Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Famili Aristolochiaceae termasuk dalam sub-ordo Magnoliiflorae,


secara morfologis dianggap salah satu yang paling primitif dari Angiospermae,
dan terdiri dari tujuh genus herba, undershrubs, semak, dan tanaman merambat
yang tersebar ke seluruh dunia di daerah iklim yang berbeda, terutama di daerah
tropis, subtropis dan beberapa di zona beriklim sebelah utara. Aristolochia adalah
genus penting, baik secara numerik dan secara medis, dalam famili
aristolochiaceae. Genus Aristolochia terdiri dari sekitar 400 spesies tanaman herba
menahun, undershrubs atau semak mengandung minyak esensial dan tersebar luas
di seluruh Asia tropis, Afrika dan Amerika Selatan. Beberapa spesies Aristolochia
telah dibudidayakan untuk digunakan dalam obat tradisional dan sebagai tanaman
hias. Penggunaan spesies Aristolochia telah digunakan dalam tradisi pengobatan
populer Cina. Berbagai spesies Aristolochia telah digunakan sebagai obat-obatan
dan tonik (Tabel 1).

Beberapa spesies telah digunakan dalam bentuk simplisia sebagai


anodynes, antiphlogistics dan detoxicants, terutama di daratan Cina. Buah yang
matang dari Aristolochia debilis, dikenal di Cina dengan nama, "Madouling"
masih digunakan untuk pengobatan gigitan ular, TBC dan sebagai agen
antihipertensi. Akar kering Aristolochia indica yang konon digunakan sebagai
obat tradisional India sebagai emmenagogue atau aborsi. Aristolochia albida,
yang berasal dari Afrika Barat telah digunakan dalam pengobatan tradisional
untuk berbagai penyakit termasuk penyakit kulit, disentri, kolik gastrointestinal
dan gigitan ular. Akar Aristolochia argentina, dikenal sebagai "Charrua" atau
"Charruga" digunakan sebagai obat tradisional Argentina sebagai emmenagogue
dan untuk mengobati arthritis, keracunan dan pruritus. Aristolochia bracteata,
tanaman obat India terkenal untuk perusahaan efficacy sebagai obat cacing,
pencahar, emmenagogue, dan untuk mengusir cacing bulat.

Rimpang Aristolochia brevipes, umumnya dikenal sebagai "Guaco"


digunakan oleh orang-orang lokal Tarasc di Meksiko untuk mengobati arthritis
dan diare dan juga diterapkan untuk menyembuhkan luka dari gigitan ular.

Septiani Martha-Review Jurnal 1


Aristolochia chilensis dikenal dengan nama vernakular "Oreja de zorro" (fox ear)
dan "Hierba de la virgen Maria" (virgin Marys herb) dan rebusan akarnya
diminum untuk mengurangi banyak lochia (sekresi nifas). Akar Aristolochia
cinnabarina digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit sebagai obat tradisional
Cina. Bagian aerial Aristolochia constricta, tanaman obat ini di Equador dan
Amerika Selatan yang secara empiris digunakan sebagai obat tradisional sebagai
antispasmodic, obat cacing, emmenagogue dan terhadap gigitan ular. Bagian
aerial Aristolochia grandiflora dikatakan memiliki efek antimikroba, uterotonika,
dan sifat sitotoksik dan juga digunakan untuk mengobati gigitan ular. Buah-
buahan dan akar Aristolochia kankauensis, spesies endemik Taiwan telah
digunakan sebagai pengobatan alternatif di Cina "Madouling", sebagai analgesik,
ekspektoran, antitusif, antiasthmatic dan juga untuk pengobatan gigitan ular dan
inflamasi paru-paru.

Akar dan buah-buahan dari Aristolochia mollissima ("Xun gu feng"


dalam bahasa Cina) bekerja sebagai analgesik, antikanker, antimalaria dan agen
antiinflamasi dan juga untuk pengobatan sakit perut, nyeri pada perut dan rematik.
Aristolochia triangularis, tanaman obat yang ditemukan di Amerika Selatan
digunakan dalam pengobatan luka dan penyakit kulit, sebagai emmenagogue,
antidotum, aborsi, antirematik, antiseptik dan juga sebagai tonik oleh masyarakat
setempat. Aristolochia yunnanensis (Yunnan ma dou ling) merupakan obat crude
Cina, "Nan mu xiang" direkomendasikan untuk penyakit pencernaan,
trikomoniasis, dan untuk berbagai kondisi nyeri dalam pengobatan tradisional.

Berdasarkan informasi dan referensi yang didapat mengenai


pemanfaatan spesies-spesies Aristolochia secara tradisional pada berbagai
pengobatan penyakit dibeberapa negara tempat tumbuhnya, peneliti ingin
mereview jurnal penelitian mengenai tahapan-tahapan isolasi senyawa bioaktif
yang berperan dalam masing-masing aktivitas yang telah diuji secara ilmiah,
sehingga dapat menjadi refrensi untuk mengisolasi, mengkarakterisasi senyawa
bioaktif dan pengujian aktivitas biologis untuk beberapa spesies dari Aristolochia
yang belum teridentifikasi seperti Aristolochia dictyophlebia, Aristolochia tagala
dan Aristolochia coadunata.

Septiani Martha-Review Jurnal 2


BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Aristolochiaceae
Aristolochiaceae, atau famili Birthwort, adalah keluarga tanaman berbunga
dengan 7 genus dan sekitar 400 spesies yang termasuk orde piperales. Jenis
genus adalah Aristolochia L.

Deskripsi
Kebanyakan tumbuhan ini perennial, tanaman herba, semak, tanaman
merambat berkayu atau bahkan tanaman merambat. Membranosa, daun
sederhana berbentuk hati, berkembang secara bergantian sepanjang batang
pada batang daun. Margin umumnya seluruh. Tidak ada stipula. Bunga-bunga
aneh yang besar untuk berukuran sedang, yang tumbuh pada axils daun.
Bilateral atau radial simetris.

Klasifikasi
Aristolochiaceae adalah magnoliids, kelompok basal angiospermae yang
bukan bagian dari kelompok monokotil atau eudicots. Beberapa skema
klasifikasi yang lebih baru, seperti pembaruan dari Angiosperm kelompok
Filogeni, menempatkan famili aristolochiaceae dalam urutan piperales, tetapi
masih sangat umum.

Fitokimia
Banyak anggota Aristolochia dan beberapa Asarum mengandung toksin asam
aristolochic sehingga dilarang untuk dimakan dan dikenal karsinogenik pada
tikus. Aristolochia sendiri karsinogenik pada manusia.

Genus

Subfamily Aristolochioideae Subfamily Asaroideae

Aristolochia L. Pipevine Asarum L. Wild ginger


Asiphonia Griff. Hexastylis Raf. Little brown
Pararistolochia Hutch. & Dalziel jug
Thottea Rottb.[2] Saruma Oliv.[3]

Septiani Martha-Review Jurnal 3


2.2 Aristolochia
Aristolochia adalah genus tanaman besar dengan lebih dari 500
spesies yang senama (jenis genus) dari keluarga (aristolochiaceae).
Anggotanya dikenal sebagai birthwort, pipevine atau Dutchman-pipe dan
tersebar luas dan tumbuh dalam iklim yang paling beragam. Beberapa
spesies, seperti Aristolochia utriformis dan Aristolochia westlandii, terancam
punah. Isotrema biasanya disertakan di sini, tapi mungkin kebenaran genus.
Jika demikian, terdapat spesies dengan tiga lobus kelopak.

Deskripsi Tumbuhan
Aristolochia adalah genus dari evergreen dan tanaman berkayu
merambat dan tanaman herba menahun. Batang halus tegak atau agak melilit.
Daun sederhana dan berbentuk hati, membran, yang tumbuh di batang daun.
Tidak ada stipula. Bunga-bunga tumbuh di axils daun. Mereka inflated dan
bulat di dasar, terus sebagai tabung perhiasan yang panjang, berakhir dengan
berbentuk lidah, lobus berwarna cerah. Tidak ada corolla. Kelopak adalah 1-3
whorled, dan 3-6 bergigi. Sepal bersatu (gamosepalous). Ada 6-40 benang
sari dalam satu lingkaran. Mereka bersatu dengan gaya, membentuk
gynostemium Ovarium lebih rendah dan 4-6 lokulus. Bunga-bunga ini
memiliki mekanisme penyerbukan khusus. Tanaman aromatik dan aroma
yang kuat menarik serangga. Bagian dalam dari tabung perhiasan bunga
ditutupi dengan rambut, bertindak sebagai perangkap serangga. Rambut ini
kemudian layu untuk melepaskan lalat, ditutupi dengan serbuk sari.
Buah merupakan kapsul pecah dengan banyak biji endospermic.
Nama-nama umum " Dutchman pipe " dan "pipevine" (misalnya pipevine
biasa, Aristolochia durior) adalah kiasan untuk meerschaum pipe kuno di satu
waktu yang sama di Belanda dan Jerman Utara. "Birthwort" (misalnya Eropa
birthwort Aristolochia clematitis) mengacu bentuk bunga pada spesies ini
yang menyerupai jalan lahir.

Septiani Martha-Review Jurnal 4


2.3 Distribusi dan Penyebaran

Septiani Martha-Review Jurnal 5


BAB III
PEMBAHASAN JURNAL

3.1 Aristolochia taliscana

Abstarak

Tuberkulosis (TB - Mycobacterium tuberculosis) adalah penyakit menular kuno


yang telah muncul sekali lagi sebagai masalah kesehatan yang serius di seluruh
dunia dan sekarang terdiri penyebab utama kedua kematian akibat infeksi tunggal.
Prevalensi resistensi multidrug (MDR) TB meningkat dan pilihan terapi untuk
pengobatan tidak selalu dapat diakses; pada kenyataannya, beberapa pasien tidak
merespon obat yang tersedia. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk
mengembangkan agen anti-TB baru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menyaring ekstrak Aristolochia taliscana, tanaman yang digunakan dalam
pengobatan tradisional Meksiko untuk mengobati batuk dan gigitan ular, untuk
kegiatan antimycobacterial. Ekstrak hexanic Aristolochia taliscana diuji dengan
microdilution alamar blue assay against Mycobacterium dan bioguided fraksinasi
menyebabkan isolasi neolignans licarin A, B dan licarin eupomatenoid-7, yang
semuanya memiliki aktivitas antimycobacterial. Licarin A adalah senyawa yang
paling aktif, dengan konsentrasi minimum penghambatan 3,12-12,5 g/mL
terhadap M. tuberculosis strain berikut: H37Rv, empat mono-resisten varian
H37Rv dan 12 isolat klinis MDR, serta terhadap lima strain mycobacteria non-TB
(NTM). Kesimpulannya, licarin A merupakan agen anti-TB berpotensi aktif untuk
mengobati M. MDR TB dan NTM strain.

3.1.1 Metode dan Alat


Bahan tanaman - A. akar taliscana yang dibeli di pasar tanaman obat di
kota Mexico, Mexico. Bahan tanaman dibandingkan dengan spesimen botani
disimpan di Herbarium dari Instituto Mexicano del Seguro Sosial dan voucher
didepositkan berdasarkan kode 1106.

Septiani Martha-Review Jurnal 6


3.1.2 Ekstraksi dan Isolasi
Serbuk kering akar (1,5 kg) dimaserasi (3 48 jam) dengan 12L n-
heksana. Ekstrak disaring dan diuapkan dalam vakum untuk menghasilkan 33 g
ekstrak kasar. Kromatografi kolom (CC) dilakukan menggunakan gel silika 60
GF254 (70-230 mesh, Merck) sebagai fase diam dan silika gel 60 F254 pra-coated
pelat aluminium (0,2 mm, Merck) untuk analisa dan analisis kromatografi lapis
tipis preparatif analitis (TLC). Spots divisualisasikan dengan penyemprotan
dengan larutan H2SO4 10% diikuti dengan pemanasan lempengan pada suhu
100C.
Untuk silika gel kromatografi kolom, ekstrak (15 g) difraksinasi dengan
eluen dengan n-Hex: CHCl3 (100 0) dan CHCl3: MeOH (100 0); 72 fraksi
(250 ml masing-masing) diperoleh. Fraksi utama (F1-F15) digabungkan sesuai
dengan hasil dari analisis TLC. Semua fraksi utama diuji untuk aktivitas
antimycobacterial.
Dari fraksi aktif F5-F7, 975mg berbentuk jarum putih dengan titik leleh
(m.p) dari 82-86C (lit. m.p. 89-90C) mengkristal. Senyawa itu diidentifikasi
sebagai licarin B (1) dan juga terdeteksi pada fraksi F8-F11. Fraksi F8-F11 (2,5
g) dikromatografi ulang pada kromatografi kolom menggunakan silika gel (75 g)
dengan gradien pelarut nHex: CHCl3 (100 0) dan CHCl3: MeOH (100 0).
Proses ini menghasilkan 14 fraksi sekunder (FA-FN) dari 150 mL masing-masing.
Fraksi sekunder FD menghasilkan 40 mg dari 1 dan fraksi FF (400 mg) itu
kembali dikromatografi di kromatografi kolom dan dielusi dengan n-Hex: CHCl3
(100 0) dan CHCl3: MeOH (100 0) untuk mendapatkan delapan fraksi
tersier Fa-Fh. Terisolasi serbuk berwarna merah marun (80 mg) dari Fc-Fe
ditandai sebagai eupomatenoid-7 (2) dengan m.p. dari 100-104C (lit. m.p. 105-
106C).
Fraksi sekunder FJ (300 mg) selanjutnya kembali dikromatografi
kromatografi kolom memanfaatkan n-Hex: CHCl3 dan CHCl3 sebagai sistem
elusi. Sembilan 50 mL fraksi tersier (Fa'-Fi ') diperoleh. Dari Fb ', 196 mg produk
putih diperoleh dengan kristalisasi dengan m.p. dari 107-110 C (lit. m.p. 133-
134C), yang diidentifikasi sebagai licarin A (3).

3.1.3 Karakterisasi kimia


Karakterisasi kimia dari isotale neolignans ditentukan dengan
mengguanakan 1H-NMR (Eclipse 300 JEOL, 300 MHz) dan 13C-NMR (Varian
Unity, 300 MHz) menggunakan tetrametilsilan sebagai standar internal di dalam
pelarut CDCl3. Spektrum benturan-massa elektron yang diperoleh pada
spektrometer massa JEOL AX-505 HA pada 70 eV.
Inframerah (IR) spektrum dengan menggunakan lapisan film NaCl dalam
Bruker Model Tensor 27 spektrometer, rotasi optik pada Perkin Elmer Model 345
polarimeter pada 25C menggunakan lampu natrium (589 nm) dan m.p. dalam
alat Fisher-Johns. Semua data spektroskopi (1H dan 13C-NMR) dari masing-

Septiani Martha-Review Jurnal 7


masing senyawa dibandingkan dengan yang sebelumnya dilaporkan dalam
literatur (Enriquez et al. 1984) dan dijelaskan dalam Tabel I, II

3.1.4 Data Spektra Senyawa Standar


Licarin B (1)
Jarum putih larut dalam CHCl3, m.p.82-86C, []D25C = -0,262 (MeOH), IR:
Vmax 2900, 1600 dan 1050-1200. IE-MS: m/z (rel.int.) 324 [M+(100)], 309
(12), 293 (8), 278 (28), 202 (6), 135 (20), 121 (8), 91 (7), 77 (14) and 46 (5).
Eupomatenoid-7 (2)
Serbuk berwarna merah marun, larut dalam CHCl3 , m.p. 100-104C,
[]D25C =-0,280 (MeOH), IR: Vmax 3429, 2937, 2849, 1725, 1604, 1513,
1452, 1371, 1267, 1221, 1147 dan 1056. IE-MS: m/z (rel.int.) 324 (100),
309 (20), 293 (15), 123 (6), 91 (9), 77 (5) and 31 (15)
Licarin A (3)
Serbuk putih, larut dalam CHCl3, m.p.107-110C, []D25C = -0,15 (MeOH),
IR: Vmax 3541, 2938, 1673, 1608, 1496, 1269 dan 1143. IE-MS: m/z
(rel.int.) 326 (100), 311 (20), 308 (7), 295 (5), 202 (10), 123 (8), 91 (10), 77
(8) dan 31 (25)

3.1.5 Strain Mycobacterium


Berikut mikobakteri dari American Type Culture Collection (ATCC) yang
digunakan: M. tuberculosis H37Rv (27294); strain mono-resisten: H37Rv
isoniazid-resisten (35822), H37Rv streptomisin-resisten (35820), H37Rv
rifampisin-resisten (35838) dan H37Rv ethambutol-resisten (35837); M. avium
(35717) dan Mycobacterium smegmatis (35798). Selain itu, isolat klinis yang
resistan terhadap obat M. tuberculosis (12 strain) yang diperoleh dari pasien
Meksiko dengan penyakit paru juga dilakukan pengujian. Isolat klinis obat-
resisten M. tuberculosis dipilih berdasarkan pola kerentanan obat terhadap obat
antimycobacterial dengan mekanisme kerja pada pengujian mikrodilusi alamar uji
biru (MABA). Selain itu, isolat klinik atau lingkungan non-TB mycobacteria
berikut termasuk: Mycobacterium chelonae, Mycobacterium fortuitum dan
Mycobacterium non-chromogenicum.
Strain dikultur dalam Middlebrook 7H9 kaldu ditambah dengan 10%
OADC enrichment (Becton Dickenson, USA) pada suhu 37C sampai fase
pertumbuhan logaritmik dicapai. M. tuberculosis dan mycobacteria non-TB
diencerkan di dalam media 7H9 pada rasio 1:20 dan 1:50, masing-masing.
Suspensi bakteri yang segar ketika digunakan dalam tes.

Septiani Martha-Review Jurnal 8


3.1.6 Antimycobacterial Assay

Ekstrak, fraksi dan senyawa murni dievaluasi dengan pengujian MABA


yang telah dijelaskan sebelumnya (Jimenez-Arellanes et al. 2003, 2007). Secara
singkat, sampel dilarutkan dalam dimetil sulfoksida (DMSO) (20 mg/mL) dalam
kondisi steril. Pengenceran seri dua kali lipat setiap sampel (kisaran, 100-3,12
g/mL) sudah siap untuk volume akhir 100L dengan kaldu 7H9 dan 100L
masing suspensi mycobacterium ditambahkan ke 96-well steril microplates
(Nunc). Untuk M. tuberculosis, piring diinkubasi pada suhu 35C selama lima
hari, sedangkan mycobacteria non-TB diinkubasi selama dua hari. MIC
dinyatakan sebagai konsentrasi terendah dari senyawa yang menyebabkan 99%
penghambatan pertumbuhan mycobacterium. Semua tes dijalankan dalam rangkap
dan streptomisin (0,5g/mL, Sigma), isoniazid (0,06g/mL,Sigma) dan rifampisin
(0,1g/mL, Sigma) yang digunakan sebagai kontrol positif.

3.1.7 Sitotoksisitas Assay

Uji ini dilakukan dalam pada J774A.1 murine makrofag cell line (ATCC
HB-197) menggunakan trypan blue exclusion test. Secara singkat, neolignans
dimurnikan dilarutkan dalam DMSO pada konsentrasi 20g/mL. Sel ditumbuhkan
dalam plate 24-well menggunakan DMEM dilengkapi dengan 10% serum janin
sapi (FBS) dan antibiotik. Segera sebelum pengujian, monolayers dicuci dengan
Hanks hangat seimbang larutan garam. Seri pengenceran dua kali lipat masing-
masing senyawa disiapkan di dalam DMEM dilengkapi dengan 10% FBS (1-1/16
dari MIC terhadap M. tuberculosis H37Rv) dan 1 mL/well dari masing-masing
pengenceran ditambahkan. Untuk mengevaluasi kelangsungan hidup sel, kontrol
dimasukkan kedalam mikroplate dengan menambahkan media yang DMEM
dengan DMSO; viabilitas sel ditentukan setelah masa inkubasi 24 jam. Trypan
blue solution ditambahkan dan persentase sel yang layak dihitung untuk
menentukan indeks sitotoksik (IC50). Uji ini dijalankan dalam rangkap tiga.

3.1.8 Toksisitas akut pada mencit


Mencit jantan Balb/c (22 2,2g) yang digunakan untuk menentukan
parameter toksisitas akut mengikuti metodologi dijelaskan sebelumnya oleh Lorke
(1983) dan sesuai dengan pedoman dari Etis Komite lokal untuk Eksperimentasi
pada Animals. Hewan yang dipelihara di bawah kondisi lingkungan standar pada
12 jam cahaya/fotoperioda gelap dengan free akses untuk makanan dan air. Tikus
dibagi secara acak menjadi lima kelompok setiap kelompok terdiri dari tiga
binatang. Kelompok 1 menerima vehicle kontrol (Tween 20 : H2O 2: 8),
sementara Grup 2-5 diperlakukan secara oral dengan ekstrak kasar pada dosis 0,6,
1,0, 1,6 dan 2,9g/kg. Desain yang sama dilakukan untuk menguji fraksi utama
yang paling aktif (F8-F11) dan senyawa murni (licarin A). Semua sampel
dilarutkan dalam Tween 20: H2O (2: 8) dan pemberian secara intragastrik dalam

Septiani Martha-Review Jurnal 9


volume yang kurang dari 10mL/kg berat badan. Respon pengobatan dimonitor
pada 1, 2, 4, 6 dan 24 jam dan setiap hari selama 14 hari, menunjukkan tanda
toksisitas. Pada akhir periode percobaan, hewan dikorbankan dalam ruang CO2
untuk mendapatkan organ-organ internal (paru-paru, ginjal, jantung, limpa dan
hati) untuk analisis patologis.

3.1.9 Hasil Penelitian


Karakterisasi kimia dari neolignans terisolasi
Tiga neolignans ditandai dengan membandingkan data spektral (Tabel I,
II) dengan sebelumnya dilaporkan dalam literatur (Enriquez et al. 1984) dan
struktur molekul masing-masing senyawa diilustrasikan pada Gambar 1.

Hasil Karakterisasi Senyawa


Dengan Menggunakan Spektroskopi 1H-NMR

Septiani Martha-Review Jurnal 10


Dengan Menggunakan Spektroskopi 13C-NMR

Maka diperoleh Struktur 3 Senyawa Isolate neolignans

Evaluasi Biologi
Seperti ditunjukkan pada Tabel III, MIC dari 50 g/mL ditentukan bagi
ekstrak kasar heksan terhadap M. tuberculosis H37Rv dan M. avium. Fraksinasi

Septiani Martha-Review Jurnal 11


utama menghasilkan F8-F11 sebagai fraksi yang paling aktif, dengan MIC dari
12,5-50g/mL terhadap strain M. tuberculosis H37Rv dan 12,5-100 g/mL
terhadap M. avium. Fraksi F5-F7, aktif terhadap semua pengujian strain mono-
resisten H37Rv dan isolate klinis MDR M. Tuberculosis (SIN3, SIN4, MMDO
dan HG8) dan nilai-nilai MIC yang diperoleh berkisar 12,5-50 g/mL (Tabel IV).
Selain itu, fraksi F8-F11 menghambat pertumbuhan NTM sebagai berikut: M.
non-chromogenicum (MIC = 25g/mL) dan M. smegmatis, M. chelonae dan M.
fortuitum (MIC = 50 g/mL); namun fraksi kurang aktif terhadap M. avium (MIC
= 100 g/mL). Sebaliknya, fraksi F5-F7 yang sangat aktif terhadap M. non-
chromogenicum (MIC = 12,5 g/mL) (Tabel V).
Aktivitas antimycobacterial senyawa terisolasi murni ditunjukkan pada
Tabel VI. Licarin B (1) adalah cukup aktif terhadap H37Rv dan terhadap varian
mono-resisten (MIC, 25-50 g/mL), tapi sangat aktif terhadap sebagian besar
pengujian MDR isolat klinis M. tuberculosis (dengan nilai MIC mulai dari 12.5-
50 g/mL). Eupomatenoid-7 (2) aktif terhadap strain H37Rv (MIC = 25 g/mL),
empat varian mono-resisten dari H37Rv dan tiga dari isolat pengujian klinis MDR
(nilai MIC mulai 12,5-25 g/mL). Aktivitas yang paling relevan secara klinis dari
senyawa ini (MIC = 6.25 g/mL) adalah melawan isolat klinis M. tuberculosis
(SIN4) yang resisten terhadap pengobatan lini pertama dan lini kedua (Tabel VI).

Aktivitas Antimikrobateri pada Ekstrak Heksan dan Fraksi Primer/Utama


dari Aristolochia taliscana terhadap Mycobacterium tuberculosis H37Rv dan
Mycobacterium avium

Septiani Martha-Review Jurnal 12


Aktivitas Fraksi Utama terhadap Mycobacterium tuberculosis H37Rv (Strain
Referensi), Empat Varian Monoresistant Dan Terhadap Isolat Klinis
Resisten Mycobacterium tuberculosis

Sementara licarin A (3) menunjukkan aktivitas sedang terhadap M. tuberculosis


H37Rv (MIC = 25g/mL), senyawa ini sangat aktif terhadap semua strain mono-
resisten dan pengujian strain MDR M. tuberculosis, dengan MIC dengan range
dari 3,12-12,5 g/mL (Tabel VI). Isolat klinis dengan sensitivitas tertinggi untuk
senyawa ini termasuk MMDO, HG8 dan SIN4. Selain itu, licarin A (3)
menghambat NTM M. avium, M. smegmatis, M. fortuitum (semua dengan nilai
MIC = 6,25 g/mL) dan M. chelonae (MIC = 3.12 g/mL) (Tabel V).

Efek Antimycobacterial dari Fraksi Primer dan Senyawa Murni terhadap


Strain Mikobakteri non-TB

Septiani Martha-Review Jurnal 13


Aktivitas Antimycobacterial Senyawa Murni dari Aristolochia taliscana
terhadap Mycobacterium tuberculosis H37Rv dan isolat klinis resisten
Mycobacterium tuberculosis

Pengujian Sitotoksisitas

Uji sitotoksisitas dari neolignans murni pada makrofag murine cell line J774A.1
menghasilkan nilai-nilai IC50 = 6.25 g/mL untuk licarin A dan B dan IC50 =
3,12 g/mL untuk eupomatenoid-7. Toksisitas akut ekstrak kasar, F8-F11 dan
komponen yang paling aktif, licarin A, ditentukan pada tikus adalah >1,706
mg/kg.

3.1.10 Pembahasan
TB adalah masalah kesehatan global yang parah dan pencarian molekul
terapi baru adalah suatu keharusan karena munculnya resistensi terhadap obat
anti-mikobakteri yang sedang digunakan (Cantrell et al. 2001, O'Brien &
Spigelman 2005, Tomioka 2006, Gutirrez -Lugo & Bewley 2008).
Tanaman obat terdiri sumber alami yang menjanjikan untuk penemuan
pemgobatan anti-TB dan aktivitas in vitro beberapa metabolit sekunder telah
diakui. Saat ini, 12-demethylmulticauline diisolasi dari Salvia multicaulis (MIC =
0,46 g/mL), micromolide dari Micromelum hirsutum (MIC = 1,5 g/mL) dan
(E)-phytol dari Leucas volkensii (MIC = 2 g/mL) adalah senyawa yang paling
sangat aktif melaporkan terhadap M. tuberculosis H37Rv (Cantrell et al. 2001).

Septiani Martha-Review Jurnal 14


Sayangnya, sedikit informasi yang tersedia mengenai Aktivitas senyawa alami
terhadap strain M. tuberculosis MDR (Newton et al. 2002, Gibbons et al. 2003,
Luna-Herrera et al. 2007).
Sedangkan penggunaan spesies Aristolochia telah dibahas secara luas
karena kandungannya asam aristolochic (Chen et al. 2007), senyawa beracun ini
tidak terdeteksi dalam ekstrak heksana akar Aristolochia taliscana. Selain itu,
LD50 untuk ekstrak heksan ditentukan pada tikus sebesar > 1706 mg/kg. Ketika
mengevaluasi ekstrak ini terhadap M. tuberculosis H37Rv dan M. avium, aktivitas
sedang pada pengujian in-vitro (MIC = 50 g/mL) ditentukan. Aktivitas terhadap
M. avium menjadi perhatian karena saat ini, ada frekuensi tinggi dari kasus TB
terkait dengan spesies ini dalam kasus-kasus HIV / AIDS.
Fraksinasi ekstrak Bioguided menyebabkan isolasi neolignans
diidentifikasi sebelumnya licarin B, eupomatenoid-7 dan licarin A (Enriquez et al.
1984, Abe et al. 2002). Sementara beberapa efek biologis (antibakteri,
antioksidan, antikanker, trypanocidal, neuroprotektif, insektisida dan anti-
inflamasi) dari senyawa ini telah dilaporkan, untuk pengetahuan kita, ini adalah
laporan pertama adanya aktivitas anti-TB (Tsai et al. 2001, abe et al. 2002, Lee et
al. 2004, Ma et al. 2004, 2005, Park et al. 2004, Saleem et al. 2005).
Licarin A (LD50> 1706 mg/kg) menunjukkan efek paling kuat terhadap
semua pengujian strain mono-resisten dari isolat klinis H37Rv dan MDR M.
tuberculosis (MIC ini mulai 3,12-12,5 g/mL). Demikian juga, licarin A aktif
terhadap mycobacteria non-TB M. avium, M. chelonae, M. fortuitum dan M.
smegmatis (MIC mulai 3,12-6,25 g/mL). Sebuah obat yang mampu menghambat
pertumbuhan M. tuberculosis MDR dan M. avium, seperti licarin A, akan menjadi
nilai yang sangat tinggi secara klinik, terutama dalam kasus-kasus HIV / AIDS
dan MDR / XDR.
Lignan yang dikenal metabolit sekunder karena efek sitotoksiknya yang
dihasilkan dalam beberapa cell lines (Tsai et al. 2001, Park et al. 2004, Kong et
al. 2005). Aktivitas sitotoksik licarin A juga telah dilaporkan terhadap P-388,
KB16 dan HT-29 cell lines (Tsai et al. 2001) dan aktifitas ini untuk licarin B (100
M) telah dijelaskan melawan leukemia promyelocytic manusia sel HL-60,
karena merupakan senyawa aktif untuk pengaktifan caspase-3. Sementara itu
licarin A menginduksi efek apoptosis dengan cara pengaktifan caspase-3 (Park et
al. 2004). Di sisi lain, Lee et al. (2004) melaporkan bahwa licarin A adalah
inhibitor poten dari fosfolipase C1 (PLC1) dengan IC50 = 15,8 1,3 M dan
bahwa itu diberikannya efek antiproliferatif terhadap tiga cell lines kanker
manusia [A-549 (paru), MCF7 (payudara) dan HCT-15 (kolon)], menunjukkan
penggunaan licarin A sebagai kemoterapi kanker dan agen kemopreventif (Lee et
al. 2004, Park et al. 2004).
Sitotoksisitas isolat neolignans A. taliscana pada makrofag murine adalah
IC50 = 3.25-6.25 g/mL; nilai-nilai ini sama dengan yang ditentukan untuk
parameter MIC. Hasil yang diperoleh di sini memungkinkan kita untuk

Septiani Martha-Review Jurnal 15


menyarankan evaluasi biologis lebih lanjut dari efek licarin A dalam melawan
makrofag terinfeksi M. tuberculosis MDR, untuk menentukan Aktivitas
intraseluler senyawa ini.
Kesimpulannya, rendah toksisitas neolignan yang diisolasi dari ekstrak
heksana akar A. taliscana, struktural diidentifikasi sebagai licarin A dan terbukti
menjadi senyawa yang paling aktif terhadap semua mycobacteria uji. Licarin A
adalah molekul prototipe baru yang memberikan sebuah efek biologis yang
relevan terhadap mikobakteri bertanggung jawab untuk TB-MDR, pandemi yang
meningkat pada saat ini dan merupakan masalah kesehatan yang serius di seluruh
dunia. studi eksperimental In vivo sedang berlangsung untuk membangun potensi
anti-TB senyawa ini.

3.2 Aristolochia indica Linn.

Abstrak
Dengan meningkatnya resistensi terhadap insektisida secara berlebihan,
pengelolaan vektor telah menjadi sangat bermasalah. Oleh karena itu konsentrasi
telah lebih difokuskan pada tumbuhan. Oleh karena itu penelitian kami ini
bertujuan untuk mengevaluasi toksisitas senyawa, asam aristolochic I dan asam
aristolochic II dari ekstrak metanol dari daun Aristolochia indica L.
(aristolochiaceae) terhadap larva Anopheles stephensi L. (Diptera: Culicidae)
menggunakan Prosedur Pengujian Larvasida Standar Organisasi Kesehatan Dunia.
Ekstraksi dengan menggunakan soxhlet dilakukan dengan menggunakan pelarut
polar, metanol. Senyawa beracun yang terisolasi yang dimurnikan melalui RP-
HPLC. Studi spektroskopi FTIR menunjukkan nilai puncak yang berbeda dengan
gugus fungsional dalam senyawa campuran (AA-I dan AA-II). Kedua asam
aristolochic lebih akan diteliti melalui 13C dan analisis 1HNMR untuk konfirmasi
struktur. Bioassay-guided fraksinasi melalui metode kromatografi menyebabkan
isolasi dua senyawa larvasida asam aristolochic yaitu I dan II. Dalam bioassay ini,
larva terkena konsentrasi yakni 100, 250, 500, 750 dan 1000 ppm untuk masing-

Septiani Martha-Review Jurnal 16


masing senyawa. Diantara keduanya, AA-I menujukkan tidak ada perbedaan
signifikan toksisitas (P <0,05) terhadap larva nyamuk dengan LC50-171.3, 209,8,
269,1, 502.3ppm dan LC90-751.6, 963,8, 972,7, 990,8 ppm dibandingkan dengan
AA-II dengan LC50-134,8, 166,7, 240,4, 543.2ppm dan LC90-636.7, 792.5,990.8,
986,2 ppm terhadap instar pertama, kedua, ketiga dan keempat, masing-masing.
Selanjutnya, senyawa terisolasi sangat mempengaruhi usus nyamuk. Dari hasil
tersebut, senyawa beracun A. indica dapat dianggap sebagai salah satu yang dapat
berpengaruh untuk membawa tumbuhan sehingga dapat berguna untuk mencegah
meningkatnya vektor nyamuk.

3.2.1 Pendahuluan
Nyamuk adalah agen vektor penyebab penyakit malaria, filariasis dan
penyakit virus. Malaria adalah suatu penyakit yang mematikan yang
mengakibatkan 207 juta kasus dan sekitar 627,000 kematian pada tahun 2012
(WHO, 2013). Anopheles stephensi Liston (Diptera: Culicidae) adalah vektor
utama malaria di India dan negara-negara Asia barat lainnya. Di india, Anopheles
stephensi bertanggung jawab untuk transmisi malaria di daerah perkotaan.
Penggunaan terus menerus insektisida sintetis menyebabkan efek samping
dengan adanya resistensi insektisida terhadap nyamuk, resistensi serangga, polusi
lingkungan dan efek yang tidak diinginkan pada manusia, mamalia, dan
organisme non-target lainnya. Sedangkan penggunaan terus menerus insektisida
kimia mengarah ke gangguan sistem kontrol alami biologis. Meskipun,
tersedianya obat yang efektif membunuh parasit yang telah resisten, namun tidak
tersedia banyak pada negara berkembang. Oleh sebab itu, telah mengharuskan
adanya pencarian dan pengembangan metode yang aman, biodegradable dan
ramah lingkungan untuk pengendalian vektor.
Baru-baru ini, telah menjadi perhatian utama peran tumbuhan sebagai
pestisida yang ramah lingkungan dan tindakan pengendalian lainnya namun
membutuhkan tambahan pengawasan. Suatu jumlah laporan menciptakan adanya
potensi larvasida nyamuk dari ekstrak tumbuhan dan minyak esensial yang
diperoleh dari bagian yang berbeda dari berbagai tanaman, meskipun efek
insektisida kimia pada tanaman berbeda tidak hanya berdasarkan jenis tumbuhan,
spesies nyamuk dan bagian tanaman, tetapi juga adanya pengaruh penggunaan
metode ekstraksi. Perdagangan global obat berbasis tumbuhan diperkirakan
mencapai US$ 100 miliar, obat tradisional yang menggunakan tanaman obat
mecapai 60 miliar. Beberapa penelitian telah ditargetkan pada produk yang alami
yang berperan dalam aktivitas sebagai insektisida, larvasida, dan sifat penolak
untuk mengendalikan nyamuk Anopheles dengan hasil yang berbeda. Banyak
penelitian pada ekstrak tanaman terhadap vektor nyamuk telah dilakukan di
seluruh dunia, tetapi kebanyakan dari mereka terbatas pada screening awal.
Aristolochia Indica (Linn) aristolochiaceae adalah asli dari India dan
umumnya disebut sebagai Iswar mul dan perennial climber dengan batang

Septiani Martha-Review Jurnal 17


berkayu dengan warna putih kehijauan ditemukan di seluruh India di dataran
rendah dan perbukitan. Tumbuhan dengan famili aristolochiaceae mengandung
berbagai senyawa yang telah menunjukkan adanya aktivitas insektisida, mengatur
pertumbuhan dan memodifikasi perkembangan sifat. Berdasarkan penelitian
sebelumnya bahwa ekstrak crude metanol, heksana dan etil asetat Aristolochia
Indica (Linn) telah efektif untuk larvasida, adulticidal dan aktivitas
repelent/penolak terhadap serangga dewasa dan pada larva instar keempat dari
Culex gelidus dan Culex quinquefasciatus tetapi tidak ada laporan yang tersedia
mengenai senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas sebagai larvasida.
Asam aristolochic adalah senyawa asam karboksilat nitrophenanthrene
yang secara alami terdapat pada tanaman dari famili aristolochiaceae, terutama
dalam genus Aristolochia dan Asarum. Suatu naphthoquinone Aristolindiquinone
baru, asam Aristolochic dan Aristolactams dilaporkan diperoleh dari Aristolochia
indica. Tujuan dari penyelidikan ini dirancang untuk mengidentifikasi,
mengisolasi dan menguji senyawa beracun dari daun Aristolochia indica terhadap
Anopheles stephensi.

3.2.2 Bahan dan Metode


3.2.2.1 Ekstraksi Bahan Tumbuhan
Daun Aristolochia indica dikumpulkan dari pepohonan hutan alam
Kalakadu Mundanthurai Tiger Reserve Forest, Kabupaten Tirunelveli, India dan
dikeringkan dengan naungan. Kemudian ditumbuk secara mekanis dan diekstraksi
dengan alat soxhlet menggunakan pelarut metanol (60-80C, AR grade diperoleh
dari bahan kimia SD, Bombay) sampai terekstraksi sempurna, yang menghasilkan
massa kental berwarna cokelat kekuningan (ekstrak). Pelarut dari ekstrak
dipisahkan dalam vakum rotary evaporator berada dibawah reduksi tekanan
sebesar 22-26mmHg pada suhu 40C dan konsentrat selanjutnya diuapkan hingga
kering pada suhu kamar. Ini disimpan pada suhu 4C dalam botol coklat dan diuji
untuk efektivitas larvasida dengan menggunakan standar prosedur (WHO, 2005).

3.2.2.2 Isolasi dan Pemurnian Senyawa Bioaktif


Kromatografi lapis tipis (TLC) dari ekstrak metanol dilakukan dengan
menggunakan silika gel (Merk chemical Ltd) dengan fase gerak benzena : aseton :
metanol (6 : 3: 1). Kromatogram diperiksa di bawah sinar UV pada panjang
gelombang 254 dan 366 nm. Kromatografi kolom flash (silika gel 240-400 mesh)
dilakukan dengan mengekstraksi 20g dengan formulasi dalam metanol kemudian
berturut-turut dielusi dengan gradien bertahap yakni campuran etil asetat :
heksana (0:100; 10:90; 20:80, 30:70, 40:60, 50:50). Diperoleh 50 ml subfraksi
yand dikumpulkan dalam 40 tabung reaksi. Mereka di monitor nilai Rf dan profile
noda yang didapatkan oleh TLC dan subfraksi kolom dengan Rf dan profile yang
sama disatukan sehingga memberikan empat fraksi besar yaitu F1, F2, F3 dan F4.
Fraksi diuapkan pada suhu kamar untuk memperoleh phytocomponents tebal dan

Septiani Martha-Review Jurnal 18


diverifikasi untuk properti larvasida. Fraksi, yang menunjukkan efikasi larvasida,
menjadi sasaran pemurnian selanjutnya.
Dua fraksi (F3 dan F4), yang memberi persen mortality tinggi dalam
dosis minimum yang kemudian dibersihkan dengan bikarbonat, basis encer, asam
dan dengan air destilasi berulang kali diikuti dengan netralisasi pada setiap
langkah. Senyawa beracun dari fraksi tersebut diisolasi dan dikristalisasi,
melewati arang aktif (activated charcoal) dengan etanol panas untuk
mengeluarkan kotoran yang ada. Kemurnian senyawa dikonfirmasi melalui RP-
HPLC dengan menggunakan Shimadzu-Promience PDA Kromatogram C18
reverse-fase kolom (254 4mm) dengan detektor UV. Phytocomponents yang
bebas dari pengotor dengan hati-hati diuapkan hingga kering pada suhu kamar dan
kemudian dikarakterisasi sebagai Aristolochic acid I (F3) dan Aristolochic acid II
(F4) berdasarkan data analitis spektroskopi. Bioassay larva menggunakan
senyawa murni dilakukan untuk mengetahui toksisitas mereka terhadap Anopheles
stephensi, yang merupakan vektor malaria di India.

3.2.2.3 Identifikasi dari Aristolochic Acid I dan II


Senyawa beracun yang terisolasi (campuran AA-I dan AA-II) dianalisis
menggunakan FT-IR dan 1H, 13C NMR. Spektrum inframerah direkam oleh
spektrofotometer FT-IR, Make-Bruker Optik GmbH 7500 dalam KBr disk. Data
spektral UV diperoleh dari spektrofotometer Hitachi UV-3900. 1H dan 13C dicatat
pada spektrometer NMR (Bruker Advance DPX-400MHz) didalam CDC13
menggunakan TMS pada 400 dan 100 MHz masing-masing. Semua bahan kimia
dan pelarut yang digunakan dari grade analitis.

3.2.2.4 Pemeliharaan Nyamuk Malaria


Telur Anopheles stephensi diperoleh dari Dewan India dari penelitian
medis, Madurai dan larva dikultur dalam plastik dan baki enamel yang berisi air
keran. Mereka dipelihara, dan semua percobaan dilakukan pada Laboratorium
Biopestisida dan Toksikologi Lingkungan, Manonmaniam Sundaranar University,
Tirunelveli, Divisi Insectary pada suhu 27 2C dan 75-85% RH dibawah
penyinaran 14: 10 L/D tanpa paparan insektisida kimia. Larva diberi makan diet
ragi brewers, biskuit anjing dan ganggang yang dikumpulkan dari kolam dalam
rasio 3 : 2, masing-masing. Pupa dipindahkan dari baki ke sebuah cangkir plastik
(bulat, kapasitas 250ml) yang berisi air keran dan ditempatkan di dalam kandang
penangkaran (60 60 60cm dimensi) hingga mencapai umur dewasa.
Mencapai umur dewasa diberi makan dengan wet raisins dan larutan
sukrosa 10% direndam dalam cotton. Betina dewasa tidak diberi sukrosa sejak 6
jam dan kemudian dibekali dengan tikus yang ditempatkan didalam kandang
penangkaran semalam untuk memberi makan darahnya kepada nyamuk. Nyamuk
dewasa tersebut dipelihara di bawah kondisi lingkungan yang sama seperti larva.
Larva generasi F1 yang digunakan untuk percobaan.

Septiani Martha-Review Jurnal 19


3.2.2.5 Toksisitas Larva Uji
Toksisitas larva dievaluasi dengan menggunakan metode yang ditentukan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2005). Konsentrasi uji adalah 100, 250,
500, 750 dan 1000 ppm dibuat dengan menggunakan aseton dan lima kali
pengulangan dipertahankan untuk setiap konsentrasi. Terdapat 25 larva dari tiap
batches pertama untuk instar keempat yang terpapar 249ml air keran yang
dechlorinated dan 1.0ml aseton konsentrasi terlarut (100, 250, 500, 750 dan
1000ppm) dari masing-masing isolat dimasukkan kedalam gelas kaca kapasitas
500ml. Toksisitas masing-masing senyawa ditentukan dengan lima konsentrasi
untuk mendapatkan berbagai mortality 10-98%. Larutan yang mengandung air
keran 249ml dan 1 ml aseton, tanpa senyawa tanaman bertindak sebagai kontrol.
Tidak ada makanan diberikan ke larva selama periode pengujian.
Kematian dan kelangsungan hidup dipantau setelah 6 jam treatment.
Larva yang mati pada beberapa kali pengulangan digabungkan dan dinyatakan
sebagai persentase kematian/mortality. Persen Kematian diamati disesuaikan
dengan mortalitas kontrol, menggunakan rumus Abott ini (Abott, 1925) dan
dinyatakan sebagai corrected mortality. Konsentrasi Lethal (LC50 dan LC90)
dihitung menggunakan analisis probit (Finney, 1979).

3.2.2.6 Efek Histopatologi


Diperlakukan (asam Aristolochia I dan II- 1000ppm) dan larva kontrol
tetap berada didalam 4% formaldehida selama 2 jam pada suhu 4C menurut
metode tetap (Raymondetal., 2007) dengan sedikit modifikasi. Proses dehidrasi
pada jaringan dibuat secara berurutan dengan alkohol., 50, 60, 70, 80, 90 dan
100% untuk setiap dua jam. Kemudian sampel ditempatkan didalam xylene
selama 6 jam dan dipindahkan ke oven yang hangat dengan lilin untuk embedding
selama sekitar 2 jam. Lilin cair dituangkan kedalam paper boats dengan sampel,
didinginkan dan blocks lilin disiapkan. Kemudian sectioning dibuat dengan
mikrotom dengan ukuran irisan 8 mikron. Bagian ditempatkan pada slide yang
bersih selama 24 jam.
Selanjutnya, de-waxing dilakukan dengan xylene selama 5 menit dan
hidrasi pada jaringan dipotong dibuat secara berurutan dengan alkohol., 100, 90,
80, 70, 60, 50% dan kemudian dengan air suling. Kemudian diberi warna dengan
hematoksilin Ehrlich dan didehidrasi lagi kemudian dibuat secara berurutan
dengan yaitu alkohol., 50, 60, 70, 80, 90 dan 100% dan counterstained dengan
eosin. Pencucian tunggal dilakukan dengan alkohol (100%) dan dua dips dibuat
didalam xylene dan kemudian dipasang dengan satu tetes DPX. Pengamatan
dilakukan dengan mikroskop (Optika vision lite 2.0ML) yang terhubung ke

Septiani Martha-Review Jurnal 20


komputer dan mengambil gambar sel-sel midgut larva Anopheles stephensi yang
diberikan perlakuan dan tidak diberikan perlakuan. Diamati situs sebenarnya dari
tindakan dalam midgut larva yang diberikan perlakukan dan dibandingkan dengan
kontrol.

3.2.2.7 Analisis Statistik


Konsentrasi efektif dihitung menggunakan analisis Probit, dan nilai-nilai
tersebut dinyatakan sebagai mean/rata-rata dari lima kali pengulangan dengan
standar eror. Data dari kematian/mortality, biologi dan konsentrasi efektif
dianalisis dengan ANOVA dari arcsine square root berubah menjadi persentase
diikuti dengan Tukeys multiple range test (P = 0,05) (Snedecor dan Cochran,
1989). Perbedaan antara konsentrasi probit dan log ditetapkan sebagai regresi
probit dan persamaan garis ditunjukkan untuk setiap tahap/ larva stage.

3.2.3 Hasil Peneltian


3.2.3.1 Isolasi Senyawa Beracun
Dalam hasil ini, kromatografi TLC dibawah lampu UV dengan dua pita
mayor dan masing-masing nilai-nilai Rf digambarkan (Gambar 1). Di antara pita-
pita mayor tersebut, fraksi-4 (nilai Rf 0,95) muncul sebagai senyawa tunggal dan
menunjukkan aktivitas larvasida. Fraksi-3 (nilai Rf 0,78) juga aktif tetapi muncul
sebagai campuran dari beberapa senyawa. Oleh karena itu, sekali lagi dilakukan
kolom flash berulang untuk mengidentifikasi senyawa tertentu yang bertanggung
jawab dalam mortality/kematian larva. Senyawa bioaktif beracun yang terisolasi
tersebut diidentifikasi sebagai Aristolochic acid I (dari F3) dan Aristolochic acid
II (dari F4). Selanjutnya, senyawa terisolasi tersebut dimurnikan melalui HPLC
(Gambar 2). Dua puncak yang paling menonjol diamati pada senyawa terisolasi,
masing-masingnya dengan persentasi daerah kemurnian sebesar 74,74%, 12,85%
dan persentasi tinggi kemurnian yang diperoleh sebesar 80,82%, 11,24% pada
waktu retensi 3,873 dan 4,589 menit,.

Septiani Martha-Review Jurnal 21


3.2.3.2 Hasil Bioassay Senyawa Terisolasi
Hasil dari kematian yang dihasilkan oleh dua senyawa beracun yang
terisolasi dari daun Aristolochia indica yakni aristolochic acid I dan II terhadap
empat tahapan larva vektor malaria dengan hasil yang berbeda (Gambar 3). Data
statistik untuk LC50 dan LC90 dihitung. Diamati bahwa semua larva instar lebih
rentan terhadap senyawa beracun yang terisolasi. Efek kematian larva itu jauh
tergantung pada konsentrasi diuji. Senyawa beracun tersebut paling ampuh untuk
mengendalikan populasi nyamuk didalam semua percobaan paling tidak dengan
LC50 dan LC90. Kelangsungan hidup instar mengalami penurunan pada semua
konsentrasi perlakuan dengan 100, 250, 500, 750 dan 1000ppm dari dua senyawa.
Kematian tidak lebih dari 5% diamati pada kontrol, yang memastikan bahwa
pelarut yang digunakan untuk melarutkan senyawa terisolasi namun tidak
memberikan kontribusi pada mortalities keseluruhan selama bioassay tersebut
berlangsung.
Pada konsentrasi 1000ppm aristolochic acid I dari formulasi Aristolochia
indica, lebih 99,3% dari kematian yang efektif yang terjadi didalam 12 jam
pertama (F4,20 = 63,14, p <0,001 untuk instar pertama, F4,20 = 56,06, p <0.001
untuk instar kedua, F4,20 = 50,03, p <0.001 untuk instar ketiga, F4,20 = 45,94,
p<0,001 untuk instar keempat) dan aristolochic acid II dari formulasi Aristolochia
indica, lebih 97,1% dari kematian yang efektif terjadi dalam 12 jam pertama
(F4,20= 75,49, p <0,001 untuk instar pertama, F4,20 = 62,08, p <0,001 untuk instar
kedua, F4,20 = 50,91, p <0,001 untuk instar ketiga, F4,20 = 74,75, p <0,001 untuk
instar keempat dari Anopheles stephensi). Pada konsentrasi yang lebih rendah,
angka kematian berkurang, dan beberapa larva hidup dengan struktur yang
berubah bentuk/cacat. Gambar 3, menunjukkan tingkat kematian dari dua
senyawa yang terisolasi lebih tinggi pada semua konsentrasi yang diuji.

Septiani Martha-Review Jurnal 22


Pada Gambar 4, senyawa beracun Aristolochic acid I, dengan kematian
larva tertinggi ditunjukkan didalam ekstrak metanol Aristolochia indica dengan
LC50 dari 502,3 ppm dan LC90 dari 990,8 ppm terhadap larva instar keempat.
Juga, LC50 dari 171,3 ppm dan LC90 dari 751,6 ppm, LC50 dari 209,8 ppm dan
LC90 dari 963,8 ppm, LC50 dari 269,1 ppm dan LC90 dari 972,7 ppm masing-
masing diamati terhadap instar pertama, kedua dan ketiga.
Dalam asam Aristolochic II, kematian larva tertinggi diperoleh, dengan
LC50 dari 543,2 ppm dan LC90 dari 986,2 ppm terhadap larva instar keempat.
Juga, LC50 dari 134,8 ppm dan LC90 dari 636,7 ppm, LC50 dari 166,7 dan LC90
dari 792,5 ppm, LC50 dari 240,4 ppm dan LC90 dari 990,8 ppm, yang diamati
masing-masingnya terhadap instar pertama, kedua dan ketiga.

Septiani Martha-Review Jurnal 23


3.2.3.3 Identifikasi dan Konformasi Senyawa Aktif
Pada Gambar 5, spektrum transmitan inframerah (IR) dari senyawa
campuran (aristolochic acids I dan II) menunjukkan adanya gugus hidroksil
(sinyal lebar kuat pada 2923-3433cm-1), gugus karbonil (sinyal tajam pada
1625cm-1), gugus nitro (sinyal pada 1260cm-1 peregangan simetris dan pada
1036,1097cm-1 peregangan asimetris) dalam 25mg/10g dari senyawa. Spektrum
1
H resonansi magnetik nuklir (1H NMR) senyawa 1 menunjukkan adanya sinyal
untuk gugus methoxyl aromatik pada 4,07 (3H, s) dan untuk gugus metilen
dioxy pada 6.43 (2H, s). Tiga proton aromatik saling coupled muncul pada
7.36 (1H, d, J = 8.1Hz), 7,79 (1H, t, J = 8.2Hz), 8.70 (1H, d, J = 8.4Hz);
Sinyal ditetapkan untuk H-7, H-6 dan H-5 masing-masing seperti
diungkapkan melalui 1H-1H korelasi spektroskopi (1H-1HCOSY) (Gambar 6).
13CNMR (, CDCl3, 100MHz): 56,7 (s untuk CH3O-), 104,7 (s untuk -OCH2O-),
167,7 (s untuk C = O), 115,1 (C4), 144,3 (C5), 117,4 (C6), 115,8 (C7), 145,67
(C8), 157,65 (s untuk C9), 110,7 (d untuk C10), 130,2 (t untuk C11), 120,3 (C12),
116,5 (d untuk C13), 147,05 (C14), 146,31 ( C15), 111,2 (s untuk C16), 118,5
(C17) dan dibandingkan dengan nilai literatur (Wu et al., 1994) (Gambar 6, 7 dan
8).

Septiani Martha-Review Jurnal 24


3.2.3.4 Efek Dari Senyawa Toksik Terhadap Sel Midgut Larva
Hasil histopatologi menunjukkan adanya kerusakan serius pada sel-sel
kolumnar vakuola midgut terutama usus epitel (epi). Partikel makanan yang
terdapat di dalam lumen usus tersebut berada tertutup didalam membran peritrofik
tipis (pM) yang terdapat pada control (tanpa perlakuan) (Fig.9a) sedangkan, epitel
midgut rusak dan sel vakuola masih tetap dilingkupi inti dan membran peritrofik
(pM) larva yang secara keseluruhan ruptur karena efek treatment dari senyawa
(Fig.9b dan c) dan isi midgut lumen (lu) itu mengalir keluar ke otot (mu). Otot

Septiani Martha-Review Jurnal 25


tampak mengalami sedikit kerusakan dan jaringan adiposis (adtis) tersebut tidak
teratur.

3.2.4 Pembahasan dan Penelitian Terdahulu Aristolochia indica


Pertumbuhan resistensi pada vektor nyamuk terhadap insektisida sintetis
konvensional merupakan ancaman utama dalam pengendalian nyamuk dan
penggunaan insektisida sintetis menyebabkan pencemaran lingkungan. Hal ini
menunjukkan bahwa ada kebutuhan besar untuk insektisida baru yang akan
menjadi biodegradable (Senthil-Nathan, 2013). Tingkat tinggi resistensi DDT dan
Malathion dilakukan pengamatan C. quinquefasciatus, yang mungkin berkorelasi
dengan penggunaan DDT dan Malathion untuk pengendalian vektor di Northeast
India selama bertahun-tahun. Penggunaan DDT dihentikan di sebagian besar India
karena pertumbuhan populasi resistensi in-vector (Samuel dkk., 2014). Senyawa
yang berasal dari tanaman mungkin menjadi alternatif yang baik untuk insektisida

Septiani Martha-Review Jurnal 26


sintetis karena mereka aman untuk lingkungan dan organisme asosiasi lainnya
(Senthil-Nathan, 2013).
Selanjutnya, Kamaraj dkk. (2010) menguji efektivitas larvasida dari
Aristolochia indica diperoleh nilai LC50 untuk ekstrak metanol yakni sebesar
12,47ppm dan LC90 = 62,33 ppm terhadap Cx. quinquefasciatus. Berbeda dengan
itu, hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol adalah lima kali lebih efektif
(Gambar.3). Berdasarkan penelitian literatur mengungkapkan bahwa hanya
adanya kerja parsial yang tersedia pada racun alami dari tanaman ini terhadap
larva Anopheles atau spesies nyamuk lainnya. Meskipun berbagai peneliti telah
melakukan analisis kimia Aristolochia indica, identitas senyawa larvasida nyamuk
belum ditentukan. Dalam hal ini, penelitian ini berbeda dan secara kuantitatif,
karena adanya efisiensi mematikan dari dua phytocompounds dalam tanaman ini.
Isolasi Bioassay-guided dari Aristolochia indica terdapat dua jenis konstituen
kimia aktif, asam aristolochic I dan II sebagai larvasida.
Puncak di spektrum IR menunjukkan adanya gugus karbonil, gugus
hidroksil dan gugus nitro. Spektrum Proton NMR dan C13 NMR mengungkapkan
adanya gugus methoxyl aromatik dan gugus metilen dioxy. Data spektral senyawa
yang didapatkan dari penelitian ini cocok dengan yang terdapat pada spektrum
Aristolochic acid I dan Aristolochic acid II berdasarkan dari literatur (Al-Busafi et
al., 2004). Ketika sifat larvasida dari dua senyawa ini dibandingkan, yang pertama
(Aristolochic acid I) tampaknya lebih sesuai untuk mengembangkan agen alami
untuk memberantas nyamuk dari yang kedua (Aristolochic acid II). Itu menarik
untuk dicatat bahwa, aristolochic acid II kurang efektif (LC50 = 240.4ppm).
Studi-studi lain, Rey et al. (1999) dan David et al. (2000) menemukan bahwa
fitokimia secara primer mempengaruhi epitel midgut dan sekunder mempengaruhi
caeca lambung dan tubulus Malphigi pada larva nyamuk. Aktivitas larvasida dari
kedua produk Aristolochia indica diselidiki dalam penelitian ini terhadap larva
vektor malaria. Aristolochic acid I dan II juga disajikan gangguan pertumbuhan
yang signifikan dan cacat morfologi. Studi ini menunjukkan bahwa dua senyawa
beracun yang terisolasi yakni Aristolochic acid I dan II dapat digunakan sebagai
larvasida alami, yang akan berfungsi sebagai pengganti larvasida kimia.
Salah satu pendekatan alternatif yang paling efektif dibawah program
pengendalian biologis adalah untuk mengeksplorasi keanekaragaman hayati flora
dan dengan menggunakan insektisida yang lebih aman yang berasal dari botani
sebagai metode yang sederhana dan berkelanjutan dalam pengendalian nyamuk.
Namun, insektisida yang berasal dari tumbuhan telah banyak digunakan pada
hama pertanian dan sampai batas yang sangat terbatas, terhadap serangga vektor
yang penting bagi kesehatan masyarakat (Das et al., 2007). Studi sebelumnya,
Krishnappa dan Elumalai (2012) melaporkan bahwa ekstrak metanol dari
Aristolochia bracteata dievaluasi memiliki efek penolak/repelent terhadap Aedes
aegypti, A. stephensi dan Cx. quinquefasciatus. Selanjutnya, beberapa spesies
Aristolochia telah dilaporkan memiliki efek sebagai insektisida dan aktivitas

Septiani Martha-Review Jurnal 27


penolak serangga. Misalnya, Aristolochia clematitisis dan Aristolochia indica
digunakan sebagai obat nyamuk, ekstrak Aristolochia bracteata menunjukkan
aktivitas yang jelas terhadap nyamuk (Kamaraj et al, 2010;.. Zarroug et al, 1988).
Tanaman bisa menjadi sumber alternatif untuk obat nyamuk karena
mereka merupakan sumber potensial bahan kimia bioaktif dan umumnya bebas
dari efek berbahaya. Penggunaan senyawa aktif asam aristolochic dapat
mengendalikan nyamuk bukannya insektisida sintetis sehingga dapat mengurangi
biaya dan pencemaran lingkungan. Penelitian lebih lanjut pada uji coba lapangan
yang diperlukan untuk merekomendasikan senyawa aktif dari ekstrak tumbuhan
ini untuk pengembangan bahan kimia ramah lingkungan untuk mengendalikan
vektor serangga.

3.3 Aristolochia manshuriensis

3.3.1 Pendahuluan
Aristolochia manshuriensis (Guanmutong), semak yang tergolong dalam
famili aristolochiaceae, didistribusikan di seluruh timur laut China dan Korea.
Spesies Aristolochia merupakan salah satu obat tradisional Cina (TCM)
digunakan sebagai agen analgesik, antibakteri, antiinflamasi, antitusif, dan
antiasthmatic serta untuk pengobatan gigitan ular. Namun, konstituen aktif utama
dari spesies Aristolochia telah menunjukkan adanya kandungan asam aristolochic,
yang menyebabkan efek nefrotoksik dan karsinogenik karena periode panjang
metabolisme tubuh manusia. Meskipun penggunaan spesies Aristolochia

Septiani Martha-Review Jurnal 28


menyebabkan efek samping yang serius, beberapa dokter TCM masih
menyarankan bahwa obat-obatan alami masih dapat digunakan dengan cara-cara
tertentu, termasuk konsumsi dosis rendah selama periode waktu yang singkat dan
pemakaian luar sebagai agen anti-inflamasi dan antibakteri. Dengan demikian,
sitotoksisitas adanya harus banyak digali.

3.3.2 Metode Isolasi dan Elusidasi Struktur Senyawa


Batang Aristolochia manshuriensis (3,50 kg) dalam bentuk serbuk dan
diekstraksi dengan MeOH (20 L x 5) pada suhu kamar. Ekstrak itu disaring dan
dipekatkan untuk mendapatkan ekstrak MeOH (297,80 g). Ekstrak MeOH
dipartisi dengan CH2Cl2 dan n-BuOH, berturut-turut, menghasilkan lapisan larut
CH2Cl2-(104,60g) dan larut n-BuOH (43,80g).
Karena berdasarkan hasil beberapa penelitian lapisan CH2Cl2 mempunyai
aktivitas yang baik terhadap efek antiinflamasi. Kemudian lapisan CH2Cl2 terpilih
untuk dipisahkan lebih lanjut dengan chromatographically menggunakan metode
fraksinasi bioassay-guided. Residu sisa setelah pengeringan vakum (104,60g)
menjadi sasaran fraksinasi menggunakan Celite545 dielusi dengan n-hexane, n-
hexane-EtOAc (1:1), EtOAc dan MeOH, berturut-turut, untuk memberikan empat
fraksi (H, HE, E, dan M, masing-masing). Empat fraksi yang melewati silika gel,
dielusi dengan campuran CH2Cl2-MeOH (90:10 v/v) dan selanjutnya dimurnikan
dengan HPLC preparatif fase terbalik pada kolom Thermo ODS Hypersil (10 x
250 mm, 5 m).
Aristolochic acid I (4, 380,20 mg), aristolochic acid-I methyl ester (8,
10,08 mg), aristolic acid methyl ester (9, 7.22 mg), dan 6-methoxyaristolic acid
methyl ester (10, 2,71 mg) diisolasi dari fraksi H menggunakan HPLC fase
terbalik dengan asetonitril dan air (20:80 v/v) sebagai eluen.
Aristopyridinone A (1, 2,16 mg), aristolamide II (2, 5,89 mg), aristolamide
(3, 9.18 mg) dan aristolatam IIIa (7, 5,87 mg) diperoleh dari fraksi HE
menggunakan HPLC fase terbalik dengan asetonitril dan air (25:75 v/v) sebagai
eluen.
Fraksi M dipisahkan dengan chromatographically menggunakan HPLC
fase terbalik dengan asetonitril dan air (10:90 v/v) sebagai eluen, menghasilkan
aristolochic acid-IVa (5, 0,70 mg) dan aristolochic acid-IIIa (6, 17,6 mg). Semua
senyawa yang dikenal diidentifikasi dibandingkan dengan laporan data
spektroskopi yang dilaporkan.
Aristopyridinone A (1) diperoleh berbentuk serbuk amorf kemerahan, dan
rumus molekul, C14H15NO3, ditentukan oleh puncak HRESI-MS pada m/z
246,1131 [M+Na]+ (C14H15NO3Na, calcd untuk 246,1130). Spektrum IR senyawa
1 menunjukan adanya pita serapan amida pada bilangan gelombang 1662cm-1 dan
gugus hidroksil pada 3325cm-1. Dalam spektrum 1H NMR, senyawa 1
menunjukan adanya puncak karakteristik dari adanya gugus khas para-benzil

Septiani Martha-Review Jurnal 29


tersubstitusi dengan dua pairs setara dengan orto-coupled proton sebesar 6,93 (d,J
= 8,5 Hz, H-2, H-6) dan 6,65 (d, J = 8,5 Hz, H-3, H-5) (Tabel 1).
Selain itu, sinyal 1H NMR yakni 6.98 dan 6.15 dengan coupling konstan
dari 4.0 Hz ditetapkan untuk intramolekul proton olefin tetangga atom nitrogen.
Itu akhirnya ditentukan sebagai H-12 dan H-13 dari piridin-2-one moiety. Dua
sinyal D2O-exchangeable pada 9,21 (s, 4-OH) dan 5,25 (d, J = 5,5 Hz, 15-OH)
menunjukkan adanya dua kelompok hidroksil.
Empat belas sinyal karbon, termasuk lima karbon kuaterner, enam karbon
metana, dan tiga karbon metilen diamati pada spektrum 13C NMR dan DEPT.
Dalam percobaan HSQC, tiga sinyal proton metilen tambahan pada H 4,38 (t, J =
7,5 Hz, H-8), 4,27 (d, J = 5,5 Hz, H-15), dan 2,80 (t, J = 7,5 Hz, H-7) yang
diamati dan berkorelasi dengan sinyal karbon yang sesuai pada C 46,6 (C-8), 54,3
(C-15), dan 35,8 (C-7), masing-masing.
1
H COSY dan 1HMBC korelasi senyawa 1 ditunjukkan pada Gambar 2.
Korelasi HMBC dari H-7/ C-2 dan C-6 ; H-8/ C-1, C-9 dan C-14 ; H-12 / C-9,
C10, C13 dan C-14 ; dan H-15 / C-13 dan C-14 terbentuk karena adanya gugus
para-substitusi benzyl, dimethylene bridge, piridin-2-one moiety, dan fungsi
hidroksimetil, masing-masing. Berdasarkan pencarian literatur terperinci, kami
menyimpulkan bahwa senyawa 1 memiliki struktur kerangka baru, yang bernama
aristopyridinone A.
Aristolamide II (2) diisolasi sebagai serbuk amorf putih. Pada HRESI-MS
dari senyawa 2 ditampilkan puncak ion pseudomolecular pada m/z 266,0817 [M+
H]+, sesuai dengan rumus C16H11NO3 (calcd untuk 266,0818). Serapan maksimal
UV pada 220, 258, 320, dan 367 nm bersama-sama dengan pita searapan IR pada
3182 (NH2) dan 1744 (C = O) cm-1 (tidak adanya pita khas NO2 di sekitar 1550
dan 1350cm-1) menunjukan bahwa senyawa 2 adalah turunan asam
denitroaristolochic. Dalam spektrum 1H NMR, wilayah aromatik diperlihatkan
adanya kehadiran sinyal orto-substitusi aromatik pada H 9,01 (1H, m, H-5), 7,96
(1H, m, H-8) dan 7,66 (2H, m, H- 6, H-7) pada cincin C dari fenantrena (Tabel 1).
Selain itu, menetapkan AB dari doublet pada dH 8,17 (d, J = 9,0 Hz) dan
7,70 (d, J = 9,0 Hz) ditetapkan untuk H-10 dan H-9, masing-masing. Selain itu,
sinyal dari proton aromatik pada dH 7.78 (s) ditetapkan untuk H-2, dan metilen
dioxy pada dH 6,39 (s) harus menghubungkan C-3 dan C-4 pada posisi cincin A.
Enam belas sinyal karbon yang terdiri dari delapan karbon kuaterner, tujuh
karbon methines aromatik, dan satu metilen diamati pada spektrum 13C NMR dan
DEPT. Selain itu, struktur planar senyawa 2 ditentukan dengan menganalisis
menggunakan spektrum 2D NMR. Korelasi HMBC dari dH 7,78 (H-2) ke C-3, C-
4, C-10a dan gugus karbonil pada 170,1 lebih jauh menegaskan posisi substitusi
dari cincin A. Berdasarkan analisis tersebut, senyawa 2 adalah senyawa baru,
yang diberi nama aristolamide II.

Septiani Martha-Review Jurnal 30


3.3.2 Hasil Data Spektra 1H-NMR dan 13CNMR

Septiani Martha-Review Jurnal 31


3.3.3 Pengujian Aktivitas Anti-inflamasi
Ini adalah laporan pertama dari efek penghambatan tanaman ini terhadap
superoxide anion generation dan pelepasan elastase oleh neutrofil manusia dalam
menanggapi fMLP. Sayangnya, tidak adanya data bioaktif aktivitas efek anti-
inflamasi pada Aristopyridinone A (1) yang ditunjukkan pada penelitian ini
terhadap penghambatan kedua mediator inflamasi tesebut. Aristolamide II (2)
menujukkan efek penghambatan selektif pada pelepasan elastase, dengan nilai
IC50 sebesar 4,11 g/mL. Aristolochic acid-IVa (5) dan Aristolotam IIIa (7)
menunjukkan aktivitas anti-inflamasi yang baik terhadap superoxide anion
generation dan pelepasan elastase masing-masing dengan nilai IC50 sebesar 5,78/
8,49 dan 0,12/0,20 g/mL. Aristolotam IIIa (7) adalah 4.5- dan 35 kali lipat
lebih kuat dari genistein (sebagai kontrol positif) untuk superoxide anion
generation dan pelepasan elastase, masing-masingnya. Selanjutnya,
aristolochic acid alkyl esters yakni Aristolochic acid-I methyl ester (8), Aristolic
acid methyl ester (9), dan 6-methoxyaristolic acid methyl ester (10) muncul tanpa
efek pada kedua mediator inflamasi tersebut.
Senyawa Aristolochic acid I (4), Aristolochic acid-IVa (5), Aristolochic
acid-IIIa (6), dan Aristolochic acid-I methyl ester (8) adalah komponen utama dari
A. manshuriensis dan termasuk dalam kelas turunan asam aristolochic. Mereka
dianggap sebagai agen beracun; Namun, dalam penelitian ini mereka tidak
memiliki kontribusi utama terhadap aktivitas anti-inflamasi. Kami ingin
mengusulkan bahwa gugus fungsional NO2 mengalami degradasi secara biologis
atau kimiawi atau dihilangkan dari total asam aristolochic yang terkadung dalam
ekstrak tanaman seperti A. manshuriensis (Guanmutong) atau Aristolochia
fangchi (Guangfangji), yang memungkinkan penggunaan tanaman ini di dalam
TCM tanpa toksisitas.

Septiani Martha-Review Jurnal 32


3.3.4 Pembahasan
Selama skrining ekstrak produk alami dimaksudkan untuk
mengidentifikasi senyawa antiinflamasi, kami menemukan bahwa ekstrak metanol
Aristolochia manshuriensis aktif terhadap superoxide generation dan pelepasan
elastase oleh neutrofil manusia dalam merespon fMLP. Penyelidikan kimia lebih
lanjut diarahkan pada bioassay fraksinasi ekstrak Aristolochia manshuriensis
menyebabkan terisolasi sepuluh senyawa, termasuk kerangka alkaloid baru,
aristopyridinone A (1); sebuah fenantrena baru, aristolamide II (2); dan delapan
senyawa yang dikenal, aristolamide (3), aristolochic acid I (4), aristolochic acid-
IVa (5), aristolochic acid-IIIa (6), aristolatams IIIa (7), aristolochic acid-I methyl
ester (8) aristolic acid methyl ester (9), dan 6-methoxyaristolic acid methyl ester
(10) (Gambar. 1).
Sebuah alkaloid baru, aristopyridinone A (1) dan senyawa fenantrena baru,
aristolamide II (2), diisolasi dari Aristolochia manshuriensis (Guanmutong)
bersama-sama dengan delapan phenanthrenes yang telah diketahui (3 - 10). Semua
struktur yang dijelaskan dengan menggunakan metode spektroskopi.
Senyawa 2 menunjukkan efek penghambatan selektif pada pelepasan
elastase oleh neutrofil manusia dalam menanggapi fMLP dengan nilai IC50 4,11
g/mL. Senyawa 7 menunjukkan efek penghambatan yang signifikan pada
superoxide anion generation dan pelepasan elastase dengan nilai IC50 masing-
masing 0,12 dan 0,20 g/mL.
Asam aristolochic merupakan komponen utama dari Aristolochia
manshuriensis. Penggunaan obat-obatan herbal yang mengandung asam
aristolochic telah dikaitkan dengan nefrotoksisitas parah, yang ditandai dengan
gagal ginjal kronis, tubulointerstitial fibrosis, dan perkembangan kanker
urothelial. Secara tak terduga, semua lapisan tidak menunjukkan sitotoksisitas
jelas terhadap sel kanker pada hati (HepG2, Hep3B), gingiva (Ca9-22), paru-paru
(A549), dan payudara (MCF7, MDA-MB-231)

Septiani Martha-Review Jurnal 33


DAFTAR PUSTAKA

Rosalba Len-Daz, et al. 2010. Antimycobacterial neolignans isolated from


Aristolochia taliscana. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol.
105(1): 45-51, February 2010

Tian-Shung Wu et al. 2004. Review-Terpenoids of Aristolochia and their


biological a ctivities. Received (in Cambridge, UK) 17th August 2004
First published as an Advance Article on the web 16th S eptember 2004

Venkatraman Pradeepa, et al. 2015. Toxicity of aristolochic acids isolated from


Aristolochia indica Linn (Aristolochiaceae) against the malarial vector
Anopheles stephensi Liston (Diptera: Culicidae). Elsevier.
Experimental Parasitology 153 (2015)816

Yu-Ming Chung et al., 2011. A novel alkaloid, aristopyridinone A and anti-


inammatory phenanthrenes isolated from Aristolochia manshuriensis.
Elsevier. Bioorganic & Medicinal Chemistry Letters 21 (2011) 1792
1794

Septiani Martha-Review Jurnal 34

Anda mungkin juga menyukai