Perikanan(Dinas Perikanan dan
Kelautan), dibeli/diperoleh Tahun 2001.

01.17.00.11.02.01.05

02.06.02.04.03.0006

d) Lain-lain
Cara pencatatan dan pemberian Nomor Kode bagi barang yang belum ada Nomor
Kode jenis barangnya, supaya mempergunakan Nomor Kode jenis barang "Lain-lain" dari
Sub kelompok barang yang dimaksud atau dibakukan oleh Kepala Daerah masing-masing
dengan mengikuti nomor urut jenis barang lain-lain.
Barang milik negara/daerah yang dipisahkan (Perusahaan Daerah) tetap menjadi
milik Pemerintah Daerah, oleh karena itu semua barang inventaris yang dipisahkan,
diperlakukan sama dengan barang inventaris milik Pemerintah Daerah.
Dalam rangka tertib administrasi pengelolaan barang milik negara/daerah yang
cepat dan akurat, Pemerintah Daerah menerapkan aplikasi inventarisasi melalui Sistem
Informasi Manajemen Barang Daerah (SIMBADA).
Daftar alat inventarisas yang harus digunakan atau diisi adalah sebagai berikut
(BPSDMPK-PMP, Kemendiknas, 2014; Hadi, 2008):

1) Buku induk barang inventaris


Ini adalah buku tempat mencatat semua barang inventaris milik Negara dalam
lingkungan sekolah menurut urutan penerimaannya.
2) Buku golongan barang inventaris
Ini adalah buku pembantu tempat mencatat barang inventaris menurut golongan
barang yang telah ditentukan.
3) Buku catatan non-inventaris
Ini adalah buku tempat mencatat semua barang habis pakai, seperti tinta, spidol,
kertas, penghapus dan sejenisnya.
4) Laporan triwulan mutasi barang inventaris
Ini adalah daftar tempat mencatat jumlah bertambah atau berkurangnya barang
inventaris sebagai akibat mutasi yang terjadi dalam riwulan yang bersangkutan.
Daftar ini disusun menurut jenis barang pada masing-masing golongan inventaris.
5) Daftar isian barang Inventaris
Ini adalah tempat mencata semua barang inventaris menurut golongan barangnya.
Untuk Daftar isian barang Inventaris Daftar rekapitulasi barang inventaris harus
dibuat rangkap 2, satu sebagai arsip dan satu lagi untuk disampaikan pada unit kerja
yang membawahinya (dinas pendidikan).
6) Daftar rekapitulasi barang inventaris.
Ini merupakan daftar yang menunjukan jumlah barang inventarus menurut keadaan
pada tanggal 1 April tahun yang lalu, mutasi barang yang terjadi selama setahun
tersebut dan keadaan barang inventaris pada tanggal 1 April tahun anggaran
berikutnya. Pengguna barang harus menyusun laporan barang semesteran dan
tahunan sebagai bahan untuk menyusun neraca satuan kerja untuk disampaikan
kepada Pengguna Barang.

j. Pembinaan, Pengawasan, Dan Pengendalian


Pembinaan pengelolaan Barang Milik Negara dilakukan oleh menteri keuangan melalui
penetapan kebijakan pengelolaan barang milik negara/daerah. Pengawasan dan Pengendalian
Barang Milik Negara/Daerah dilakukan oleh: pengguna barang melalui pemantauan dan
penertiban; dan/atau oleh pengelola barang melalui pemantauan dan investigasi.

Pengguna Barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap Penggunaan,


Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan barang.
Pengelola barang melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan Penggunaan,
Pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang dalam rangka penertiban penggunaan,
pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Barang milik Negara/daerah yang merupakan perlengkapan sekolah dapat diklasifikasikan


menjadi dua macam yaitu barang inventaris dan barang bukan inventaris. Barang inventaris adalah
keseluruhan perlengkapan sekolah yang dapat digunakan secara terus menerus dalam waktu yang
relatif lama seperti, meja, bangku, papan tulis, buku perpustakaan sekolah dan perabot-perabot
lainnya.

Sedangkan barang-barang yang bukan inventaris adalah semua barang habis pakai, seperti
kapur tulis, kertas, dan barang-barang yang statusnya tidak jelas. Baik barang inventaris maupun
barang bukan inventaris yang diterima sekolah harus dicatat didalam buku penerimaan. Setelah itu,
khusus barang-barang inventaris dicatat didalam buku induk inventaris dan buku golongan
inventaris.sedangkan barang-barang bukan inventaris dicatat dalam buku induk bukan inventaris dan
kartu stok barang.

B. Akuntabilitas Sekolah

a. Makna Akuntabilitas

Akuntabilitas diartikan sebagai kemampuan memberi jawaban kepada otoritas yang


lebih tinggi atas tindakan seseorang/sekelompok orang terhadap masyarakat luas dalam
suatu organisasi (Syahrudin Rasul, 2002:8). Dalam konteks institusi pemerintah,
seseorang tersebut adalah pimpinan instansi pemerintah sebagai penerima amanat atau
mandate yang harus memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan amanat atau
mandat tersebut kepada atasannya (pemerintah daerah, inspektorat, BPK atau BPKP) dan
kepada masyarakat atau publik sebagai pemberi amanat atau amanat.
Dalam hubungan dengan sekolah, pimpinan instansi ini adalah kepala sekolah dan
atasannya adalah dinas pendidikan, inspektorat daerah, BPK atau BPKP sebagai badan
pemeriksa akuntabilitas sekolah. Hal ini senada dengan yang dikemukakan ODonnell (1999)
dalam Kyriacou (2008) bahwa ada dua jenis akuntabilitas yakni horizontal and vertical. Yang
pertama merujuk pada akuntabilitas yang dilakukan pengawasannya oleh masyarakat dan
yang kedua dilakukan pengawasannya oleh institusi public yang ditentukan pemerintah
sesuai kewenangannya.
Akuntabilitas juga dapat berarti sebagai perwujudan pertanggungjawaban seseorang
atau unit organisasi, dalam mengelola sumber daya yang telah diberikan dan dikuasai,
dalam rangka pencapaian tujuan, melalui suatu media berupa laporan akuntabilitas kinerja
secara periodik. Sumber daya dalam hal ini merupakan sarana pendukung yang diberikan
kepada seseorang atau unit organisasi dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas yang
telah dibebankan kepadanya. Wujud dari sumber daya tersebut pada umumnya berupa
sumber daya manusia, dana, sarana prasarana, dan metode kerja.
Akuntabilitas sekolah sebagai institusi pemerintah menjadi salah satu dimensi yang
sangat penting rangka peningkatan kualitas institusi yang baik (Kaufmann, Kraay, and
Mastruzzi 2005,). Pemerintahan, dalam hal ini sekolah, yang akuntable dipercaya mampu
menyediakan informasi handal yang berhubungan dengan keputusan kebijakan, penjelasan
yang benar tentang kegiatan pemerintah dan bertanggung jawab atas akibat dari keputusan
atau kegiatan tersebut (Mulgan 2000, Schedler 1999). Sekolah sebagai institusi pemerintah
yang mempunyai akuntabilitas yang baik mampu membuat kegiatan dan pengelolaan
sekolah lebih transparat dan terhindar dari korupsi, menegakkan aturan hukum dan
meningkatkan efektifitas birokrasi (Adser, Boix, and Payne 2003).
Menurut Schedler (1999), akuntabilitas terdiri dua dimensi yakni
pertanggungjawaban dan penegakan. Yang pertama meliputi hak warga untuk menerima
informasi yang dapat dipercaya tentang keputusan pemerintah dan kewajiban pejabat
public untuk memberikan hal-hal yang rinci tentang keputusan mereka pada warga
masyarakat. Pertanggungjawaban juga meliputi hal warga masyarakat untuk meminta
pejabat menjelaskan keputusan mereka dan tugasnya untuk memberikan pembenaran atas
keputusan mereka. Yang kedua penegakan meliputi kemampuan warga untuk membuat
pejabat public mendapatkan akibat atau konseksuensi dari keputusan mereka. Sanksi
termasuk pencopotan posisi pejabat, perusakan reputasi dan hukuman resmi sebaiknya
dapat dilakukan oleh warga atas kesalahan pejabat public.

b. Prinsip Akuntabilitas

Akuntabilitas instansi pemerintah didasarkan pada beberapa prinsip. Prinsip-prinsip


tersebut menurut Wakhyudi (2007) adalah sebagai sebagai berikut:
a) Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang bersangkutan. Dalam
hubungannya dengan sekolah, harus adanya komitmen dari pendidik dan tenaga
kependidikan di sekolah.
b) Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya
secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c) Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
hal ini tujuan dan sasaran sekolah.
d) Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan manfaat yang diperoleh.
e) Jujur, objektif, transparan, dan akurat.
f) Melaporkan keberhasilan/kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang
telah ditetapkan.
Menurut Rasul (2003:11), ada 5 (lima) dimensi akuntabilitas yakni hukum dan
kejujuran, manajerial, program, kebijakan dan financial. Dalam hubungannya dengan
sekolah, kelima dimensi tersebut bermakna sebagai berikut:

1) Akuntabilitas hukum dan kejujuran (accuntability for probity and legality).


Akuntabilitas hukum terkait dengan dilakukannya kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan lain oleh kepala sekolah, pejabat sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan.
Sedangkan, akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan
jabatan, korupsi dan kolusi. Akuntabilitas hukum menjamin ditegakkannya supremasi
hukum, sedangkan akuntabilitas kejujuran menjamin adanya praktik pengelolaan
sekolah yang sehat
2) Akuntabilitas manajerial
Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban untuk melakukan pengelolaan
sekolah secara efektif dan efisien dengan melaksanakan prinsip-prinsip manajerial yang
baik.
3) Akuntabilitas program
Akuntabilitas program bermakna bahwa program-program sekolah yang dilakukan
merupakan program yang bermutu dan mendukung strategi dalam pencapaian visi, misi
dan tujuan sekolah yang telah ditentukan. Sekolah harus mempertanggungjawabkan
program yang telah dibuat sampai pada pelaksanaan program.
4) Akuntabilitas kebijakan
Akuntabilitas ini berarti sekolah (kepala sekolah dan pejabat sekolah) harus mampu
mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan
dampaknya dimasa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa
tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu dilakukan.
5) Akuntabilitas financial
Akuntabilitas ini merupakan pertanggungjawaban sekolah untuk menggunakan dana
publik (public money) secara ekonomis, efisien dan efektif, tidak ada pemborosan dan
kebocoran dana, serta korupsi. Akuntabilitas financial ini sangat penting karena menjadi
sorotan utama masyarakat. Akuntabilitas ini mengharuskan sekolah untuk membuat
laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja financial organisasi kepada pihak luar
secara periodik.

c. Langkah-langkah Akuntabilitas Sekolah


Paling tidak ada 4 (empat) langkah atau siklus dalam sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah menurut Wakhyudi (2007), sebagai berikut:
a) Penetapan perencanaan stratejik.
b) Pengukuran kinerja.
c) Pelaporan kinerja.
d) Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan kinerja secara berkesinambungan.
Penyusunan perencanaan strategik (Renstra) yang meliputi penyusunan visi, misi,
tujuan, dan sasaran serta menetapkan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan
dan sasaran yang ditetapkan.
Dalam hubungannya dengan sekolah, ini menyangkut visi, misi, tujuan dan sasaran
sekolah baik jangka panjang maupun menengah (RKJM). Perencanaan strategik ini kemudian
dijabarkan dalam perencanaan kinerja tahunan yang dibuat setiap tahun. Di sekolah disebut
dengan rencana kerja tahunan (RKT) dan rencana kerja anggaran sekolah (RKAS). Rencana
kinerja ini mengungkapkan seluruh target kinerja yang ingin dicapai (output/outcome) dari
seluruh sasaran strategik dalam tahun yang bersangkutan serta cara dan strategi untuk
mencapainya. Rencana kinerja ini merupakan tolok ukur yang akan digunakan dalam
penilaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan atau sekolah untuk suatu periode
tertentu. Setelah rencana kinerja ditetapkan, tahap selanjutnya adalah pengukuran kinerja.
Dalam melaksanakan kegiatan, dilakukan pengumpulan dan pencatatan data kinerja.
Data kinerja tersebut merupakan capaian kinerja yang dinyatakan dalam satuan indikator
kinerja. Dengan diperlukannya data kinerja yang akan digunakan untuk pengukuran kinerja,
maka instansi pemerintah, sekolah dalam hal ini, perlu mengembangkan sistem
pengumpulan data kinerja, yaitu tatanan, instrumen, dan metode pengumpulan data
kinerja. Data kinerja yang dapat digunakan sekolah, sesuai dengan peraturan mutakhir,
dapat berbentuk penilaian kinerja pegawai (PKPNS atau SKP), penilaian kinerja guru,
maupun penilaian melalui supervisi, pengamatan sehari-hari atau wawancara. Penilaian ini
dapat dilakukan baik kepada pendidik maupun tenaga kependidikan yang mencakup
berbagai bidang.
Pada akhir suatu periode, capaian kinerja tersebut dilaporkan kepada pihak yang
berkepentingan atau yang meminta dalam bentuk laporan. Laporan ini pada akhirnya
dimanfaatkan bagi perbaikan kinerja sekolah secara berkesinambungan. Laporan kinerja
sekolah dapat berbentuk laporan masing-masing pejabat fungsional sekolah, panitia
kegiatan, laporan kepala tata usaha dan laporan keuangan bendahara baik yang berbentuk
manual maupuan virtual. Laporan ini sebaiknya dirangkum dalam laporan menyeluruh oleh
kepala sekolah atau wakil kepala sekolah sebagai laporan sekolah secara keseluruhan.
Namun, laporan ini tidak banyak mendapat perhatian dari personil sekolah. Hal ini
mungkin karena banyaknya kegiatan rutin yang mesti dilakukan sekolah.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Kendala dalam Pengelolaan Barang

Petunjuk teknis atau peraturan bahkan software system pengelolaan atau manajemen
barang telah dikeluarkan pemerintah. Kebanyakan instansi pemerintah termasuk sekolah telah
memiliki software seperti SIMDA, atau SIMBADA dan yang paling mutakhir adalah ANTI SIMBADA.
Sistem ini mampu mengiventarisir barang yang ada disekolah dan namun belum mampu mencakup
penggunaannya secara detail. Software tersebut kebanyakan hanya menyangkut laporan secara
virtual atau online saja, dan tidak mempunyai mengerakan system manajemen inventaris sekolah
secara real dan menyeluruh. Bagaimanapun baiknya petunjuk teknis atau software manajemen
tidak bisa menjamin keberhasilan pengelolaan barang ini. Diperlukan konsistensi dan kontinuitas
semangat dari pengelola barang ini.

Menurut pengamatan penulis, pengelolaan atau manajemen barang di sekolah mengalami


paling tidak 3 (tiga) kendala. Yang pertama, menyangkut kekurangpahaman dan kekurangkonsisten
sumber daya pengelola barang, yang kedua, kurangnya pengawasan dan pengendalian dari pejabat
sekolah dan yang ketiga berhubungan dengan sarana prasarana pendukung pengelolaan barang.

Masalah kekurangpahaman dan kurang konsistennya sumberdaya ini disebabkan personil


yang ditunjuk sebagai pengendali barang tidak paham apa yang seharusnya dilakukan atas
penatausahaan, pengendalian dan atau pelaporan barang. Seringkali, petugas pengelola bekerja saat
ada tuntutan dari pihak lain di luar sekolahh misalnya pemeriksa barang baik dari dinas pendidikan
maupuan badan kepegawaian daerah (BKD). Personil tersebut akan sibuk menyusun. Ketika ada
tuntutan laporan, personil tersebut menyusun laporan dadakan sesuai tuntutan. Namun ketika
tuntutan dari pihak luar sudah terpenuhi, maka proses administrasi pengelolaan barang terabaikan
lagi.

Masalah yang kedua: kurangnya pengawasan dan pengendalian dari pejabat sekolah.
Pejabat sekolah tidak secara rutin mengawasi dan memantau administrasi pengelolaan dan
pemanfaatan barang sekolah. Peran pengelola atau pihak manajemen dalam langkah pengendalian
(controlling) dan pelaporan berlangsung kurang optimal. Hal ini karena belum terciptanya system
pengendalian manual yang berjalan. Mungkin, ada permasalahan para pembagian kerja pada
perencanaan pengelolaan barang.

Yang ketiga, kendala yang menyangkut sarana berhubungan dengan penempatan atau
penyimpanan barang. Kebanyakan sekolah belum mempunyai ruangan khusus yang memungkinkan
semua inventaris dapat dikendalikan dengan optimal. Hal ini disebabkan ruang lingkup sekolah yang
luas atau penggunaan atas barang sekolah yang memang tinggi sehingga menimbulkan proses
adminstrasi inventaris keseharian yang sering diabaikan sehingga pelaporan penggunaanya tidak
tersusun.

Kendala di atas dapat menyebabkan kendala lain yang menimbulkan kesulitan lain. Sebagai
contoh apabila ada barang sekolah yang hilang, atau rusak, identifikasi dan pelaporan barang
tersebut akan sulit dilakukan. Ketersedian barang sulit dipantau. Karena itu diperlukan penataan
pengelolaan barang yang baik agar adminstrasi barang terselenggara dengan baik yang pada
akhirnya dapat meningkatkan akuntabilitas sekolah.

B. Pengelolaan Barang Milik Sekolah.

Kepala sekolah memegang peranan yang penting dalam pengelolaan barang milik
daerah (Milik pemerintahan Kabupaten) yang ada di sekolah. Kepala sekolah hendaknya
mampu mengendalikan semua administrasi barang mulai analisis kebutuhan, perencanaan,
pengadaan, penggunaan/pemanfaatan, penghapusan dan pelaporan.
Idealnya, pengelolan barang di sekolah mencakup 18 dokumen administrasi, yaitu
sebagai berikut
1) Pemetaan masalah sarana dan prasarana sekolah
2) Analisis kebutuhan sarana dan prasarana sekolah
3) Usulan revisi program pengelolaan sarana dan prasarana sekolah
4) Pengadaan sarana dan prasarana sekolah
5) Laporan pengadaan sarana dan prasarana sekolah
6) Londisi nyata inventaris sarana prasarana
7) Rencana tindak lanjut inventarisasi dan penghapusan barang
8) Usulan penghapusan barang rusak berat/hilang
9) Evaluasi diri tentang sarana prasarana
10) Jadwal pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah
11) Laporan pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah
12) Hasil analisis perawatan sarana dan prasarana sekolah
13) Jadwal perawatan rutin sarana dan prasarana
14) Laporan perawatan sarana dan prasarana sekolah
15) Perawatan sarana dan prasarana
16) Buku induk inventaris barang
17) Kartu inventaris barang
18) Kartu inventaris ruangan.
Untuk melakukan semua administrasi tersebut, diperlukan pengelolaan barang yang
efektif dan efisien. Kepala sekolah mempunyai peranan penting dalam penataan
pengelolaan barang sekolah. Langkah yang dapat dillakukan kepala sekolah, diantaranya:
optimalisasi tugas pokok dan fungsi pegawai, penyusunan pengelolaan atau manajemen
barang yang baik dan pengawasan dan pemantauan pengelolaan.

a. Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi Pegawai Bidang Sarana Prasarana

Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pegawai di sekolah baik pendidik maupun
tenaga kependidikan akan menjamin keberhasilan pengelolaan sekolah yang efektif dan
efisien. Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) bidang sarana prasarana (sarpras) ini hendaknya
didistribusikan pada pendidik pejabat sekolah dan tenaga kependidikan. Pembagian tupoksi
ini hendaknya jelas dan direvisi setiap tahun dan dilakukan di awal tahun pelajaran.
Pembagian tupoksi untuk pengelolaan barang sekolah didistribusikan kepada paling
tidak 3 orang: Kepala sekolah, pendidik pejabat fungsional sekolah bidang sarpras dan
tenaga kependidikan yang menangani sarpras.
Kepala sekolah berperan sebagai penanggung jawab, perencana sentral, coordinator
dan pengawas pelaksanaan administrasi barang ini. Semua kebaikan atau keburukan
pengelolaan barang ini akan menjadi tanggung jawab kepala sekolah. Kesalahan atau
kekeliruan dalam pengelolaan ini akan berpengaruh pada kinerja dan akuntabilitas kepala
sekolah.
Sebagai perencana sentral, kepala sekolah dapat memberikan pengarahan dan
instruksi kepada pejabat fungsional sekolah dan tenaga kependidikan bidang sarpras
tentang rencana besar sekolah berdasarkan analisis kebutuhan dan pemetaan sarpras.
Perencanaan ini hendaknya dilakukan secara sistematis agar selaras dengan pertumbuhan
kegiatan akademik dengan mengacu Standar Sarana dan Prasarana dan dituangkan dalam
rencana pokok (master plan) yang meliputi seluruh barang sarpras. Rencana besar ini
kemudian dirinci ke dalam rencana rinci dari pejabat fungsional bidang sarpras dan tenaga
kependidikan. Rencana ini sedikitnya menyangkut pengadaan, piatausahaan,
pemeliharaan, pemanfaatan dan pelaporan. Kepala sekolah hendaknya menetapkan
rencana dan kebijakan tentang barang (sarpras) ini secara tertulis yang lengkap dan
terintegrasi dengan perencanaan sekolah yang lain.
Rencana pengelolaan sarana dan prasarana hendaknya mengacu pada standar
sarana dan prasarana dalam hal:
1) merencanakan, memenuhi dan mendayagunakan sarana dan prasarana pendidikan;
2) mengevaluasi dan melakukan pemeliharaan sarana dan prasarana agar tetap berfungsi
mendukung proses pendidikan;
3) melengkapi fasilitas pembelajaran pada setiap tingkat kelas di sekolah;
4) menyusun skala prioritas pengembangan fasilitas pendidikan sesuai dengan tujuan
pendidikan dan kurikulum masing-masing tingkat;
5) pemeliharaan semua fasilitas fisik dan peralatan dengan memperhatikan kesehatan dan
keamanan lingkungan.
Sebagai coordinator, kepala sekolah hendaknya mengkoordinasikan rencana tentang
sarpras ini kepada semua pendidik dan tenaga kependidikan terutama pejabat-pejabat
sekolah. Rencana yang telah disusun hendaknya disosialisasikan kepada semua warga
sekolah karena sarpras atau barang sekolah akan berhubungan dengan semua pihak. Kepala
sekolah hendaknya membentuk tim barang (sarpras) sekolah ini agar bisa bersinerga dalam
pengeloaan barang.

b. Pengelolaan Barang yang Baik

Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27 tahun 2014 tentang pengelolaan
barang negera, pengelolaan barang inventaris dan non inventaris pendidikan di sekolah
paling tidak mencakup hal-hal berikut: perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
pengadaan; penyimpanan, penggunaan dan pemanfaatan; inventarisasi atau penatausahaan;
pengawasan dan pengendalian; penyaluran dan pemindahtanganan; penataan, pengamanan
dan pemeliharaan (rehabilitasi) dan pemusnahan/penghapusan barang.

c. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran

Perencanaan kebutuhan barang inventaris dan non inventaris sarana pendidikan


dilakukan pada saat sekolah menyusun rencana kerja sekolah baik rencana jangka
menengah (RKJM) maupun rencana tahunan (RKT) atau rencana kerja anggaran sekolah
(RKAS).
Peran kepala sekolah dalam perencanaan ini adalah sebagai direktur (pengarah).
Kepala sekolah memberikan ide besar dari rencana itu dan memberikan pengarahan cara
dan rencana untuk mencapainya. Kepala sekolah harus mempunyai master plan tentang
rencana sekolah dan perencaan pengadaan barang sekolah/sarpras.
Proses perencanaan ini hendaknya melibatkan seluruh personil sekolah, sehingga
kebutuhan setiap pendidik atau tenaga kependidikan untuk mewujudkan rencana sekolah
tersebut tergambar. Pelibatan seluruh personil dijadikan sebagai langkah sosialisasi tentang
rencana kebutuhan barang inventaris dan distribusi tugas, fungsi, tanggung jawab dan
wewenang dalam pengadaan, pemeliharan dan pengawasan barang inventaris dan non
inventaris.
Dalam proses ini pula harus terencana dengan jelas dari mana sumber anggaran
yang akan dipakai untuk pengadaan barang tersebut sehingga dalam pelaksanaannya dapat
dimonitor.
Rencana ini didapat dari hasil analisis pemetaan masalah sarana dan prasarana
(sarpras) sekolah dan analisis kebutuhan sarana dan prasarana sekolah yang kemudian
dimasukan dalam usulan revisi program pengelolaan sarana dan prasarana sekolah. Untuk
memudahkan pemetaan sarpras, dapat digunakan format berikut ini yang dapat diisi oleh
kepala sekolah, wakil kepala dan atau semua pejabat fungsional sekolah berdasarkan
permasalahan yang dirasakan setiap hari.

PEMETAAN MASALAH SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH


Nama Sekolah : ..
NO. PERMASALAHAN TINDAK LANJUT

1
Ruang kelas rusak Rehabilitasi
2
Meja kursi peserta didik rusak . Set Penghapusan
3
Buku . belum ada Pengadaan
4
.. ..

Selanjutnya sebagai langkah proaktif atas perkembangan jaman dan teknologi,


dalam perencanaan dilakukan analisis kebutuhan sarpras. Analisis ini harus disesuaikan
dengan perkiraan kenyataan yang akan dirasakan. Format yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut:

ANALISIS KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH

SMPN ..

SNP/Kebutuh Kesenjang
NO. Aspek Kondisi Nyata Kesiapan Prioritas Tindak Lanjut
an EDS an

a. Pengadaan

Jangka Revisi
1 Pagar ( Meter ) ..Meter roboh .. meter . Meter Segera
pendek Program
Tempat duduk Jangka Revisi
2 Belum ada 8 Buah 8 buah Segera
teras pendek Program

b. Pemanfaatan
Teguran
Lapangan bulu Belum Jangka
1 Belum digunakan Digunakan Segera kepada
tangkis terwujud Pendek
pembina Eskul

2 .

c. Inventarisasi
Buku induk Belum di Jangka Bimbingan
1 Belum lengkap Di isi Lengkap Segera
barang isi lengkap pendek Personal

2 .

d. Penghapusan
Belum ada Format Jangka Bimbingan
1 Buku rusak Diisi lengkap Segera
dokumen Belum diisi pendek Personal
2 .

e. Perawatan

Perawatan
a. Terus menerus
Jangka Revisi
Segera
1. Drainase kurang rapih Drainase rapih belum rapih pendek Program

.
Perawatan
b. Berkala
1. Kusen dan 14 Pintu Jangka Revisi
Segera
pintu 28 Pintu baik 42 pintu baik rusak pendek Program

2.
Perawatan
c. Darurat
Jangka Revisi
Segera
1. Komputer 53 baik 61 baik 12 rusak pendek Program

2. ..

Berdasarkan pemetaan dan analisis kebutuh di atas, barang yang tindak lanjutnya
revisi program dimasukan ke dalam usulan revisi program dengan format sebagai berikut:

USULAN REVISI PROGRAM PENGELOLAAN

SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH

SMPN

Aspek/ Sumber
NO. Kondisi Nyata Usulan Revisi Target Keterangan
Aspek
Pengadaan
1.

Pembangunan
a. Pagar ( Meter ) ..Meter roboh 2016
kembali
Tempat duduk
b. .
teras

2. Pemanfaatan

Lapangan bulu Belum


a. Dimanfaatkan 2015
tangkis digunakan

3. Inventarisasi

Dilengkapi terus
a. Buku induk barang Belum lengkap 2015
menerus

4. Penghapusan

Buku paket Belum ada Penghapusan 200


a. 2015
kurikulum 1984 dokumen Eks

5. Perawatan

Rehab pintu Perbaikan 10


a. 14 pintu rusak 2015
gerbang pasang

b. .

Perawatan
A
Berkala
14 Pintu penuh Pengecatan 14
j Kusen dan pintu 2015
coretan pintu baik
.
Perawatan
n
Darurat
B Komputer 5 rusak Perbaikan 5 Unit 2015

..

d. Pengadaan

Sesuai dengan rencana dan analisis kebutuhan di atas, proses pengadaan barang
dilakukan secara sistematis dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sebagai contoh, kepala sekolah hendaknya menunjuk tim pengadaan barang
sarpras yang terdiri dari tim atau individu yang bertugas melakukan survey, tim atau
individu yang bertugas melakukan proses pengadaan dan tim atau individu yang bertugas
proses penerimaan barang. Hal ini untuk menjaga adanya pembagian wewenang dan
tanggung jawab dalam pengadaan tersebut.
Peran kepala sekolah dalam hal ini adalah sebagai manajer yang menjadi koordinator
tim. Kepala harus mampu memimpin dan mengarahkan tim agar dapat bekerja sesuai
dengan tugas dan wewenangnya. Semua tim hendaknya telah memahami tentang rencana
dan target pengadaan serta penanggung jawab kegiatan. Untuk meyakinkan hal ini maka
disusun rencana pengadaan seperti contoh berikut:

PENGADAAN SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH

SMPN

Sumber
NO. Jenis Sarana Jumlah Cara Pengadaan Waktu / Target Penanggung Jawab
Dana

1 Infocus 10 Pembelian PDM 1 Bulan P.F Sarana

2 Komputer 2 Pembelian BOS 1 Bulan P.F Sarana

3 Meja siswa 32 Bantuan APBD 1 Semester Kepala Sekolah

Tim survey bertugas mencari dan membandingkan harga dari barang yang akan
diadakan untuk dilaporkan secara tertulis dan lisan kepada kepala sekolah dan atau pejabat
fungsional sarpras dalam bentuk hasil survey. Kemudian berdasarkan hasil survey
ditetapkan spesifikasi dan tempat pengadaan barang yang akan dipilih untuk ditindaklanjuti
oleh tim pengada/pembeli. Selanjutnya barang beserta dokumennya diserahkan kepada tim
penerima/penyimpan barang melalui pemeriksaan yang detil untuk kemudian diinventarisir
dan disimpan/diamankan.
Setiap tim atau individu hendaknya memdokumenkan pelaksanaan tugasnya dengan
selalu mencantumkan hari tanggal dan tanda tangan. Untuk tim pemeriksa/penyimpanan
barang dapat menggunakan format berikut untuk mendokumenkan barangnya.

LAPORAN PENGADAAN SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH

SMPN .

Nama Sekolah

Alamat Sekolah

Tahun Pelajaran

Cara
Tanggal / Sumber Penanggung
NO Uraian Jenis Sarana Jumlah Pengadaa Pencapaian Kendala
Bulan Dana Jawab
n

Pengeca
1 20-10-2014 Pengadaan Pagar 28x18 M Swakelola PDM 95% Wakasek
tan

2 09-08-2014 Pengadaan Sound system 1 Set Swakelola PDM 100% - Wakasek

e. Penyimpanan, Penggunaan dan Pemanfaatan

Penyimpanan barang inventaris dan non-inventaris di sekolah pendidikan harus


dilakukan oleh pendidik atau tenaga kependidikan ditunjuk atau ditugaskan. Dalam hal ini
pejabat fungsional sarana prasana atau tata usaha bagian sarana prasarana. Penyimpanan
harus sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya. Barang non inventaris yang habis
pakai hendaknya disimpan di tempat yang mudah dijangkau dan barang inventaris lain
hendaknya disesuaikan.
Prosedur penyimpanan barang harus disusun agar dapat terselenggaran dengan
sistematis misalnya dalam penerimaan barang, harus adanya dokumen serah terima (lihat
format-format yang dipakai) dari pemberi (yang mengadakan pembelian/pengadaan)
kepada penerima (tenaga kependidikan penyimpan barang).
Pemeriksaan barang secara fisik maupun administrasi kelengkapannya pun harus
dilakukan keduanya. Selanjutnya dibuat dokumen yang berbentuk berita acara. Kemudian,
barang disimpan dan diadminstrasikan berdasarkan pengelompokkan-
pengelompokkan/kategori dan kode tertentu.
Peran kepala sekolah dalam hal ini adalah sebagai administrator. Kepala harus
mampu mengendalikan barang dan administrasinya dengan baik sehingga kapanpun barang
itu siap digunakan berikut administrasinya.
Untuk menertibkan adminstrasinya, bila barang akan dipakai, diharuskan ada
dokumen yang menyatakan siapa yang menggunakan/mengambil untuk apa dan bila
berbentuk barang inventaris, harus tercatat pula kapan akan dikembalikan dengan dibubuhi
tanda tangan pengguna. Yang lebih baik lagi dibuatkan surat perintah mengeluarkan atau
menggunakan. Walaupun hal ini mungkin terlalu rumit.
Format yang bisa digunakan dalam hal pemanfaatan adalah sebagai berikut:

JADWAL PEMANFAATAN SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH

SMPN .

Kelas/ Sarana yang Waktu


No. Mata Pelajaran Target Pencapaian
Semester digunakan Penggunaan

1 PAI 8/Ganjil Musholla 100% Senin

2 .. 8/Ganjil Kelas 100% Rabu

Untuk penggunaan sarpras atau barang sekolah yang berbentuk barang elektronik seperti
computer meja, laptop, proyektor, kamera, sound system dan sebagainya, siapapun dan kapanpun
itu, harus menuliskan administrasi atau dokumen menyangkut kapan, jam berapa, siapa, kapan
kembali dan tanda tangan pengguna. Dokumen ini hendaknya ditulis dalam buku folio besar agar
bukunya lebih banyak menampung dokumen. Format yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

LAPORAN PEMANFAATAN SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH

SMPN .

Barang yang Nomor kode Tempat Pengguna Tanda


No. Hari, Tanggal
digunakan barang Penggunaan barang tangan

2 ..

f. Inventarisasi atau Penatausahaan


Dalam hal inventarisasi atau penatausahaan, apabila barang telah diserahkan dari
penyedia, petugas sarpras memasukannya ke dalam buku induk inventaris atau barang
habis pakai dengan kategori dan kode tertentu sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Hal ini untuk menertibkan administrasi barang inventaris.
Petugas yang bertanggung jawab atas inventarisasi adalah tenaga kependidikan
karena diperlukan waktu khusus untuk menatausahakan barang ini. Pendidik atau kepala
sekolah cukup melakukan koordinasi saja sehubungan dengan tugas utamanya mengajar
dan mendidik.
Peran kepala sekolah dalam hal inventarisasi adalah administrator. Kepala sekolah
harus memahami jenis dokumen yang harus tersedia, kodefikasi barang, dan harus mampu
membagi tugas dan wewenang siapa yang harus melakukan apa terkait inventarisasi ini.
Salah satu dokumen yang harus diisi dalam penatausahaan/inventaris ini adalah buku induk
inventaris barang dengan format sebagai beriku:

BUKU INDUK INVENTARIS

Tangga Keada
No Tnggal Kode Keterangan Tahun
Nama Kuan- Nama Asal l an
Uru Pembu- Bara Merk, Nomor Pembu Harga Ket.
Barang titas Satuan Barang Penyer Baran
t kuan ng Ukuran DSB atan
ahan g

02-08- 04-08- 8.500.


1 002 Komputer ASSER 2 Unit 2013 BOS Baik
2014 2014 000

05-08- Kursi 10-08- 1.500.


2 004 CHYTOS 6 Unit 2012 PDM Baik
2014 Rapat 2014 000

07-08- Lemari 15-08- 3.000.


3 006 OLIMPIC 5 Unit 2012 PDM Baik
2014 Kelas 2014 000

g. Pengawasan dan pengendalian


Pengawasan penggunaan barang inventaris atau habis pakai harus dilakukan salah
satu pendidik atau paling tidak pejabar fungsional sekolah bidang sarana prasarana.
Sementara pengendaliannya bisa dilakukan secara bersama-sama antara pejabat fungsional
tersebut dengan tenaga kependidikan yang ditunjuk. Pengendalian yang dimaksud disini
adalah pengadministrasion penyimpanan, penggunaan, penyaluran atau peminjaman.

h. Penyaluran dan Pemindahtanganan


Penyaluran barang sekolah mesti dilakukan sesuai peruntukkan dengan pengdokumenan
dan pengadministrasian yang baik. Bila terjadi peminjaman atau pemindahtanganan, maka dokumen
yang menyertainya harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Bukti peminjaman atau
pemindahtangan harus tertulis jelas dan untuk barang yang bernilai tertentu harus dibubuhi materai
untuk mendapatkan validasi yang lebih kuat.

i. Penataan, pengamanan dan pemeliharaan (rehabilitasi)


Penataan dalam penyimpanan barang mesti dilakuan sedemikian rupa sehingga
barang yang sering dipakai mudah diambil dan disimpan dengan cepat. Penataan ini menjadi
tanggung jawab tenaga kependidikan dan pejabat fungsional sarana prasana yang ditunjuk.
Untuk barang yang selalu digunakan misalnya lemari, computer, televisi, diperlukan
penataan agar pengguna barang mudah menggunakannya dan indah untuk dilihat.
Untuk meningkatkan keamanan barang, khususnya barang elektronik seperti laptop,
proyektor, keyboard dan sebagainya diperlukan satu ruang khusus sebagai pusat kendali
dari barang tersebut. Ruang itu harus terlindung keamanannya misalnya dengan
penggunaan teralis besi bagi semua jendela dan konci dobel untuk semua pintu. Di dalam
ruang itu harus disediakan dokumen pendukung penggunaan barang tersebut.

PERAWATAN SARANA DAN PRASARANA


SMPN 1 CINANGKA - SERANG

Perawatan
No. Sarana dan Prasarana Keterangan
Rutin Berkala Preventatif
1 Ruang kelas
2 Lab. IPA
3 Perpustakaan

Perawatan sarpras ini hendaknya dijadwalkan secara rutin dan tertulis dalam
kalender kapan dan apa yang harus dilakukan. Untuk jadwal perawatan dapat menggunakan
format sebagai berikut:

JADWAL PERAWATAN RUTIN SARANA DAN PRASARANA


SMPN 1 CINANGKA
Tahun :
Yang
No. Kegiatan Target Pencapaian Waktu Bertanggung
Jawab
1 Drainase Bersih dari sampah Tiap minggu Ka. TU
(Pembersihan)
Ruangan Bersih dari kotor Setiap hari Wali kelas
2 (Pembersihan)
Halaman Bersih dari sampah dan
Setiap hari Ka. TU
3 (Pembersihan) Kotor
Ketika perawatan telah dilaksanakan hendaknya dilaporkan dalam format dan buku
khusus untuk dijadikan langkat tindak lanjut atas pemeliharaan atau perawatan barang itu.
Laporan ini harus tertulis dengan baik dalam format seperti berikut ini:

LAPORAN PERAWATAN SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH

Persentase Kendala /
No. Kegiatan Tindak Lanjut
Keberhasilan Hambatan
Penambahan
1 Pembersihan drainase 80 Terlalu banyak
tenaga kebersihan
Penambahan
2 Pembersihan ruangan 75 Terlalu banyak
tenaga kebersihan
Pembersihan lingkungan Kurang
3 80 Pengarahan siswa
kelas peliharaan siswa

j. Pemusnahan/Penghapusan
Langkah pemusnahan/penghapusan memerlukan pendokumenan seperti langkah
penggunaan ini. Penjelasan tentang alasan pemusnahan atau penghapusan memerlukan
pertimbangan dan pemikiran yang bijak. Perbandingan biaya penggunaan, pemeliharaan
atau perbaikan harus benar-benar matang sehingga dihasilkan penghapusan barang yang
tepat.
Seperti pada langkah manajemen yang lain, pengelolaan barang inventaris pun
diharuskan mengikuti langkah-langkah manajemen dan melibatkan seluruh personil sekolah.
Bila perlu, standar operasional prosedur penggunaan atau peminjaman harus disusun. Hal
ini untuk memastikan bahwa system pengendalian penggunaan barang tersebut dapat
berjalan.

k. Pelaporan
Langkah ini adalah proses tambahan dalam administrasi barang. Sesungguhnya
proses ini merupakan bagian dari langkah penatausahaan dimana hasilnya dilaporkan pada
beberapa pihak. Laporan ini dapat berjangka waktu triwulan, semester dan tahunan. Semua
langkah yang dilakukan mulai perencanaan, pengadaan sampai dengan penghapusan
termasuk nilai rupiah dari barang dicantumkan pada laporan.
Untuk barang habis pakai, pelaporan harus selalu dilakukan minimal dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan. Hal ini telah biasa dilakukan karena biasanya selalu ada monitoring dari
pihak terkait seperti inspektorat. Untuk mengefektifkan laporan persediaan atau
penggunaan barang habis pakai dapat digunakan format berikut:

BERITA ACARA PERHITUNGAN SISA PERSEDIAAN BARANG PAKAI HABIS


PADA SMP

PER 31 DESEMBER .

HASIL PEMERIKSAAN TANGGAL JANUARI PERSEDIAAN PER 31 DESEMBER


URAIAN
2013 2012
SISA
No RUSAK JUMLAH HARGA JUMLA KET.
SAT DIDISTRIBUS BARANG
FISIK /USAN PERSEDIA SATUAN(R H
UAN IKAN
G AN p) HARGA
1 2 3 4 5 6 7(4+5+6) 8 9 10(8X9
)
2 Ampolp surat 0 0 0 3.500
besar
3 Amplop besar 0 0 0 60.000
(dokumen
4 Amplop Surat 1 15.000 1 1 15.000 15.000
Besar

Langkah pelaporan ini baik itu secara manual maupun virtual dapat menunjang
terciptanya akuntabilitas sekolah di mata publik. Dengan laporan ini siapapun yang
meminta, menanyakan informasi atau bukti penggunaan barang sekolah baik inventaris
maupun non inventaris, sekolah akan dapat segera menunjukan bukti yang cukup untuk
menunjukan bahwa rencana, pengadaan, pemanfaatan barang tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dan dipertangunggugatkan.
BAB IV

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
Pada bab sebelumnya dikemukakan pertanyaan permasalahan yang dibahas
makalah ini yakni bagaimana langkah pengelolaan/manajemen barang sekolah yang baik
dan hal apa saja yang dapat dilakukan kepala sekolah untuk melakukan
pengelolaan/managemen tersebut dalam rangka mendukung akuntabilitas sekolah.

Berdasarkan pertanyaan tersebut dan paparan di bab-bab sebelumnya, dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut:

1. Langkah pengelolaan/manajemen barang yang baik hendaknya sesuai dengan peraturan


perundang-undangan. Yang paling mutakhir adalah Peraturan Pemerintah (PP) nomor
27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah dan sebelumnya Permendagri
nomor 7 tahun 2007 tentang Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah
dan lampirannya. Secara singkat langkah pengelolaan tersebut adalah : perencanaan
kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penggunaan; pemanfaatan; pengamanan
dan pemeliharaan; penilaian; pemindahtanganan; pemusnahan; penghapusan;
penatausahaan; dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Pada setiap langkah
pengelolaan ini diperlukan komitmen dan kinerja yang baik dari pejabat sekolah,
pendidik dan atau tenaga kependidikan dalam rangka pencapaian akuntabilitas sekolah
sebagai institusi publik.
2. Hal yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah untuk melakukan pengelolaan/managemen
barang sekolah dalam rangka mendukung akuntabilitas sekolah adalah melakukan
perannya sebagai pemimpin, manajer, administrator dan supervisor dengan mengoptimalkan
format-format dalam dokumen pengelolaan barang. Sebagai pemimpin, kepala sekolah
memimpin dan mengarahkan tim pengelola barang di sekolah. Sebagai manajer kepala sekolah
mengkoordinasikan semua personil sekolah terkait pemeliharaan dan penggunaan barang
sarpras sekolah. Sebagai administrator, kepala sekolah mengadministrasikan semua proses
pengelolaan barang mulai dari perencanaan sampai dengan pelaporan dengan format dan
dokumen yang memadai, dan sebagai supervisor, dalam proses pengelolaan tersebut kepala
sekolah selalu mengawasi, mengingatkan, memberi saran atas penggunaan, pemanfaatan,
pemeliharan dan semua administrasi barang sekolah. Optimalisasi penggunaan format dalam
dokumen barang pada setiap langkah pengelolaan barang akan mempermudah pencapaian
akuntabilitas sekolah. Dengan dokumen tersebut, sekolah akan mampu
mempertanggungjawabkan dan mempertanggunggugatkan pengunaan barang tersebut
baik kepada atasan atau instansi terkait maupun kepada masyarakat secara luas.
Sekolah akan mampu menyediakan informasi dan mempertanggungjawabkan
keputusan, kebijakan dan kegiatan sekolah apabila penataan dan manajemen barang ini
dapat dilakukan dengan baik. Melalui pengelolaan barang yang baik, maka akuntabilitas
sekolah khususnya dan pemerintah umumnya akan terjaga karena masyarakat atau pun
instansi terkait dapat memantau dan mengawasi langsung pengelolaan itu dengan
melihat dokumen yang tersedia dalam pengelolaan barang tersebut.

B. SARAN
Berdasarkan hal-hal yang disampaikan di atas beberapa saran dapat dikemukakan.
Pertama, bahwa makalah ini memerlukan penelitian lebih lanjut terutama tentang
bagaimana persepsi, peran dan tanggung jawab personil sekolah di luar pejabat fungsional
atau tenaga kependidikan yang menangani barang atau sarpras sekolah.
Kedua, pelaksanaan pengelolaan barang memerlukan komitmen dari semua warga
sekolah karena penggunaan barang ini melibatkan seluruh warga sekolah di setiap waktu
ketika pembelajaran berlangsung. Karena itu, semua warga harus merasa bertanggung
jawab atas keberlangsungan dan keterpeliharaan barang sekolah.
Ketiga, bahwa akuntabilitas sekolah bukan hanya dapat dilihat dari transparansi
pengelolaan keuangan sekolah namun dapat dilihat pula dari bagaimana pengelolaan
barang. Penggunaan dan pemanfaatan barang akan sangat mendukung akuntabilitas
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA

Adser, Alcia, Carles Boix, and Mark Payne. 2003. Are You Being Served? Political
Accountability and Quality of Government. Journal of Law, Economics, &
Organization 19(2): 445-490. Dalam Kim, Doo-Rae. 2012. Mass Perceptions of
Government Accountability and Trust in Government: The Case of South Korea. Paper
prepared for the International Institute of Administrative Sciences Study Group
Workshop on Trust in Public Administration and Citizen Attitudes, Seoul National
University, Seoul, Korea.

BPSDMPK-Kemendiknas, 2014. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Kepala Sekolah/


Madrasah: Bahan Pembelajaran Utama Sarana Prasarana.

Bafadal, Ibrahim. 2004. Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori Dan Aplikasinya. Jakarta:
Bumi Aksara.

Hartati Sukirman. 2002. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: UPP IKIP
Yogyakarta

Gunawan, Ary H. 1981 Manajemen Dan Organisasi Sekolah. Jakarta : Proyek Pengembangan
Pendidikan Guru (P3G), Depdikbud.

Kaufmann, Daniel, Aart Kraay, and Massimo Mastruzzi. 2005. Governance Matters IV:
Governance Indicators for 1996-2004. World Bank Policy Research Working Paper No.
3630. Dalam Kim, Doo-Rae. 2012. Mass Perceptions of Government Accountability and
Trust in Government: The Case of South Korea. Paper prepared for the International
Institute of Administrative Sciences Study Group Workshop on Trust in Public
Administration and Citizen Attitudes, Seoul National University, Seoul, Korea.

Mulgan, Richard. 2000. Accountability: An Ever-Expanding Concept? Public Administration


78(3): 555-573. Dalam Kim, Doo-Rae. 2012. Mass Perceptions of Government
Accountability and Trust in Government: The Case of South Korea. Paper prepared for
the International Institute of Administrative Sciences Study Group Workshop on Trust
in Public Administration and Citizen Attitudes, Seoul National University, Seoul, Korea.

Peraturan Menteri Dalam Negeri. Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah dan lampirannya.

Peraturan Menteri Dalam Negeri. Nomor 7 Tahun 2002 Tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah dan lampirannya.
Rasul, Syahrudin, 2003. Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran dalam
Perspektif UU NO. 17/2003 Tentang Keuangan Negara. Jakarta: PNRI.

Schedler, Andreas (1999). "Conceptualizing Accountability", in Andreas Schedler, Larry


Diamond, Marc F. Plattner: The Self-Restraining State: Power and Accountability in
New Democracies. London: Lynne Rienner Publishers, pp. 13-28. Dalam Kyriacou, A.
P.2008. Defining Accountability. Paper p for Aids Accountability International (AAI)
workshop.

Wakhyudi, 2007. Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Modul Pusat Pendidikan Dan Pelatihan
Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan. Edisi Kelima (Revisi
Keempat).

Wirjosoemarto.K, dkk. 2004. Teknik Laboratorium. IMSTEP : Jica Kaunang,T. D, dkk. Hand
Out Teknik Laboraturium. UNIMA : Tondano
DAFTAR ISI

Cover i

Kata pengantar . ii

Abstrak . iii

Daftar Isi .. iv

BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 1
B. Permasalahan.............................................................................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................................... 3
D. Manfaat Tulisan .......................................................................................................................... 3
E. Sistematika Penulisan ................................................................................................................. 3

BAB II
PENGELOLAAN BARANG DAN AKUNTABILITAS SEKOLAH ............................................................... 4
A. Pengelolaan Barang ................................................................................................................... 4
a. Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran .......................................................................... 4
b. Pengadaan............................................................................................................................... 5
c. Penggunaan ............................................................................................................................ 5
d. Pemanfaatan; .......................................................................................................................... 6
e. Pengamanan dan Pemeliharaan ............................................................................................. 6
f. Penilaian.................................................................................................................................. 7
g. Pemindahtanganan ................................................................................................................. 8
h. Penghapusan ........................................................................................................................... 8
i. Penatausahaan........................................................................................................................ 9
j. Pembinaan, Pengawasan, Dan Pengendalian ....................................................................... 16
B. Akuntabilitas Sekolah ................................................................................................................ 17
a. Makna Akuntabilitas ............................................................................................................. 17
b. Prinsip Akuntabilitas ............................................................................................................. 19
c. Langkah-langkah Akuntabilitas Sekolah................................................................................ 20
BAB III
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 22
A. Kendala dalam Pengelolaan Barang ......................................................................................... 22
B. Pengelolaan Barang Milik Sekolah. ........................................................................................... 23
a. Optimalisasi Tugas Pokok dan Fungsi Pegawai Bidang Sarana Prasarana ............................ 24
b. Pengelolaan Barang yang Baik .............................................................................................. 25
BAB IV
KESIMPULAN ............................................................................................................................. 36
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................. 36
B. SARAN ....................................................................................................................................... 37

Anda mungkin juga menyukai