Equalisasi
(Bagian 1)
Tim Sound Sistem gereja bertujuan untuk memuliakan Tuhan Yesus Kristus dengan
menyediakan layanan suara berkualitas untuk pembicara, vokalis dan tim musik, sehingga setiap
pesan dalam kata atau lagu akan jelas didengar dan dimengerti.
Sangat penting untuk menghasilkan suara yang solid, mengingat sebagian besar pelayanan di
gereja berkaitan dengan audio. Suara dari pemimpin pujian, penyanyi, paduan suara dan
pembicara perlu didengar dengan kualitas baik melalui speaker untuk memberikan dampak yang
lebih kepada jemaat. Selain itu, kita perlu suara yang jernih dan jelas untuk memastikan setiap
orang di gedung mampu mendengar setiap kata dengan jelas diucapkan oleh pembicara . Tim
Sound Sistem gereja akan memberikan hasil yang terbaik melalui keahlian disertai sikap sukacita
dan kesabaran.
Peran
Teknisi Sound Sistem
Ini adalah peran awal untuk melayani di Tim Sound Sistem, yaitu bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa setiap mikrofon bekerja dengan benar, dipasang ke tempat yang
tepat di multicore dan papan suara. Untuk memastikan semua kabel mikrofon tersusun
dengan rapi. Jika diperlukan, Teknisi Sound Sistem mengatur mikrofon dan stan
mikrofon selama kebaktian untuk memfasilitasi mengambil suara terbaik dengan
gangguan paling minim.
Teknisi Sound ini juga bertanggung jawab untuk pengujian, identifikasi dan perbaikan
atau penggantian kabel yang salah, seperti yang diarahkan oleh Ahli Teknik Suara.
Teknisi Sound juga mengharuskan untuk memiliki telinga untuk mendengar karena
suara yang jernih sangat penting!
Di berbagai acara dipastikan adanya seorang operator Sound System yang menangani peralatan
peralatan baik Speaker, Microphone, Kabel dan jacknya, Mixer, Equalizer dan Power Amplifier.
Tetapi pekerjaan tersebut tidaklah banyak mendapat perhatian kecuali jika sang operator Sound
System melakukan kesalahan baik feedback dari sang pemegang Microphone ataupun dari
kesalahan teknis lainnya.
Jika Acara tersebut sukses sangatlah jarang diperhatikan sang Operator Sound System melainkan
yang dipuji adalah Panitia / Penyanyi / Pemusik itu sendiri. Bisa saja sang operator Sound
System membuat output ke speaker terkesan pecah / sumbang / tidak seimbang. Karena didalam
perangkat Sound System terdapat banyak pengaturan audio baik Treble, Midle, Bass, High Gain,
Middle Gain, Low Gain, Surround, dan masih banyak lagi pengaturan yang dapat mempengaruhi
baik buruknya kualitas suara yang masuk ke Peralatan sound system tersebut.
EQUALIZER
Equalizer adalah alat yang dapat digunakan untuk menyamakan suara speaker mendekati sumber
aslinya atau mengembalikan suara speaker seperti suara aslinya. Banyak orang salah
mengartikan fungsi equalizer, mereka menggunakannya untuk mengangkat frekuensi-frekuensi
tertentu yang sebenarnya tidak perlu diangkat, atau bahkan mengurangi frekuensi-frekuensi
tertentu yang tidak perlu dikurangi. Mengapa demikian? Sebenarnya equalisasi sangat tergantung
dari rasa seni seseorang dan respon telinga orang yang mengoperasikan peralatan sound system.
Supaya kita dapat men-eq system dengan baik, maka sebelum kita menggunakannya kita perlu
memahami kerja eq terlebih dahulu. Parameter apa saja yang dapat kita ubah pada equalizer?
Tombol apa saja yang terdapat pada equalizer? Dan bagaimana cara menggunakannya? Inilah
pertanyaan yang akan dilemparakan orang ketika akan menggunakan equalizer, tombol-tombol
tersebut adalah :
Gain / level, adalah tombol yang digunakan untuk menambah atau mengurangi frekuensi
yang kita inginkan.
Low pass / High pass, adalah tombol yang digunakan menghilangkan frekunsi-frekuensi
di bawah atau di atas frekuensi yang kita set.
Q / Bandwidth, adalah tombol yang digunakan untuk memperlebar atau mempersempit
kurva equalizer.
Frequency, mengubah frekuensi sehingga mencapai frekuensi yang kita inginkan.
Volume gain / make up gain, adalah tombol yang digunakan untuk menambah atau
mengurangi level suara yang keluar dari equalizer.
Ada bermacam-macam jenis equalizer sesuai dengan jenis dan penggunaannya. Berdasarkan
jenisnya dapat dibagi menjadi :
Kurva equalizer ini dapat kita geser dan rubah bentuk kurvanya, dengan kata lain semua
parameter (ukuran) yang ada dapat kita rubah. Parameter yang dapat kita ubah adalah :
Gain, untuk mengurangi atau menambah kurva parametrik yang kita inginkan, besarnya
diukur dalam dB.
Q, adalah besaran yang digunakan untuk memperlebar atau mempersempit kurva
parametrik sesuai dengan yang kita inginkan, besarannya pada umumnya menggunakan
skala 0,1 hingga 10.
Frekuensi, frekuensi pada equalizer parametrik dapat kita geser hingga mencapai
frekuensi yang kita inginkan.
Shelving, bentuk kurva ini memiliki puncak pada bagian akhir frekuensi rendah maupun
frekuensi tinggi dari spektrum frekuensi yang kemudian mendatar hingga akhir frekuensi.
Seperti hi-shelving, akan mengangkat puncak frekuensi 12 kHz, dan low-shelving akan
mengangkat frekuensi 80 Hz pada umumnya. Beberapa eq menyediakan fasilitas untuk
kita dapat mengubah frekuensi pada puncak kurva.
Bell shape, bentuk kurva pada equalisasi ini adalah seperti lonceng, pada umumnya
parametrik murni akan menggunakan bentuk equalisasi ini.
Equalizer yang hanya dapat kita tambah dan kurangi pada frekuensi yang sudah ditetapkan oleh
pabrik, biasanya berdasarkan besarnya oktav. Yang umum beredar di pasaran adalah 1/3 oktav
(31 titik frekuensi) dan 2/3 oktav (15 titik frekuensi). Grafik equalizer dapat kita bagi dalam
beberapa jenis.
Constant Q, bentuk kurva (Q) grafik eq ini tetap walaupun gain hanya di ubah sedikit
ataupun banyak
Variable Q, bentuk kurva grafik eq ini tidak tetap, tergantung dari berapa bayak kita
mengangkat gain.
Bandpass filter parameter, bentuk kurva tetap dan gain tetap hanya frekuensi yang dapat
kita geser.
Perfect Q, adalah grafik eq analog tapi diproses secara digital, mirip dengan constant Q
hanya lebih akurat.
1.1. Filter
Pada umumnya orang tidak memasukkan filter sebagai jenis equalizer oleh karena cara kerjanya
yang mirip dengan crossover. Tetapi menurut saya filter dapat pula membantu kita mengurangi
frekuensi yang tidak kita inginkan, sehingga dapat pula kita masukkan sebagai salah satu jenis
equalizer.
Contoh dari eq ini adalah switcable highpass dan switcable lowpass, Highpass filter sangat
berguna untuk mengurangi suara pop pada microphone. Sedangkan lowpass dapat membantu
kerja driver suara tinggi agar tidak bekerja berlebihan sebagai akibat frekuensi tinggi yang
sebenarnya tidak terdengar, tetapi merusak.
1. 2. Kegunaan dari Eq
Sekali lagi jangan kita salah langkah dalam menggunakan eq, karena itu harus kita memahami
apa saja kegunaan dari eq. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari kegunaan eq :
Mengurangi feedback.
Menambah frekuensi yang kita inginkan pada saat sistem bersuara kecil, dan mengurangi
frekuensi yang tidak kita inginkan pada saat kita mengangkat volume / gain lebih keras.
Membantu respon ruangan terhadap suara, setiap ruang tidak memiliki respon yang sama
terhadap suara. Walaupun kita memasang speaker dan peralatan yang sama dengan
tempaat lain.
Side chain / dynamic eq.
Memperbaiki kerja speaker.
Orang cenderung menggunakan equalizer sebagai dewa penyelamat, mereka sangat berharap eq
dapat menyelesaikan masalah mereka. Tidak jarang sound engineer membeli eq yang harganya
puluhan juta! Hanya karena sugesti bahwa alat tersebut dapat membantu mereka menyelesaikan
masalah yang terjadi dengan sistem mereka. Saya adalah orang yang paling anti menggunakan
eq, sebelum masalah-masalah di bawah ini selesai terlebih dahulu :
2.1. Ruangan
Ruangan akan menjadi pembatas kita dalam meng-eq system, setiap ruang memiliki karakteristik
sendiri-sendiri. Jangan sekali-kali kita menyama ratakan setiap ruangan, dan mengidolakan suatu
bentuk setting eq. Jangan mimpi suara rendah dapat keluar dari speaker pada ruangan yang
penjangnya 4m, karena panjang gelombang suara rendah tidak dapat beresonansi dengan baik.
Atau sebaliknya kita berharap suara rendah sub dapat terdengar dari jarak puluhan meter dengan
jelas, karena daya rambat suara rendah yang terbatas.
Permasalahan utama di dalam ruangan adalah geometri ruangan itu sendiri (ukuran), baik jumlah
jendela, luas dinding, dan di mana letak benda-benda tersebut. Meng-eq di dalam ruangan perlu
berhati-hati oleh karena pantulan dapat mengaburkan frekuensi mana yang seharusnya kita ubah.
Jangan bermimpi mendengar suara sub yang solid jika kita menaruhnya di kiri dan kanan
panggung. Suara rendah mutlak harus berasal dari satu sumber. Peletakkan yang berpencar akan
mengakibatkan efek yang disebut power alley (lorong tenaga). Eq dapat menolong? Tentu saja
tidak, bahkan menambah besar jarak antar lorong tenaga tersebut
Ini adalah ilmu yang dikembangkan sejak pertengahan tahun 1980an, hanya saja peralatan
pendukungnya pada saat itu masih sangat mahal. Saat ini dengan kemajuan komputer dan harga
komputer dan software-nya semakin murah, membuat peralatan digital pendukung penyetelan
speaker semakin murah pula, sehingga kenyamanan orang mendengar speaker bersuara rapih
semakin bertambah.
Mengapa waktu tempuh antar komponen berbeda, ini cerita yang cukup panjang yang akan kita
bahas dilain waktu. Hanya saja jika kita meng-eq sistem yang tidak di seragamkan waktu tempuh
antar komponen speaker maupun antar speaker, ini merupakan usaha yang sia-sia, karena sistem
anda tetap berisik dan suaranya tetap berbalap-balapan.
Orang bule saja tidak percaya kalau kabel dengan merek, jenis, dan panjang yang berbeda akan
menghasilkan suara yang berbeda. Saya belajar perkabelan sejak hampir 10 tahun lalu, dan saya
temukan bergam respon kabel dan beragam pula hasilnya. Kita tidak perlu meng-eq sistem kita
terlalu banyak apabila manajemen kabel kita baik.
Setiap alat memiliki karakter suara yang berbeda-beda, jangan berharap ala-alat murah dapat di
eq menjadi baik. Mohon diingat bahwa semua alat sound memiliki karakter suara yang berbeda-
beda dan tidak semua produk memiliki suara yang baik.
Harap diingat pada saat meng-eq feedback bahwa setiap bertambahnya 1 buah microphone akan
menambah 3 dB pada gain system. Semakin banyak microphone yang berbunyi akan semakin
besar pula kemungkinan feedback.
Penyimpangan fasa justru terjadi sebagai akibat terlalu kita terlelu banyak meng-eq, atau bahkan
menggunakan kabel unbalance yang sangat panjang.
Jarak kita mendengarkan speaker akan mempengaruhi penilaian telinga kita terhadap apa yang
akan kita eq. Ingat bahwa di udara juga terjadi hambatan.
Saya pernah bersam-sama Sony dan Thomas mendemokan speaker di BATS di hotel Shangrila di
Jakarta 3 tahun yang lalu. Produk tersebut sudah terkenal dengan suaranya yang cukup kencang
tapi masih eanak didengar. Ternyata waktu kami pasang suaranya agak kasar dan Sony pun heran
. biasanya suara suaranya tidak begini nih!. Kejadian yang sama terulang ketika saya
memasang speaker dengan merek yang sama untuk OB Van radio Dahlia, ketika kami coba suara
yang sama kembali terdengar, kami mencoba meng-eq-nya dengan susah payah. Saya baru
teringat bahwa speaker tersebut baru saja kita keluarkan dari dalam dusnya, he, he, he,
speaker ada indreyen-nya juga ya. Tidak mungkin keluar dari dus kita harapkan suaranya jadi
bagus. Masalah ini kita bahas lain waktu.
Jangan berharap kita dapat meng-eq di ruangan yang tidak konstan suhu dan kelembabannya.
Mengapa? Pada suhu rendah suara tinggi dan rendah akan terdengar lebih kuat dibandingkan
dengan pada suhu tinggi, ini disebabkan pada suhu tinggi kelembaban akan bertambah.
Bertambahnya kelembaban akan menambah pula hambatan bagi suara di udara.
Jangan sekali-kali meng-eq dalam kondisi suhu ruangan yang panas atau ac belum dinyalakan.
Karena pada saat ac dinyalakan suhu udara akan turun dan suara tinggi akan kembali terdengar
dengan jelas.
Banyak operator memiliki selera sendiri, bahkan tidak sedikit operator bahkan pemain musik
digereja menyetel eq 1/3 oktaf mereka seperti disco smile. Kedua ujung frekuensi eq diangkat
dan semakin menurun pada bagian tengahnya.
Jika operator sound di gereja memilih menyetel dengan seleranya sendiri, sebaiknya operator
tersebut belajar mendengar suara standard yang baik. Camkan kata-kata ini Gereja bukan
milik sekelompok orang, atau bukan hanya dimiliki satu orang.
Interaksi antara ruangan dan suara dari speaker adalah kasus yang sukar di selesaikan. Jalan
keluarnya adalah hanya dengan memposisikan kembali speaker ketempat yang seharusnya.
1. 4. Kesimpulan
Agar dalam meng-eq system, dapat memperoleh hasil yang baik dan maksimal, maka kita harus
mampu menemukan masalah dalam sistem kita yang belum seimbang / harus di-eq. Memang eq
dapat membantu mengurangi beberapa titik feedback dan sedikit membantu respon speaker
terhadap ruangan.
Equalisasi
(Bagian 2)
Kembali kepada konsep equalisasi adalah untuk mengembalikan suara kepada bentuk awalnya.
Hanya saja telinga manusia memiliki respon yang berbeda-beda terhadap suara, bergantung
kepada kualitas pendengarannya dan rasa seni orang tersebut. Untuk membuat equalisasi menjadi
obyektif maka kita semua perlu melihat sinyal yang dihasilkan speaker. Salah satu alat yang
dapat kita gunakan adalah RTA (Real Time Analyzer), alat ini dapat memperlihatkan respon yang
diterima dari sumber sinyal yang diterimanya.
Alat ini akan memperlihatkan spektrum suara (rentang frekuensi suara yang dapat diterima oleh
alat tersebut) yang dimulai dari 1 oktaf, 1/3 oktaf, 1/6 oktaf, hingga 1/24 oktaf. Cara kerja alat ini
adalah dengan mengolah sinyal yang diterimanya dan memilah-milahnya menjadi frekuensi-
frekunsi yang tersedia pada alat tersebut. Grafik yang kita lihat dapat berupa dot (lampu-lampu
LED), batang, atau hanya berupa garis pada titik puncak frekuensi yang terukur. Sumbu
horizontalnya / sumbu x menunjukkan frekunsi dalam satuan Hz dan sumbu vertikalnya / sumbu
y menunjukkan kekerasan (gain) dalam satuan dB.
Teknologi ini dikembangkan sejak tahun 1970, dan semakin berkembang di tahun 1980-an, pada
era ini diciptakan RTA yang samplingnya / analisisnya berdasarkan FFT (Fast Fourier Transfer).
RTA ini lebih akurat dibandingkan dengan RTA yang hanya mengukur berdasarkan arus sinyal
elektronik yang masuk ke dalam alat tersebut .
1. 2. Kelemahan RTA
RTA memang sangat berguna, akan tetapi ada beberapa keterbatasan RTA sebagai berikut (Bob
McCarthy, 2003) :
Informasi RTA terbatas, tidak mengenal pantulan, padahal respon yang ia tampilkan
adalah suara asli ditambah dengan pantulan, fasa speaker, dan berapa lama sinyal tersebut
dalam perjalanan hingga diterima oleh microphone.
RTA tidak memberikan informasi apakah sinyal yang ia terima serupa dengan sinyal yang
masuk ke dalam speaker. Ia hanya menggambarkan energi akuistik yang diterima oleh
microphone / di sekitar microphone. Jadi spektrum yang kita lihat dalam bentuk lembah
atau gunung kemungkinan adalah pantulan, atau sinyal yang saling menguatkan
(summation) atau bahkan sinyal yang saling menghilangkan (canceling). Kedua hal
tersebut dapat terjadi sebagai akibat interaksi antara speaker dan ruangan.
RTA sangat tergantung kepada kualitas microphone yang kita gunakan untuk mengukur,
dan kualitas kabel yang kita pergunakan.
Jika kita menggunakan RTA program dalam komputer sound card kita memberikan andil
yang cukup besar dalam mengaburkan hasil ukur.
RTA hanya dapat mengkoreksi masalah yang timbul tetapi tidak dapat menyelesaikannya.
Jika anda menghadapi ruangan dengan multi speaker atau speaker dalam jumlah banyak
maka yang anda harus lakukan adalah menyeragamkan waktu tempuh setiap speaker
dengan men-delay-nya terlebih dahulu.
Jika anda menghadapi masalah akuistik ruang yang cukup parah, software apapun untuk
mengetes system tidak akan dapat digunakan. Selesaikan dulu masalah akuistik!!
System anda memiliki perkabelan yang buruk!! Managemen kabel hasur diperbaiki
terlebih dahulu, dan menggantik kabel-kabel dengan respon suara yang kurang baik.
Agar system kita dapat di equalisasi dengan baik maka kita perlu memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut (Dennis A. Bohn, 1997) :
Latihlah telinga anda untuk mengenal frekuensi-frekuensi suara yang sering harus kita eq, atau
sering menimbulkan masalah. Lakukanlah latihan sebagai berikut :
Pilih sumber suara yang kita kenal, sebagai contoh CD lagu kesukaan anda atau suara
anda sendiri.
Set eq parametrik di mixer dalam posisi flat.
Bypass kompressor yang dipasang pada jalur speaker yang akan kita gunakan, karena
dapat mengaburkan penilaian kita, terlalu
Interaksi antara ruangan dan suara dari speaker adalah kasus yang sukar di selesaikan sebelum
memposisikan kembali speaker.
Banyak orang menyangka bahwa mixer bukanlah bagian penting dari peralatan sound system
mereka, dan mereka hanya membeli mixer murahanyang tidak sesuai dengan apa yang mereka
butuhkan. Ditambah lagi dengan kondisi perekonomian seperti pada saat ini banyak sekali
tempat hiburan, rumah ibadah dan gedung pertemuan tidak mampu membeli mixer yang baik.
Faktor kejernihan suara, dan akuratnya penyetelan sering kali menjadi terabaikan, dan ini banyak
membuat para operator sound system menjadi pusing tujuh keliling. Banyak orang yang mampu
membeli speaker, power, peralatan penunjang lainnya dengan kualitas yang baik dan harga yang
mahal, akan tetapi tidak untuk membeli mixer.
Sebuah mixer yang baik tentu saja akan memiliki suara yang baik pula, dan dapat memenuhi
kebutuhan dari pada system yang kita pasang. Jika kebutuhan kita untuk system yang kita pasang
masih belum bisa terpenuhi, maka dapat kita katakan mixer tersebut masih kurang baik untuk
system kita. Walaupun mixer tersebut memiliki kualitas yang sangat baik dan tentu saja harga
yang cukup mahal. Dalam hal ini juga harus kita pertimbangkan kegunaan dan tentu saja
kemampuan orang yang akan menggunakannya. Mixer dengan berbagai fasilitas akan menjadi
tidak termanfaatkan jika orang yang menggunakannya tidak paham betul apa yang sedang dia
pergunakan. Akan tetapi mohon menjadi catatan kita semua, kualitas dari pada suara system yang
kita pasang tidak hanya bergantung dari pada mixer saja, melainkan juga dari banyak komponen
lainnya. Mixer memang alat yang cukup rumit sehingga, seringkali harganya pun cukup mahal,
kita bahkan bisa menukar sebuah mixer yang cukup baik dengan sebuah rumah mewah.
Mixer adalah sebuah alat yang digunakan untuk menyatukan, memproses dan menyalurkan
kembali sinyal suara yang sudah diolah. Mixer dapat dipergunakan secara luas, dan tidak hanya
dipergunakan untuk menggabung-gabungkan suara akan tetapi dapat pula kita pergunakan untuk
mengolah suara menjadi terdengar lebih baik.
Dalam jaman yang sudah sangat maju seperti pada saat ini kita bisa mengkategorikan mixer
berdasarkan berbagai macam kategori. Salah satu kategori yang cukup besar dan mencakup
berbagai kategori lainnya adalah; mixer digital dan mixer analog. Mixer digital adalah mixer
yang pengolahan sinyal yang melaluinya dalam bentuk digital atau dalam bentuk data digital.
Sedangkan mixer analog adalah mixer yang mengolah sinyal yang melaluinya dalam bentuk
analog atau dengan mengubah variabel besaran arus listrik yang melaluinya.
Mixer digital tidak selalu bentuk hardware-nya virtual atau hanya dapat kita lihat dalam tampilan
layar komputer saja, melainkan banyak pula yang bentuk hardware-nya dapat kita pegang atau
kita set. Mixer yang demikian kita harus tetap sebut mixer digital walaupun ada banyak tombol
yang harus kita set secara analog. Manakah yang lebih unggul? Umumnya pertanyaan ini yang
ada dalam benak kita. Masih banyak orang yang menganggap suara analog masih lebih unggul
dari pada suara digital, memang suara digital yang kita dengar tahun 1980-an pada saat CD baru
pertama kali keluar masih kalah jauh dengan suara analog. Akan tetapi suara digital yang ada
saat ini sudah melompat jauh ke depan dan memiliki kehalusan dan kejernihan suara yang lebih
baik lagi tentunya.
Kelebihan lain dari mixer digital adalah kita dapat menyimpan semua penyetelan yang kita set
pada mixer tersebut dalam bentuk data digital. Dan bahkan dapat menyimpan penyetelan
peracara yang akan kita lalui pada hari itu. Disamping itu dapat pula kita menyimpan penyetalan
equalizer, gate, compressor, dan effek khusus untuk satu individu atau alat musik tertentu.
Fasilitas ini memudahkan kita pada saat kita membutuhkannya, sehingga untuk
mengembalikannya ke penyetelan yang kita inginkan hanya membutuhkan waktu beberapa detik
saja.
Dalam perbandingan ini bukan hanya kualitas suara yang menjadi pertimbangan melainkan juga
kemudahan penggunaan dan juga fasilitas penunjang lainnya yang dapat kita pergunakan dalam
mixer tersebut. Seperti misalnya adanya compressor, gate, audio delay, full parametrik equalizer,
bahkan saat ini ada yang sudah menambahkan grafik equlizer di dalam mixer tersebut. Sehingga
membeli mixer digital dengan fasilitas-fasilitas ini akan menghemat dana secara besar-besaran,
hanya saja operator dituntut untuk mampu mebayangkan mixer tersebut secara virtual. Untuk
membahas mixer digital lebih dalam lagi akan kita bahas di kesempatan lain.
4. Jenis-Jenis Mixer
Mixer dapat kita bagi berdasarkan jenis penggunaannya, ada beberapa penggolongan mixer
berdasarkan jenis penggunaannya, sebagai berikut :
Perbedaan mendasar dari mixer ini dengan mixer monitor adalah jumlah aux pada mixer monitor
lebih banyak. Sedangkan pada mixer live utama pada umumnya output dalam bentuk buss atau
atau matrix terdapat dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan mixer monitor.
Seperti telah disebutkan di atas terdapat beberapa perbedaan antara mixer live utama dengan
mixer live monitor. Mixer live monitor umumnya memiliki auxillary output yang cukup banyak,
Yamaha GA 12 memiliki aux hingga 12 buah, atau bahkan Midas Siena dengan 16 aux.
Fasilitas ini disediakan oleh karena setiap monitor seringkali pendengarnya ingin suara-suara
tertentu saja yang ada pada monitor terseubut. Biasanya mixer ini diletakkan di samping
panggung agar dekat dengan pengguna fasilitas ini yang berada di panggung.
c. Mixer Recording
Mixer recording banyak berbeda dari mixer live, pada umumnya pada mixer ini ditambahkan
fasilitas flip untuk memindahkan input yang masuk ke dalam mixer tersebut. Filp digunakan
untuk menukar input dari sumber dengan keluaran dari alat perekam, ini dimaksudkan agar
memudahkan pada saat merekam dan me-mix down-nya.
Mixer recording yang moderen saat ini juga telah dilengkapi dengan fasilitas unuk memixing
surround channel. Tambahan lainnya adalah MMC atau Midi Machine Control atau tombol-
tombol untuk mengendalikan alat perekam atau bahkan sotware untuk merekam.
d. Matrix Mixer
Bentuk modern dari mixer ini dilengkapi dengan sotfware atau dapat kita kendalikan dengan
komputer. Sebelumnya mixer ini berupa tombol-tombol saja untuk menggabungkan suara
ketempat yang kita inginkan, ditambah dengan potensio gain. Mixer ini lebih banyak difungsikan
untuk tempat yang memiliki banyak ruangan dan menginginkan penggunaan yang berbeda dan
suara yang dihasilkan dari setiap speaker dalam masing-masing ruang bersuara berbeda.
Mixer ini dapat menyalurkan sinyal dari satu ruang ke ruang lainnya tau bahkan menggabungkan
seluruh ruangan dengan 1 buah sumber suara. Mixer ini pada umumnya ditempatkan pada
ruangan kontrol audio dan video dalam sebuah gedung.
e. Automatic Mixer
Ini adalah mixer yang bekerja menghidupkan atau mmatikan microphone secara otomatis
berdasarkan perhitungan NOM atau number of open microphone atau banyaknya microphone
yang terbuka pada saat yang bersamaan. Mixer ini dugunakan pada tempat-temat yang tidak
memerlukan operator, sepeti rumah ibadah sederhana, ruang sidang, dan lain-lain.
Mixer ini akan mematikan microhone yang tidak dipergunakan dan menyalakan microhone
langsung pada saat digunakan berbicara. Dengan demikian feedback dapat dihindari.
f. Zone Mixer
Zone mixer adalah mixer yang dipergunakan untuk memixing berbagai sumber dan
menyebarkannya ke area-area tertentu. Penggunaannya mirip matrix mixer hanya saja pada zone
mixer ditambahkan pula beberapa fasilitas lainnya yang dapat menunjang penggunaannya. Salah
satunya biasanya adanya fasilitas channel untuk paging atau untuk memanggil orang, fasilitas ini
dilengkapi dengan gate yang akan bekerja menekan lagu latar belakang yang sedang diputar agar
panggilan yang disuarakan melalui microphone menjadi jelas terdengar dan lagu latar belakang
menjadi mengecil volumenya.
Fasilitas lainnya adalah adanya volume untuk menyalurkan sinyal suara ke zona-zona yang
berbeda-beda. Pada bagian channel input biasanya terdapat pula tombol untuk memilih zona,
sehingga kita bisa memasukkan suara tertentu ke satu zona saja atau ke zona yang lainnya. Oleh
karena itu mixer ini banyak digunakan untuk restoran, gedung perkantoran, dan lain-lain.
g. Sub Mixer
Mixer ini dipergunakan apabila kita mengginkan channel tambahan, atau dapat pula beberapa
grup band ingin tampil dalam satu acara tanpa kita harus repot-repot mengubah penyetelan mixer
utama. Kegunaan lainnya adalah dapat digunakan untuk pemain keyboard yang memainkan
beberapa buah keyboard dan sound modul, padahal dia hanya memiliki sebuah amplifier
monitor. Atau bahkan kita ingin menggabungkan beberapa sumber suara ke dalam 2 channel saja
atau stereo channel saja.
Kita dapat menggunakan mixer kecil biasa hingga mixer besar untuk aplikasi ini, dan tidak
diperlukan mixer dengan bentuk khusus untuk aplikasi ini.
Mixer ini hanya dapat kita pergunakan untuk menggabungkan sinyal dengan impedansi line
level, dan bukan untuk me-mixing microhone. Pada umumnya mixer ini digunakan sebagai sub
mixer. Pada umumnya bentuk mixer ini hanya satu unit rak saja.
i. DJ Mixer
Bentuk mixer ini beragam dan bermacam-macam, dari mixer dj untuk scratch hingga mixer
untuk club. Yang membedakan mixer ini dengan mixer lainnya adalah adanya tambahan untuk
cross fade. Cross fade digunakan untuk memindahkan channel yang sedang kita pegunakan ke
channel lain yang ingin kita masukkan ke dalam mixer, cross fader akan memindahkannya sesuai
dengan kecepatan kita menggerakkan cross fader.
j. Splitter Mixer
Mixer ini adalah sub mixer ataupun line level mixer, hanya saja bisa berfungsi sebagai splitter,
yaitu pembagi sinyal.
k. Mixer Broadcast
Ini mungkin adalah jenis mixer yang paling berbeda baik dalam buntuk dan penggunaannya.
Pada mixer ini tidak terdapat tombol-tombol untuk mengubah parameter-parameter yang ada,
biasanya di sediakan di dalam mixer tersebut. Untuk jenis mixer ini akan kita bahas lain waktu.
Mixer adalah fungsi dasar yang di desain orang untuk melalukan sinyal audio yang dapat kita
kendalikan dalam berbagai tingkatan. Fungsi ini dimaksudkan agar operator dapat dengan
optimal memanfaatkan jalur-jalur di dalam system tersebut, untuk dapat mencapai tingkat
optimal antara perbandingan sinyal dan noise. Bagian pertama, adalah penguatan input,
pengutan ini ditujukan agar sinyal yang masuk dapat kita kendalikan dan mencapai tingkat yang
cukup besar (atau optimum), tanpa membuat channel tersebut menjadi overload. Fungsi ini juga
harus kita sesuaikan dengan posisi fader yang kita inginkan. Fader pada umumnya ditempatkan
dibagian bawah modul channel mixer, letak ini ditujukan untuk memudahkan operator untuk
mengesetnya. Lebih disukai fader yang menggunkan potensio slider dibandingkan dengan
potensio putar. Fader akan kita gunakan untuk menyetel berapa banyak sinyal yang kita ingin
kirimkan ke master output ataupun sub group.
Untuk memudahkan penggunaan mixer, mari kita lihat mixer dari bagian atas. Berdasarkan blok
rangkaian PCB (sirkuit) di dalam mixer kita dapat bagi mixer ini dalam modul input, modul
input stereo, modul sub group dan aux, dan terakhir modul master output.
Gain
Penguatan input yang pertama adalah tombol gain, tombol ini berada paling atas dari suatu mixer
menandakan bahwa inilah pintu pertama bagi masuknya sinyal ke dalam mixer. Tombol ini dapat
digunakan untuk menambah atau mengurangi sinyal yang masuk atau bahkan menyetopnya sama
sekali. Tombol ini berupa potensio putar yang dapat diputar searah jarum jam dan sesuai dengan
penambahan besarnya input yang kita ingin masukkan.
Switch ini kita pergunakan untuk memilih impedansi atau ada juga yang dipergunakan untuk
memilih input yang ingin kita pergunakan apakah input mic atau input line. Untuk mixer dengan
switch pemilihan input biasanya masih dilengkapi lagi dengan switch untuk mengurangi input
atau sering disebut dengan Pad.
Pembalik fasa dipergunakan untuk membalik positif dari pin XLR nomor 2 menjadi nomor 3 dan
negatif sebaliknya. Kita bisa pergunakan untuk mengurangi feedback, atau juga microphone pada
bagian atas dan bawah snare, sehingga bagian bawah harus kita balik fasanya.
Umumnya switch ini dipergunakan untuk melalukan suara tinggi di atas frekuansi yang telah di
tentukan oleh filter tersebut. Biasanya frekuensi filter ini berada diantara 80 Hz hingga 100 Hz,
ini dapat kita gunakan untuk mengurangi kebisingan suara rendah yang masuk melalui
microphone.
Tombol-Tombol Equalizer
Tombol-tombol equalizer terdiri dari tombol gain, frekuensi, bahkan ada pula tombol untuk
mengatur q (lebar sempitnya kurva). Gain umunya +15 db, gain ini ditujukan untuk menambah
atau mengurangi, sedangkan tombol frekuensi digunakan untuk mencari frekuensi yang tepat
untuk kita tambah atau kita kurangi.
Mixer-mixer yang mahal memberikan pula tombol pengatur q, atau tombol untuk mengatur lebar
sempitnya kurva frekuensi yang akan kita tambah atau kurangi. Equalizer pada mixer merupakan
point penting bagi penilaian orang membeli mixer. Kehalusan dan kemapuan eq menjadi point
penilaian.
Tombol-Tombol Aux
Aux pada mixer terdapat 2 macam, pre fader dan post fader. Pre fader umumnya sinyal
dikeluarkan sesudah melalui tombol mute tetapi belum melewati fader. Sedangkan post fader
sinyal dikeluarkan setelah fader, sehingga besar kecilnya sinyal akan tergantung dari naik
turunnya fader pada channel tersebut.
Aux Pre umumnya dipergunakan untuk monitor panggung karena kita tidak menginginkan
monitor panggung terpengaruh dengan naik turunya fader. Aux Post sangat baik untuk rekaman,
atau kita bisa pergunakan untuk mengirikan suara ke sub, ataupun untuk mengirimkan sinyal
untuk broadcast.
Penyetelan pan dapat kita pergunakan untuk membuat suara menjadi pindah ke kiri atau ke
kanan. Atau dapat juga kita pergunakan untuk mengirim sinyal hanya ke sub group 1 atau hanya
ke sub group 2 saja.
Switch On/Mute
Ada mixer yang menyebut switch ini Mute ada pula yang menyebut mute. Switch ini hanya
dipergunakan untuk mematikan channel.
Switch ini dipergunakan untuk mengirim sinyal ke Modul Master untuk Stereo Ouput.
Switch Mono
Switch ini dipergunakan untuk mengirim sinyal ke Modul Master untuk Mono Output
Fasilitas ini dapat kita pergunakan untuk mengolong-golongkan channel input ke dalam beberapa
nomor mute group. Sehingga kita tidak perlu mematikannya satu persatu jika kita tidak
membutuhkannya.
Pre fader listen atau PFL kita pergunakan untuk mendengarkan suara apa yang masuk ke dalam
channel tersebut. Selain itu dengan menekan switch ini kita juga akan dapat melihat berapa
banyak sinyal yang masuk ke dalam channel tersebut pada meter yang ada pada mixer kita.
Fader ini dipergunakan untuk menaikkan dan menurunkan volume suara yang telah di-equalizer
untuk diteruskan ke master ataupun subgroup tergantung dari pada switch tujuan sinyal yang
sudah kita tekan.
Mixer-mixer besar pada umumnya sudah memiliki tombol ini di bagian channel input. Tujuan
dari pada tombol ini adalah agar channel tersebut dapat memberikan suplai listrik sebesar 48 volt
ke alat yang membutuhkan, seperti mic condenser ataupun alat lainnya. Mixer dengan harga
yang murah biasanya hanya memiliki 1 buah tombol phantom power untuk semua channel.
Modul input ini tidak berbeda dengan modul input mono, hanya saja konektor inputnya telah
dipersiapkan 2 buah untuk input sinya kiri dan kanan. Perbedaanya hanya pada equalizer pada
channel tersebut tidak selengkap pada channel mono. Demikian pula dengan impedansi channel
tersebut pada umumnya hanya dapat dipergunakan untuk input line saja.
Ada pula beberapa mixer tertentu yang menambahkan fasilitas lain pada channel ini, yaitu
channel ini tetap dapat digunakan untuk microphone mono.
Modul ini dapat kita gunakan untuk mengontrol berapa banyak Sub Group atau Aux yang ingin
kita keluarkan atau bahkan campurkan kembali ke Master. Baik Aux maupun Sub Group
memiliki tombol-tombol yang dapat kita pergunakan untuk mengontrol volume Sub Group
maupun Aux.
Potensio Aux pada umumnya adalah potensio putar, berbeda dari master maupun sub group yang
merupakan potensio geser.
AFL adalah singkatan dari After Fader Listen, yang di maksud engan after fader listen adalah
sinyal baru dapat kita dengarkan apabila tombol mute telah kita buka dan volume atau fader telah
kita buka. Tombol ini dapat kita pergunakan untuk mendengarkan isi dari pada fader atau
potensio putar tersebut.
Beberapa merek mixer menyediakan fasilitas ini yang dapat kita gunakan untuk menukar fader
untuk Sub Group dengan potensio untuk Aux Master sehingga keduanya bertukar tempat.
Tombol ini kita pergunakan untuk mematikan Sub Group agar tidak tembus ke Sub Group output
ataupun ke Master output.
Pan pada Sub Group kita gunakan untuk membuat sub group menjadi mono atau dapat kita buat
menjadi stereo. Atau dengan kata lain kita dapat membuatnya menjadi lebih bertenaga dengan
membuatnya dalam kondisi mono.
Potensio Sub Group adalah berupa fader atau potensio geser seperti pada channel input.
Matrix Out
Matrix Out adalah tambahan output yang kita pergunakan untuk menyalurkan sinyal yang telah
kita mix ulang, biasanya dengan me-mix ulang subgroup kita. Matrix minimal terdiri dari 2
matrix A dan B, matrix dapat kita pergunakan untuk mengirim ke speaker di area lain, untuk
merekam, bahkan untuk siaran langsung sekalipun.
Pada modul Master kita masih dapat menaikkan dan menurunkan volume seluruh hasil mixing
kita.
Jika kita tekan tombol ini kita dapat mendengarkan sinyal audio seperti apa yang ada pada
master kita. Tentu saja oleh kerena tombol ini adalah tombol AFL maka kita baru bisa
mendengarkannya setelah kita membuka volume fader dan mengangkat tombol mute.
Tombol ini dapat kita gunakan untuk mematikan output sinyal dari master volume potensio.
Potensio volume Master adalah berupa fader atau potensio geser seperti pada channel input dan
Sub Group.
Fasilitas ini dapat kita gunakan untuk berbicara kepada lawan bicara kita yang berada di
panggung melalui Aux (jika kita pergunakan sebagai monitor), seluruh orang yang berada di
depan speaker utama (Master), atau pun ke tempat lainnya.
Mute Group hanya terdapat pada mixer besar pada umumnya. Fasilitas ini ditujukan agar kita
tidak pelu repot mematikan channel input secara individual. Melainkan dapat kita golong-
golongkan ke dalam beberapa mute group.
Headphone Volume
Headphone volume dapat kita pergunakan untuk menaik turunkan volume pada headphone
sehingga kita dapa mendengar lebih jelas. Harap menjadi catatan biasnya volume PFL atau AFL
akan lebih besar daripada volume Master, diharapkan kita tidak lupa mengecilkannya sebelum
kita memindahkannya.
Gambar 1. Tampak mixer dari atas, menunjukkan modul input mono, modul input stereo, modul
aux, matrix, subgroup, dan modul master.
Seorang soundman di sebuah club di Padang menunjuk sub woofer JBL SRX 4719 dan
mengatakan Mana crossover di dalamnya? Kalian ke manakan crossover di dalamnya.. ?.
Pernahkah subwoofer pasif diberikan crossover pasif di dalamnya? Apa sebenarnya pengertian
crossover? Apa itu crossover pasif? Apa itu crossover aktif?
Kurang Pengertian
Memang ada beberapa merek yang kurang kita kenal membuat subwoofer pasif dan
menambahkan crossover pasif di dalamnya. Akan tetapi ternyata crossover pasif ini tidak
menolong banyak, malah menghabiskan power. Pendapat semacam ini sebenarnya karena kita
kurang mengerti crossover secara lebih mendalam.
Banyak orang salah mengartikan pemberian crossover di dalam subwoofer dianggap bermanfaat,
tetapi malah merugikan, karena menghambat suara dan membuat panas crossover pasif tersebut
saja. Di samping itu kemiringan filter yang di dapat juga kurang memuaskan, hanya sebanyak 18
dB per oktaf saja.
Ketidak hadiran suara hentakan dari sebuah subwoofer, dapat disebabakan oleh berbagai faktor,
di antaranya adalah sebagai berikut :
Masih banyak lagi faktor lainnya yang dapat kita kumpulkan mengenai permasalahan suara
sebuah subwoofer. Saat ini penulis hanya akan memfokuskan kita pada langkah yang paling
utama, yaitu pada polaritas dari subwoofer dan fullrange saja, untuk permasalahan lainnya akan
penulis bahas pada kesempatan berikutnya.
Polaritas Acuan
Mengapa harus polaritas? Bagaimana dengan polaritas subwoofer? Apakah polaritas subwoofer
harus sama dengan polaritas speaker full range? Atau haruskah polaritas subwoofer terbalik dari
polaritas speaker full range? Ini semua adalah pertanyaan yang timbul pada saat kita akan
memasang sebuah subwoofer dan sebuah speaker full range, polaritas siapakah yang akan kita
jadikan acuan? Apa itu polaritas? Polaritas adalah posisi kutub positif dan kutub negatif dari
kabel yang menghantarkan arus maupun sinyal antar alat sound sistem, apakah posisi sambungan
terseubut akan membuat komponen speaker bergerak maju atau malah bergerak mundur. Daun
speaker siapa yang harus bergerak maju? Apakah daun woofer speaker full range? Apakah daun
woofer subwoofer? Atau kedua-duanya?
Dari sekian banyak kasus dan pengalaman penulis, penulis hanya akan memusatkan perhatian
pda polaritas woofer dari speaker full range secara khusus. Mengapa demikian? Woofer pada
speaker full range adalah komponen yang menghasilkan suara rendah. Pada umumnya sasaran
utama sound sistem yang kita set adalah menghasilkan suara vokal yang terdengar jelas dan
tebal. Coba perhatikan apa yang terjadi apabila polaritas woofer speaker full range kita balikkan?
Apa yang akan terjadi? Suara vokal yang akan paling banyak terpengaruhi adalah suara vokal
laki-laki. Suara vokal laki-laki akan terdengar kurang tebal, ini sebagai akibat fasa pada suara
rendah menjadi terbalik. Akibatnya adalah telinga kita dipaksa mendengarkan suara yang
dihasilkan woofer speaker full range sececara terbalik, inilah yang membuat suara rendah vokal
laki-laki menjadi terdengar tipis. Mengapa demikian? Ini perlu penjelasan panjang lebar, penulis
akan menuliskannya di lain kesempatan.
Bagaimana caranya untuk mengetahui posisi polaritas sebuah komponen? Untuk mengetahui
polaritas dengan mudah dan cepat, gunakanlah alat pengecek polaritas (polarity checker). Alat ini
akan memberikan tanda hijau apabila daun woofer tersebut bergerak maju.
Catatan Penting :
Perhatikan polaritas konektor XLR dari setiap alat yang anda rangkai, apakah mixer, power, dan
lain-lain, termasuk polaritas tone generator dari alat pengecek polaritas. Alat-alat sound system
pada saat ini telah megacu kepada penggunaan pin nomor 2 sebagai kutub +, sedangkan alat-alat
sound system sebelum peraturan ini dikeluarkan menggunakan pin nomor 3 sebagai kutub +
pada konektor XLR-nya. Jangan lupa untuk mengecek polaritas konektor XLR pada tone
generator dari alat pengecek polaritas.
Cara lainnya untuk mengecek polaritas woofer adalah dengan menggunakan baterai 9 volt, akan
tetapi cara ini akan sangat menyulitkan. Karena untuk melihat pergerakkan daun woofer dengan
mata kita akan sangat sulit, apakah woofer yang kita cek daunnya bergerak maju atau bergerak
mundur.
Proses selanjutnya adalah anda hanya perlu mendengarkan suara yang dihasilkan dari
penggabungan antara suara subwoofer dan speaker full range. Apabila suara rendah bertambah
(summing), atau mungkin juga frekuensi respon tetap dalam kondisi flat (tanpa penambahan atau
pengurangan). Dapat dikatakan subwoofer sudah dalam posisi polaritas yang benar dengan
speaker full range. Namun jika polaritas subwoofer berada pada posisi yang salah, maka suara
rendah akan terdengar tertekan (canceling) pada frekuensi tertentu. Tentu saja cara ini
memerlukan kepekaan telinga anda, dan anda harus melatih telinga anda untuk mendengarkan
fenomena yang terjadi ini. Apabila anda memiliki RTA (real time analyzer), maka melalui RTA,
anda akan dapat melihat apa yang terjadi dengan lebih jelas.
Suara yang bagaimanakah sebenarnya yang kita cari? Tentu saja kita harus mendapatkan suara
yang semakin bertambah (summing), atau justru malah yang saling menghilangkan (canceling)
antara subwoofer dan suara rendah yang dihasilkan oleh speaker full range. Pada frekuensi
berapa penambahan ini akan terjadi? Efek ini pada umumnya terjadi tidak jauh dari area di
sekitar titik perpotongan frekuensi yang telah kita pilih. Sebagai contoh, apabila anda menaruh
titik perpotongan frekuensi pada frekuensi 100 Hz, maka efek saling menambah akan berada
pada frekuensi setelah 100 Hz, demikian pula apabila kita balik polaritas dari subwoofer maka
efek saling menghilangkan akan juga timbul pada frekuensi setelah 100 Hz. Perhatikan Gambar
B. tidak terjadi efek saling menghilangkan pada rentang frekuensi rendah setelah titik
perpotongan frekuensi pada frekuensi 90 Hz.
Gambar B. Frekuensi respon yang benar antara subwoofer dan full range.
Efek saling menghilangkan atau penambahan pada frekuensi rendah, justru terjadi tidak pada
rentang frekuensi subwoofer (yang berada di bawah titik perpotongan frekuensi). Gangguan ini
justru terjadi pada rentang frekuensi rendah dari speaker full range. Mengapa demikian? Energi
subwoofer umumnya lebih besar dari pada energi speaker full range, sehingga sangat jarang
sekali area rentang frekuensi subwoofer yang terpengaruh, kecuali subwoofer dan speaker full
range berada pda tingkat kekuatan yang sama. Kemungkinan lainnya adalah disebabkan karena
distorsi harmonik yang timbul dari suara subwoofer itu sendiri yang mengakibatkan efek saling
menghilangkan pada rentang frekuensi rendah yang berada pada rentang frekuensi rendah
speaker full range.
Saling Menambahkan
Suara hentakan yang kita dengar, terdapat di antara frekuensi 100 Hz hingga 125 Hz. Frekuensi
ini dihasilkan baik oleh subwoofer, maupun speaker full range. Hanya saja apabila terjadi efek
saling menghilangkan terjadi pada frekuensi ini maka suara hentakan akan tenggelam oleh
frekuensi lainnya yang terdengar lebih menonjol. Ini disebabkan karena energi subwoofer lebih
besar dari energi suara rendah speaker full range, efek saling menghilangkan (canceling) justru
terjadi di antara rentang frekuensi tersebut.
Besar harapan penulis apa yang harusnya menjadi dasar pemasangan subwoofer dapat kita
pahami sekarang, bahwa suara hentakan tidak hanya bersumber dari suara subwoofer saja.
Melainkan berasal dari penggabungan antara suara yang dihasilkan oleh subwoofer dan suara
rendah yang dihasilkan oleh speaker full range. Polaritas memainkan peranan penting dalam
menghasilkan suara hentakan, kesalahan pada polaritas dapat mengakibatkan hilangnya suara
favorit kita ini.
Menjadi Sempit
Mengapa corong speaker apabila kita letakkan atau gantung atau kita letakkan secara tidur harus
kita sesuaikan dengan posisi peletakan speaker? Ini disebabkan karena frekuensi tinggi hanya
bisa untuk mencapai jarak yang cukup jauh apabila energinya terarah ke ke tempat yang kita
inginkan, jika tidak terarah maka energi suara tinggi hanya dapat tersebar dalam jarak yang dekat
saja. Agar sebaran suara speaker tetap seperti pada awalnya, kita harus menyesuaikan posisi
corong dengan memutarnya sebanyak 90. Corong speaker kita putar dengan maksud agar
sebaran horizontalnya tetap menjadi sebaran horizontal pada saat kita menggantung atau
menaruh speaker dalam posisi tidur. Jika kita biarkan corong pada posisi semula maka sudut
sebaran horizontal akan menjadi sudut sebaran vertikal dan sebaliknya. Maka dari itu pada saat
membeli speaker harap anda berhati-hati jika ingin membuatnya menjadi monitor atau untuk
anda gantung secara tidur, perhatikan spesifikasi speaker tersebut apakah corong dapat kita putar
atau tidak.
Suatu contoh menggantung secara tidur yang kurang baik adalah yang saya jumpai di GISI
Kompol Maksum di Semarang, speaker yang mereka gantung adalah Audio Centron yang
umurnya sudah 10 tahunan kurang lebih (sekarang sudah diperbaharui).
Speaker untuk berdiri di gantung tidur, horn menjadi tidak sesuai sebarannya.
Karena speaker ini bukan untuk digantuntg, maka untuk menggantungnya mereka membuatkan
kandang untuk speaker ini dari rangka besi. Hanya saja yang tidak mereka pikirkan adalah
speaker ini memiliki corong tidak dapat diputar 90 atau lingkaran. Apa akibatnya? Suara
tinggi hanya terdengar di area tengah ruangan saja, dan di sisi kiri dan kanan kurang terdengar
dengan baik, sedangkan dibagian tengah depan, jajaran bangku pertama hingga ke 3 tidak
mendengar suara tinggi sama sekali.
Contoh lainnya adalah GKPB Fajar Pengharapan Satelit BTC di Bandung, di sana diangantung 4
buah speaker Behringer aktif secara tidur sebagai speaker delay.
Beberapa tahun yang lalu saya di minta seorang teman untuk meninjau sebuah gereja di Jakarta.
Pada saat teman saya tanyakan speaker dan peralatan apa yang mereka gunakan, ia hanya
menyebutkan sebuah merek yang sudah sanat umum digunakan oleh gereja. Pikir saya, .. yah
itu lagi, itu lagi, kapan saya mendapat tantangan baru. Sampai pada harinya saya meninjau
gereja tersebut, ternyata malah saya yang terkejut, karena mereka ternyata mengunakan speaker
EAW MK series untuk full rangenya & EAW FR 250z untuk subnya. Mixernya menggunakan
Allen & Heath GL 2200, loudspeaker managementnya menggunakan XTA 622, dan power-
powernya menggunakan Crest Audio Pro series.
Kemudian saya bertanya kepada mereka, .mana mungkin suara speaker ini tidak enak, apa
yang harus saya perbaiki? Ini speaker yang harganya cukup mahal di dunia?. Mereka
menjawab, .coba saja Bapak dengar sendiri, kami juga tidak tahu yang tidak enak apanya,
hanya saja kami merasa ada sesuatu yang tidak enak. Setelah saya menyalakan CD dan
mengeluarkan suaranya, ternyata, he, he, he, .. baru saya percaya, memang ternyata suara
speaker tersebut tidak ubahnya speaker buatan Cina.
Ada apa yang salah? Mereknya? Tentu saja tidak, mereka menggunakan merek-merek terkenal
dan berharga mahal untuk instalasi tersebut. Untuk mencari sumber permasalahan suatu instalasi
saya tidak pernah lupa untuk menengok ke belakang rak. Belakang raknya kebetulan sangat
rapih, tetapi kabel yang mereka gunakan ternyata tidak sesuai dengan suara yang seharusnya
diharapkan dihasilkan oleh speaker. Mengapa demikian? Banyak orang yang belum paham betul
mengenai kabel, bagaimana anatominya, dan bagaimana penggunaannya di lapangan, atau
mungkin juga seringkali orang menganggap sepele permasalahan kabel.
Banyak orang akan berkomentar Ah kabel . apa gunanya sih? Pake aja yang murah toh tetap
keluar suara, kalau alat kita bagus, buat apa harus beli kabel yang mahal supaya suaranya bagus.
Untuk orang yang berpendapat demikian akan saya beri catatan sedikit. Kabel berperan penting
dalam menyalurkan sinyal audio dari alat ke alat, tak ubahnya seperti pembuluh darah di dalam
tubuh manusia.
Ada orang yang tampak sehat dari luar, penampilannya pun menarik, tetapi ternyata di dalam
tubuhnya seluruh pembuluh darahnya tersumbat. Saya jamin tidak berapa lama lagi orang ini
akan mengalami serangan jantung, apa yang tidak seimbang di dunia ini akan menghasilkan yang
tidak benar pula. Demikian pula dengan peralatan sound system berharga mahal tidak akan
bersuara sebgaimana seharusnya jika tidak menggunakan kabel yang sesuai dengan ukuran,
jenis, bahkan hingga bagaimana cara orang menyambungkannya (menyoldernya).
Jenis-Jenis Kabel
Kabel untuk sound system tidak sesederhana yang kita pikirkan, banyak jenis, ragam, dan
penggunaannya. Untuk menyambungkan microphone saja, terdapat beberapa jenis kabel, sangat
jarang orang yang mengetahui dan mempelajarinya. Untuk itu marilah kita pelajari bersama-
sama jenis kabel-kabel tersebut sebagai berikut ini :
1. Kabel Microphone
Kabel untuk microphone terdiri dari 2 jenis, demikian pula dengan kabel balance, yaitu kabel
microphone standard dan kabel microphone quad. Kabel microphone standard terdiri dari 3 kabel
yaitu shield (ground / pelindung), kabel untuk kutub positif, dan kabel untuk kutub negatif.
Sedangkan kabel microphone quad di dalamnya berisi 5 kabel yaitu sheild, 2 kabel untuk kutub
positif, dan 2 kabel kutub negatif.
Kabel standard microphone dari Canare seperti L2-T2S terdiri dari 2 buah kabel dalam yang
berwarna biru dan putih. Isi dari kedua kabel tersebut masing-masing terdiri dari 60 buah kawat
tipis. Kabel ini dibungkus kembali dengan rajutan kawat yang cukup rapat, dapat menolak noise
dari luar, dan memiliki fleksibilitas yang baik. Lapisan plastik pembungkus luar kabel terbuat
dari PVC (Polyvinly Chlorida), demikian pula untuk pembungkus kedua kabel bagian dalamnya.
Untuk mereka yang baru belajar menyolder kabel, kabel ini adalah kabel yang cukup baik dan
tahan panas solder. Sehingga orang yang baru belajar menyolder tidak perlu khawatir lapisan
kabel tersebut meleleh karena terlalu lama menempelkan solderan. Tetapi jika terlalu lama tetap
akan meleleh juga. Selain itu kabel balance atau kabel microphone diberi tambahan benang-
benang katun sebagai filler / pengisi dan penguat kabel.
Klotz MY206
Kabel microphone quad dibuat untuk digunakan pada lingkungan yang cukup tinggi noise pada
lingkungan tempat kabel ini digunakan. Harga kabel ini lebih mahal dari kabel microphone
standard, tetapi memiliki daya tolak noise yang lebih besar pada saat kabel ditarik cukup
panjang. Noise timbul sebagai akibat induksi di antara kabel positif dan kabel negatif itu sendiri,
oleh karena bentuknya yang quad induksi tersebut dapat hilang dengan sendirinya. Ditambah lagi
diameter kabel positif dan kabel negatif manjadi lebih besar. Kabel ini dapat kita manfaatkan
untuk tarikan hingga mencapai panjang 100 m.
Untuk kabel microphone dalam bentuk kabel snake, bentuknya mirip dengan beberapa kabel
microphone yang kita gabungkan dan diberi bungkus kembali. Kabel snake ada yang ditujukan
untuk penggunaan mobile dan ada juga yang ditujukan untuk instalasi secara permananen.
Perbedaan yang mendasar pada kedua kabel ini dapat kita baca pada bagian berikutnya.
Kabel balance untuk instalasi tidak berbeda jauh dari kabel microphone dalam bentuk, ukuran,
dan isi bagian dalamnya. Yang membedakannya hanyalah bahan pembuat bunggkus luar kabel
yang lebih keras dan pelindungnya (sheilding) berupa aluminium foil. Pada kabel ini biasanya
kabel untuk ground dibuat tersendiri dalam bentuk kawat yang dililit. Mengapa digunakan
aluminum foil? Karena kabel ini ditujukan untuk mampu menolak pengaruh gelombang
magnetik dan gelombang radio hingga mencapai 100%. Sedangkan pada kabel microphone biasa
hanya dijamin mencapai 94% saja.
Selain itu agar kabel-kabel ini kuat menahan gaya tarik pada saat instalasi sedang berlangsung.
Untuk dapat menahan gaya tarik yang kuat ini maka ditambahkan pula serat-serat pengguat
seperti pada Canare L4-E6AT dan Canare L4-E5AT. Serat-serat penguat tersebut terbuat dari
kevlar yang sanggup menahan gaya tarik yang cukup besar.
Kabel snake untuk instalasi mirip dengan kabel balance instasai yang kita gabungkan.
Perbedaannya dengan kabel snake untuk mobile hanya pada sheild-nya yang menggunakan
aluminium foil, sedangkan pada kabel snake mobile menggunakan rajutan kawat
Snake cable untuk instalasi
3. Kabel Unbalance
Kabel ini mungkin tidak aneh untuk orang pada umumnya, oleh karena sebagian besar kabel hi-
fi, kabel untuk radio, dan kabel untuk video berbentuk seperti ini, yang kita sebut sebagai kabel
coax. Hanya saja untuk sound kabel jenis ini bagian tengahnya berupa serabut, bukannya solid
seperti kabel untuk radio maupun video pada umumya.
Hanya saja pada pembungkus bagian tengahnya masih terdapat lapisan pembungkus bagian luar,
pembungkus ini yang terbuat dari bahan karbon sebagai bahan pelindung yang bersifat
konduktif. Sehingga pada saat kita menyoldernya kita harus berhati-hati agar turut pula
mengupas lapisan tipis ini.
Untuk apa kita harus membuangnya? Karena jika pelindung tipis berwarna hitam ini
menyambung dengan tembaga pada bagian tengahnya maka kabel yang kita solder akan
mengalami gejala-gejala seperti konsleting.
Kabel ini adalah kabel OFC dengan diameter 18 AWG (American Wire Gauge) khusus untuk
menyambungkan alat-alat unbalance. Kabel ini memiliki kapasitansi dan tahanan yang rendah
sehingga mampu meloloskan sinyal hingga 50 kHz. Sehingga suara pick up gitar yang jernih dan
jelas walaupun kita menggunakan kabel unbalance ini dalam jarak yang cukup panjang.
Kombinasi antara sheild tembaga dan lapisan karbon dapat melindunggi kabel dari suara-suara
noise microphonic (noise yang sangat kecil) yang tidak kita inginkan. Noise ini umumnya datang
dari cube-cube yang volumenya kita set besar. Anehnya kabel ini direkomendasikan juga untuk
kabel speaker penghubung antara head ampli dan kabinetnya.
Kabel ini hanya merupakan bentuk penyederhanaan dari kabel microphone standard. Kabel ini
hanya ditujukan untuk tarikan jarak dekat, dan tanpa beban tarikan yang cukup berat. Biasaya
kabel ini memiliki harga yang cukup murah, sebagai contoh Belden 8760, Belden 8761, dan
Canare L2-B2AT. Isi kabel juga tanpa dilengkapi dengan filler atau benang pengisi dan penguat
kabel.
5. Kabel Speaker
Beberapa orang menganggap kabel speaker amat tidak penting, diganti dengan kabel listrik pasti
juga menyala. Memang benar demikian, hanya saja pendapat ini tidaklah semuanya benar.
Kabel speaker justru memiliki tahanan yang cukup besar, sehingga bahan pembuatnya harus
benar-benar tembaga murni. Memang benar arus yang mengalir pada kabel speaker adalah arus
AC atau sama dengan listrik pada colokan listrik kita. Hanya saja arus yang menalir di dalam
kabel ini tidak konstan, dan memiliki dinamika. Berbeda dengan speaker Toa atau ceilling di
supermarket yang menggunakan arus konstan sehingga bisa dikirim jauh tanpa distorsi.
Dari tabel di bawah ini kita bisa baca berapa banyak pengurangan sinyal jika kita menarik kabel
speaker Canare sepanjang yang kita inginkan. Kita juga tidak boleh melupakan apa yang akan
terjadi kalau kita menarik kabel speaker dengan jarak yang panjang.
Untuk memudahkan penghitungannya Canare telah membuatkan tabel yang kurang lebih dapat
kita gunakan sebagai patokan pada saat kita menarik kabel speaker. Tabel tersebut sebagai
berikut :
Model Tahanan Sepasang Konduktor (ohm/100m) & Penampang melintang dalam mm Tahanan
Konduktor (ohm/100m) untuk arus kembali Panjang kabel / damping faktor
4S6 1,87 / 1,0 mm (AWG 17) 3,7, untuk DF 20 9,5 m, untuk DF 50 3,0 m
4S8 0,75 / 2,5 mm (AWG 14) 1,5, untuk DF 20 23,3 m, dan untuk DF 50 7,3 m
4S11 0,34 / 1,0 mm (AWG 11) 0,87, untuk DF 20 40,2 m, dan untuk DF 50 12,6 m
Semua nilai dihitung berdasarkan asumsi output power amplifier pada 0,05 ohm
DF 20 adalah damping factor hanya diperuntukan untuk penggunaan pidato saja, sedangkan DF
50 adalah nilai yang dibutuhkan untuk musik dengan band lengkap. Jadi damping faktor akan
ditentukan oleh bentuk dan panjang kabel speaker. Untuk lebih jelasnya akan kita bahas pada
bagian kedua artikel ini.
Bahan-bahan penyusun kabel merupakan komponen penting yang membuat suara yang
dihasilkan kabel berbeda-beda. Bahan penyusun kabel yang utama adalah tembaga, akan tetapi
pada umumnya tembaga yang tersedia tidak murni. Memang kesulitan lainnya akan timbul
apabila tembaga tersebut dalam bentuk murni, oleh karena akan mudah teroksidasi jika mendapat
kontak dengan udara.
Untuk menghindarinya beberapa pabrik pembuat kabel membuat kabel yang diberi label OFC,
atau Oxygen Free Cable. Apa maksud dari kabel ini, kabel ini memiliki pembungkus yang sangat
baik sehingga oksigen tidak dapat masuk hingga ke bagian tengah kabel. Pernah melihat kabel
speaker yang sudah berumur satu tahun dan berwarna hitam agak kehijauan, itu tandanya
oksigen oksigen dapat masuk ke bagian tengah-tenggah kabel.
Pabrik lainnya untuk menghindari oksidasi, melapis tembaga dengan seng. Hanya saja suara
yang dihasilkan sangat tajam dan suara tone rendahnya kurang, dan anehnya kabel ini
memperkuat sinyal secara keseluruhan. Sehingga pada saat kita membaca meter yang ada di
mixer sinyal naik hampir 40% lebih tinggi dibandingkan dengan kabel tembaga murni. Mungkin
ini hanya pengalaman saya saja di lapangan, saya anjurkan anda mencobanya sendiri. Contoh
kabel-kabel microphone yang berlapis seng adalah Klotz quad SQ422, Belden 8760, belden
8761, dll. Sedangkan untuk kabel speaker adalah Belden 8470. Hindari kabel-kabel ini untuk
speaker-speaker yang berlebihan suara tingginya, demikian pula untuk stasiun radio FM, kerena
mereka membutuhkan suara yang flat.
Penulis adalah pemilik Tujuh Konsultan dan Kontraltor Tata Suara. Beliau dapat dihubungi di
nomor 0818225113, atau e-mail ke tujuh10@hotmail.com
Box Khusus :
Oksidasi
Mengapa kabel teroksidasi?
Tanda-tanda kabel yang teroksidasi adalah berwarna kehitaman atau kecoklat-coklatan, jika
kabel sudah teroksidasi, maka suara yang dhasilkan akan bersuara buruk. elain itu oksidasi perlu
diwaspadai, oleh karena kemapuan kontaknya menurun dan mengakibatkan arus yang melompat
seperti konsleting. Hal ini terjadi oleh karena bagian kontak dari kabel terlapisi oleh permukaan
kabel yang telah teroksidasi sehingga kabel tidak menempel dengan benar.
<<<<<<<<<<<<<<<<<<<http://www.jamesmuaja.com/soundman-gereja-buku/>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>