Anda di halaman 1dari 3

INFORMASI UMUM TENTANG BENTUK DAN JENIS STRUKTUR ORGANISASI GEREJA

Oleh: Pdt. C. Berotabui,MTh


1. Bentuk Organisasi Gereja a. Bentuk Papal. Bentuk organisasi Gereja Roma Katolik Kekuasaan ada di tangan PAUS yang adalah kepala Gereja, sebagai pengganti Kristus di dunia ini dalam memerintah Gereja. Kekuasaan dilaksanakan secara hierarkhis. b. Bentuk Episkopal. Bentuk organisasi Gereja di mana yang berkuasa adalah USKUP-USKUP (Episkopos= Gembala Sidang). Yang menjadi kepala Gereja adalah Uskup-Uskup. Uskup mempunyai kekuasaan istimewa. Walaupun kekuasaan dilaksanakan secara hierarkhis, namun tidak ada perbedaan antara para Uskup dalam hal kedudukan, malah mereka mempunyai kerjasama melalui rapat-rapat/sidang-sidang. c. Bentuk Sinodal. Bentuk organisasi Gereja di mana yang berkuasa adalah Sinode. Dalam bentuk ini ada terdapat juga bentuk hierarkhis, tetapi dalam arti ada dua garis timbal-balik, yaitu dari atas ke bawah: Sinode, Klasis, Jemaat, dan dari bawah ke atas: Jemaat, Klasis, Sinode. d. Bentuk Presbiterial. Bentuk organisasi Gereja yang menekankan presbiteros (=penatua), dalam hal ini Majelis Jemaat setempat. Pimpinan Gereja terletak pada Jemaat setempat, yaitu dalam Majelis Jemaat dan tidak terdapat tingkatan-tingkatan jabatan (hierarkhis). e. Bentuk Kongregasional/Independen. Bentuk organisasi Gereja yang timbul sebagai reaksi terhadap Gereja Negara di Inggris (Episkopal). Bentuk ini menekankan Jemaat-jemaat setempat yang berdiri sendiri. Bisa juga terjadi penggabungkan yang merupakan Gereja, tetap itu hanya dapat berlaku atas persetujuan Jemaat-Jemaat setempat dengan tidak mengurangi kedaulatan masing-masing Jemaat. f. Bentuk Presbiterial Sinodal. Bentuk organisasi Gereja yang yang dianut oleh banyak Gereja-gereja di Indonesia, termasuk GKI Di Irian Jaya. Bentuk ini merupakan perpaduan dari bentuk presbiterial dan bentuk sinodal. Bentuk ini menekankan dua segi: (1) Jemaat setempat yang merupakan bagian mutlak dari Gereja seluruhnya. (2) Gereja sebagai keseluruhan mempunyai kenyataan dalam Jemaat-jemaat setempat. Dengan kata lain, menekankan presbiteros: Majelis Jemaat dan Sinode. Jadi Jemaat-jemaat yang mau berjalan bersama-sama dengan mengakui satu azas dan

pengakuan serta peraturan bersama. Jemaat-jemaat merupakan kesatuan dari Gereja seluruhnya yang berjalan bersama-sama di bawah pengawasan dan pemerintahan dari pada Sinode. Dalam sistim ini tidak terdapat tingkatan-tingkatan jabatan karena semua jabatan (Pendeta, Guru Jemaat, Penginjil,Penatua dan Syamas) mewakili Kristus dan karena itu tidak ada jabatan yang lebih tinggi atau rendah. Mereka semua dalam panggilannya sebagai pelayanan (Ef 4:11) bertanggung jawab atas pelayanan pembangunan Jemaat yang adalah tubuh Kristus di mana Kristus sendiri sebagai Kepalanya (Ef 4:12, 15). Walaupun dikatakan bahwa sistim ini mempunyai dua segi: Jemaat setempat dan Gereja, tetapi sebenarnya bentuk Presbiterial-Sinodal adalah lebih menekankan Presbiterial, yaitu wewenang otonomi Jemaat setempat. Misalnya, Jemaat yang memanggil Pendeta, membayar jaminan hidupnya dan sebagainya. namun ada Gereja-gereja yang menganut sistim Sinodal-Presbiterial, tetapi dikatakan Presbiterial-Sinodal, karena wewenang banyak terletak di Sinode. Seperti Sinode mengangkat dan memindahkan Pendeta, mengangkat dan memberhentikan Ketua Klasis, dan sebagainya (GKI Di Irian Jaya?). 2. Struktur Organisasi Gereja. Ada tiga macam struktur organisasi Gereja-gereja, yaitu: a. Jemaat - Klasis - Wilayah/Resort (Sinode Wilayah/Resort) - Sinode. Struktur ini dipergunakan oleh Gereja-gereja yang mempunyai daerah pelayanan yang luas, dan di mana komunikasi sangat sulit, serta mempunyai hubungan historis dengan zending.

Kebaikannya: Koordinasi lebih mudah dilaksanakan oleh Pimpinan Sinode, dan Jemaat-jemaat tidak merasa jauh dari pimpinannya (Klasis dan Wilayah/Resort). Kelemahannya: Penyelesaian masalah-masalah dan proses pengambilan keputusan lama, karena harus melalui proses struktur organisasi.
b. Jemaat - Klasis - Sinode. Jenis struktur organisasi ini hampir sama dengan Struktur Organisasi Jemaat Klasis - Wilayah/Resort - Sinode, hanya penyesuaian dengan situasi dan kondisi yang sering berbeda.

Kebaikannya: Hampir sama dengan Struktur Organisasi Jemaat - Klasis - Wilayah/Resort Sinode, tetapi Struktur Organisasi Jemaat - Klasis - Sinode lebih fleksibel. Kelamahannya: Masih lebih kurang dari pada Struktur Organisasi Jemaat - Klasis - Wilayah/Resort Sinode.
c. Jemaat - Sinode.

Jenis struktur ini dipergunakan oleh Gereja yang tidak mempunyai hubungan historis dengan Zending (GPIB) atau Gereja yang mempunyai daerah pelayanan yang tidak luas (Gereja Kristen Indonesia Jawa Timur). Kebaikannya: (1) Pimpinan Sinode secara langsung memperhatikan Jemaat-jemaat karena tidak ada pimpinan lain yang mengantarainya. Bila ada masalah-masalah yang timbul di Jemaat dan tidak dapat diselesaikan, maka pimpinan Sinode langsung turun tangan. (2) Keputusan dapat diambil dengan cepat dan dapat disampaikan secara langsung kepada Jemaat-jemaat. (3) Kontrol sosial mudah terlaksana, sehingga baik pimpinan Jemaat maupun Sinode lebih menyadari tanggung jawabnya. Kelemahannya: (1) Kurang nampak adanya persekutuan antar Jemaat-jemaat. (2) Pimpinan Sinode menjadi sibuk sebab segala masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh Jemaat-jemaat, langsung dihadapkan kepada Sinode.

Anda mungkin juga menyukai