Anda di halaman 1dari 7

Klasifikasi fraktur

Menurut Smeltzer (2005), jenis fraktur dapat dibagi menjadi:

a. Fraktur komplit

Patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi
normal.

b. Fraktur tidak komplit

Patah tulang yang terjadi pada sebagian garis tengah tulang.

c. Fraktur tertutup

Patah tulang yang tidak menyebabkan robekan pada kulit. Patah tulang tertutup
adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.

d. Fraktur terbuka/fraktur komplikata

Patah tulang dengan luka pada pada kulit dan atau membran mukosa sampai
patahan tulang.

Fraktur terbuka di gradasi menjadi:

1) Grade I : fraktur terbuka dengan luka bersih kurang dari 1 cm

2) Grade II : fraktur dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan extensif
sekitarnya.

3) Grade III : fraktur dengan kondisi luka mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif dan sangat terkontaminasi.

Menurut Feldman (1999), fraktur terbuka grade III dibagi lagi menjadi:

a) Grade IIIA: terjadi kerusakan soft tissue pada bagian tulang yang terbuka

b) Grade IIIB: trauma yang menyebabkan kerusakan periosteum ekstensif dan


membutuhkan teknik bedah plastik untuk menutupnya
c) Grade IIIC: fraktur terbuka termasuk rusaknya pembuluh darah besar

e. Jenis fraktur khusus

Menurut Smeltzer (2005), jenis fraktur yang khusus lain seperti:

1) Greenstick: salah satu sisi tulang patah dan sisi lainnya membengkok.

2) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang

3) Oblik: garis patahan membentuk sudut dengan garis tengah tulang.

4) Spiral: fraktur yang memuntir seputar batang tulang

5) Kominutif: tulang pecah menjadi beberapa bagian

6) Kompresif: tulang mengalami kompresi/penekanan pada bagian tulang lainnya


seperti (pada tulang belakang)

7) Depresif: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (pada tulang


tengkorak)

8) Patologik: fraktur pada tulang yang berpenyakit seperti penyakit Paget,


Osteosarcoma.

9) Epifiseal: fraktur pada bagian epifiseal

f. Tipe fraktur ekstremitas atas

1) Fraktur collum humerus

2) Fraktur humerus

3) Fraktur suprakondiler humerus

4) Fraktur radius dan ulna (fraktur antebrachi)

5) Fraktur colles
6) Fraktur metacarpal

7) Fraktur phalang proksimal, medial, dan distal

g. Tipe fraktur ekstremitas bawah

1) Fraktur collum femur

2) Fraktur femur

3) Fraktur supra kondiler femur

4) Fraktur patella

5) Fraktur plateu tibia

6) Fraktur cruris

7) Fraktur ankle

8) Fraktur metatarsal

9) Fraktur phalang proksimal, medial dan distal

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan


ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di


imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung


bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan
deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan membandingkan dengan
ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.

4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainya.

5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Smelzter dan Bare, 2002).

Diagnosis

Anamnesis

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma,
dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma).
Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari
kepala, muka, leher, dada, dan perut (Mansjoer, 2000).

b. Pemeriksaan Umum

Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel,


fraktur pelvis, fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang
mengalami infeksi (Mansjoer, 2000).

c. Pemeriksaan Fisik

Menurut Rusdijas (2007), pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur adalah:

- Look (inspeksi): bengkak, deformitas, kelainan bentuk.

- Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.

- Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit krepitasi.

d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah pencitraan
menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi
yaitu antero posterior (AP) atau AP lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) atau indikasi untuk memperlihatkan patologi yang
dicari, karena adanya superposisi. Untuk fraktur baru indikasi X-ray adalah untuk
melihat jenis dan kedudukan fraktur dan karenanya perlu tampak seluruh bagian
tulang (kedua ujung persendian).

Komplikasi

Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara
lain:

1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.

a. Syok

Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah


eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan
oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi
pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.

b. Sindrom emboli lemak

Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam
lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.

c. Sindroma Kompartement

Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan
ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi
kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai
masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).

d. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi, CRT
menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

e. Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

f. Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya
Volkmans Ischemia (Smeltzer dan Bare, 2001).

2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.

a. Malunion Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan
tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang
baik.

b. Delayed Union Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan
tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke
tulang.
c. Nonunion Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur
yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang (Price dan Wilson, 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.


Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006. p. 1063

Syamsu Hidayat,R Dan Wim De Jong, Buku Ajar Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta,tahun 1995

Anda mungkin juga menyukai