1 3 3 - Eksekutif PDF
1 3 3 - Eksekutif PDF
Bab- 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
PPGM merupakan proyek yang penting bagi industri minyak dan gas bumi di Indonesia serta
akan berperan penting dalam mempertahankan dan memperkuat posisi Indonesia sebagai
negara pengekspor LNG terbesar di dunia. Pembangunan PPGM sangat tepat waktu karena
akan meningkatkan kontribusi sektor minyak dan gas bumi dalam menyumbangkan devisa bagi
negara dan kemungkinan sebagian untuk substitusi BBM dalam negeri. Proyek LNG ini akan
memperkuat produksi LNG Indonesia yang dapat dipasarkan dan akan menjadi pusat ekspor
LNG ke empat di Indonesia. PPGM diharapkan akan beroperasi pada tahun 2012.
Proyek Pengembangan Gas Matindok merupakan kegiatan pembangunan fasilitas yang lengkap
mulai dari memproduksi gas bumi dari sumur yang telah dieksplorasi maupun dari rencana
sumur pengembangan yang berasal dari 5 lapangan gas bumi, yaitu: lapangan-lapangan gas
Donggi, Matindok, Maleo Raja, Sukamaju, dan Minahaki. Kemudian gas tersebut disalurkan
melalui pipa menuju kilang LNG, untuk kemudian gas tersebut dipasarkan melalui pelabuhan
menggunakan kapal tanker LNG.
Kemampuan produksi gas dari Blok Matindok diperkirakan 100 MMSCFD (gross), dengan
kandungan kondensat 850 bopd, dan air yang terikut diproduksikan diperkirakan maksimum
sebesar 2500 bwpd, dengan prakiraan umur produksi 20 tahun yang didasarkan atas
besarnya cadangan gas yang ada dan hasil kajian keekonomian pengembangan lapangan. Gas
yang diproduksi mengandung CO2 2,5%, Total Sulfur 3.000 ppm dan kemungkinan juga
mengandung unsur yang lainnya.
Tujuan proyek ini adalah memproduksi gas bumi, menyalurkan gas ke kilang LNG, memproses
gas menjadi Liquid Natural Gas (LNG), serta mengangkut LNG dan hidrokarbon cair (kondensat)
ke pasaran. Dalam upaya untuk mencapai tujuan itu maka PPGM merencanakan akan
melakukan kegiatan pengembangan Sumur Gas, pembangunan Block Station (BS) atau Fasilitas
Pemrosesan Gas ( Gas Processing Facility, disingkat GPF), pemasangan Pipa Penyalur Gas dan
pembangunan Fasilitas Kilang LNG, termasuk fasilitas pelabuhan laut khusus. Pelabuhan laut
khusus tersebut direncanakan akan dibangun pada dua alternatif lokasi yaitu di daerah
Kecamatan Batui dan Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
Berikut ini adalah cakupan rencana kegiatan pengembangan Lapangan Gas Matindok.
1. Pemboran 21 sumur yang terdiri dari 17 sumur pengembangan dan 4 sumur kerja ulang
(work over) dengan perincian:
2. Pembangunan Block Station (BS) di Donggi, Sukamaju dan Matindok, sedangkan gas yang
berasal dari sumur-sumur Matindok, Maleoraja dan Minahaki akan dialirkan melalui
Manifolding Station (MS);
3. Pembangunan fasilitas pemrosesan gas atau Gas Processing Facility (GPF) akan ditempat-
kan satu area dengan Block Station yang berada di dua lokasi yaitu di Donggi dan
Matindok;
4. Pembangunan Kilang LNG dalam hal ini adalah Donggi-Senoro LNG (DSLNG) beserta
fasilitas pendukung seperti perkantoran dan pelabuhan khusus akan ditempatkan di dua
alternatif lokasi yaitu Uso, Kecamatan Batui atau Padang, Kecamatan Kintom.
5. Pemasangan pipa:
a. Pemasangan pipa flow line berdiameter 4 s/d 6" di darat sepanjang sekitar 35 km dari
sumur-sumur ke BS di masing-masing lapangan;
b. Pemasangan pipa gathering line diameter 16 dan 18, sepanjang 40 km dari BS ke
GPF kemudian diteruskan ke fasilitas bersama JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi di
Senoro yang akan melewati beberapa desa di Kecamatan Toili Barat, Toili dan Batui.
c. Pemasangan pipa trunk line penyaluran gas berdiameter 32" di darat sepanjang sekitar
23 km dari Fasilitas bersama JOB Pertamina-Medco Tomori Sulawesi di Senoro ke
Kilang LNG, yang terletak di Desa Uso Kecamatan Batui atau Desa Padang Kintom,
yang akan melewati beberapa desa di Kecamatan Batui dan Kintom
6. Pengangkutan kondensat dengan mobil tangki Kondensat dari Block Station Donggi,
Sukamaju dan Matindok ke Tangki Penampung Kondensat JOB Pertamina-Medco Tomori
Sulawesi di Bajo.
7. Pembebasan lahan untuk rencana kegiatan pemboran sumur, pemasangan pipa,
pembangunan BS, GPF, Kilang LNG, pelabuhan dan pemasangan pipa darat seluruhnya
sekitar 595 ha.
1.2.2. Manfaat
Proyek Pengembangan Gas Matindok (PPGM) ini sangat bermanfaat secara ekonomi, sosial dan
teknologi bagi kepentingan lokal, regional dan nasional. Manfaat PPGM itu antara lain:
1. Tersedianya Gas, Liquid Natural Gas (LNG), hidrokarbon cair (kondensat) dan
belerang (sulphur)
2. Peningkatan pendapatan bagi Kabupaten Banggai (tingkat lokal), Provinsi Sulawesi
Tengah (tingkat regional) dan tingkat nasional melalui pajak dan royalti dari hasil
penjualan LNG, kondensat dan belerang (sulphur).
3. Memberikan peluang kerja dan usaha bagi masyarakat lokal, regional dan nasional
4. Peningkatan kemampuan bangsa dalam penguasaan teknologi produksi gas.
Selain bermafaat secara ekonomi, sosial dan teknologi, pelaksanaan Proyek Pengembangan Gas
Matindok ini diperkirakan akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap beberapa
komponen lingkungan hidup. Oleh karena itu PT. PERTAMINA EP PPGM bermaksud
melaksanakan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) sebelum dilakukan
pembangunan fisik di lapangan. Hal ini sesuai dengan komitmen perusahaan untuk
berpartisipasi mewujudkan perlindungan terhadap lingkungan pada setiap kegiatan yang
dilakukan. Disamping itu, terkait dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), serta Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL). Hasil studi AMDAL pada dasarnya
berupa informasi tentang berbagai komponen kegiatan yang diprakirakan akan menimbulkan
dampak besar dan penting yang bersifat positif dan negatif, penilaian kelayakan lingkungan dari
rencana kegiatan tersebut dan alternatif rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan
yang akan dilakukan.
Bab- 2
RENCANA USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN
2.1. IDENTITAS PEMRAKARSA DAN PENYUSUN ANDAL
2.1.1. Pemrakarsa
A. Nama Perusahaan
Nama Perusahaan : PT. PERTAMINA EP - Proyek Pengembangan Gas Matindok
Alamat Kantor : Menara Standard Chartered Bank Lantai 21
Jl. Prof. DR Satrio Kav 164. Jakarta Selatan, 12950, Indonesia
Telp./ Fax. : (021) 57893688/ (021) 57946223
Pemrakarsa kegiatan penyusunan AMDAL ini adalah PT Pertamina EP- PPGM. Rencana
kegiatan ini dibagi berdasarkan konsep bisnis Hulu dan Hilir. Sebagai pelaksana kegiatan
hulu seperti eksplorasi gas, pemboran sumur pengembangan, konstruksi dan operasi
produksi GPF dan penyaluran gas melalui pipa menjadi tanggung jawab Bagian Hulu
yang ditangani dan menjadi tanggung jawab sepenuhnya PT Pertamina EP. Sedangkan
pelaksanaan kegiatan hilir seperti konstruksi pembangunan kompleks kilang LNG,
pelabuhan khusus dan operasional LNG, pelabuhan khusus dan pemeliharaan fasilitas LNG
menjadi tanggung jawab Bagian Hilir, yakni PT Donggi-Senoro LNG (PT DSLNG).
Sertifikat
Jabatan Nama Keahlian
AMDAL
Berikut ini secara keseluruhan diuraikan rencana kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok,
baik kegiatan Bagian Hulu maupun kegiatan Bagian Hilir.
5. Jaur pipa trunk line dari 2 BS LNG Plant Lebar 20 m, panjang 120 Ha
60 km
Lahan yang diperlukan untuk 17 alokasi sumur pengembangan adalah 68 ha, pembangunan
fasilitas manifold station di 3 (tiga) lokasi adalah 3 x 1 ha per lokasi (3 ha); untuk
pembangunan BS di tiga lokasi seluas 30 ha; jalur pipa flowline di lima lokasi tersebut
adalah membutuhkan lahan 8 meter lebar x 35 kilometer panjang flowline (14 ha);
Kompleks Kilang LNG seluas lebih kurang 300 ha; dan sistem pemipaan gas 20 meter
lebar x 60 km panjang pipa (120 ha). Lokasi yang perlu dipersiapkan sebelum pemboran
sumur-sumur pengembangan adalah lokasi sumur dan jalan masuk lokasi (pembuatan
jalan baru dan peningkatan jalan yang sudah ada) dengan panjang kumulatif dari semua
sumur 15 km dengan lebar 6 8 m (sekitar 60 ha). Jadi luas lahan yang diperlukan
untuk tapak proyek sekitar 595 ha. Lahan yang dipergunakan akan menggunakan lahan
milik masyarakat dan lainnya. Pelaksanaan pengadaan lahan secara ganti rugi dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Kapasitas Produksi
Rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh PT. PERTAMINA EP, Proyek Pengembangan
Gas Matindok adalah mulai dari kegiatan pemboran sumur pengembangan maupun
pemboran work over, pembangunan Block Station (BS) dan membangun pipa transmisi gas
(flowline dantrunkline), membangun Kilang LNG (DSLNG) berikut pelabuhan untuk
membawa LNG ke luar Kabupaten Banggai.
Cadangan gas (1P, 2P dan 3P) dari lapangan-lapangan gas di blok Matindok adalah sebagai
berikut :
Lapangan 1P 2P 3P
Donggi 332.76 518.45 718.83
Matindok 135.51 364.47 470.64
Maleo Raja 117.54 148.71 181.54
Minahaki 80.45 128.38 195.74
Sukamaju 32.65 48.73 80.33
Kapasitas produksi gas di Blok Matindok berdasarkan perhitungan cadangan gas yang ada
diperkirakan akan sebesar 100 MMSCFD (gross), dengan kandungan kondensat 850
bopd dan air terproduksi maksimum sebesar 2500 bwpd. Umur produksi 20 tahun
dengan kemampuan produksi plateau sebesar 100 MMSCFD selama 13 tahun yang
didasarkan atas besarnya cadangan gas dan hasil kajian ekonomi. Gas yang diproduksi
mengandung CO2 2,5%, kandungan Total Sulfur 3.000 ppm dan kemungkinan adanya
unsur lainnya.
Fasilitas produksi gas yang akan dibangun terdiri dari Sumur Gas, Flowline, Manifolding
Station, Gathering Line dan Block Station (BS) berikut Processing Facility (AGRU-SRU). Pipa
transmisi dari BS menuju Kilang LNG direncanakan berukuran 32 sepanjang 23 km
dengan menggunakan jalur pipa JOB Pertamina Medco Tomori Sulawesi (yang sudah
dilengkapi dengan Dokumen AMDAL tersendiri).
C. Jadwal Kegiatan
Kegiatan pengembangan dibagi kedalam beberapa tahapan, yaitu prakonstruksi, konstruksi,
operasi dan pasca operasi.
D. Jenis Sumber Energi dan Sumber Air yang Diperlukan di Lokasi Rencana
Kegiatan
Jenis sumber energi utama untuk mendukung pengoperasian fasilitas produksi adalah:
1. Bahan bakar gas diperlukan untuk pengoperasian berbagai fasilitas seperti Unit
Pengering Gas, Gas Treating Unit, Unit Pencairan Gas menjadi LNG, Penggerak
Kompresor dan Penggerak Generator listrik. Bahan bakar gas akan diambil dari hasil
produksi sendiri.
2. Unit generator berbahan bakar minyak, yang disediakan untuk keadaan darurat di
masing-masing BS, Kilang LNG dan Pelabuhan Khusus/pelabuhan. Bahan bakar minyak
diperoleh dari sumber terdekat di sekitar lokasi proyek.
3. Energi listrik yang berasal dari genset berbahan gas untuk penerangan dan penggerak
motor listrik.
3
Keperluan air cukup besar, untuk pemboran sekitar 420 m per sumur, hydrotest saluran
3 3
pipa sekitar 20.000 m dan kebutuhan air untuk operasi setiap unit BS sekitar 25 m /hari.
Kebutuhan air tawar untuk konstruksi tersebut di atas, akan diambil dari air sungai atau
genangan air tawar terdekat.
3
Kebutuhan air untuk operasional Kilang LNG plant memerlukan air sebesar 75 m /hari.
Untuk keperluan operasional tersebut direncanakan menggunakan air tanah dalam.
Kemungkinan lain operasional Kilang LNG akan menggunakan air sungai atau air laut yang
telah di desalinasi terlebih dahulu.
F. Kegiatan Pemboran
1. Pemboran Sumur
Secara geologi daerah Blok Matindok dan sekitarnya terletak di Cekungan Banggai yang
berada di sebelah selatan dari lengan bagian timur Pulau Sulawesi. Cekungan Banggai
merupakan bagian utama dari offshore depression sepanjang pantai sebelah selatan-
timur dari bagian tangan sebelah timur laut Sulawesi yang berbentuk tidak simetris
dengan kemiringan sepanjang garis pantai dan berorientasi dengan arah N60E.
Cekungan ini termasuk pada klasifikasi cekungan transform refted yang merupakan
cekungan active margin basin or collision related basin dan mempunyai potensi
hidrokarbon di batuan karbonat Formasi Tomori dan Formasi Minahaki.
Disain Pipa
Material yang digunakan untuk flowline mengikuti NACE MR175 (Metals for Sulfide Stress
Cracking and Stress Corrosion Cracking Resistence in Sour Oilfield Environments). Material
yang dipilih adalah material tahan korosi (316 SS lined steel pipe untuk temperatur <
o o
140 F dan Alloy 825 lined steel pipe untuk temparatur > 140 F).
Disain pipa dan pemasangan pipa akan mengacu pada beberapa standard nasional
(Departemen Pertambangan dan Energi tentang Insatalasi Minyak dan Gas Bumi No.
01/P/M/Pertamb/1980; Kep.Men PE No. 300.K/38/M.PE/1997 dan Peraturan Ditjen
MIGAS: Standar Pertambangan MIGAS (SPM, 1992) 50.54.0-50.54.1) dan internasional
(antara lain API 5 SL Specification for Line Pipe, API 1104 Welding of Pipeline and
Related facilities, ASME B31.8 Gas Distrbution and Tranportation Piping System).
Material pipa penyalur (flowline) menggunakan clading pipe CRA, dan isolasinya berupa
Wrapping Insulation. Untuk material Pipeline (Trunkline) menggunakan Carbonsteel API
5L, dan isolasinya berupa Manufacture Insulation.
1. Unit Separasi
Hidrokarbon dari sumur produksi mengandung kondensat, air dan gas dimana jumlah
terbesar adalah gas. Langkah awal untuk memisahkan kondensat, air dan gas adalah
dengan menggunakan separator gas. Di dalam alat tersebut kondensat dan air terpisah
dari gas. Kondensat dan air akan mengalir dari bagian bawah separator sedangkan gas
akan mengalir dari bagian atasnya. Proses pemisahaan di dalam alat tersebut hanya
merupakan proses fisika dan tanpa penambahan bahan kimia.
Kondensat dan air dipisahkan dengan prinsip ketidak-saling-larutan dan perbedaan
berat jenis. Kondensat ditampung di tangki penampung, sedangkan air diproses lebih
lanjut dalam sistem pengolah air (waste water treatment).
Apabila tekanan gas dari sumur berkurang akibat penurunan tekanan reservoir secara
alami, maka akan dilakukan pemasangan kompresor di Gathering Station/ Block Station
guna menjaga stabilitas tekanan gas yang masuk ke System CO2 / H2S Removal maupun
ke konsumen gas tetap stabil. Kondensat ditampung di tangki penampung untuk dikirim
ke Kilang LNG di Batui menggunakan mobil tangki.
2. Tangki penampung
Tangki penampung dipakai untuk menampung kondensat yang berasal dari separator,
sebelum diangkut ke Batui. Jumlah tangki penampung yang dipakai sebanyak 2 buah
3
dengan kapasitas masing-masing sebesar 1300 m . Kondensat akan diangkut dari
Block Station ke fasilitas JOB di Desa Bajo dengan menggunakan road tank atau mobil
tangki.
3. Kompresor
Kompresor yang akan dipergunakan untuk menjaga tekanan keluar dari Block station
tetap sebesar 900 psig. Kompresor ini dipasang di block station. Jumlah kompresor
yang ditempatkan di Block Station rata-rata 3 unit per lokasi. Hal ini dikarenakan pada
umumnya tekanan gas yang keluar dari sumur akan mengalami penurunan secara
alamiah selama proses produksi, sehingga diperlukan tambahan kompresor baru di
Gathering Station/ Block Station.
4. Unit pengolah air
Unit pengolah air atau Unit Effluent Treatment atau Instalasi Pengolah Air Limbah
(IPAL) dipakai untuk mengolah limbah cair yang berasal dari separator dan lain-lain.
absorber dan melepaskannya lagi di dalam menara stripper atau column, sehingga
diperoleh sweet gas dengan kandungan CO2 dan H2 S yang rendah. Gas dari Block
Station dialirkan melalui pipa ke Acid Gas Removal Unit yang terletak di BS di Donggi
dan Matindok.
2. Sulfur Recovery Unit (SRU)
Sulfur recovery dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan dan perundangan- undangan
lingkungan sesuai dengan nilai ambang batas yang diizinkan pada Kepmen LH No.129
Tahun 2003. Terdapat beberapa proses yang tersedia untuk memproduksi sulfur dari
hydrogen sulfide. Beberapa proses didesain dengan maksud untuk memproduksi sulfur
dan beberapa proses juga dikembangkan dengan tujuan utama untuk menghilangkan
kandungan H2 S dari gas bumi dengan produksi sulfur hanya sebagai hasil dari proses
lanjutan yang harus dilakukan.
3. Dehydration Unit (DHU)
Setelah gas keluar dari unit proses, gas tersebut selanjutnya dialirkan ke Dehydration
Unit. Dehydration unit berfungsi untuk mengeringkan gas, yaitu untuk menyempurna-
kan pengurangan air yang terikut di dalam gas. Proses yang berlangsung di dalamnya
adalah proses absorbsi (penyerapan) air dengan menggunakan bahan kimia
triethyleneglycol (TEG), yang mana TEG dapat dipakai lagi setelah dibersihkan dari air
secara fisis (close cycle). Hasil dari proses tersebut adalah gas yang sudah memenuhi
syarat untuk dikirim ke konsumen.
4. Dew Point Control Unit (DCU)
Setelah gas keluar dari unit dehidrasi, gas masuk ke unit Dew Point Control yaitu unit
untuk menjaga suhu embun dari hydrocarbon mencapai maksimum 75o F pada tekanan
750 psig. Guna unit ini adalah untuk menjaga agar cairan tidak timbul selama
pengiriman gas akibat turunnya temperatur udara. Prosesnya didasarkan pada JT valve
expansion dan pendinginan dengan cara recompression. Proses cara lain dengan
menggunakan sistem propane refrigeration juga akan dipertimbangkan pada rekayasa
(engineering) front end engineering design (FEED) tahap berikutnya.
K. Kilang LNG
Gas yang telah diproses di BS di Donggi dan Matindok serta Senoro yang kandungannya
sesuai dengan standar gas yang akan dipasarkan dikirim ke Kilang LNG. Pengiriman gas
dari Junction antara pipa dari BS Donggi dan Matindok dilakukan dengan pipa 32 ke
Kilang LNG di Batui atau Kintom; atau menggunakan pipa 18 apabila tidak menyatu
dengan gas yang mengalir dari Senoro. Secara garis besar fasilitas di kilang LNG akan
terdiri dari unit proses, fasilitas offsite , unit utilitas, unit pengolah limbah, unit pelabuhan
dan infrastruktur. Diagram alir Kilang LNG Donggi-Senoro disederhanakan seperti pada
gambar terlampir.
1. Unit Proses
Unit Proses terdiri dari Fasilitas Penerimaan Gas, Fasilitas Pemurnian Gas dan Fasilitas
Pencairan Gas.
a. Fasilitas Penerima Gas
Kapasitas design dari fasilitas ini direncanakan sebesar minimum 335 MMSCFD
yang terdiri dari knock out drum, separator dan metering. Dari fasilitas ini gas
akan dialirkan ke fasilitas pemurnian gas. Kondensat yang terkumpul dari unit ini
akan ditampung sementara dalam tanki kondensat berukuran 100 bbls sebelum
diangkut ke Blok Senoro untuk distabilkan ke unit stabilisasi kondensat dari Fasilitas
Pencairan Gas Bumi.
b. Fasilitas Pemurnian Gas
Kilang LNG dapat dipastikan akan terdiri dari dua bagian umum: bagian pemurnian
gas dan bagian pencairan/liquefaction gas. Bagian pemurnian gas diringkaskan di
bawah dan bagian pencairan gas dalam bagian berikutnya. Bagian pemurnian
meliputi Unit Pengeringan dan Unit Pembuangan Merkuri (MRU). Pemurnian gas
diperlukan untuk menghindari masalah karat dan pembekuan dalam Unit
Liquefaction .
c. Fasilitas Pencairan Gas Alam
Tujuan utama dari fasilitias pencairan gas adalah untuk mencairkan gas alam
menjadi produk LNG. Sebelumnya dilakukan pemisahan kandungan hydrokarbon
berat untuk menghindari terjadinya pembekuan dalam pipa-pipa pencairan gas.
Fasilitas tersebut akan meliputi Unit Pendinginan/Pencairan dan Unit Pemecahan
(fractionation).
2. Fasilitas Offsite
Fasilitas offsite terdiri dari sistem-sistem berikut:
a. Sistem Penyimpanan dan Pemuatan LNG
b. Sistem Pemasukan dan Penyimpanan Bahan Pendingin (refrigerant)
c. Sistem Pembakaran Gas Buangan
d. Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah
5. Infrastruktur Kilang
a. Infrastruktur In-Plant
Fasilitas infrastruktur in-plant adalah yang bukan merupakan bagian dari sistem
pengolahan inti, offsites ataupun utility. Fasilitas infrastruktur in-plant terutama
terdiri dari bangunan-bangunan, barak-barak serta pagar.
b. Infrastruktur Umum
Infrastruktur umum meliputi semua fasilitas yang diperlukan untuk menunjang
personil dibutuhkan untuk operasi dan perawatan BS dan Kilang LNG. Infrastruktur
umum adalah fasilitas-fasilitas yang terdapat di luar kilang.
Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok PPGM ini terdapat dua kegiatan yang
terpisahkan yaitu kegiatan Bagian Hulu dan kegiatan Bagian Hilir. Kegiatan bagian hulu
mencakup kegiatan-kegiatan eksplorasi dan eksploitasi gas sampai batas pada kegiatan
pemasangan pipa penyalur gas ke Kilang Gas (LNG), sedangkan kegiatan bagian hilir meliputi
kegiatan pembangunan dan operasional kilang gas LNG, Pelabuhan Khusus dan sarana serta
prasarana pendukungnya. Masing-masing tahapan rencana kegiatan Proyek Pengembangan
Gas Matindok bagian hulu dan kegiatan bagian hilir diuraikan sebagai berikut.
A. Tahap Prakonstruksi
1. Pembebasan Lahan dan Tanam Tumbuh
Pada lokasi untuk sumur pengembangan, pemasangan pipa dan unit produksi akan
dilakukan pembebasan lahan dan tanam tumbuh. Luas lahan yang akan dibebaskan
sekitar 295 Ha dengan perincian: 17 lokasi sumur pemboran 68 Ha, MS & BS/GPF
33 Ha, jalur pipa flow line 14 Ha, jalur pipa trunk line 120 Ha dan untuk
pembuatan atau peningkatan jalan baru 60 Ha. Lahan yang akan digunakan
diusahakan bukan lahan pemukiman. Proses pembebasan lahan dan pemberian
kompensasi tanam tumbuh akan dilaksanakan melalui panitia sembilan.
2. Penerimaan Tenaga Kerja
Pelaksanaan rekrutmen tenaga kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Tenaga kerja untuk pemboran sumur pengembangan
diperkirakan 118 pekerja dengan berbagai macam keahlian (skill) , dengan
perincian tenaga skill akan membutuhkan tenaga sebanyak 108 orang dan tenaga
nonskill sebanyak 10 orang.
B. Tahap Konstruksi
1. Mobilisasi dan Demobilisasi Peralatan, Material dan Tanaga Kerja
Kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan berat dan material dilaksanakan dengan
kendaraan berbadan besar akan menimbulkan dampak peningkatan kebisingan, kadar
debu ke lingkungan sekitar, gangguan kelancaran lalulintas setempat dan aktivitas
penduduk.
2. Pembukaan dan Pematangan Lahan
a) Penebangan dan pembersihan pohon dan semak belukar pada lokasi tapak proyek
b) Perataan dan penimbunan dilakukan untuk pematangan lahan yang akan
digunakan sebagai lokasi tapak sumur, perpipaan dan fasilitas produksi.
c) Pada ROW yang memotong drainase alami dan/atau sungai, akan dipasang gorong-
gorong dan jembatan agar tidak menghambat pola aliran air.
3. Kegiatan Konstruksi Block Station (BS) dan Fasilitas Produksi Gas GPF
a) Pembangunan fondasi struktur dan perlengkapan untuk fasilitas produksi dan
persiapan pemboran
b) Pendirian bangunan-bangunan dan pemasangan peralatan
c) Pekerjaan Piping System
d) Pekerjaan electrical dan peralatan (instrument )
4. Pemasangan Pipa Penyalur Gas
Alternatif pemasangan jalur pipa gas (trunkline) dari Block Stasion Donggi ke LNG
Plant akan dibuat tiga jalur alternatif berikut ini.
a) Jalur alternatif1 yaitu pemasangan pipa gas dari BS Donggi melintasi SM Bakiriang
berdampingan jalan provinsi, penggelaran pipa ditanam sedalam 2 meter kemudian
ditimbun kembali.
b) Jalur alternatif2 yaitu pemasangan pipa gas melintasi SM Bakiriang dilakukan
dengan sistem pemboran horizontal atau Horizontal Directional Drilling (HDD).
c) Jalur alternatif3 yaitu pemasangan pipa gas dari BS Donggi akan dilakukan melalui
dasar laut pantai SM Bakiriang sepanjang sekitar 4 km.
5. Pengelepasan Tenaga Kerja
Pada akhir masa konstruksi, tenaga kerja dilepaskan secara berangsur-angsur sampai
dengan berakhirnya kontrak kerja di unit kerja masing-masing. Pelaksanaan
penglepasan tenaga kerja sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku.
C. Tahap Operasi
1. Penerimaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja untuk operasional produksi gas cukup besar, sebagian merupakan tenaga
ahli dengan skill yang cukup tinggi sampai sangat tinggi, dan sebagian lainnya bukan
tenaga ahli. Jumlah tenaga kerja untuk operasional masing-masing unit BS/GPF sekitar
26 orang dan tenaga kerja untuk penyaluran gas, pengangkutan kondensat dan sulfut
sekitar 28 orang.
2. Pemboran Sumur Pengembangan
Sumur-sumur pengembangan di Donggi, Minahaki, Matindok, Sukamaju, dan Maleoraja
dibor dengan menggunakan land-rig yang kapasitasnya sesuai dengan kedalaman yang
akan dicapai. Peralatan pemboran telah dilengkapi dengan pencegahan semburan liar
(blow out preventer), Standard Operation Procedure (SOP), dan penanggulangan
keadaan darurat (emergency respon plan). Peralatan berat yang telah selesai
digunakan kemudian dimobilisasi dan didemobilisasi dengan kendaraan berat.
Adapun ringkasan dari hasil telaahan kaitan antara komponen rencana kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak terhadap komponen lingkungan hidup disajikan pada tabel
berikut.
Komponen kegiatan
Lokasi Jenis dampak potensial yang
No yang menimbulkan
Komponen Kegiatan Ditimbulkan
dampak
A. Tahap Prakonstruksi
1. Pembebasan lahan dan Areal untuk sumur pengembangan, Perubahan, perubahan pola kepemilikan lahan
tanam tumbuh fasilitas produksi gas, dan jalur penduduk, fungsi lahan proses sosial, perubahan
pipa gas sikap dan persepsi masyarakat.
2. Penerimaan tenaga kerja Khususnya Kecamatan Toili Barat, peningkatan pendapatan masyarakat, proses
setempat Toili, Batui, Kintom dan Kabupaten sosial, perubahan sikap dan persepsi, terbuka
Banggai umumnya. kesempatan berusaha.
B. Tahap Konstruksi
1. Mobilisasi dan demobilisasi Jalan raya dari dan ke pelabuhan kebisingan, getaran, peningkatan kadar debu,
peralatan, material dan bongkar muat material menuju mempengaruhi transportasi darat: gangguan
tenaga kerja areal untuk sumur pengembangan kelancaran lalulintas, gangguan keselamatan
fasilitas produksi gas, dan jalur berlalulintas, kerusakan jalan dan jembatan dan
pipa gas. perubahan sikap dan persepsi masyarakat.
2. Pembukaan dan Sekitar areal sumur Perubahan iklim mikro, perubahan bentang
pematangan lahan pengembangan, fasilitas produksi lahan, peningkatan debit aliran air permukaan,
gas, dan jalur pipa gas. peningkatan erosi, kebisingan, peningkatan
kadar debu, penurunan kualitas sanitasi
lingkungan, gangguan pola aliran air irigasi dan
sungai yang terpotong jalur pipa gas, gangguan
lalulintas jalan yang terpotong jalur pipa,
pengurangan penutupan lahan oleh vegetasi,
penurunan flora dan satwa liar, perubahan
kualitas air tanah dangkal, perubahan sikap dan
persepsi masyarakat, terbukanya kesempatan
berusaha.
3. Kegiatan konstruksi fasilitas Sekitar sumur pengembangan, Penurunan kualitas udara, peningkatan
produksi gas (BS GPF) BS-GPF di 2 lokasi (Donggi dan kebisingan, penurunan kualitas air permukaan,
Matindok), 1 BS di Sukamaju. penurunan debit air sungai sekitar lokasi
hydrotest, penurunan biota air tawar, penurunan
kualitas sanitasi lingkungan, peningkatan
pendapatan masyarakat, perubahan sikap dan
persepsi masyarakat, terbukanya peluang
berusaha
4.a Kegiatan pemasangan pipa Sekitar jalur pipa gas di darat: MS Gangguan lalulintas penduduk, kebisingan,
penyalur gas di darat di Minahaki BS/GPF Donggi; peningkatan kadar debu, penurunan kualitas
(Alternatif-1 dan 2) BS/GPF Donggi LNG Plant; udara, penurunan kualitas air permukaan,
BS/GPF Matindok junction ke penurunan biota air tawar, peningkatan erosi,
pipa 28 yg menuju LNG Plant penurunan debit sungai di sekitar kegiatan
hydrotest, gangguan pada sistem irigasi dan
drainase, penurunan kualitas sanitasi
lingkungan, perubahan sikap dan persepsi
masyarakat, terbukanya kesempatan berusaha.
4.b Kegiatan pemasangan pipa Sekitar pantai SM Bakiriang. Penurunan kualitas udara lokal, penurunan
lepas pantai kualitas air laut, penurunan biota air laut,
rusaknya pantai sebagai tempat bertelur burung
Maleo, rusaknya terumbu karang, perubahan
sikap dan persepsi masyarakat, terbuka
kesempatan berusaha.
5. Penglepasan tenaga kerja Areal sumur, BS-GPF, pemasangan Penurunan kesempatan kerja, penurunan
pipa gas kesempatan berusaha, penurunan pendapatan
masyarakat dan sikap dan persepsi negatif
masyarakat
2. Kegiatan pemboran sumur Sekitar lokasi sumur Penurunan kualitas udara lokal, penurunan
pengembangan pengembangan di Donggi, kualitas air permukaan, penurunan biota air
Minahaki, Matindok, Sukamaju dan tawar, perubahan sikap dan persepsi
Maleoraja masyarakat, terbuka kesempatan berusaha
3 Operasi produksi gas di BS- Sekitar 2 lokasi BS-GPF di Donggi Perubahan iklim mikro, penurunan kualitas air
GPF dan Matindok permukaan, penurunan vegetasi dan komunitas
satwa liar, penurunan kualitas udara, kebisingan,
penurunan tingkat kesehatan masyarakat,
pendapatan masyarakat, terbukanya kesem-
patan berusaha, gangguan proses sosial,
pelapisan sosial, perubahan sikap dan persepsi
masyarakat
4. Penyaluran gas melalui Sekitar jalur pipa gas Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
pipa
5. Pengangkutan kondensat Sepanjang jalan raya dari BS-GPF Mempengaruhi transportasi darat yaitu:
dan sulfur dengan Matindok dan Donggi ke Tangki kelancaran lalulintas, keselamatan lalulintas,
transportasi darat Penampung di Bajo kerusakan jalan dan jembatan
6. Pemeliharaan fasilitas Sekitar sumur pengembangan, 2 Penurunan kualitas air permukaan, perubahan
produksi BS-GPF di Donggi dan Matindok sikap dan persepsi masyarakat
dan BS di Sukamaju
2. Penghentian operasi Sekitar BS-GPF di Donggi dan Penurunan kebisingan, peningkatan kualitas
produksi gas Matindok udara, peningkatan kualitas air permukaan,
penurunan kepadatan lalulintas, perubahan
sikap dan persepsi masyarakat
3. Pembongkaran dan Di tapak BS-GPF dan jalan raya di Gangguan pada transportasi darat yaitu:
demobilisasi peralatan sekitar lokasi yang dilalui keselamatan dan kelancaran lalulintas di jalan
pengangkutan perlatan tersebut raya dan peningkatan resiko kerusakan jalan
raya dan jembatan, perubahan sikap dan
persepsi masyarakat
4. Revegetasi Lokasi bekas tapak sumur, BS-GPF Peningkatan penutupan lahan oleh vegetasi,
dan jalur pipa. peningkatan populasi satwa liar
5. Penglepasan tenaga kerja Khususnya Kecamatan Toili Barat, Peningkatan pengangguran, penurunan
Toili, Batui, Kintom dan Kabupaten pendapatan masyarakat, penurunan kesempatan
Banggai umumnya berusaha, perubahan sikap dan persepsi
masyarakat
A. Tahap Prakonstruksi
1. Pembebasan Lahan dan Tanam Tumbuh
Pada lokasi untuk pembangunan kilang LNG dan Pelabuhan Khusus serta fasilitas
lainnya akan dilakukan pembebasan lahan dan tanam tumbuh. Lahan yang akan
digunakan diusahakan bukan lahan permukiman. Luas lahan yang akan dibebaskan
meliputi untuk kilang LNG 300 Ha termasuk lahan untuk pelabuhan/Pelabuhan
Khusus beserta fasilitas pendukungnya. Proses pembebasan lahan dan pemberian
kompensasi tanam tumbuh akan dilaksanakan melalui panitia sembilan.
2. Penerimaan Tenaga Kerja
Tenaga kerja untuk pembangunan kilang LNG dan Pelabuhan Khusus serta fasilitas
lainnya diperkirakan membutuhkan 3000 pekerja dengan berbagai macam
keahlian (skill), dengan perincian tenaga skill sebanyak 1015 orang dan tenaga
unskill sebanyak 1950 orang.
B. Tahap Konstruksi
1. Mobilisasi dan Demobilisasi Peralatan, Material dan Tenaga Kerja
Kegiatan pengangkutan alat dan bahan serta tenaga kerja untuk pembangunan kilang
LNG dan fasilitas Pelabuhan Khusus akan menggunakan jasa angkutan laut dan darat
ke lokasi rencana kegiatan pembangunan kilang LNG.
2. Pembukaan dan Pematangan Lahan
Kegiatan pembukaan dan pematangan lahan mencakup:
a) Penebangan dan pembersihan pohon dan semak belukar pada lokasi tapak proyek.
b) Perataan dan penimbunan pada lokasi tapak kilang LNG, Pelabuhan Khusus dan
fasilitas pendukungnya.
3. Konstruksi Kompleks Kilang LNG dan Pelabuhan Khusus
a) Pembangunan camp konstruksi
b) Pengembangan daerah laydown kontruksi dan jalan akses sementara
c) Aktivitas konstruksi sipil (pekerjaan tanah, jalan, saluran pembuangan, fondasi dan
gedung)
d) Pemasangan baja struktural
e) Pemasangan tangki LNG
f) Fabrikasi dan instalasi pipa.
g) Instalasi peralatan
h) Instalasi junction box, circuit dan kabel listrik/instrumen
i) Pendirian gedung CPP
j) Pendirian gedung kilang
k) Uji coba mekanis sistim peralatan/pemipaan
l) Pendirian bangunan fasilitas terkait Kilang LNG seperti Pelabuhan Khusus dan
fasilitas pendukungnya
m) Aktivitas pra-komisioning.
C. Tahap Operasi
1. Penerimaan Tenaga Kerja
Jumlah personil yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kegiatan satu train awal kilang
LNG dan fasilitas darat terkait diperkirakan 300 personil yang meliputi tenaga skill
seperti operator kilang 35 orang, petugas keamanan 45 orang dan tenaga nonskill
diantaranya cleaning service 200 orang. Pelaksanaan penerimaan tenaga kerja sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Operasional Kilang LNG, Pelabuhan Khusus dan fasilitas Pendukungnya
Operasional Kilang LNG terdiri dari satu train dengan kapasitas produksi sebesar 2 juta
metrik ton LNG per tahun, membutuhkan gas sebesar lebih kurang 335 MMSCFD, yang
pada awalnya akan didapatkan dari dua lapangan gas yaitu Matindok dan Senoro.
3. Pemeliharaan Fasilitas Produksi
Kegiatan pemeliharaan di fasilitas produksi gas antara lain: perawatan terhadap unit
proses (fasilitas penerima gas, fasilitas pemurnian gas, fasilitas pencairan gas alam),
fasilitas offsite dan fasilitas kebutuhan utilitas yang meliputi sistem pembangkit tenaga
listrik, distribusi bahan bakar, sistem udara bertekanan kilang dan peralatan, sistem
nitrogen, sistem suplai air dan sistem pencegahan kebakaran. Kegiatan pemeliharaan
tersebut dilakukan secara rutin/berkala dan bertujuan untuk pembersihan kotoran,
perbaikan dan atau penggantian.
2. Penerimaan tenaga kerja Khususnya Kecamatan Batui, peningkatan pendapatan masyarakat, proses
Kintom dan Kabupaten Banggai sosial, perubahan sikap dan persepsi, terbuka
umumnya kesempatan berusaha
B. Tahap Konstruksi
1. Mobilisasi dan demobilisasi Jalan raya dari dan ke pelabuhan Kebisingan, getaran, peningkatan kadar debu,
peralatan, material dan tenaga bongkar muat material menuju mempengaruhi transportasi darat: kelancaran
kerja areal kilang LNG dan Pelabuhan dan keselamatan lalulintas, menimbulkan
Khusus kerusakan jalan raya, meningkatkan resiko
kecelakaan lalulintas, perubahan sikap dan
persepsi masyarakat
2. Pembukaan dan pematangan Sekitar areal lokasi pembangunan Perubahan iklim mikro, peningkatan debit aliran
lahan kilang LNG, Pelabuhan Khusus dan air permukaan, peningkatan erosi, kebisingan,
fasilitas pendukungnya peningkatan kadar debu, penurunan kualitas
sanitasi lingkungan, pengurangan penutupan
lahan oleh vegetasi, penurunan flora dan satwa
liar, perubahan sikap dan persepsi masyarakat,
terbukanya kesempatan berusaha, penurunan
kualitas air laut, penurunan komunitas biota air
laut.
3. Konstruksi kompleks Kilang Area lokasi Kilang LNG, Pelabuhan Penurunan kualitas udara, peningkatan kadar
LNG dan Pelabuhan Khusus Khusus dan fasilitas pendukungnya debu, kebisingan, meningkatkan erosi,
: peningkatan pendapatan masyarakat,
Alternatif-1 : Desa Uso, Batui munculnya pelapisan sosial, perubahan sikap
Alternatif-2 : Desa Padang, Kintom dan persepsi masyarakat, terbukanya peluang
berusaha, penurunan kualitas air laut,
penurunan biota air laut, penurunan kualitas
sanitasi lingkungan dan tingkat kesehatan
masyarakat
2. Operasional Kilang LNG, Sekitar lokasi Kilang LNG, Perubahan iklim mikro, penurunan kualitas air
Pelabuhan Khusus dan fasilitas Pelabuhan Khusus dan fasilitas permukaan, penurunan kualitas udara,
pendukung pendukungnya kebisingan, gangguan keselamatan pelayaran,
penurunan sanitasi lingkungan, pendapatan
masyarakat, terbukanya lesempatan berusaha,
gangguan kesehatan masyarakat, proses sosial,
pelapisan sosial, perubahan sikap dan persepsi
masyarakat, penurunan kualitas air laut,
penurunan biota air laut
3. Pemeliharaan fasilitas produksi Area lokasi kilang LNG, Pelabuhan Penurunan kualitas air permukaan, penurunan
Khusus dan fasilitas pendukungnya kualitas air luat, penurunan biota air tawar dan
air laut, peningkatan pendapatan masyarakat
2. Pembongkaran dan demo- Di tapak Kilang LNG, Pelabuhan Gangguan pada transportasi darat yaitu:
bilisasi peralatan (kilang LNG Khusus dan fasilitas pendukung kelancaran dan keselamatan lalulintas jalan raya
dan Pelabuhan Khusus) dan peningkatan resiko kerusakan jalan raya,
perubahan sikap dan persepsi masyarakat,
penurunan kualitas sanitasi lingkungan
3. Revegetasi Di tapak Kilang LNG serta Peningkatan penutupan lahan oleh vegetasi,
Pelabuhan Khusus dan sekitarnya peningkatan populasi satwa liar
di Butui.
3. Penglepasan tenaga kerja Khususnya Kecamatan Batui, Peningkatan pengangguran, penurunan
Kintom dan Kabupaten Banggai pendapatan masyarakat, penurunan kesempatan
umumnya berusaha, perubahan sikap dan persepsi
masyarakat
Upaya ini dimaksudkan untuk meminimalkan dampak yang akan timbul di kawasan SM
Bakiriang. Selain itu juga sebagai antisipasi terhadap SK Men.Hut No. 641/Kpts/ II/1 997
tentang Perubahan Pasal 8 dan 18 SK Menhut No. 41/ Kpts/II/1996 tentang Pedoman Pinjam Pakai
Kawasan Hutan yang menyatakan bahwa dengan alasan apapun bagi lahan Suaka Margasatwa
(SM) tidak dapat digunakan untuk kegiatan lain di lokasi tersebut, meskipun realitanya
kondisi hutan di SM Bakiriang sekarang ini sudah banyak perambah liar.
Areal rencana kegiatan secara administratif termasuk dalam 4 (empat) wilayah kecamatan yaitu
Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan Kintom. Beberapa kegiatan lain yang telah ada di sekitar
rencana lokasi proyek yang berpotensi menimbulkan dampak pada rencana kegiatan proyek
atau sebaliknya, rencana kegiatan Pengembangan Gas Matindok berpotensi menimbulkan
dampak pada kegiatan lain yang telah ada yang relevan adalah sebagai berikut.
a. Pertambangan
Eksplorasi Migas
JOB PertaminaMedco E&P Tomori Sulawesi di Senoro dan sekitarnya telah melakukan
kegiatan eksplorasi migas, telah melakukan pemboran beberapa sumur. Oleh karena
lokasi kegiatannya berhimpitan, jenis kegiatannya sejenis dan pengelolannya dilakukan
juga oleh Pertamina, maka pemrakarsa akan melakukan koordinasi dan kerja sama saling
mengun-tungkan antara JOB Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi dengan Pertamina-
PPGM dalam melaksanakan kegiatan migas di wilayah tersebut. Kegiatan ini potensial
menyebabkan turunnya kualitas udara, meningkatkan kebisingan, turunnya kualitas air
permukaan, berkurangnya keanekaragaman flora-fauna, namun pada sisi yang lain,
kegiatan ini berperan positif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar melalui
berbagai kegiatan yang dapat diraih oleh penduduk lokal. Kedua kegiatan ini akan dapat
memberikan kumulatif dampak yang lebih besar terhadap kondisi lingkungan
disekitarnya.
Eksplorasi Nikel
Kegiatan pertambangan lain di sekitar lokasi kegiatan PPGM adalah nikel yang sejak 2
tahun lalu hingga saat ini masih dalam tahap eksplorasi. Lokasi pertambangan nikel
tersebar di 10 namun diantara lokasi-lokasi tersebut yang masuk dalam lingkup wilayah
studi adalah pertambangan nikel di Desa Batui, Tirtakencana dan Kamiwangi. Kegiatan ini
potensial menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya erosi, sedimentasi, turunnya
kualitas air permukaan dan berkurangnya keanekaragaman flora-fauna. Dampak positif
yang akan muncul adalah terbukanya kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan
adanya kenaikan pendapatan masyarakat yang nantinya bersama-sama PPGM diharapkan
secara signifikan akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
b. Perkebunan
Areal kerja perkebunan yang sebagian tanahnya akan terkena rencana pengembangan
Lapangan Gas Matindok, termasuk jaringan pipa transmisi merupakan lahan perkebunan
kelapa sawit yang dikelola oleh unit pengolahan milik PT Kirana Luwuk Sejati. Kegiatan
perkebunan ini telah berdampak terhadap terjadinya perubahan penggunaan/pemanfaatan
lahan yang sebelumnya merupakan kawasan hutan. Dampak yang lain adalah
berkurangnya keanekaragaman flora-fauna, peningkatan erosi, disamping adanya
peningkatan pendapatan masyarakat yang terlibat didalamnya. Dengan adanya kegiatan
Pengembangan Gas Matindok, bila tidak ada upaya pengelolaan yang baik, kondisi
lingkungan di sekitar kawasan perkebunan dapat semakin turun kualitasnya.
c. Pertanian
Kegiatan pertanian di sekitar lokasi Pengembangan Gas Matindok, khususnya lokasi sumur-
sumur pengembangan adalah areal padi sawah yang diusahakan sangat intensif yaitu 3 kali
setahun. Daerah ini merupakan kawasan lumbung padi untuk Kabupaten Banggai dengan
tingkat pendapatan/kesejahteraan masyarakat cukup baik. Namun selain itu terdapat
beberapa dampak negatif dari kegiatan pertanian ini, antara lain cenderung meningkatnya
penggunaan berbagai bahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida yang pada akhirnya
dapat berdampak negatif terhadap manusia dan lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu
berbagai upaya penyadaran perlu dilakukan agar penggunaan bahan agrokimia tidak terus
meningkat.
Kegiatan pemasangan jalur pipa gas yang memotong sistem irigasi persawahan baik teknis
maupun non teknis di wilayah Kecamatan Toili Barat, Toili dan Batui berpotensi akan
menimbulkan dampak negatif berupa perubahan sikap dan persepsi masyarakat terhadap
Pertamina-PPGM.
d. Tambak udang
Di kawasan Kecamatan Batui terdapat usaha budidaya tambak udang yang cukup intensif.
Kegiatan ini berperan dalam memberikan kontribusi penurunan kualitas air dan lahan di
sekitarnya sebagai akibat digunakannya berbagai pakan udang dan beraneka macam zat
pengatur tumbuh untuk merangsang perkembangan udang secara intensif.
Dengan adanya kegiatan Pengembangan Gas Matindok yang diantaranya potensial
menurunkan kualitas air, dikhawatirkan kegiatan budidaya tambak udang ini akan dapat
terkena dampaknya mengingat udang sangat peka terhadap perubahan kondisi lingkungan
di sekitarnya. Oleh sebab itu perlu adanya upaya pengelolaan sebaik-baiknya agar kegiatan
pengembangan gas ini seminimal mungkin berdampak terhadap lingkungan disekitarnya.
Kegiatan Pengembangan Lapangan Gas Matindok sekecil apapun akan dapat berdampak
negatif terhadap semakin turunnya keanekaragaman flora dan fauna didalamnya.
Kegiatan lain di sekitar lokasi rencana kegiatan ini tergambar dalam Gambar 2.2.
Bab- 3
RONA LINGKUNGAN HIDUP
3.1. GEOFISIK KIMIA
3.1.1. Iklim
Menurut klasifikasi ikllim Schmidt dan Ferguson, daerah Banggai bertipe iklim B, dengan nisbah
rata-rata jumlah bulan kering dan rata-rata jumlah bulan basah (Q) adalah 5, atau termasuk
wilayah cukup basah. Data curah hujan stasiun meterologi bandar Udara Bubung Luwuk
menunjukkan bahwa musim hujan berlangsung dari bulan Maret sampai Juli dengan jumlah
curah hujan berkisar dari 115 mm pada bulan Mei sampai 169 pada bulan Juli. Musim kemarau
berlangsung dari bulan Agustus sampai Februari, dengan curah hujan berkisar dari 41 mm pada
bulan Oktober sampai 85 mm pada bulan Desember. Hujan rata-rata tahunan daerah penelitian
adalah sebesar 1856,6 mm/tahun.
a. Kualitas udara
Untuk dapat mengetahui kualitas udara di wilayah studi diperlukan penelitian tentang
Kandungan SO2 , CO, NO2 , Oksidan (O3 ), debu TSP dan PM 10, relatif baik karena kadarnya
jauh di bawah baku mutu yang ditetapkan.
b. Kebisingan
Lokasi pengukuran kebisingan dilakukan pada jarak 25 meter dari permukiman terdekat.
Kondisi kebisingan di wilayah studi relatif baik (skala 4) dan sangat baik (skala 5).
Fisiografi daerah penelitian merupakan daerah dataran pantai yang memanjang dari Batui di
barat daya sampai dengan Kanohan di timur laut, dengan lebar dataran pantai antara 100
meter sampai dengan 1000 meter, terutama pada Tanjung Maoloh dan Tanjung Mondono, dan
dengan Selat Peleng di timur serta daerah perbukitan yang sejajar dengan garis pantai di barat
o
dengan ketinggian antara 50 450 meter. Kelerengan daerah ini berkisar antara 5 di daerah
o
datar sampai dengan 40 di daerah perbukitan.
Stratigrafi daerah penelitian, terdiri atas (dari yang berumur tua ke yang berumur muda):
Formasi Nambo (Jnm), Formasi Salodik (Tems), Formasi Poh (Tomp), Formasi Bongka (Tmpb),
Formasi Kintom (Tmpk), Satuan Terumbu Koral (Ql), dan Satuan Aluvium (Qa).
Struktur geologi daerah penelitian ditandai dengan pengangkatan akibat tumbukan antara
Pulau Sulawesi dengan kontinen mikro Banggai-Sula dari sebelah timur. Struktur geologi yang
berada di lengan timur Pulau Sulawesi terutama sesar naik, sesar dan perlipatan yang sejajar
dengan arah pantai di samping terdapat beberapa sesar geser yang menyilang terhadap garis
pantai. Secara garis besar, sesar-sesar ataupun perlipatan tersebut akan tampak jelas pada
Formasi Bongka atau formasi-formasi yang lebih tua tetapi tidak begitu tampak pada Satuan
Terumbu Koral ataupun Satuan Aluvium yang berumur Kuarter.
3.1.4. Hidrologi
Pada wilayah studi terdapat beberapa sungai besar yang mengalir sepanjang tahun berurutan
dari barat daya ke timur laut yaitu S. Toili, S. Sinorang, S. Kayowa/Matindok, S. Bakung, S.
Batui, S. Omolu, S. Tangkiang dan S. Kintom.
Sedikit dijumpai rawa permanen kecuali rawa belakang (back swamp) di Suaka Margasatwa
Bakiriang. Sistem drainase dan jaringan irigasi persawahan di Kecamatan batui dan Toili teratur
dan tertata dengan baik, bahkan jaringan atau saluran-saluran irigai tersier dibangun sesuai
dengan aturan irigasi teknis dan setengah teknis.
1. Kualitas Air
a. Kualitas airtanah
Kualitas airtanah (air sumur) yang dipakai penduduk di sekitar lokasi rencana kegiatan
kualitasnya baik yang ditandai dengan tidak adanya parameter kualitas air yang
melebihi ambang batas baku mutu yang disyaratkan.
b. Kualitas air laut
Kualtias air laut di beberapa lokasi sekitar rencana kegiatan mempunyai kualitas yang
relatif baik, namun beberapa parameter melebihi ambang batas baku mutu yaitu
sulfide, cadmium, tembaga dan timbal.
c. Kualitas air sungai
Kualitas air sungai di sekitar rencana kegiatan relatif masih baik, hanya parameter
minyak dan lemak yang kadarnya melebihi baku mutu.
2. Kuantitas Air
a. Kuantitas/debit air sungai
Sifat semua aliran sungai tersebut tersebut adalah permanent dengan debit harian yang
tinggi.
b. Debit aliran permukaan
3
Debit aliran air permukaan di wilayah studi adalah 22,8134 m /detik.
c. Kuantitas air tanah
Keberadaan air tanah suatu daerah sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan
karakteristik formasi geologi daerah yang bersangkutan. Daerah penelitian tersusun
dari beberapa formasi batuan, yaitu: Formasi Batuan Volkanik Tua, Volkanik Recent,
Batu Gamping dan Sedimen Napal. Formasi-formasi tersebut mempunyai kemampuan
untuk imbuh air tanah dari hujan yang terjadi dengan kecepatan yang berbeda. Potensi
air tanah dalam tahunan adalah sebesar 387 x 106 m 3/tahun atau 1,06 x 10 6/hari.
a. Bathimetri
Kedalaman perairan di sekitar lokasi rencana kegiatan adalah 20 m dicapai pada jarak
kurang lebih 50 m hingga 100 m dari garis pantai. Jarak 100 m dari garis pantai kedalaman
laut relatif curam dengan kedalaman mencapai 100 m. Topografi garis pantai sepanjang
lokasi studi secara umum landai.
b. Pasang surut
Pasang surut di perairan pantai calon lokasi kilang dan Pelabuhan Khusus mempunyai fase
dan tinggi yang hampir sama. Beda tinggi air pasang dan air surut berkisar antara 100
sampai 120 cm. Tipe pasang surut daerah tersebut adalah semidiurnal dengan dua kali
pasang dan dua kali surut dalam satu hari.
c. Gelombang
Kondisi gelombang di lokasi studi relatif kecil dan sangat tenang. Gelombang terlihat
antara 0,1 m sampai 0,5 m terjadi di sekitar sore hari. Gelombang maksimum terjadi
sebesar 1.5 m. Gelombang tersebut terjadi pada saat angin musim Timur dan Tenggara
atau terjadi pada bulan April sampai bulan Agustus.
d. Arus
Secara umum arus di daerah studi relatif kecil berkisar antara 0,1 sampai 0,9 m/detik.
e. Sedimentasi melayang dan sedimentasi pantai
Kondisi sedimen melayang di lokasi studi secara umum terlihat sangat jernih yang berarti
tidak mengandung sedimen. Pada sedimen pantai terlihat adanya pasir halus yang
mengandung lempung. Diduga sedimen tersebut merupakan endapan dari sungai. Untuk
daerah Sekitar Tanjung Batui dijumpai sedimen berupa pasir kasar.
a. Tata ruang
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Sulawesi Tengah tahun 2000 sampai
dengan tahun 2004 (Perda No 2 Tahun 2004) telah memberikan arahan pemanfaatan
kawasan, baik kawasan lindung maupun kawasan budidaya. Untuk kawasan budidaya
pertambangan dideliniasikan pada kawasan yang terindentifikasi mengandung bahan
tambang.
Berdasakan RTRWP tersebut, maka wilayah studi yang terletak di Kecamatan Batui telah
direncanakan untuk kawasan pertambangan minyak dan gas bumi, sehingga rencana
kegiatan sudah sesuai dengan RTRWP yang ada.
Dalam skala kabupaten berdasarkan Hasil Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Banggai Tahun 2003-20013 (Bappeda Kab. Banggai, 2003) menunjukkan bahwa
wilayah rencana kegiatan yaitu Kecamatan Toili Barat, Toili, Batui dan Kintom termasuk
dalam Wilayah Pengembangan Selatan
b. Penggunaan lahan
Pemanfaatan lahan yang telah ada di sekitar areal rencana kegiatan antara lain adalah jalan
provinsi yang menghubungkan Luwuk dengan Baturube dan sekitarnya. Sepanjang jalan
tersebut terdapat konsentrasi pemukiman penduduk, pertanian, perkebunan rakyat,
perkebunan besar, areal transmigrasi di Toili dan Toili Barat dan pertambangan migas yang
dikelola oleh JOB Medco E & P Tomori Sulawesi. Di daerah sekitar lapangan pengambang
terdapat daerah konservasi Suaka Margasatwa Bakiriang dan sebelah selatan berbatasan
dengan perairan Selat Peleng.
Berdasarkan Peta Penggunaan Lahan Daerah Penelitian, luas masing-masing jenis
penggunaan lahan adalah: belukar 1.908,21 Ha, beting karang 291,54 Ha, permukiman
1.871,29 Ha, hutan 17.094,65, perkebunan 4.385,02, sawah, 8.895,36, sawah tadah hujan
1.373,57 Ha, tegalan/ladang 7.196,87 Ha dan hutan suaka 271,50 Ha.
c. Tanah
1. Kesuburan tanah
Kelompok satuan tanah yang ada adalah kelompok Aluvial, Regosol, Litosol, Latosol,
Grumusol, dan Lateritik. Dataran Aluvial di wilayah studi tergolong subur dan sangat
sesuai untuk daerah persawahan.
Regosol di sekitar daerah PPGM berkembang di tepian pantai dengan luasan yang
relatif sempit. Pada umumnya Regosol di dataran pantai tidak produktif karena terlalu
porus yang diakibatkan oleh tekstur tanahnya yang pasiran. Tanah regosol tidak
dimanfaatkan sebagai daerah pertanian di daerah ini mengingat tingkat kesuburan
yang sangat rendah dan luasannya yang sempit.
Litosol merupakan tanah yang tipis dengan solum < 50 cm dan mengalami kontak
langsung dengan batuan induk yang keras yang ada di bawahnya. Berdasarkan analisis
laboratorium, daerah perbukitan ini memiliki tanah yang cenderung masam (pH H2 O
5,42) sedangkan pada daerah lembah memiliki pH mencapai 5,96 (agak masam).
Dengan demikian tingkat keasaman tanah menjadi faktor pembatas dalam tingkat
kesuburan tanah daerah ini, dan dapat disimpulkan bahwa tingkat kesuburan tanah
jenis Litosol ini adalah rendah.
Latosol terdapat di kompleks Maleoraja dan Matindok dengan batuan induk berupa
batupasir dan konglomerat. Latosol merupakan tanah yang potensial untuk
pengembangan pertanian, namun juga menyimpan potensi erosi yang besar sebagai
akibat dari posisinya pada lereng-lereng perbukitan dan pegunungan.
Grumusol merupakan tanah lempungan yang mempunyai daya kembang kerut
(swelling and shrinking) tinggi sebagai akibat dari adanya tipe lempung smectite.
Persebaran Grumusol di daerah kajian terdapat di kompleks perbukitan Sukamaju.
Batuan induk daerah ini adalah batu napal dan lanau dengan kadar Ca yang tinggi.
Kondisi tersebut mengakibatkan reaksi tanah dalam suasana basa. Kandungan bahan
organik sangat rendah (0,6%) diakibatkan proses erosi yang intensif.
2. Erosi tanah
Besarnya erosi tanah di wilayah studi sebelum adanya kegiatan adalah 3.872,18
ton/ha/th. Nilai erosi pada rona awal untuk tanah di wilayah Minahaki yang
penggunaan lahannya semak masuk kategori sedang dengan skala kualitas lingkungan
sedang (skala 3).
3.1.7. Transportasi
a. Kelancaran lalulintas
Tingkat kelancaran lalulintas di wilayah studi tergolong sangat baik atau sangat lancar.
b. Jaringan jalan
Penggal Kintom-Batui memiliki per-kerasan yang masih baik dengan lebar 4,5 meter. Jenis
perkerasan yang digunakan adalah Lapis Penetrasi Makadam dengan lapis aus Latasir.
Pada penggal jalan yang menghubungkan BatuiToili-Toili Barat, terdapat adanya
kerusakan jalan (berlubang/ bergelombang). Kerusakan ini disebabkan adanya genangan
air pada daerah yang rendah, sehingga sering terendam.
c. Kondisi jembatan
Kondisi jembatan yang menghubungkan Kota Luwuk sampai dengan Toili Barat, umumnya
sudah cukup memadai. Konstruksi jembatan yang digunakan memiliki dua tipe, yaitu
menggunakan rangka baja dan gelagar beton.
Komunitas burung di dalam wilayah studi cukup banyak, ada sekitar 42 jenis burung yang
ditemukan dan kemungkinan masih banyak jenis burung yang tidak teramati. Jenis burung
yang frekuensinya paling sering dijumpai di semua lokasi pengamatan adalah burung cabe
(Dicaeum celebicum). Srigunting (Dicrurus montanus), Tekukur (Streptopelia chinensis), Gagak
(Corvus macrorhynchos) dan burung kacamata (Zosterops consobrinorum) .
Dari beberapa jenis yang ada, jenis burung yang termasuk dilindungi antara lain yaitu :
burung kipasan (Rhidipura teysmanni), trinil (Tringa totamus) , elang ( Haliastur indus; Spilornis
rufipectus), raja udang (Alcedo meninting; Alcedo atthis; Alcedo coerulescens; Amaurornis
phoenicuru) dan pecuk ular (Anhinga melanogaster). Umumnya burung-burung tersebut
ditemukan di daerah sumur gas sekitar perairan, tepi sungai, pantai sekitar mangrove/bakau
dan hutan terbuka.
Sementara itu jenis mamalia yang ada di wilayah studi antara lain Macaca nigra, Macrogalida
musschenbroeckii, Prosciurillus murinus, Rubrisciurus sp, Sus celebensis dan Tarsius
pelengensis. Jenis reptilia yang ada di sekitar lokasi kegiatan antara lain Ahaetulla prasina,
Boiga dendrophila, Crocodillus porosus, Eutropis sp, Python sp. Jenis-jenis tersebut terutama
ditemukan di sekitar lokasi Suaka Margasatwa Bakiriang, hutan lindung dan muara sungai.
Sementara itu pengamatan terhadap hewan budidaya di sekitar lokasi kegiatan, menunjukkan
bahwa kegiatan budidaya hewan umumnya dilakukan dalam skala kecil. Usaha ternak yang
diusahakan masyarakat masih bersifat sebagai usaha sampingan. Beberapa jenis hewan yang
dibudidayakan masyarakat sekitar lokasi kegiatan terutama daerah yang dekat wilayah
pemukiman yaitu sumur gas di daerah Uso dan sekitar Trunk Line Desa Argakencana antara
lain ayam, kambing dan sapi.
Secara umum kondisi fauna di area kegiatan baik, dikategorikan mempunyai skala kualitas
lingkungan skala 4.
Anabaena, Nitzschia, Oscilatoria, dan Spirogyra yang biasa hidup pada perairan yang
tercemar. Berdasarkan indeks diversitas menurut Shannon Wiener, kondisi perairan
tersebut tercemar sehingga kondisi komunitas plankton sangat tidak mantap (skala 2).
2. Benthos
Pada lokasi pantai sekitar lokasi kegiatan menunjukkan kelimpahan jenis benthos masih
2
cukup tinggi dengan rata-rata kerapatan benthos per m sekitar 245 individu. Sebagian
besar yang ditemukan merupakan kelompok gastropoda dan insecta masing-masing
terdiri dari 6 familia. Kelompok lainnya adalah kelas turbellaria.
Berdasarkan pada kondisi kelimpahan dan keanekaragaman biota laut terutama
benthos, kualitas lingkungan di sekitar perairan lokasi kegiatan dapat dikategorikan
tercemar sedang (skala 2).
3. Ikan
Kabupaten Banggai memiliki sumberdaya ikan laut yang cukup besar. Potensi perikapan
tangkap di Kabupaten Banggai tahun 2004 diperkirakan mencapai 48.627,1 ton
pertahun yang terdiri dari ikan pelagis 39.387,9 ton dan jenis ikan demersal sebesar
9.239,2 ton. Jenis ikan yang ada kebanyakan nilai ekonominya tinggi, seperti ikan
tenggiri, tunal, kakap, cakalang, dsb. Namun demikian beberapa jenis ikan yang
bernilai ekonomi sedang, juga cukup melimpah seperti ikan teri, tigawaja, dan
rajungan.
Sementara itu potensi perikanan budidaya, baik budidaya tambak maupun budidaya
perikanan air tawar cukup banyak. Di Kecamatan Batui, pemanfaatan lahan tambak
banyak dibudidayakan udang windu, di Kecamatan Luwuk dan Toili diusahakan udang
windu dan bandeng. Potensi lahan budaya air tawar dilakukan di kolam, umumnya jenis
ikan yang dibudidayakan adalah ikan mas dan nila.
Berdasarkan keanekaragaman dan produksi perikanan di sekitar lokasi rencana
kegiatan, maka secara umum kualitas lingkungan di wilayah tersebut dikategorikan
cukup baik (skala 3).
4. Terumbu Karang
Hasil survey yang dilakukan Tahun 2005, secara umum terumbu karang di Desa Batui
berada dalam kategori buruk yaitu sebesar 9,9% pada kedalaman 10 m dan 3,4% pada
kedalaman 3 m. (Survey Potensi Sumber Daya Ikan di Kabupaten Banggai Sulawesi
Tengah, 2005).
Sementara itu hasil pengamatan di lapangan (2006) menunjukkan bahwa tipe terumbu
karang di wilayah studi merupakan terumbu karang tepi (fringging reef) dengan tingkat
kepadatan sangat rendah yaitu hanya berkisar 10% menutupi areal pengamatan. Dari
10% tutupan tersebut terdiri dari coral masive 4%, Acropora encrusting 1%, Acropora
submasive 4% dan sisanya terdiri dari soft coral dan sponge 1%.
diperdagangkan antara lain adalah bungkil kopra sebanyak 21.681 ton, minyak kelapa
sebanyak 13.650 ton, dan rotan sebesar 2.177 ton.
Realisasi perdagangan bahan pokok/penting lainnya yang terbesar di Kabupaten
Banggai adalah semen yang mencapai 46.235 ton, diikuti minyak sebesar 8.531 ton
dan pupuk sebanyak 3.446 ton. Sementara itu realisasi ekspor yang paling menonjol
adalah udang beku sebanyak 1.130.000 ton, kopra 20.806.542 ton dan ganggang laut
kering sebanyak 250.310 ton.
Secara umum di wilayah Kecamatan Toili terdapat paling paling banyak fasilitas
perdagangan yakni sekitar 36,90% dari total fasilitas perdagangan di wilayah studi. Hal
ini menggambarkan bahwa Kecamatan Toili paling potensial aktivitas perdagangannya
yang secara tidak langsung juga menggambarkan kondisi perekonomian secara umum
relatif paling baik dibandingkan kecamatan lainnya.
3) Fasilitas Keuangan
Fasilitas keuangan yang ada di wilayah studi meliputi koperasi dan bank. Jenis koperasi
yang dominan terdapat di wilayah studi adalah Koperasi Unit Desa (KUD).
f. Ekonomi Sumberdaya Alam
1) Penggunaan lahan
Penggunaan lahan di 4 kecamatan wilayah studi yang paling dominan adalah untuk
perkebunan yakni seluas 16.423,85 Ha atau sekitar 4,23% dari total luas lahan yang
ada. Penggunaan terluas kedua adalah untuk tegal atau kebun masyarakat yakni
sekitar 3,83% dan yang ketiga adalah untuk sawah yaitu seluas 3,74% yang terdiri atas
sawah beririgasi seluas 2,80% dan sawah tadah hujan seluas 0,94%. Penggunaan
lahan untuk bangunan dan permukiman baru sekitar 1,39% dan lahan yang tidak atau
belum diusahakan seluas 61,74% terhadap total luas lahan yang ada. Mengingat bahwa
penggunaan lahan yang ada di wilayah studi umumnya untuk pengusahaan pertanian,
perikanan dan perkebunan dengan luasan sekitar 12% yang relatif masih
memperhatikan faktor konservasi lahan, maka berdasarkan baku kualitas lingkungan
penggunaan lahan yang ada termasuk dalam kriteria baik atau mempunyai skala 4.
2) Produksi pertanian
Tanaman pangan
Komoditas potensial yang dihasilkan wilayah studi adalah padi sawah, padi ladang,
jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Toili merupakan wilayah yang paling potensial
menghasilkan komoditas pangan tersebut dibandingkan dengan 3 kecamatan
lainnya. Produksi padi sawah dari Toili adalah 56,77% dari total produksi padi
sawah di wilayah studi.
Dilihat dari tingkat kabupaten, sumbangan wilayah studi terhadap cadangan padi
sawah selama tahun 2005 adalah sebesar 59,40%. Toili yang merupakan wilayah
pertanian hasil pengembangan program transmigrasi mampu menyumbang sekitar
33,72% dari total produksi padi sawah Kabupaten Banggai. Sementara itu
sumbangan wilayah studi terhadap produksi padi ladang di tingkat kabupaten
adalah sebesar 24,14%, untuk jagung sebesar 8,75%, ubi kayu 7,11%, ubi jalar
7,48%, kedelai 37,88% dan kacang tanah sebesar 3,56%.
Dilihat dari produktivitasnya, untuk padi sawah rata-rata adalah 2,57 ton/ha dan
untuk padai ladang 0,15 ton/ha. Produktivitas komoditas yang diusahakan di tegal/
kebun adalah jagung (0,04 ton/ha), kedelai (0,029 ton/ha), ubi kayu (0,027 ton/ha)
dan kacang tanah 0,007 ton/ha. Dengan demikian nampak bahwa secara umum
produktivitas lahan di wilayah studi tergolong rendah.
Tanaman sayuran
Secara umum produksi sayuran selama tahun 2005 meningkat bila dibandingkan
dengan tahun 2004.
Komoditas sayuran lain yang cukup menonjol adalah petsai dengan produksi sekitar
26,82% terhadap total produksi kabupaten, sementara itu untuk cabai dan tomat
masing-masing adalah 3,89%, dan untuk kacang panjang sebesar 12,19%.
Tanaman buah-buahan
Jenis buah-buahan yang banyak dihasilkan di wilayah studi adalah pisang, mangga,
pepaya, nangka dan durian.
Produksi pisang dari wilayah studi memberikan kontribusi sebesar 7,75% terhadap
total produksi pisang di tingkat kabupaten, sementara itu untuk mangga adalah
1,57%, pepaya 5,07%, nangka 60,38% dan durian sebesar 0,50%.
Tanaman perkebunan
Produksi berbagai jenis komoditas perkebunan selama tahun 2005 meningkat
sekitar 15-26% dibandingkan tahun 2004. Jenis tanaman perkebunan rakyat yang
banyak diusahakan di wilayah studi adalah kelapa, kakao, kopi, cengkeh, jambu
mete, dan kemiri.
Sumbangan produksi kelapa dari wilayah studi terhadap total produksi di tingkat
kabupaten adalah 7,78%, untuk kakao 12,63%, jambu mete 9,26%, kemiri 4,68,
cengkeh 0,65% dan kopi sebesar 7,08%.
Peternakan
Jenis-jenis ternak yang diusahakan masyarakat di wilayah studi meliputi ternak
besar khususnya sapi, ternak kecil yaitu kambing dan babi dan unggas yang
meliputi ayam kampung dan itik.
Sumbangan wilayah studi terhadap total produksi sapi di tingkat kabupaten adalah
32,90%, untuk kambing 10,80%, babi 23,67%, ayam kampung 32,67% dan untuk
itik adalah sebesar 29,84%.
Perikanan
Jenis perikanan yang dikembangkan di wilayah studi meliputi perikanan laut,
perikanan kolam, tambak udang dan perairan umum.
b. Proses sosial
Jenis kegiatan bersama yang paling banyak dilakukan oleh responden adalah meningkatkan
pengetahuan agama (32,13%), kegiatan ormas, arisan dan saling tukar informasi atau
berita. Selain kerja sama warga masyarakat dalam berbagai aktivitas sehari-hari, begitu
pula yang terjadi sebaliknya yaitu adanya konflik, meskipun secara umum responden
menyatakan relatif kecil adanya konflik di wilayah sekitar tempat tinggal mereka yaitu
hanya sekitar 22,92%. Menurut pendapat responden, apabila terjadi konflik umumnya
terkait dengan masalah pemuda/remaja (41,66%), masalah keluarga (25%), masalah
tanah (16,67%), dan perselisihan antar kampung atau suku masing-masing dengan
persentase sebesar 8,33%. Namun berbagai konflik yang ada tersebut pada umumnya
dapat diselesaikan dengan baik.
c. Pelapisan sosial
Pelapisan sosial di wilayah studi tercermin dari pendapat masyarakat yang menganggap
pengurus administrasi wilayah/pamong desa merupakan orang yang dituakan (dalam level
tinggi) di lingkungan tempat tinggal dan strata di bawahnya adalah pemuka agama.
Penguasa adat/keturunan bangsawan dan orang yang terpandang secara materi saat ini
tidak secara otomatis menjadi tokoh yang dapat dituakan atau dianggap berpengaruh oleh
semua kelompok masyarakat, tetapi pihak-pihak yang mau bekerjasama dan peduli
terhadap kepentingan masyarakatlah yang akan ditokohkan oleh masyarakat.
Sekitar 68,80% responden menyatakan bahwa ketika sakit akan berobat melalui fasilitas
kesehatan yang ada yaitu Puskesmas/Rumah Sakit ataupun dokter, sekitar 21,3%
responden berobat ke tenaga medis dan paramedis, dan lainnya dengan cara mengobati
sendiri diantaranya dengan minum obat bebas.
c. Sumberdaya kesehatan
Upaya pemeliharaan dan atau peningkatan kesehatan masyarakat di 4 Kecamatan wilayah
studi selama ini dilayani oleh 6 buah Puskesmas, 32 Puskesmas Pembantu dan fasilitas
kesehatan lain seperti polindes dan toko obat. Persentase jumlah Puskesmas yang ada di
wilayah studi mencapai 21,42% dari jumlah total Puskesmas yang ada di Kabupaten
Banggai. Tenaga medis yang ada meliputi dokter umum dan dokter gigi sebanyak 11 orang,
namun untuk dokter spesialis hingga diadakan survei belum ada. Tenaga paramedis
meliputi perawat sebanyak 78 orang dan bidan 64 orang. Jika dibandingkan dengan
keberadaan tenaga kesehatan tingkat kabupaten dengan jumlah dokter 28 orang, maka
keberadaan tenaga medis di wilayah studi mencapai 39,28% yang tersebar di 4 kecamatan
wilayah studi, perawat dan bidan sebanyak 17,60% dari jumlah total perawat dan bidan
yang ada di Kabupaten Banggai.
Dilihat tingkat pelayanan tenaga medis serta paramedis terhadap total penduduk di 4
kecamatan wilayah studi adalah: Puskesmas dan Puskesmas Pembantu 1:2.622, dokter
1:9.060, bidan 1:5.566 dan perawat 1:1.557. Hal ini mengandung arti bahwa setiap
keberadaan puskesmas dan puskesmas pembantu harus melayani penduduk sebanyak
2.622, setiap dokter harus melayani penduduk sebanyak 9.060 orang, dan setiap perawat
harus melayani penduduk sebanyak 1.557 orang.
Dengan demikian berdasarkan kriteria kualitas lingkungan, kondisi pelayanan kesehatan di
wilayah studi tergolong sedang (skala 3).
Penduduk di wilayah studi pada umumnya sudah memiliki jamban keluarga untuk keperluan
buang air besar keluarga, sekitar 74,60% responden menyatakan melakukan buang air
besar di WC keluarga. Sementara itu penduduk yang melakukan buang air besar di WC
umum sebanyak 5,40% dan 16,2% responden melakukan buang air besar di sungai atau di
WC alam, dengan alasan masih cukup area hutan dan jarang penduduknya.
Bab- 4
RUANG LINGKUP STUDI
4.1. EVALUASI DAMPAK POTENSIAL
4.1.1. Bagian Hulu
4. Pasca Operasi
a. penutupan sumur
b. penghentian operasi produksi gas
c. pembongkaran dan demobilisai peralatan
d. revegetasi
e. penglepasan tenaga kerja.
B. Dampak Potensial
1. Perubahan iklim mikro
2. Penurunan kualitas udara ambient
3. Terjadinya kebisingan
4. Perubahan sifat tanah
5. Terjadinya erosi tanah
6. Gangguan sistem irigasi dan drainase
7. Perubahan kuantitas air permukaan (air sungai)
8. Penurunan kualitas air permukaan
9. Penurunan kualitas air laut
10. Penurunan kuantitas air tanah dangkal
11. Penurunan kuantitas air tanah dalam
12. Gangguan transportasi jalan darat
13. Gangguan vegetasi
14. Gangguan satwa
15. Gangguan biota air tawar
16. Gangguan biota air laut
17. Peningkatan keanekaragaman dan kerapatan vegetasi
18. Peningkatan keanekaragaman dan kelimpahan satwa
19. Perubahan kependudukan
20. Perubahan pola kepemilikan lahan
21. Peningkatan pendapatan masyarakat
22. Adanya kesempatan berusaha
23. Penurunan kesempatan berusaha
24. Gangguan proses social
25. Pelapisan social
26. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
27. Penurunan sanitasi lingkungan
28. Penurunan tingkat kesehatan masyarakat
b. Konstruksi
1. Perubahan Kualitas udara ambien (debu dan gas)
2. Terjadi kebisingan
3. Terjadi erosi tanah
4. Gangguan sistem irigasi dan drainase
5. Gangguan kelancaran lalulintas
6. Gangguan keselamatan berlalulintas
7. Kerusakan jalan dan jembatan
8. Penurunan kualitas air permukaan
9. Penurunan kualitas air laut
10. Gangguan vegetasi
11. Gangguan satwa
12. Gangguan biota air tawar
13. Gangguan biota air laut
14. Peningkatan pendapatan masyarakat
15. Adanya kesempatan berusaha
16. Gangguan proses sosial
17. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
18. Penurunan kualitas sanitasi lingkungan
c. Operasi:
1. Penurunan kualitas udara ambien (debu dan gas)
2. Peningkatan kebisingan
3. Penurunan kualitas air permukaan
4. Penurunan kualitas air laut
5. Gangguan keselamatan berlalulintas
6. Kerusakan jalan dan jembatan
7. Gangguan biota air tawar
8. Perubahan kependudukan
9. Peningkatan pendapatan masyarakat
10. Adanya kesempatan berusaha
11. Gangguan proses sosial
12. Munculnya pelapisan sosial
13. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
14. Penurunan kualitas sanitasi lingkungan
15. Penurunan tingkat kesehatan masyarakat
d. Pasca Operasi:
1. Peningkatan kualitas udara ambien
2. Penurunan kebisingan
3. Peningkatan kualitas air permukaan
4. Peningkatan kualitas air laut
5. Gangguan keselamatan berlalulintas
6. Kerusakan jalan dan jembatan
7. Peningkatan keanekaragaman dan kerapatan vegetasi
8. Peningkatan keanekaragaman dan kelimpahan satwa
9. Penurunan pendapatan masyarakat
10. Penurunan kesempatan berusaha
11. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
Gambar 4.2.
Bagan Alir Dampak Hipotetik Kegiatan Hulu Proyek Pengembangan Gas Matindok
Keterangan:
A. Tahap Prakonstruksi C. Tahap Operasi
1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh 1. Penerimaan tenaga kerja
2. Penerimaan tenaga kerja 2. Pemboran sumur pengembangan
3. Operasi produksi di GPF
B. Tahap Konstruksi 4. Penyaluran gas melalui pipa
1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan 5. Pengangkutan kondensat dan sulfur dengan transport darat
2. Pembukaan dan pematangan lahan 6. Pemeliharaan fasilitas produksi
3. Konstruksi BS dan GPF
4. Pemasangan pipa penyalur gas D. Tahap Pasca Operasi
Alternatif -1, sejajar di sisi jalan raya Luwuk Morowali 1. Penutupan sumur
Alternatif -2, secara Horizontal Directional Drilling (HDD) 2. Penghentian operasi produksi gas
Alternatif -3, dipasang di dasar laut dekat pantai 3. Pembongkaran dan demobilisasi peralatan
5. Penglepasan tenaga kerja 4. Revegetasi
5. Penglepasan tenaga kerja
= dampak negatif
Keterangan:
+ = dampak positif
B. Dampak Potensial
1. Perubahan iklim mikro
2. Penurunan kualitas udara ambien
3. Terjadinya kebisingan
4. Perubahan sifat tanah
5. Terjadinya erosi tanah
6. Gangguan debit air sungai
7. Penurunan kualitas air permukaan
8. Penurunan kualitas air laut
9. Penurunan kuantitas air tanah dangkal
10. Penurunan kuantitas air tanah dalam
11. Gangguan transportasi jalan darat
12. Gangguan keselamatan pelayaran
13. Gangguan vegetasi
14. Gangguan satwa
15. Gangguan biota air laut
16. Peningkatan keanekaragaman dan kerapatan vegetasi
17. Peningkatan keanekaragaman dan kelimpahan satwa
b. Konstruksi
1. Penurunan kualitas udara ambien (debu dan gas)
2. Terjadi kebisingan
3. Gangguan kelancaran lalulintas
4. Gangguan keselamatan berlalulintas
5. Kerusakan jalan dan jembatan
6. Penurunan kualitas air permukaan
7. Penurunan kualitas air laut
8. Gangguan vegetasi
9. Gangguan satwa
10. Gangguan biota air laut
11. Peningkatan pendapatan masyarakat
12. Terbukanya kesempatan berusaha
13. Gangguan proses sosial
14. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
15. Penurunan kualitas sanitasi lingkungan
16. Penurunan tingkat kesehatan masyarakat
c. Operasi
1. Penurunan kualitas udara ambien (debu dan gas)
2. Peningkatan kebisingan
d. Pasca Operasi
1. Peningkatan kualitas udara ambien
2. Penurunan kebisingan
3. Peningkatan kualitas air permukaan
4. Peningkatan kualitas air laut
5. Gangguan keselamatan berlalulintas
6. Kerusakan jalan dan jembatan
7. Peningkatan keanekaragaman dan kerapatan vegetasi
8. Peningkatan keanekaragaman dan kelimpahan satwa
9. Penurunan pendapatan masyarakat
10. Hilangnya kesempatan berusaha
11. Perubahan sikap dan persepsi masyarakat
12. Penurunan kualitas sanitasi lingkungan
Gambar 4.4.
Bagan Alir Dampak Hipotetik Kegiatan Hulu Proyek Pengembangan Gas Matindok
Keterangan:
A. Tahap Prakonstruksi C. Tahap Operasi
1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh 1. Penerimaan tenaga kerja
2. Penerimaan tenaga kerja 2. Operasional Kilang LNG, Pelabuhan Khusus dan fasilitas
pendukungnya
B. Tahap Konstruksi 3. Pemeliharaan fasilitas produksi
1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan
2. Pembukaan dan pematangan lahan D. Tahap Pasca Operasi
3. Konstruksi komplek Kilang LNG dan Pelabuhan 1. Penghentian operasi Kilang LNG
Khusus 2. Pembongkaran dan demobilisasi peralatan (kilang dan Pelabuhan
Alternatif -1, Desa Uso, Kecamatan Batui Khusus)
Alternatif -2, Desa Padang, Kecamatan Kintom 3. Revegetasi
4. Penglepasan tenaga kerja 4. Penglepasan tenaga kerja
A. Batas Kegiatan
Batas tapak proyek adalah ruang atau lahan di mana suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan akan melakukan kegiatan prakonstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi.
Penentuan batas kegiatan didasarkan pada rencana pengembangan gas Matindok di
Lapangan Donggi, Minahaki, Sukamaju, Matindok dan Maleo Raja; pemasangan pipa dan
pembangunan LNG Plant termasuk fasilitas pelabuhan khusus. Tapak lahan yang diperlukan
untuk pembangunan fasilitas manifold station di tiga lokasi yaitu adalah lebih kurang 3 x
masing-masing lokasi 1 ha (3 ha); untuk pembangunan BS di tiga lokasi seluas 30 ha; jalur
pipa flowline di lima lokasi tersebut adalah membutuhkan lahan 8 meter lebar x 35
kilometer panjang flowline (14 ha); Kompleks Kilang LNG, Pelabuhan Khusus dan fasilitas
pendukung seluas lebih kurang 300 ha (dengan alternatif lokasi di Uso atau di Padang);
dan sistem pemipaan gas 20 meter lebar x 60 km panjang pipa (120 ha). Lokasi ini perlu
dipersiapkan sebelum pemboran sumur-sumur pengembangan, yaitu dengan pembuatan
jalan masuk lokasi (pembuatan jalan baru dan peningkatan jalan yang sudah ada) dengan
panjang kumulatif dari semua sumur 15 km dengan lebar 6 8 m (sekitar 60 ha). Jadi
luas lahan yang diperlukan untuk tapak proyek sekitar 595 ha. Lahan yang dipergunakan
akan menggunakan lahan milik masyarakat atau lainnya. Pelaksanaan pengadaan lahan
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
B. Batas Ekologis
Dalam studi ini batas ekologis meliputi lokasi-lokasi lapangan gas, jalur pipa (darat dan
laut) dan fasilitas Kilang LNG serta wilayah di luarnya yang diperkirakan merupakan daerah
sebaran dampak. Daerah-daerah tersebut terdiri dari area lahan basah berupa persawahan,
daerah perkebunan, hutan dan aliran air tawar dan air laut serta pemukiman penduduk.
Sebaran debu diperkirakan menyebar sejauh 200 m dari kiri-kanan pipa dan lokasi kegiatan
lainnya. Sebaran dampak melalui aliran air diperkirakan tidak akan lebih dari 1 km ke arah
hilir dari saluran air termasuk sungai yang terpotong jalur pipa dan dari pipa pembuangan
limbah cair dari fasilitas produksi gas dan LNG; dan penyebaran dampak melalui aliran air
laut tidak akan lebih dari 2 km dari sekitar Pelabuhan Khusus fasilitas Kilang LNG.
Penyebaran kebisingan dan emisi gas dari proses produksi gas dan LNG dari fasilitas
produksi gas (BS) di di Donggi dan Matindok serta Kilang LNG di Batui atau Kintom diduga
tidak akan melebihi penyebaran debu dan aliran air. Sementara dampak terhadap satwa di
SM Bakiriang tidak akan melebihi 3 km kanan kiri pipa yang melewati kawasan konservasi
tersebut. Untuk batas ekologis di laut: umumnya digunakan kecepatan arus dalam 1 jam;
sehingga jarak batas ekologis ke arah laut dari daratan adalah: 3600 x 0,9 = 3140 m (
3,5 km).
C. Batas Sosial
Batas sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan yang merupakan berlangsungnya
berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan
(struktur sosial), sesuai dengan dinamika kelompok masyarakat yang diprakirakan
terpengaruh akibat kegiatan Pengembangan Gas Matindok. Justifikasi batas sosial adalah
adanya interaksi masyarakat dengan adanya kegiatan pembebasan lahan untuk tapak MS,
BS, pipa dan Kilang LNG; pemasangan jalur pipa, pembangunan BS dan pembangunan
Kilang LNG serta mobilisasi dan demobilisasi alat/bahan/ personil. Desa yang menjadi batas
sosial disajikan pada Tabel 4.3.
D. Batas Administrasi
Batas administrasi adalah wilayah desa/kelurahan dimana kegiatan proyek berlangsung,
seperti disajikan pada Tabel 4.4.
Mobilisasi dan
Tapak Tapak
Jalur Tapak Tapak demobilisasi peralatan,
No Nama No Nama Block Kilang
pipa sumur MS material dan tenaga
Station LNG
kerja
1 Padang V V* V
1. Kintom 2 Tangkiang V V
3 Kalolos v v
2. Batui 4 Uso V V** V
5 Honbola V
6 Lamo V V
7 Balantang V V
8 Bugis V V
9 Batui V V
10 Tolando V V
11 Sisipan V V
12 Ondo-ondolu I V V
13 Nonong V V
14 Kayowa V V
15 Masing V V
16 Batui IV V V
17 Batui 21 V V
18 Sukamaju I V V V V
19 Bonebalantak V V
20 Sinorang V V V V
3. Toili 21 Mulyoharjo V V
22 Argo Kencana V V V
23 Minahaki V V v V
24 Rusa Kencana V V V V
25 Agro Estate V V
26 Singkoyo V V
27 Tolisu V V
28 Bukit Jaya V V
4. Toili Barat 29 Uwelolu V V
30 Pandan Wangi V V V
31 Dongin V V V
32 Kamiwangi V V V
33 Sendang Sari V V V
34 Bukit Makarti V V
35 Bukit Harapan V V
36 Makapa V V V V
37 Karya Makmur V V V
Kecamatan Desa/Kelurahan
TAHAP
JENIS DAMPAK HIPOTETIK SUMBER DAMPAK BATAS WAKTU KAJIAN
KEGIATAN
PRA
SOSIAL
KONSTRUKSI
Perubahan pola kepemilikan 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh Selama tahap prakonstruksi
lahan
Pendapatan masyarakat 1. Penerimaan tenaga kerja setempat Sampai tahap konstruksi
Proses sosial 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh Dapat berlangsung sampai
tahap operasional
2. Penerimaan tenaga kerja setempat
Sikap dan persepsi masyarakat 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh Sampai tahap konstruksi
2. Penerimaan tenaga kerja setempat
KONSTRUKSI GEOFISIK-KIMIA
Kualitas udara ambien 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material Sesaat
dan tenaga kerja
2. Pembukaan dan pematangan lahan Selama kegiatan berlangsung
3. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS & GPF Selama kegiatan berlangsung
4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 1 Selama kegiatan berlangsung
5. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 2 Selama kegiatan berlangsung
6. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 3 Selama kegiatan berlangsung
Kebisingan 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material Sesaat
dan tenaga kerja
2. Pembukaan dan pematangan lahan Selama kegiatan berlangsung
3. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS & GPF Selama kegiatan berlangsung
4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 1 Selama kegiatan berlangsung
5. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 2 Selama kegiatan berlangsung
6. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 3 Selama kegiatan berlangsung
Erosi tanah 1. Pembukaan dan pematangan lahan Selama kegiatan berlangsung
Gangguan sistem drainase dan 1. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Selama kegiatan berlangsung
irigasi
Kualitas air permukaan 1. Pembukaan dan pematangan lahan Selama kegiatan berlangsung
2. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS & GPF Selama kegiatan berlangsung
Kualitas air laut 1. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS & GPF Selama kegiatan berlangsung
2. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 2 Selama kegiatan berlangsung
Transportasi darat (gangguan 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material Selama kegiatan berlangsung
kelancaran lalulintas) dan tenaga kerja
2. Pemasangan pipa penyalur gas Selama kegiatan berlangsung
Transportasi darat (gangguan 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material Selama kegiatan berlangsung
keselamatan berlalulintas) dan tenaga kerja
2. Pemasangan pipa penyalur gas Selama kegiatan berlangsung
Kerusakan jalan 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material Sampai kerusakan jalan
dan tenaga kerja diperbaiki
TAHAP
JENIS DAMPAK HIPOTETIK SUMBER DAMPAK BATAS WAKTU KAJIAN
KEGIATAN
KONSTRUKSI BIOLOGI
Penurunan kelimpahan dan 1. Pembukaan dan pematangan lahan Sampai tahap operasional
keanekaragaman vegetasi
Gangguan satwa 1. Pembukaan dan pematangan lahan Sampai tahap operasional
2. Konstruksi fasilitas produksi gas Sampai tahap operasional
3. Pemasangan pipa penyalur gas (Alt. 1) Sampai tahap operasional
4. Pemasangan pipa penyalur gas (Alt. 2) Sampai tahap operasional
5. Pemasangan pipa penyalur gas (Alt. 3) Sampai tahap operasional
Penurunan keanekaragaman 1. Konstruksi Block Station (BS) Selama kegiatan berlangsung
dan kelimpahan biota air tawar
2. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Selama kegiatan berlangsung
Penurunan keanekaragaman 1. Pemasangan pipa penyalur gas (Alt. 3) Selama kegiatan berlangsung
dan kelimpahan biota air laut
SOSIAL
Peningkatan pendapatan 1. Pembukaan dan pematangan lahan
masyarakat 2. Kegiatan konstruksi BS dan GPF
3. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 1
Selama kegiatan konstruksi
4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 2
5. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 3
Kesempatan berusaha 1. Pembukaan dan pematangan lahan
2. Kegiatan konstruksi BS dan GPF
Selama kegiatan konstruksi
3. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 1
4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 2
5. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 3
Gangguan proses sosial 1. Kegiatan konstruksi BS dan GPF
2. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 1
Selama kegiatan konstruksi
3. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 2
4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 3
Perubahan sikap dan persepsi 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material
masyarakat dan tenaga kerja
2. Konstruksi BS dan GPF
3. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 1 Selama kegiatan konstruksi
4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 2
5. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Alt. 3
6. Penglepasan tenaga kerja
KESEHATAN MASYARAKAT
1. Konstruksi fasilitas produksi gas BS dan GPF
Selama kegiatan konstruksi
Penurunan sanitasi lingkungan 2. Pemasangan pipa penyalur gas Alt.1 dan 2
3. Pemasangan pipa penyalur gas Alt. 3
TAHAP
JENIS DAMPAK HIPOTETIK SUMBER DAMPAK BATAS WAKTU KAJIAN
KEGIATAN
SOSIAL
Perubahan Kependudukan 1. Penerimaan tenaga kerja Berlangsung sampai pasca
operasional
Peningkatan Pendapatan 1. Penerimaan tenaga kerja Selama kegiatan berlangsung
masyarakat
2. Pemboran sumur pengembangan Selama kegiatan berlangsung
3. Operasi produksi gas di GPF Selama kegiatan berlangsung
Adanya kesempatan berusaha 1. Pemboran sumur pengembangan Selama kegiatan berlangsung
2. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas (GPF) Selama kegiatan berlangsung
Gangguan proses sosial 1. Penerimaan tenaga kerja Berlangsung sampai pasca
operasional
2. Kegiatan operasi produksi gas di GPF
Pelapisan sosial 1. Operasi produksi di GPF Berlangsung sampai pasca
operasional
Perubahan sikap dan persepsi 1. Penerimaan tenaga kerja Selama kegiatan operasional
masyarakat
2. Pemboran sumur pengembangan
3. Kegiatan operasi produksi gas di GPF
4. Penyaluran gas dan kondensat melalui pipa
KESEHATAN MASYARAKAT
Gangguan sanitasi lingkungan 1. Operasional fasilitas produksi gas di GPF Selama kegiatan operasional
Tingkat kesehatan masyarakat 1. Pemboran sumur pengembangan Selama kegiatan operasional
1. Kegiatan operasi produksi gas BS dan GPF Selama kegiatan operasional
GEOFISIK KIMIA
PASCA OPERASI Peningkatan kualitas udara 1. Penghentian operasi produksi (BS dan GPF) Sesaat setelah Penghentian
ambien operasi produksi (BS dan GPF)
Penurunan tingkat kebisingan 1. Penghentian operasi produksi (BS dan GPF)
Peningkatan kualitas air laut 1. Penghentian operasi produksi (BS dan GPF)
Gangguan keselamatan 1. Pembongkaran dan demobilisasi peralatan Selama kegiatan berlangsung
berlaluintas
Kerusakan jalan 1. Pembongkaran dan demobilisasi peralatan Sampai kerusakan jalan
diperbaiki
TAHAP
JENIS DAMPAK HIPOTETIK SUMBER DAMPAK BATAS WAKTU KAJIAN
KEGIATAN
BIOLOGI
Peningkatan keanekaragaman 1. Revegetasi Setelah kegiatan revegetasi
dan kerapatan vegetasi
Peningkatan keanekaragaman 1. Revegetasi Setelah kegiatan revegetasi
dan kemelimpahan satwa
SOSIAL
Penurunan pendapatan 1. Penglepasan tenaga kerja Sesaat setelah kegiatan
masyarakat Penglepasan Tenaga Kerja
Hilangnya kesempatan usaha 1. Penghentian operasi produksi gas di GPF Sesaat setelah kegiatan
Perubahan sikap dan persepsi 1. Pembongkaran dan demobilisasi peralatan Setelah kegiatan berlangsung
masyarakat 2. Penglepasan tenaga kerja Setelah kegiatan berlangsung
TAHAP
JENIS DAMPAK HIPOTETIK SUMBER DAMPAK BATAS WAKTU KAJIAN
KEGIATAN
PRA Perubahan pola kepemilikan 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh Selama tahap prakonstruksi
KONSTRUKSI lahan
Proses sosial 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh Dapat berlangsung sampai
tahap konstruksi
Sikap dan persepsi masyarakat 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh Dapat berlangsung sampai
tahap konstruksi
KONSTRUKSI GEOFISIK-KIMIA
Kualitas udara ambien 1. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS & GPF Selama kegiatan berlangsung
Kebisingan 1. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS dan Selama kegiatan berlangsung
GPF
Erosi tanah 1. Pembukaan dan pematangan lahan Selama tahap konstruksi
Gangguan sistem drainase dan 1. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas Selama kegiatan berlangsung
irigasi
Kualitas air permukaan 1. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS & GPF Selama kegiatan berlangsung
Transportasi darat (gangguan 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material Selama kegiatan berlangsung
kelancaran lalulintas) dan tenaga kerja
2. Pemasangan pipa penyalur gas Selama kegiatan berlangsung
Transportasi darat (gangguan 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material Selama kegiatan berlangsung
keselamatan berlalulintas) dan tenaga kerja
2. Pemasangan pipa penyalur gas Selama kegiatan berlangsung
Kerusakan jalan 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material Sampai kerusakan jalan
dan tenaga kerja diperbaiki
TAHAP
JENIS DAMPAK HIPOTETIK SUMBER DAMPAK BATAS WAKTU KAJIAN
KEGIATAN
KONSTRUKSI BIOLOGI
Penurunan kelimpahan dan 1. Pembukaan dan pematangan lahan Berlangsung sampai kegiatan
keanekaragaman vegetasi land scaping
Gangguan satwa 1. Pembukaan dan pematangan lahan Selama kegiatan berlangsung
2. Pemasangan pipa penyalur gas (Alt. 1) Selama kegiatan berlangsung
3. Pemasangan pipa penyalur gas (Alt. 2) Selama kegiatan berlangsung
4. Pemasangan pipa penyalur gas (Alt. 3) Selama kegiatan berlangsung
Gangguan biota air tawar 1. Konstruksi Block Station (BS) Selama kegiatan berlangsung
2. Kegiatan Pemasangan Pipa Penyalur gas Selama kegiatan berlangsung
Gangguan Biota air laut 1. Pemasangan pipa penyalur gas (Alt. 3) Selama kegiatan berlangsung
(plankton, benthos, terumbu
karang, ikan)
SOSIAL
Peningkatan pendapatan 1. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS & GPF Selama kegiatan berlangsung
masyarakat
Gangguan proses sosial 1. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS & GPF Dapat berlangsung sampai
2. Kegiatan pemasangan pipa penyalur Gas Alt. 1 tahap operasional
Batas wilayah studi yang merupakan resultante dari batas tapak proyek, batas ekologis,
batas sosial dan batas administrasi disajikan pada Gambar 4.5.
Bab- 5
PRAKIRAAN DAMPAK PENTING
5.1. PRAKIRAAN DAMPAK PADA KEGIATAN HULU
5.1.1. Prakiraan Besaran Dampak
Tabel 5.1. Matriks Sifat Penting Dampak Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan
Gas Matindok Bagian Hulu di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
3. Revegetasi Vegetasi +2
Satwa liar +2
Keterangan:
Angka (1), (2), dan (3) menunjukkan alternatif kegiatan.
Tabel 5.2. Matriks Sifat Penting Dampak Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan
Gas Matindok Bagian Hulu di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
3. Revegetasi Vegetasi P TP P P P TP 4P
Satwa liar P TP P P P TP 4P
Keterangan:
Angka (1), (2), dan (3) menunjukkan alternatif kegiatan.
Tabel 5.3. Matriks Sifat Penting Dampak Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan
Gas Matindok Bagian Hilir di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
3. Revegetasi Vegetasi +1
Satwa liar +2
Tabel 5.4. Matriks Sifat Penting Dampak Rencana Kegiatan Proyek Pengembangan
Gas Matindok Bagian Hilir di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
3. Revegetasi Vegetasi TP TP P P P TP 3P
Satwa liar P TP P P P TP 4P
Bab- 6
EVALUASI DAMPAK PENTING
Keputusan tentang jenis dampak hipotetik yang akan dikelola adalah jenis dampak yang
termasuk kategori dampak penting yang dikelola (PK) atau tidak dikelola (TPK) ditetapkan
berdasarkan tiga kriteria sederhana berikut:
a) Pada parameter lingkungan yang memiliki Baku Mutu Lingkungan tertentu: apabila tingkat
kepentingan dampaknya (P) 3 dan dampak negatif yang diprakirakan akan
menyebabkan perubahan nilai pada parameter tertentu sehingga nilai itu akan melebihi
baku mutu yang berlaku, maka kesimpulan dampaknya termasuk kategori dampak penting
yang dikelola (PK).
b) Pada parameter lingkungan yang tidak memiliki Baku Mutu Lingkungan: apabila (P) 3
dan besaran angka prakiraan dampak (+/-) 2, maka kesimpulan dampaknya masuk
kategori dampak penting yang dikelola (PK).
c) Diluar kedua kriteria tersebut di atas masuk dalam kategori dampak tidak penting dan tidak
dikelola (TPK).
Derajat Besaran dan Tingkat Sifat Kepentingan Dampak Kegiatan Proyek Pengembangan Gas
Matindok Bagian Hulu di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah sebagai berikut.
Tabel 6.1. Rekapitulasi Derajat Besaran dan Tingkat Sifat Kepentingan Dampak
Kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok Bagian Hulu
di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah
Tahap Jenis Dampak Hipotetik Sumber Dampak Besaran Tingkat Kepentingan Keputusan/Kesim-
Kegiatan Dampak Dampak pulan Hasil
(+/) Jumlah P % Bobot Evaluasi (PK/TPK)
PRA SOSIAL
KONSTRUKSI
Perubahan pola kepemilikan lahan Pembebasan lahan dan tanam tumbuh 2 4 66,67 PK
Gangguan proses sosial 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh 2 4 66,67 PK
2. Penerimaan tenaga kerja setempat 1 2 33,33 TPK
Perubahan sikap dan persepsi 1. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh 2 4 66,67 PK
masyarakat 2. Penerimaan tenaga kerja setempat 1 2 33,33 TPK
KONSTRUKSI GEOFISIK-KIMIA
Penurunan kualitas udara ambien 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan 2 3 50,00 PK
tenaga kerja
2. Pembukaan dan pematangan lahan 1 1 16,67 TPK
3. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS dan GPF 2 2 33,33 PK
4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-1) 1 3 50,00 TPK
5. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-2) 1 2 33,33 TPK
6. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) 1 2 33,33 TPK
Terjadi kebisingan 1. Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan 1 2 33,33 TPK
tenaga kerja
2. Pembukaan dan pematangan lahan 1 1 16,67 TPK
3. Kegiatan konstruksi fasilitas produksi BS dan GPF 2 4 66,67 PK
4. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-1) 1 3 50,00 TPK
5. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-2) 1 1 16,67 TPK
6. Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas (alt-3) 1 2 33,33 TPK
Terjadi erosi tanah Pembukaan dan pematangan lahan 2 4 66,67 PK
Gangguan sistem irigasi dan drainase Kegiatan pemasangan pipa penyalur gas 2 3 50,00 PK
6.2. Lanjutan
Keputusan/
Tahap Kesimpulan
Jenis Dampak Hipotetik Sumber Dampak
Kegiatan Hasil Evaluasi
(PK/TPK)
KONSTRUKSI Perubahan sikap dan persepsi
Mobilisasi dan demobilisasi peralatan, material dan
masyarakat PK
tenaga kerja
KESEHATAN MASYARAKAT Konstruksi fasilitas produksi gas BS dan GPF PK
Penurunan sanitasi lingkungan 1. Konstruksi fasilitas produksi gas BS dan GPF PK
2. Pemasangan pipa penyalur gas (alt-1 dan 2) PK
OPERASI GEOFISIK KIMIA
Kualitas udara ambien
Operasi fasilitas produksi (BS dan GPF) PK
(debu dan gas)
Penurunan kualitas air permukaan 1. Pemboran sumur pengembangan PK
2. Operasi produksi di GPF PK
Gangguan keselamatan Penyaluran Pengangkutan kondensat dan sulfur
berlalulintas PK
dengan transportasi darat
Kerusakan jalan dan jembatan Penyaluran Pengangkutan kondensat dan sulfur
PK
dengan transportasi darat
BIOLOGI
Gangguan biota air tawar 1. Pemboran sumur pengembangan PK
2. Kegiatan operasi fasilitas produksi (BS dan GPF) PK
SOSIAL
1. Pemboran sumur pengembangan PK
Adanya kesempatan berusaha
2. Operasi produksi di GPF PK
1. Penerimaan tenaga kerja PK
Gangguan proses sosial
2. Operasi produksi di GPF PK
Adanya pelapisan sosial Operasi produksi di GPF PK
Perubahan sikap dan persepsi 1. Penerimaan tenaga kerja PK
masyarakat 2. Operasi produksi di GPF PK
KESEHATAN MASYARAKAT
1. Pemboran sumur pengembangan PK
Penurunan tingkat kesehatan
2. Kegiatan operasi fasilitas produksi gas BS dan
masyarakat PK
GPF
PASCA GEOFISIK KIMIA
OPERASI
Gangguan keselamatan
Pembongkaran dan demobilisasi peralatan PK
berlalulintas
Kerusakan jalan Pembongkaran dan demobilisasi peralatan PK
BIOLOGI
Peningkatan keanekaragaman dan
Revegetasi PK
kerapatan vegetasi
Peningkatan keanekaragaman dan
Revegetasi PK
kemelimpahan satwa
SOSIAL EKONOMI BUDAYA
Perubahan sikap dan persepsi
Penglepasan tenaga kerja PK
masyarakat
Hasil telahaan secara holistik di atas, dihasilkan jenis-jenis dampak yang mendapatkan prioritas
untuk dikelola.
Tabel 6.3. Ringkasan Arahan Pengelolan Lingkungan Kegiatan Proyek PPGM Bagian Hulu
Komponen
Tahap Komponen Lingkungan
Kegiatan Penyebab Arahan Pengelolaan Lingkungan
Kegiatan yang Terkena Dampak
Dampak
PRA- Melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat tentang pembebasan lahan dan tanam tumbuh
Pembebasan lahan dan tanam
KONSTRUKSI Pola kepemilikan lahan Mendata hak kepemilikan lahan yang akan dibebaskan
tumbuh
Koordinasi dengan instansi terkait
Melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat tentang pembebasan lahan dan tanam tumbuh
Proses socsial Menetapkan harga penggantian lahan sesuai kesepakatan dengan pemilik lahan beserta proses
Sikap dan persepsi pembayarannya
masyarakat Koordinasi dengan instansi terkait
Melibatkan Tim 9 dan BPN dalam proses pembebasan lahan
KONSTRUKSI Mesin diesel generator dan lain-lain dilengkapi pengendali emisi standar
Melakukan penyiraman di sepanjang jalur yang dilalui kendaraan mobilisasi, khususnya yang
Mobilisasi dan demobilisasi
berdekatan dengan permukiman pada musim kemarauPenggunaan pengendali emisi standar
peralatan, material dan tenaga Kualitas udaraKualitas udara
pada mesin diesel generator dan BBM berkadar sulfur rendah
kerjaKonstruksi fasilitas produksi
Penggunaan dust suspresion control
Melengkapi pekerja dengan saerana K3 (mis, masker)
Penggunaan pengendali emisi standar pada mesin diesel generator dan BBM berkadar sulfur
rendah
Konstruksi fasilitas produksi
Kualitas udara
Penggunaan dust suspresion control
Melengkapi pekerja dengan saerana K3 (mis, masker)
Aktivitas pembangunan yang menimbulkan kebisingan dilakukan pada siang hari
Kebisingan
Penggunaan earplug atau earmuff
Melakukan pengelolaan terhadap semua buangan air uji hidrostatik sebelum dibuang ke
Kualitas air permukaan
lingkungan
Pengaturan jadwal pengangkutan yang tidak bersamaan dengan jam sibuk pagi dan siang
Kegiatan mobilisasi peralatan
Penyuluhan kepada sopir angkutan untuk berhati-hati dan tetap menjaga kewaspadaan selama
dan demobilisasi peralatan, Kelancaran lalulintas
mengemudikan angkutan di jalan raya, khususnya bila melintasi daerah pemukiman dan kawasan
material, dan tenaga kerja
perkotaan (Kintom, Batui, Toili dan Toili Barat).
Komponen
Tahap Komponen Lingkungan
Kegiatan Penyebab Arahan Pengelolaan Lingkungan
Kegiatan yang Terkena Dampak
Dampak
TAHAP Pemboran sumur Biota air tawar Pengolahan limbah cair sebelum dibuang ke badan air
OPERASI pengembangan
Kegiatan operasi produksi di GPF
TAHAP Kegiatan penerimaan tenaga Kesempatan berusaha Melakukan proses lelang untuk subkontraktor lokal agar dapat terlibat dalam berbagai kegiatan
OPERASI kerjaPemboran sumur operasional pengembangan gas Matindok
pengembangan Memberikan kemudahan dan atau bantuan fasilitas bagi penduduk lokal yang akan berpartisipasi
Operasi produksi di GPF dalam peluang usaha yang ada, misalnya dengan memberikan bantuan modal bergulir melalui
Koperasi Pertamina
Penerimaan tenaga kerja Proses sosial Memberikan informasi tentang peluang kerja secara transparan kepada warga masyarakat di
Operasi produksi di GPF sekitarnya, baik tentang jumlah tenaga kerja, kualifikasi (pendidikan dan ketrampilan) yang
dibutuhkan dan proses seleksinya.
Memprioritaskan penerimaan tenaga kerja khususnya unskill dari penduduk lokal sesuai
kebutuhan
Tenaga kerja skill diseleksi sesuai kualifikasi skill yang dibutuhkan
Proses seleksi tenaga unskill dilakukan dengan melibatkan lembaga setempat yang berbadan
hukum (misalnya KUD) dan untuk tenaga kerja skill dengan melibatkan institusi rekrutmen
ketenagakerjaan berskala regional dan nasional.
Operasi produksi di GPF Pelapisan sosial Beberapa fasilitas untuk karyawan dapat diakses oleh penduduk lokal
Memfasilitasi berbagai kegiatan bersama, seperti social, keagamaan, olah raga dan sebagainya
dengan penduduk lokal
Kegiatan penerimaan tenaga Sikap dan persepsi a. Dampak positif
kerja masyarakat Meningkatkan peran aktif pengusaha atau penduduk lokal dalam berbagai kegiatan
Kegiatan operasi produksi di GPF operasional pengembangan gas Matindok, antara lain dengan menginformasikan berbagai
kegiatan proyek secara rutin kepada masyarakat
Memberikan kemudahan atau bantuan fasilitas bagi penduduk lokal yang akan membuka atau
mengembangkan usaha, antara lain dengan memberikan bantuan modal bergulir melalui
Koperasi Pertamina
b. Dampak negatif
Memfasilitasi adanya berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan
Melakukan sosialisasi setiap rencana kegiatan kepada masyaraka
Pemboran sumur Tingkat kesehatan Mengelola sumber dampak adanya debu, emisi gas, bising dan atau mengolah air limbah
pengembangan masyarakat sebelum dibuang ke lingkungan
Kegiatan operasi fasilitas Sosialisasi/penyuluhan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) bagi karyawan dan
produksi gas (GPF) masyarakat di sekitarnya
Besaran dan tingkat kepentingan dampak kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok Bagian
Hilir di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah sebagai berikut.
Tabel 6.4. Rekapitulasi Derajat Besaran dan Tingkat Kepentingan Dampak Bagian Hilir
Hasil telahaan secara holistik di atas maka dihasilkan jenis-jenis dampak yang mendapatkan
prioritas untuk dikelola.
Tabel 6.6. Ringkasan Arahan Pengelolan Lingkungan Kegiatan Proyek PPGM di Bagian Hilir
Komponen
Tahap Komponen Lingkungan
Kegiatan Penyebab Arahan Pengelolaan Lingkungan
Kegiatan yang Terkena Dampak
Dampak
PRA- Pembebasan lahan dan tanam Pola kepemilikan lahan Melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat tentang pembebasan lahan dan tanam tumbuh
KONSTRUKSI tumbuh Mendata hak kepemilikan lahan yang akan dibebaskan
Koordinasi dengan instansi terkait
Pembebasan lahan dan tanam Proses sosial a. Pembebasan lahan dan tanam tumbuh
tumbuh Sikap dan persepsi Melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat tentang pembebasan lahan dan tanam tumbuh
Penerimaan tenaga kerja masyarakat Menetapkan harga penggantian lahan sesuai kesepakatan dengan pemilik lahan beserta
proses pembayarannya
Koordinasi dengan instansi terkait
Melibatkan Tim 9 dan BPN dalam proses pembebasan lahan
b. Penerimaan tenaga kerja
Memberikan informasi tentang peluang kerja secara transparan, meliputi jumlah tenaga kerja
dan kualifikasi yang dibutuhkan serta proses seleksinya
Memprioritaskan penerimaan tenaga kerja khususnya unskill dari penduduk lokal sesuai
kebutuhan
Tenaga kerja skill diseleksi sesuai kualifikasi skill yang dibutuhkan
Proses seleksi tenaga unskill dengan melibatkan lembaga setempat yang berbadan hukum,
dan untuk yang skill melibatkan institusi rekrutmen ketenagakerjaan berskala
regional/nasional
KONSTRUKSI Konstruksi kompleks kilang LNG Kualitas udara Mesin diesel generator dilengkapi pengendali emisi standar dan menggunakan BBM berkadar
dan Pelabuhan Khusus sulfur rendah
Menggunakan dust supression control
Melengkapi pekerja dengan sarana K3
Kebisingan Aktivitas pembangunan yang menimbulkan kebisingan dilakukan siang hari
Penggunaan earplug atau earmuff
Kualitas air laut Penggunaan oilboom atau oil dispersant untuk mencegah ceceran oli dan minyak dari peralatan
konstruksi
Pengerukan dilakukan secara hati-hati untuk meminimalkan peningkatan kekeruhan
Perawatan kebersihan dari kamar mesin, alat pengeruk dan kapak pengangkut material dan alat
konstruksi dari ceceran minyak dan oli
Kualitas air permukaan Pengefektifan Eeffluent Ttreatment unit atau waste water management atau IPAL
Komponen
Tahap Komponen Lingkungan
Kegiatan Penyebab Arahan Pengelolaan Lingkungan
Kegiatan yang Terkena Dampak
Dampak
OPERASI Operasional kilang LNG, Kualitas udara Pengefektifan fasilitas Acid Gas Removal Unit (AGRU), Sulfur Recovery Unit (SRU) dan MRU
Pelabuhan Khusus dan fasilitas Melengkapi pekerja dengan sarana K3
pendukungnya Kebisingan Penggunaan peredam suara atau lapisan disain akustik khusus
Penggunaan earplug atau earmuff
Kualitas air laut Mengolah air limbah sebelum dibuang ke lingkungan
Menggunakan oil boom untuk mencegah persebaran ceceran oli/minyak dari kendaraan/peralatan
operasional
Keselamatan pelayaran Pemasangan rambu-rambu navigasi dan keselamatan pelayaran
Pemasangan lampu penerangan pada batas tapak kegiatan dan kapal LNG
Kelancaran lalulintas Adanya petugas yang mengatur arus lalulintas menerus selama jalan tersebut belum dipindahkan
Membuat jalur baru terlebih dahulu yang setara dengan kualifikasi jalan lama
Biota air laut Limbah cair diolah sesuai ketentuan yang berlaku
Rehabilitasi terumbu karang di sekitar kegiatan
Kesempatan berusaha Melakukan proses lelang untuk subkontraktor lokal agar dapat terlibat dalam berbagai kegiatan
operasional pengembangan gas Matindok
Memberikan kemudahan dan atau bantuan fasilitas bagi penduduk lokal yang akan berpartisipasi
dalam peluang usaha yang ada
Pendapatan masyarakat Mengutamakan/memprioritaskan kesempatan kerja bagi penduduk lokal sesuai kualifikasi dan
kebutuhan
Memberikan kemudahan/bantuan fasilitas bagi penduduk lokal yang akan membuka/mengem-
bangkan usaha
B. Bagian Hilir
Dampak positif penting diprakirakan akan muncul pada tahap kontruksi, operasi dan pasca
operasi. Dampak positif penting yang muncul tersebut adalah: peningkatan kesempatan
berusaha, peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan kualitas udara ambien,
peningkatan persentase penutupan lahan oleh vegetasi dan peningkatan komunitas satwa.
Terbukanya kesempatan kerja dan berusaha meskipun kecil akan memberikan harapan bagi
penduduk sekitar lokasi kegiatan untuk dapat meningkatkan pendapatan sehingga sikap
dan persepsi masyakat menjadi positif.
Namun beberapa dampak negatif penting yang diprakirakan muncul tersebut pada
dasarnya dapat dikelola melalui beberapa pendekatan pengelolaan lingkungan yang
diusulkan. Dengan adanya pengelolaan lingkungan diharapkan dampak negatif tersebut
dapat diminimalisasi, ditanggulangi dan bahkan dicegah. Untuk dampak positif semaksimal
mungkin dapat dikembangkan lagi, sehingga dengan demikian kegiatan Proyek
Pengembangan Gas Matindok yang tujuan utamanya untuk mensejahterakan seluruh
lapisan masyarakat dapat terus berlangsung tanpa mengabaikan kualitas lingkungan hidup.
Mendasarkan pada hal tersebut maka rencana kegiatan PPGM masih dinyatakan layak
lingkungan dengan daya dukung kawasan di sekitarnya masih memadai, tetap harus
melakukan beberapa upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Tabel 6.8. Ringkasan Kajian Kelayakan Alternatif Jalur Pipa Penyalur Gas
Pemasangan Jalur Pipa yang Melewati Kawasan
No. Kajian Kelayakan/ SM BangkiriangBakiriang
Kendala Jalur Jalur Jalur
Alternatif-1 Alternatif-2 Alternatif-3
1. Kendala lingkungan rendah rendah tinggi
2. Kendala ekonomi rendah tinggi sangat tinggi
3. Kendala teknis rendah tinggi sedang
4. Kendala peraturan tinggi tinggi tidak ada
5. Kondisi eksisting jalan provinsi jalan provinsi pantai/laut
Akan tetapi, apabila di kemudian hari terjadi perubahan atas status jalan propinsi yang
melintasi SM Bakiriang oleh Departemen Kehutanan yang memungkinkan untuk
memanfaatkan sempadan jalan sebagai jalur pipa, maka PT Pertamina EP akan
berkoordinasi dengan instansi terkait untuk kemungkinan menetapkan alternatif-1 sebagai
jalur pemasangan pipa penyalur gas dengan memenuhi semua persyaratan menurut
peraturan perundangan yang berlaku.
Penetapan calon lokasi kilang LNG dan Pelabuhan Khusus di kedua lokasi mempunyai
kelayakan lingkungan yang relatif sama. Selain itu ditinjau dari aspek ekonomi dan
teknologi juga mempunyai kelayakan yang sama sehingga penetapan calon lokasi kilang
LNG pada akhirnya lebih didasarkan pada aspek kestrategisan dan aksesibilitas calon lokasi
yang dikaitkan dengan berbagai kemudahan dalam proses konstruksi maupun operasional
kilang LNG dan Pelabuhan Khusus.
Bab- 7
RENCANA PENGELOLAAN
LINGKUNGAN
7.1. PENDAHULUAN
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) ini merupakan salah satu upaya untuk menangani dan
mengelola lingkungan dalam melaksanakan Proyek Pengembangan Gas Matindok di Kabupaten
Banggai, Sulawesi Tengah.
RKL ini merupakan dokumen yang penting, tidak hanya bagi Pemrakarsa tetapi juga bagi sektor
lain, yaitu Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat. RKL ini diharapkan dapat menunjang
keberhasilan pembangunan di bidang pertambangan dan energi dan pembangunan daerah
yang berwawasan lingkungan. Secara luas, kegiatan pengelolaan lingkungan ini juga dapat
mendorong sektor-sektor lain untuk berpartisipasi di dalam mewujudkan pembangunan
berwawasan lingkungan.
Dengan adanya konsep bisnis Hulu dan Hilir, maka tanggungjawab pelaksanaan kegiatan
pengelolaan lingkungan hasil kajian ANDAL juga dipisahkan mengacu kepada konsep yang
dijelaskan didalam dokumen ANDAL. Pengelolaan lingkungan di bagian hulu menjadi tanggung
jawab sepenuhnya PT Pertamina EP dan pengelolaan lingkungan di bagian hilir menjadi
tanggung jawab PT Donggi-Senoro LNG (PT DSLNG).
a. Memperkecil dan mengelola dampak negatif yang muncul terhadap lingkungan akibat
kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok di Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi
Tengah
b. Meningkatkan dampak positif yang muncul akibat kegiatan Proyek Pengembangan Gas
Matindok sehingga manfaatnya semakin besar
c. Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam pengelolaan
lingkungan hidup
a. Pemrakarsa
1. Menjaga agar pelaksanaan kegiatan di lapangan tetap sesuai dengan rencana
2. Mengoptimalkan biaya pembangunan dan pengelolaan operasi proyek
3. Menjamin terpeliharanya daya dukung lingkungan terhadap bangunan/sarana proyek
4. Mengkoordinasikan kegiatan, pengelolaan dan penanggulangan dampak lingkungan
b. Pemerintah/instansi terkait
1. Menghindari tumpang tindih pemanfaatan sumberdaya alam
2. Mencegah keresahan sosial masyarakat
3. Menjamin ketertiban dan keamanan
4. Menjaga terpeliharanya kehidupan sosial ekonomi budaya dalam masyarakat
5. Masukan bagi instansi berwenang dalam menyusun suatu rencana pengelolaan
lingkungan kawasan, baik secara regional maupun nasional
6. Mengetahui kewenangan dan tanggung jawab masing-masing instansi
7. Efisiensi penggunaan dana pengelolaan lingkungan
8. Mengoptimalkan pendayagunaan hasil pembangunan proyek beserta sarananya bagi
kepentingan sosial ekonomi budaya dan masyarakat
c. Masyarakat
1. Terhindar dari dampak negatif yang dapat muncul dari rencana Proyek Pengembangan
Gas Matindok di Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah
2. Memanfaatkan dampak positif yang dapat muncul dari rencana Proyek Pengembangan
Gas Matindok di Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah
a. Bagian Hulu
Rencana pengelolaan lingkungan bagian hulu disajikan pada Tabel 7.1
b. Bagian Hilir
Rencana pengelolaan lingkungan bagian hilir disajikan pada Tabel 7.2.
Peta Lokasi Rencana Pengelolaan Lingkungan dapat dilihat pada Gambar 7.1 7.4.
Bab- 8
RENCANA PEMANTAUAN
LINGKUNGAN
8.1. PENDAHULUAN
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) ini merupakan salah satu upaya untuk memantau
pelaksanaan dan hasil pengelolaan lingkungan dalam melaksanakan Proyek Pengembangan Gas
Matindok, di Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah. Proyek Pengembangan Gas
Matindok akan mempengaruhi kualitas lingkungan yang ada dengan cakupan wilayah yang
cukup luas, sehingga dalam pelaksanaannya perlu diikutsertakan rencana pengelolaan
lingkungan, mulai dari kegiatan pada tahap prakonstruksi sampai pasca operasi. Berhasil
tidaknya pelaksanaan pengelolaan lingkungan dapat diketahui melalui pemantauan lingkungan
yang termuat dalam dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Di satu sisi,
adanya rencana pemantauan lingkungan akan dapat menunjang keberhasilan pembangunan,
khususnya di sektor pertambangan migas dan pembangunan daerah. Dalam skala yang lebih
luas kegiatan pemantauan lingkungan ini akan mendorong sektor-sektor lainnya untuk ikut
berpartisipasi dalam mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Bila ditinjau dari kepentingan pihak lain, maka RPL berfungsi untuk:
1. menghindari tumpang tindih pemanfaatan sumberdaya alam;
2. mencegah timbulnya keresahan masyarakat di wilayah sekitar Proyek
Pengembangan Gas Matindok, Kabupaten Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah;
3. menjamin ketertiban dan keamanan;
4. memelihara kehidupan sosial-ekonomi-budaya di dalam masyarakat.
Dengan adanya konsep bisnis Hulu dan Hilir, maka tanggungjawab pelaksanaan kegiatan
pemantauan lingkungan hasil kajian ANDAL juga dipisahkan mengacu kepada konsep yang
dijelaskan didalam dokumen ANDAL. Pemantauan lingkungan di bagian hulu menjadi tanggung
jawab sepenuhnya PT Pertamina EP dan pemantauan lingkungan di bagian hilir menjadi
tanggung jawab PT Donggi-Senoro LNG (PT DSLNG).
Pemantauan lingkungan sangat berguna bukan hanya bagi Pemrakarsa, tetapi juga bagi
pemerintah dan masyarakat.
a. Bagi Pemrakarsa
1. sebagai alat kontrol apakah pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan mencapai
hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Di samping itu, RPL digunakan untuk
menguji efektivitas dari teknologi yang telah digunakan dalam pengelolaan lingkungan;
2. sebagai peringatan sedini mungkin mengenai perubahan lingkungan yang tidak
dikehendaki akibat dari kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok, Kabupaten
Banggai, Propinsi Sulawesi Tengah, sehingga pencegahan dan penanggulangan dapat
diperbaiki atau disempurnakan secara cepat, tepat, dan berkelanjutan.
b. Bagi pemerintah atau instansi terkait
Sebagai materi untuk mengadakan koordinasi dalam pelaksanaan pemantauan kualitas
lingkungan.
c. Bagi masyarakat
Membantu dalam pemantauan kualitas lingkungan secara umum.
a. Bagian Hulu
Rencana pemantauan lingkungan bagian hulu disajikan pada Tabel 8.1
b. Bagian Hilir
Rencana pemantauan lingkungan bagian hilir disajikan pada Tabel 8.2
Peta Lokasi Rencana Pemantauan Lingkungan dapat dilihat pada Gambar 8.1 8.4.