MAKALAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah merupakan sebuah aktifitas besar yang di dalamnya ada empat komponen yang saling
berkaitan. Empat komponen yang dimaksud adalah Staf Tata Laksana Administrasi, Staf Teknis
Pendidikan didalamnya ada Kepala Sekolah dan Guru, Komite sekolah sebagai badan independent
yang membantu terlaksananya operasional pendidikan, dan siswa sebagai peserta didik yang bisa
ditempatkan sebagai konsumen dengan tingkat pelayanan yang harus memadai. Hubungan
keempatnya harus sinergis, karena keberlangsungan operasioal sekolah terbentuknya dari hubungan
“simbiosis mutualis” keempat komponen tersebut karena kebutuhan akan pendidikan demikian
tinggi, tentulah harus dihadapi dengan kesiapan yang optimal semata-mata demi kebutuhan anak
didik. Berkaitan dengan upaya mewujudkan tujuan tersebut, seringkali timbul beberapa masalah.
Masalah-masalah itu dapat dikelompokan sesuai dengan tugas-tugas administratif yang menjadi
tanggung jawab administrator sekolah. Diantaranya adalah tugas yang dikelompokan menjadi
substansi perlengkapan dan sistem keuangan sekolah.
Kependidikan yang handal, dan semuanya itu didukung sarana-prasarana yang memadai untuk
mendukung kegiatan belajar-mengajar, dana yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan
fungsinya, serta partisipasi masyarakat yang tinggi. Bila salah satu hal diatas tidak sesuai dengan
yang diharapkan atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka efektivitas dan efisiensi
pengelolaan sekolah kurang optimal. Dengan demikian harus ada keseimbangan antara komponen-
komponen diatas. Untuk mencapai keseimbangan tersebut, diperlukan pengelola yang mengerti dan
memahami prinsip-prinsip dalam pegelolaan sarana prasarana sekolah untuk tercapainya tujuan
pendidikan tertentu
BAB II
PEMBAHASAN
Sarana pendidikan adalah peralatan atau perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan
menunjang proses pendidikan, khusunya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja,
kursi, dan lain-lain.
Prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses
pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, dan lain-lain.[1]
Sedangkan menurut keputusan menteri P dan K NO. 079/1975, sarana pendidikan terdiri dari 3
kelompok besar yaitu:
c. Media pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi audiovisual yang menggunakan alat
penampilan dan media yang tidak menggunakan alat penampilan.
Adapun yang bertanggung jawab tentang sarana dan prasarana pendidikan di madrasah adalah para
pengelola administrasi pendidikan. Secara mikro atau sempit maka kepala sekolah bertanggung
jawab masalah ini, seperti :
2. Tanggung jawab kepala sekolah dan kaitannya dengan pengurusan dan prosedur.
Dari uraian diatas, dapat didefinisikan sebagai proses kerja sama pendayagunaan semua sarana dan
prasarana pendidikan secara efektif dan efisien. Definisi ini menunjukkan bahwa sarana dan
prasarana yang ada di sekolah maupun di madrasah perlu didayagunakan dan dikelola untuk
kepentingan proses pembelajaran. Pengelolaan itu dimaksudkan agar dalam menggunakan sarana
dan prasarana di sekolah bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Pengelolaan ini sangat penting di
dalam sekolah, Karena dengan adanya sarana dan prasarana akan sangat mendukung terhadap
suksesnya proses pembelajaran di sekolah.
Sarana pendidikan ini berkaitan erat dengan semua perangkat peralatan, bahan, dan perabot yang
secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. sedangkan prasarana pendidikan
berkaitan dengan semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang
pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah, seperti: ruang, perpustakaan, kantor sekolah, dan lain-
lain.[3]
Adapun tujuan dari pengelolaan ini adalah untuk memberikan layanan secara professional berkaitan
dengan sarana dan prasarana pendidikan agar proses pembelajaran bisa berlangsung secara efektif
dan efisien. Secara rinci tujuan ini adalah
1. Untuk mengupayakan pengadaan sarana dan prasarana sekolah melalui sistem perencanaan
dan pengadaan yang hati-hati dan seksama, sehingga sekolah memiliki sarana dan prasarana yang
baik, sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan dengan dana yang efisien.
2. Untuk mengupayakan pemakaian sarana dan prasarana sekolah secara tepat dan efisien.
Agar tujuan-tujuan manajemen ini bisa tercapai ada beberapa prinsip yang perlu di perhatikan dalam
mengelola perlengkapan di sekolah, prinsip-prinsip yang dimaksud adalah :
Sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu dalam kondisi siap saat akan di pakai
apabila akan didayagunakan oleh personal sekolah dalam rangka pencapaian tujuan.
2. Prinsip efisiensi
Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus dilakukan melalui perencanaan yang
seksama, sehingga dapat diadakan sarana dan prasarana pendidikan yang baik dengan harga yang
murah.
3. Prinsip administratif
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah harus selalu memperhatikan undang-
undang, peraturan, instruksi, dan petunjuk teknis yang diberlakukan oleh pihak yang berwenang.
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan di madrasah harus didelegasikan kepada personel
madrasah yang mampu bertanggung jawab.
5. Prinsip kekohesifan
Bahwa manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah itu harus direalisasikan dalam
bentuk proses kerja sekolah yang sangat kompak.[5]
Pada proses manajemen sarana dan prasarana pendidikan ada beberapa proses yang akan dibahas
yaitu:
Perencanaan merupakan fungsi pertama yang harus dilakukan dalam proses manajemen.
Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan merupakan suatu proses analisis dan penetapan
kebutuhan yang diperlukan dalam proses pembelajaran dan kebutuhan yang dapat menunjang
keberhasilan proses pembelajaran. Berkaitan dengan perencanaan ini, jones (1969) menjelaskan
bahwa perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan di sekolah maupun di madrasah harus
diawali dengan analisis jenis pengalaman pendidikan yang di programkan sekolah.
Sistem pengadaan sarana dan prasarana sekolah dapat di lakukan dengan berbagai cara, antara lain:
e. Dengan cara tukar menukar barang yang dimiliki dengan barang lain yang dibutuhkan sekolah.
Dalam arti sempit manajemen pembiayaan sama artinya dengan tata pembukuan. Sedangkan dalam
arti luas adalah pengurusan dan pertanggung jawaban dalam menggunakan keuangan baik
pemerintah pusat maupun daerah.[6]Dalam manajemen keuangan di sekolah di mulai dengan
perencanaan anggaran sampai dengan pengawasan dan pertanggung jawaban keuangan.[7]
Istilah anggaran seringkali di tangkap sebagai pengertian suatu rencana. Namun dalam bidang
pendidikan sering dijumpai dua istilah RAPEN (rencana anggaran dan pendapatan belanja negara)
dan RAPES (rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah).
2. Accounting (Pembukuan)
Pada kegiatan kedua dari manajemen pembiayaan adalah pembukuan atau kegiatan yang
menyangkut kewenangan menentukan kebijakan menerima atau mengeluarkan uang. Pengurusan
ini dikenal dengan istilah pengurusan ketatausahaan juga tidak menyangkut kewenangan
menentukan, tetapi hanya melaksanakan, dan dikenal dengan istilah bendaharawan.
Bendaharawan adalah orang atau badan yang oleh Negara diserahi tugas menerima, menyimpan
dan membayar, atau menyerahkan uang atau surat berharga dan barang-barang, sehingga dengan
jabatanya itu seorang bendaharawan mempunyai kewajiban atau mempertanggung jawabkan apa
yang menjadi urusannya kepada Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
3. Auditing (Pemeriksaan)
Uang Negara merupakan milik seluruh rakyat yang di peroleh dengan cara yang tidak mudah.
Pengamanan terhadap uang Negara tersebut diatur oleh beberapa ketentuan dan azaz agar uang
yang dijatahkan oleh pemerintah mengenai sasaran dengan tepat. ketentuan dan azaz tersebut
antara lain:
a. Azaz Plafond
Artinya adalah anggaran belanja tidak boleh melebihi jumlah tertinggi dari standar yang ditentukan.
Suatu ketentuan bahwa setiap penerimaan uang tidak boleh digunakan secara langsung untuk
keperluan pengeluaran. [8]
pembiayaan pedidikan tidak pernah tetap akan tetapi selalu berkembang dari tahun ke tahun. secara
garis besar perubahan pembiayaan ini di pengaruhi oleh dua hal yaitu:
a. Faktor Eksternal, yaitu factor yang ada di luar sistem pendidikan yang meliputi:
b) Kebijakan Pemerintah
Pemberian hak kepada warga Negara untuk memperoleh pendidikan merupakan kepentingan suatu
bangsa agar mampu mempertahankan dan mengembangkan bangsanya. Namun demikian, agar
tujuan itu tercapai pemerintah memberikan fasilitas-fasilitas berupa hal-hal ynag bersifat
meringankan dan menunjang pendidikan.
Kenaikan tuntutan akan pendidikan terjadi di mana-mana. Di dalam negri tuntutan akan pendidikan
ditandai oleh segi kuantitas yaitu semakin banyaknya orang yang menginginkan pendidikan dan segi
kualitas yaitu naiknya keinginan memperoleh tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Sedangkan di luar
negri pendidikan selalu dicari di Negara-negara yang melaksanakan sistem pendidikan lebih baik dan
lebih bervariasi. Hal ini berarti bahwa bukan hanya terjadi aliran dari Negara berkembang ke Negara
maju tetapi sebaliknya juga mengkin terjadi.
d) Adanya Inflasi
inflasi adalah keadaan menurunnya nilai mata uang suatu Negara. Faktor inflasi berpengaruh
terhadap biaya pendidikan karena harga satuan biaya tentunya naik mengikuti kenaikan inflasi.
b. Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari sistem pendidikan itu sendiri yang sepenuhnya
mempengaruhi besarnya biaya pendidikan. Faktor tersebut antara lain:
a) Tujuan Pendidikan
Sebagai salah satu contoh bahwa tujuan pendidikan berpengaruh terhadap besarnya biaya
pendidikan adalah tujuan institusional suatu lembaga pendidikan.
Strategi belajar mengajar menuntut dilaksanakannya praktek bengkel dan laboratorium menuntut
lebih banyak biaya jika dibandingkan metode lain pendekatan secara individual.
Materi pelajaran yang menuntut dilaksanakan praktek bengkel menuntut lebih banyak biaya
disbanding dengan materi pelajaran yang hanya dilkasanakan dengan penyampaian teori.
dua dimensi yang berpengaruh terhadap biaya pendidikan adalah tingkat dan jenis pendidikan.
Dengan dasar pertimbangan lamanya jam belajar, banyak ragamnya bidang pelajaran, jenis materi
yang diajarkan, banyaknya guru terlibat sekaligus kualitasnya, tuntutan terhadap kompetensi
lulusannya, biaya pendidikan di Sekolah Dasar akan jauh berbeda dengan biaya pendidikan di
Perguruan Tinggi, apalagi bagi jurusan yang banyak memerlukan praktek.[9]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses
pendidikan atau pengajaran, seperti halaman, kebun, taman sekolah, dan lain-lain.
Adapun tujuan dari pengelolaan ini adalah untuk memberikan layanan secara professional berkaitan
dengan sarana dan prasarana pendidikan agar proses pembelajaran bisa berlangsung secara efektif
dan efisien. Prinsip-prinsip manajemen sarana dan prasarana yaitu, prisip pencapaian tujuan, Prinsip
efisiensi, Prinsip administratif, prinsip kejelasan tanggung jawab, Prinsip kekohesifan.
Proses Manajemen Sarana dan Prasarana yaitu Perencanaan Sarana dan Prasarana Pendidikan ,
Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan, Inventarisasi Sarana dan Prasarana Pendidikan,
Pengawasan dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendidikan, serta Penghapusan Sarana dan
Prasarana Pendidikan di Sekolah.
2. Dalam arti sempit manajemen pembiayaan sama artinya dengan tata pembukuan. Sedangkan
dalam arti luas adalah pengurusan dan pertanggung jawaban dalam menggunakan keuangan baik
pemerintah pusat maupun daerah.
Azaz-azaz dalam anggaran yaitu azaz plafond, Azaz Pengeluaran berdasarkan mata anggaran, dan
Azaz tidak langsung.
Hal-hal yang berpengaruh terhadap pembiayaan pendidikan yaitu faktor eksternal dan internal.
Prinsip Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan yaitu: Hemat tidak mewah, efisiensi, dan sesuai dengan
kebutuhan, terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program atau kegiatan dan keharusan
penggunaan kemampuan.
DAFTAR PUSTAKA
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam Konsep, strategi dan Aplikas, (Yogyakarta: TERAS. 2009)
Prof. Dr. Suharsimi arikunto dan Lia Yuliana, S.Pd. Manajemen Pendidikan. (Yogyakarta: Aditiya
Media: 2009)
http://pendidikanadministrasi.blogspot.com/2012/02/manajemen-sarana-prasarana-
pendidikan.html
[4] Ibid. hal 116-117
[5] Ibid, hal 117-118
[8] Ibid, hal 319-320
[9] Ibid, hal 320-322