Persalinan di Rumah
a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Persalinan di Rumah
Melahirkan di rumah sendiri ternyata jauh lebih aman, hemat, dan bermanfaat.
Dengan menjalani persalinan di rumah kemungkinan tertukarnya bayi bisa dihindari.
Memang, tidak semua rumah sakit bisa memberi jaminan tak mungkin ada kasus bayi
tertukar. Ini sangat tergantung dari kondisi dan tingkat akurasi pengindetifikasian bayi di
masing-masing rumah sakit. Apalagi selain tidak rapinya pengidentifikasian, kesibukan para
tenaga medis yang terbatas terkadang masih memungkinkan adanya bayi tertukar tanpa
sepengetahuan ibunya. Belum lagi kalau sistem pengamanan rumah sakit kurang jeli, tak
mustahil bisa terjadi penculikan bayi.
Faktor lain adalah kenyataan tak terbantah bahwa rumah sakit adalah sumber
penyakit, sehingga besar kemungkinan sang bayi terjangkiti infeksi nosokomial. Selain itu
ada faktor psikologis yang seringkali dirasakan oleh ibu bersalin di rumah sakit. Yakni
adanya unsur diskriminasi perlakuan rumah sakit meski ini juga konsekuensi pilihannya.
Semisal, sejak awal masuk rumah sakit, ibu dan bayi telah dibeda-bedakan menurut kelas-
kelas perawatannya kelak. Apalagi sebagai konsekuensi logis dari lembaga jasa pelayanan
bagi orang banyak, secara tak langsung perlakuan pihak rumah sakit bisa dikatakan kurang
personal atau tidak ramah, lantaran kebanyakan ibu dan bayi diperlakukan sekedar sebagai
nomor kamar saja.
Faktor terakhir yang tak kalah pentingnya adalah kecenderungan beberapa dokter di
rumah sakit bersalin mempatologiskan suatu tindakan persalinan meskipun sebenarnya bisa
dilakukan secara fisiologis (normal). Alasannya? Lantaran terbatasnya waktu sedangkan
jumlah pasien yang harus dilayani masih banyak. Ini tercermin dari pemakaian infus oxitocin
dan suntikan prostagladin untuk mempercepat pembukaan jalan lahir, atau kerap kali sang
calon ibu di-vacum atau di-forcep, bahkan seringkali memilih tindakan cesar untuk
mempercepat proses kelahiran (echalucu, 2007).