Anda di halaman 1dari 71

PERAN PENGAWAS DALAM PENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

Oleh

Abdul Hamid.S,Ag M.M.Pd.

Widyaiswara Madya, Pembina IV/a

Abstrak
Pengetahuan tentang supervisi/ kepengawasan memberikan bantuan kepada guru dalam merencanakan dan
melaksanakan peningkatan professional mereka dengan memanfaatkan sumber yang tersedia. Dasar hukum
tentang kepengawasan ( supervisi ) Permendiknas No 12 Tahun 2007 mengamanatkan bahwa kualifikasi dan
kompetensi pengawas sekolah/ madrasah memang mengikat dan terlaksana dengan semestinya. Tujuan
supervisi pendidikan ialah memberikan layanan atau bantuan untuk meningkan kualitas mengajar guru di
dalam kelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan saja memperbaiki
kemampuan mengajar tapi juga untuk pengembangan potensi kualitas guru. Memperbaiki proses
pembelajaran harus dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Hal ini peran dari supervisor
( pengawas dan kepala sekolah ) sangat diharapkan karena dia merupakan orang yang harus memikirkan
kemajuan pendidikan di tingkat sekolah/ madrasah.

Kata kunci : Peran pengawas, peningkatan mutu pendidikan.

A. Pendahuluan

Dalam dunia pendidikan tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah, orang
tua, serta masyarakat. Karena pendidikan kalau tidak ditangani atau tidak ada yang
bertanggung jawab maka dikhawatirkan kedepan pedidikan kita akan semakin tidak
jelas. Oleh karena itu perlu perhatian yang sangat serius dari pemerintah , orang tua dan
masyarakat. Disisi lain kemajuan sebuah pendidikan ( sekolah/ madrasah ) diperlukan
sebuah tata kelola ( manajemen ) yang bagus, karena ketika sebuah lembaga
pendidikan dapat dipimpin oleh orang yang memang ahlinya ( kepala sekolah/
madrasah ) maka akan tercipta sebuah pendidikan yang berkualitas. Sekolah/ madrasah
yang baik harus dipimpin oleh kepala sekolah/ madrasah pilihan sesuai dengan latar
belakang pendidikan yang lebih tinggi, maksudnya strata 1 atau strata 2 kependidikan,
bukan sebaliknya. Kalau sebaliknya maka dipastikan pendidikan kita akan semakin
tidak jelas, karena dipimpin oleh bukan ahlinya.

Namun demikian peran supervisor ( pengawas sekolah/ madrasah ) sangat


mendukung, karena tanpa adanya pengawas yang ahli ( professional ) maka tidak
mungkin juga sebuah sekolah/ madrasah akan berjalan baik dan bermutu. Salah satu
mutu pendidikan ( sekolah/madrasah ) sangat ditentukan oleh pengawas yang
professional, kepala sekolah/ madrasah yang professional, juga guru yang professional
( berkualitas) hal ini akan tercipta sebuah pendidikan yang bermutu baik.

Kalau kita analisa bersama kenyataannya dilapangan masih perlu dibenahi dalam
hal supervisi pendidikan yang dilakukan oleh para pengawas. Cukup banyak para
pengawas kita dalam menjalankan tugasnya belum maksimal memberikan pelayanan
dan bimbingan kepada guru disekolah, dikarenakan keahlian dan keterampilan
pengawas tersebut masih pas-pasan, hal inilah yang sering dikeluhkan oleh para dewan
guru. Idealnya seorang pengawas harus lebih pintar dan mampu dari dalam hal
pembinaan, bimbingan, pemberdayaan.

Namun kenyataannya masih ada pengawas yang belum begitu terampil, meskipun ada
juga yang sudah terampil hal ini masih belum memadai.

Permasalahan yang kita hadapi sekarang adalah kurangnya pembinaan terhadap


guru disekolah. Untuk meningkatkan mutu pendidikan diharapkan adanya rekruetmen
para calon pengawas yang memang masih muda kaya pengalaman, serta lemahnya
keterampilan pengawas dalam pembimbingan terhadap guru perlu ditingkatkan
melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, workshop, simpusiom. Solusi yang perlu
kita lakukan adalah pengawas sekolah/ madrasah harus benar- benar orang yang ahli
dalam bidang kepengawasan kalau hal demikian adanya maka kita yakini bersama
kualitas ( mutu ) pendidikan semakin lebih baik.

B. Pengertian Supervisi

Inspeksi berasal dari istilah bahasa Belanda inspectie. Di dalam bahasa Inggeris
dikenal inspection. Kedua kata tersebut berarti pengawasan, yang terbatas kepada
pengertian mengawasi apakah ( dalam hal ini guru ) menjalankan apa yang telah
diinstruksikan oleh atasannya, dan bukan berusaha membantu guru itu ( Ngalim
purwanto, 1990 ). Disisi lain kita melihat model supervisi masa yang lewat memang
sifatnya inspeksi, dan seringkali kedatangan mereka kesekolah lebih banyak dirasakan
oleh para guru sebagai kedatangan seorang petugas yang ingin mencari kesalahan.
Dengan kesan seperti itu, apabila ada seorang inspektur datang, kepala sekolah/
madrasah maupun guru cenderung merasa takut karena merasa akan dicari
kesalahnnya. Hal inilah sehingga model inspeksi tidak bisa dipakai lagi untuk keadaan
sekarang. Sekarang menerapkan sistem upaya bantuan ditujukan kepada kepala
sekolah/ guru dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran
disekolah.

Dalam perkembangan berikutnya supervisi selanjutnya dikenal istilah penilikan


dan pengawasan mempunyai pengertian suatu kegiatan yang bukan hanya mencari
kesalahan objek pengawasan itu semata-mata, tetapi juga mencari hal-hal yang sudah
baik, untuk dikembangkan lebih lanjut. Pengawas bertugas melakukan pengawasan,
dengan memperhatikan semua komponen sistem sekolah/madrasah dan peristiwa yang
terjadi sekolah/ madrasah ( Piet Sehartian ; 1997 ).

Monitoring seringkali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan


pemantauan. Monitoring berarti kegiatan pengumpulan data tentang suatu kegiatan
sebagai bahan untuk melaksanakan penilaian. Dengan kalimat lain, monitoring
merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui apa adanya tentang sesuatu
kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui apa adanya tentang sesuatu kegiatan. Di
dalam monitoring seseorang hanya mengumpulkan data tanpa membandingkan data
tersebut dengan criteria tertentu.

Lebih jauh pada konsep lainnya dikatakan bahwa kegiatan penilaian yang juga
disebut evaluasi, merupakan suatu proses membandingkan keadaan kuantitatif atau
kualitatif suatu objek dengan kriteria tertentu yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Evaluasi dimaksudkan untuk melihat apakah dengan sumber yang tersedia, sesuatu
kegiatan telah mengikuti proses yang ditetapkan serta mencapai hasil yang diinginkan.
Penilaian dengan membandingkan antara apa yang dicapai dengan apa yang ditargetkan
disebut penilaian tentang keefektifan, sedangkan penilaian dengan membandingkan
dengan antara apa yang dicapai dengan berapa banyak sumber yang dikorbankan untuk
itu disebut dengan penilaian tentang efeisiensi.

Apabila pengawasan, monitoring serta penilaian masih dalam tahapan usaha


mengetahui status suatu komponen atau kegiatan sistem serta memahami kekurangan
dan atau kekuatannya, maka supervisi mengandung pengertian tindakan. Supervisi
dalam arti yang luas yaitu pengertian bantuan dan perbaikan ( Piet Sehartian ; 2008 ).

Lucio dan McNeil ( 1989 ) mendifinisikan supervisi meliputi :

a. Tugas perencanaan, yaitu untuk menetapkan kebijaksanaan dan program.

b. Tugas administrasi, yaitu pengambilan keputusan serta pengkoordinasian melalui


konsultasi dalam upaya memperbaiki kualitas pembelajaran.

c. Partisipasi secara langsung dalam pengembangan kurikulum.

d. Melaksanakan demonstrasi mengajar guru- guru .


e. Serta melaksanakan penelitian.

Sergiovanni dan Starrat ( 1980 ) berpendapat bahwa tugas utama supervisi adalah
perbaikan situasi pembelajaran disekolah/ madrasah.

Dari definisi tersebut, kelihatannya ada kesepakatan umum, bahwa kegiatan


supervisi pengajaran ditujukan untuk perbaikan pengajaran ( pembelajaran ). Perbaikan
itu dilakukan melalui peningkatan kemampuan profesioanl guru dalam melaksanakan
tugasnya. Untuk memudahkan kita dalam memahami supervisi pengajaran, supervisor
diupayakan untuk memberikan bantuan kepada guru-guru dalam memperbaiki proses
pembelajaran. Proses pembelajaran agar berjalan dengan baik harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut : a. kualitas guru dari segi keilmuan. b. kemampuan dalam
melaksanakan metode pembelajaran dengan baik. c. variasi model-model pembelajaran
hendaknya dapat menyentuh dan memberdayakan kreativitas siswa baik secara
individual maupun secara kelompok. d. penilaian seyogyanya dilakukan secara terus-
menerus agar gambaran tingkat keberhasilan siswa semakin jelas. Oleh karena itu bagi
seorang guru harus dapat melaksanakan persyaratan yang dimaksud.

Dalam karangka keseluruhan kegiatan pendidikan di sekolah, supervisi


mempunyai kawasan tugas sebagai bagian dari kegiatan sekolah/ madrasah itu secara
keseluruhan yang langsung berhubungan dengan pengajaran tetapi tidak langsung
berhubungan dengan siswa ( lihat gambar ) :

Gambar : Kaitan antara Supervisi dengan Kegiatan Pendidikan Sekolah.

Melihat gambar tersebut, pengertian supervisi tidak dapat diartikan secara sempit
sebagai proses untuk mengawasi dan usaha memperbaiki pengajaran ( pembelajaran ) yang
terbatas di dalam ruangan kelas, tetapi lebih luas dari itu. Proses pengajaran selalu terkait dengan
semua kegiatan pendidikan di sekolah/ madrasah. Kegiatan supervisi bertujuan untuk
memperbaiki proses dan hasil pembelajaran. Kegiatan utamanya adalah membantu guru, tetapi
dalam konteksnya yang luas menyangkut komponen sekolah yang lain karena guru juga terkait
dengan komponen tata usaha, sarana, lingkungan sekolah, dan lain-lain. Kita melihat dilapangan
yang terjadi sekarang ini bahwa sasaran supervisi masih belum berjalan secara maksimal, hal ini
tentu masih perlu adanya perbaikan dan pembenahan yang signifikan terhadap manajemen
supervisi.
C. Dasar Hukum dan Kompetensi Pengawas Sekolah/ Madrasah

Dasar hukum tentang kepengawasan yakni Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007


Tanggal 28 Maret 2007 berbunyi sebagai berikut :

Standar Pengawas Sekolah/ Madrasah :

1. Kualifikasi

1.1 Kualifikasi Pengawas Taman Kanak- Kanak/ Raudhatul Athfal ( TK/RA)


dan Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah adalah sebagai berikut :

a. Berpendidikan minimum sarjana ( S1) atau diploma empat D-IV


kependidikan dari perguruan tinggi terakreditasi;

b. Pengalaman kerja guru TK/RA minimal 4 tahun untuk menjadi pengawas;

c. Memiliki pangkat minimum piata, golongan ruang III/c;

d. Berusia setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat sebagai pengawas


satuan pendidikan;

e. Memenuhi kompetensi pengawas melalui uji kompetensi ( seleksi


pengawas).

1.2 Kaulifikasi Pengawas Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah


(SMP/MTs ), Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/MA) dans
Sekolah Menengah Kejuruan/ Madrasah Aliyah Kejuruan ( SMK/MAK)
adalah sebagai berikut :

a. Memiliki pendidikan minimum magister ( S2) kependidikan dengan


berbasis sarjana S1 dalam rumpun mata pelajaran yang relevan pada
perguruan tinggi terakreditasi;

b. Guru SMP/ MTs bersertifikat pendidik sebagai guru SMP/MTs dengan


pengalaman kerja minimum delapan tahun dalam rumpun mata pelajaran
yang relavan di SMP/MTs atau kepala sekolah SMP/MTs dengan
pengalaman kerja minimum 4 tahun, untuk menjadi pengawas SMP/ MTs
sesuai dengan rumpun mata pelajarannya;

c. Guru SMA/ MA bersertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA dengan


pengalaman kerja minimum delapan tahun dalam rumpun mata pelajaran
yang relavan di SMA/MA atau kepala sekolah SMA/MA dengan
pengalaman kerja minimum 4 tahun, untuk menjadi pengawas SMA/ MA
sesuai dengan rumpun mata pelajarannya;

d. Memiliki pangkat minimum piata, golongan ruang III/c;

e. Berusia setinggi-tingginya 50 tahun, sejak diangkat sebagai pengawas


satuan pendidikan;

f. Memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat


diperoleh melalui uji kompetensi ( seleksi pengawas );

g. Lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.

D.Kompetensi

Kompetensi Pengawas TK/ RA dan SD/MI/ SMP/MTs/SMA/ MA/SMK/MAK


:

a. Kompetensi Kepribadian maksudnya : Memiliki tanggung jawab sebagai


pengawas satuan pendidikan, kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah
baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya maupun tugas-tugas
jabatannya serta menumbuhkan motivasi kerja pada dirinya dan pada
stakeholders pendidikan.

b. Kompetensi Supervisi Manajerial maksudnya : menguasai metode, teknik


dan prinsip evaluasi, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
disekolah/ madrasah. Membina kepala sekolah/madrasah dalam
pengelolaan administrasi satuan pendidikan, serta memantau pelaksanaan
standar nasional pendidikan.

c. Kompetensi Supervisi Akademik maksudnya : Memahami konsep,


prinsip, teori, dasar karakteristik dan kecenderungan perkembangan tiap
bidang pengembangan mata pelajaran. Membimbing guru dalam
penyusunan silabus dan RPP sesuai dengan prinsip KTSP, serta
membimbing guru untuk memanfaatkan teknologi dan komunikasi serta
informasi bidang pengembangan mata pelajaran tersebut.

d. Kompetensi Evaluasi Pendidikan maksudnya : Menyusun kriteria dan


indikator keberhasilan pendidikan dan pembelajaran/ bimbingan sekolah/
madrasah. Menilai kinerja kepala sekolah/ madrasah dan guru serta staf
sekolah/ madrasah. Memantau pelaksanaan pembelajaran/ bimbingan dan
hasil belajar siswa serta menganalisis untuk perbaikan mutu pembelajaran.
e. Kompetensi Penelitian Pengembangan maksudnya : Menguasai berbagai
pendekatan, jenis dan metode penelitian dalam pendidikan. Menyusun
proposal penelitian pendidikan baik kualitatif dan kuantitatif, serta
menyusun pedoman/ panduan atau buku/ modul yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas pengawasan di sekolah/ madrasah.

f. Kompetensi Sosial maksudnya : Bekerjasama berbagai pihak dalam


rangka meningkatkan kualitas diri untuk melaksanakan tugas dan tanggung
jawab. Aktif dalam kegiatan asosiasi pengawas satuan pendidikan.

E. Tujuan dan Prinsip Supervisi Pendidikan

Tujuan supervisi pendidikan ialah memberikan layanan atau bantuan


untuk meningkan kualitas mengajar guru di dalam kelas yang pada gilirannya
untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan saja memperbaiki
kemampuan mengajar tapi juga untuk pengembangan potensi kualitas guru.
Pendapat ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Olive bahwa sasaran
( domain ) supervisi pendidikan ialah :

1). Mengembangkan kurikulum yang sedang dilaksanakan disekolah/ madrasah.

2). Meningkatkan proses belajar mengajar disekolah/ madrasah.

3). Mengembangkan seluruh staf di sekolah/ madrasah.

Permasalahan yang sering muncul kepermukaan bahwa bagaimana


melaksanakan supervisi di lingkungan pendidikan baik di sekolah ataupun di madrasah
yang terpenting adalah agar pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap
yang konstruktif dan kreatif. Suatu sikap yang menciptakan situasi dan relasi dimana
guru-guru merasa aman dan merasa diterima sebagai subjek yang dapat berkembang
sendiri. Untuk itu supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif.
Bila demikian, maka prinsip supervisi dilaksanakan adalah :

a. Prinsip Ilmiah maksudnya : Kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan data


objektif yang diperoleh dalam kenyataan pelaksanaan proses pembelajaran. Setiap
kegiatan supervisi dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan kontinu.

b. Prinsip Demokratis maksudnya : Layanan/bantuan yang diberikan kepada guru


berdasarkan hubungan kemanusiaan yang akrab dan kehangatan sehingga guru-
guru merasa aman dalam mengembangkan tugasnya.

c. Prinsip Kerjasama maksudnya : Mengembangkan usaha bersama atau menurut


istilah supervisi sharing of idea, sharing of experience, memberi support/
mendorong, menstimulasi guru, sehingga mereka merasa tumbuh bersama.
d. Prinsip Konstruksi dan Kreatif maksudnya : Setiap guru akan termotivasi dalam
mengembangkan potensi kreativitas kalau supervisi mampu menciptakan suasana
kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara menakutkan ( Piet Sehartian,
2008).

Berdasarkan pengalaman dan analisa penulis ketika masih menjabat sebagai kepala
madrasah juga mengikuti seminar dan lokakarya tentang pendidikan dan
pengawasan diantaranya sebagai berikut :

1. Memang sudah saatnya pengawas harus meningkatkan kompetensi baik


perkenaan dengan pembimbingan terhadap guru berupa; bimbingan silabus dan
RPP serta sistem analisis butir soal, dan mampu dalam hal manajemen sekolah
dan IT.

2. Banyak juga keluhan dari para guru di semua jenjang pendidikan yang
mengatakan bahwa masih banyak pengawas sekolah/ madrasah kita yang perlu
ditingkatkan profesionalnya untuk melakukan pembimbingan dan
pengembangan kepada kepala sekolah/ madrasah, guru juga tenaga
kependidikan lainnya.

3. Apapun alasannya pengawas harus lebih pandai dari yang di bimbingnya, hal
ini akan dapat berpengaruh pada peningkatan mutu pendidikan dan dapat
menjaga imej yang baik dimata guru-guru dan kepala sekolah/ madrasah.

Dengan demikian, selama individu pengawas tersebut selalu termotivasi,


belajar, mengkaji, diklat, seminar, lokakarya, workshop dalam bidang
pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan kompetensinya, maka akan
terciptanya sebuah pendidikan yang berkualitas serta kewibawaan yang
semestinya harus kita perkuat dan pertahankan.

E. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum

Pengalaman menunjukkan bahwa, pembaruan kurikulum sejak tahun


1975, kurikulum 1984 yang disebut kurikulum yang disempurnakan dan kurikulum
1994 dan suplemen tahun 1999 yang dikeluarkan Depdikbud di Jakarta lengkap
dengan pedoman/ petunjuk pelaksanaan. Walaupun demikian perlu sekali ada orang
yang bertugas untuk membina dan menterjemahkan itu kepada guru- guru. Yang
dijelaskan adalah latar belakang yang diterapkannya kurikulum itu. Konsep dasar
dari kurikulum yang akan diterapkan. Contoh ; waktu diterapkan kurikulum 1975
guru dilatih dan didorong untuk membuat satuan pelajaran. Tetapi mereka tidak
mengerti bahwa kurikulum 1975 itu menerapkan pendekatan sistem yang waktu itu
PPSI ( prosedur pendekatan sistem instruksional ). Jadi guru-guru itu tidak dilatih
untuk berpikir bersistem ( system thinking)
merupakan pendekatan system ( system approach) dan menerapkan analisis system
( system analysis ) . Guru hanya diharuskan menerapkan satuan pelajaran tanpa
mengerti mengapa mereka mengajar dengan menerapkan pendekatan sistem
( Sanusi, 2007 ).

Kita melihat lagi pada kurikulum 2006 KTSP yang mulai bernuansa
pemberdayaan semua lini yakni kurikulum KTSP menghendaki adanya sinergitas
pihak manajemen sekolah ( kepala sekolah/ madrasah ), guru, tata usaha, laboran,
pustakawan, siswa itu sendiri artinya hadirnya KTSP membawa perubahan
pemberdayaan yang sangat signifikan yang dalam hal ini para pihak sekolah/
madrasah merasa dihargai ide-ide cerdasnya serta KTSP ini dinyatakan kurikulum
standar minimal artinya kita pihak sekolah dan guru dipersilahkan mengembangkan
kurikulum tersebut sesuai dengan kondisi riil dilapangan. Analisa dan pengamatan
penulis kehadiran KTSP nampaknya sudah menjawab tantangan yang mana dulu
guru mengajarkan ilmu kepada murid selalu menurut apa yang tertera dalam
kurikulum, tetapi sekarang dengan adanya KTSP guru boleh menganalisa materi
pembelajaran untuk disesuaikan dengan peserta didik juga dengan khas daerah
yang bersangkutan, selama tidak menyimpang dari roh tujuan pembelajaran
dimaksud.

Dalam KTSP guru merasa diberdayakan untuk membuat silabus, RPP,


soal-soal ulangan, matrik penilaian, bobot dan skor penilaian bahkan guru sekarang
guru sudah banyak dan mampu menguasai IT ( komputer/ laptop ). Dengan
demikian kita harus optimis menatap pendidikan kedepan agar kita tidak henti-
hentinya berinovasi dan berkreasi dalam bidang pendidikan dan kepengawasan.
Pengawas yang baik selalu menyiapkan dirinya untuk selalu meningkatkan
kompetensinya terlebih-lebih bagaimana kurikulum sekarang selalu dikembangkan
sesuai dengan keadaan siswa. Guru dan pengawas professional harus memiliki
kemampuan untuk merancang berbagai model pembelajaran. Dalam pengertian ini
atas dasar bimbingan para pengawas sekolah diharapkan oleh guru mampu
merancang tujuan umum dan tujuan khusus pembelajaran, tapi guru juga harus
mampu merumuskan berbagai pengalaman belajar dan berbagai kegiatan belajar
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

F. Peningkatan Proses Pembelajaran

Menurut Budimansyah, 47 : 2003 memperbaiki proses pembelajaran harus


dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Hal ini peran dari supervisor
( pengawas dan kepala sekolah ) sangat diharapkan karena dia merupakan orang
yang harus memikirkan kemajuan pendidikan di tingkat sekolah/ madrasah.

Kegiatan belajar siswa yang dilaksanakan di bawah bimbingan guru. Guru


bertugas merumuskan tujuan- tujuan yang hendak dicapai padfa saat pembelajaran.
Untuk mencapai tujuan itu guru merencangkan sejumlah pengalaman belajar. Yang
dimaksud pengalaman belajar adalah segala yang diperoleh siswa sebagai hasil dari
belajar ( learning experience ). Belajar ditandai mengalami perubahan tingkah laku,
karena memperoleh pengalaman baru ( Peit Sehartian, 2008 ).

Melalui perolehan pengalaman pembelajaran peserta didik memperoleh


pengertian, sikap penghargaan, kebiasaan, kecakapan, dan lainnya. Agar peserta
didik memperoleh sejumlah pengalaman belajar, maka mereka harus melakukan
sejumlah kegiatan pembelajaran. Mari kita cermati bersama beberapa kegiatan
belajar menurut Paul B. Diedrich yakni :

a. Kegiatan mengamati ( visual activities ) maksudnya adalah kegiatan yang


dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan ( membaca, melihat).

b. Kegiatan mendengarkan ( listening activities ) maksudnya kegiatan


mendengarkan.

c. Kegiatan menggambarkan ( drawing activities ) maksudnya adalah melakukan


kegiatan menggambar atau melukis membuat grafik.

d. Kegiatan melalui gerak/ motor ( motor activities ) maksudnya kegiatan yang


menggunakan gerak tubuh, misalnya role playing, dramatisasi, dan simulasi.

e. Kegiatan mental ( mental activities ) maksudnya kegiatan yang banyak


menggunakan pikiran/ mental seperti menanggapi, menganalisis, memecahkan
masalah, mengambil keputusan.

f. Kegiatan emosional yaitu kegiatan yang menggunakan perasaan seperti


merasakan indahnya pemandangan , gembira, tenang, menghayati sesuatu.

Dengan berbagai kegiatan siswa akan memperoleh sejumlah pengalaman


belajar ( learning experience ). Belajar bukan saja menguasai sejumlah materi
pengetahuan, tapi memperoleh sejumlah pengalaman belajar. Bagaimana cara
menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan adalah salah satu
usaha perbaikan proses belajar mengajar. Selain itu juga perlu dikembangkan
kemampuan dan menilai hasil belajar dan proses belajar. Setiap guru yang selesai
mengajar bertanya pada dirinya apakah bahan yang disajikan dapat dikuasai oleh
subjek didik. Supervisor dapat mendorong guru- guru untuk mengembangkan
berbagai model rancangan pembelajaran.

G. Usaha Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Guru

Usaha untuk memberi kemampuan) (Oxfort English Dictionary). Makna


tersebut mensyiratkan bahwa konsep peningkatan kualitas pendidikan belum
mengoptimalkan pada pemberdayaan kinerja guru, yang memiliki peran dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Pemberdayaan tenaga pendidik merupakan
perwujudan capacity building yang bernuansa pada pemberdayaan sumber daya
manusia tenaga pendidik melalui pengembangan berbagai kemampuan (kinerja)
dan tanggungjawab serta suasana sinergis antara pemerintah dalam pengembangan
berbagai kemampuan (kinerja) dan tanggungjawab serta suasana sinergis antara
pemerintah (government) dengan guru. Upaya optimalisasi kinerja guru yang ber-
kelanjutan merupakan faktor yang penting dibanding faktor lainnya dalam
peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini telah disadari dan dilakukan oleh peme-
rintah melalui penugasan studi lanjut, berbagai training dan penataran pada guru.
Studi lanjut diperuntukkan bagi guru-guru Sekolah Dasar yang belum memiliki
kualifikasi SDM yang menguasai iptek cenderung memanfaatkan teknologinya
untuk menguasai SDA . Dinamika perkembangan masyarakat melaju sangat pesat
seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menuntut
semua pihak untuk beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan
paradigma baru dalam mencapai keberhasilan, yaitu dengan persaingan. Tantangan
persaingan yang semakin tajam pada era globalisasi menuntut agar guru
sebenarnya telah dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia, melalui berbagai
bentuk kebijakan. Ditetapkannya Undang Undang nomor 14 tahun 2005 tentang
guru dan dosen merupakan dasar kebijakan untuk memperkuat eksistensi tenaga
kependidikan sebagai tenaga profesional, seperti profesi-profesi yang lainnya.
Kualitas profesi tenaga guru selalu diupayakan, baik melalui ketentuan kualifikasi
pendidikannya maupun kegiatan in-service training, dengan berbagai bentuknya
yang dilakukan .

Menurut Sutaryat, 67: 2005 mengatakan bahwa masalah-masalah umum


yang yang dihadapi dalam tugas mengajar dan mendidik mencakup :

1. Membantu guru dalam menterjemahkan kurikulum kedalam makna sebuah


pendidikan.

2. Membantu guru-guru dalam meningkatkan program belajar mengajar yakni


membantu merancang bangun program pembelajaran, membantu dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar, serta membantu dalam menilai proses dan
hasil belajar mengajar.

3. Membantu guru dalam menghadapi kesulitan dalam mengajarkan tiap mata


pelajaran.

4. Membantu guru dalam memecahkan masalah- masalah pribadi ( personal


problem ).

Oleh karena itu betapa pentingnya supervisi yang diberikan kepada guru-
guru dalam tugas mengajar dan mendidik sampai saat ini masih bersifat umum (
general supervision). Yang dibicarakan menyangkut masalah kegiatan belajar
mengajar yang bersifat umum. Usaha meningkatkan kemampuan guru dalam proses
belajar mengajar, perlu pemahaman ulang. Mengajar tidak sekadar
mengkomunikasikan pengetahuan agar diketahui subjek didik, tetapi mengajar
harus diartikan menolong si pelajar agar mampu memahami konsep- konsep dan
dapat menerapkan konsep yang dipahami. Selain itu mengajar harus dipersiapkan
dengan baik. Guru perlu menyediakan waktu untuk mengadakan persiapan yang
matang termasuk persiapan batin. Guru-guru dimotivasi agar selalu berusaha untuk
merancangkan apa yang akan disajikan. Mempersiapkan diri agar tampil dalam
mengajar dan menilai dengan tepat serta bertanggung jawab atas tugas
mengajarnya. Bantuan yang diberikan dalam hal sebagai berikut :

a. Merancangkan program belajar mengajar.

b. Melaksanakan proses belajar mengajar.

c. Menilai proses belajar mengajar.

d. Mengembangkan manajemen kelas .

Menurut buku Supervision for to days school, oleh Peter F.Oliva ( 1984 : 84-
87 ) mengemukakan beberapa model rancangan belajar mengajar antara lain :

Model ini sangat sederhana ;

a. Perencanaan. Isinya mengenai segala apa yang akan diajarkan.

b. Menetapkan bagaimana cara menyajikan pelajaran.

c. Menyusun evaluasi hasil belajar.

Sebenarnya kalau kita melihat dilapangan tentang bagaimana guru sekarang


dalam hal indikator kinerja serta pembinaan nilai-nilai peningkatan kualitas siswa
antara lain :

a. Masih ada guru dalam melaksanakan tugas tidak sepenuhnya, dikarenakan


dengan beberapa alasan; sibuk, urusan rumah tangga, arisan dan lain-lain.
b. Dengan terbitnya Undang- undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 yang
sangat menjanjikan dan memiliki kekuatan hukum yang kuat bahwa guru dan
dosen sudah memiliki nilai tambah yang luar biasa maksudnya guru dan dosen
dalam melaksanakan tugasnya diatur oleh Undang- undang dan mereka berhak
mendapatkan sertifikat pendidik, dengan melalui potofolio dan juga lulus
pendidikan dan latihan (PLPG).

c. Cukup banyak para guru yang belum diberikan kesempatan untuk mengikuti
Pendidikan dan Pelatihan dilingkungan tempat mereka bekerja. Kemudian masih
ada diantara mereka belum termotivasi untuk peran serta dalam kegiatan
workshop, KKG,MGMP, seminar. Hal ini dikarenakan berbagai macam alasan
dan sebagainya.

Oleh karena itu mari kita bersama- sama untuk memberikan motivasi
kepada guru-guru kita kedepan agar selalu memperkaya diri dengan keilmuan serta
mampu meningkatkan kinerjanya dengan baik demi terlaksanya SDM yang
berkualitas sehingga akan melahirkan siswa/ siswi yang berkualitas juga.

H. Manajemen Mutu Pendidikan

Menurut Ahmad Sanusi, 39 : 2003, manajemen mutu pendidikan bagian


yang sangat integral dalam dunia pendidikan Indonesia saat ini setidaknya
menghadapi empat tantangan besar yang kompleks. Pertama, tantangan
untuk meningkatkan nilai tambah (added value), yaitu bagaimana
meningkatkan nilai tambah dalam rangka meningkatkan produktivitas serta
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi sebagai upaya untuk memelihara
dan meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan. Kedua, tantangan
untuk melakukan pengkajian secara komprehensif dan mendalam terhadap
terjadinya transformasi (perubahan) struktur masyarakat, dari masyarakat
yang agraris ke masyarakat industri yang menguasai teknologi dan
informasi, yang implikasinya pada tuntutan dan pengembangan Sumder
Daya Manusia (SDM). Ketiga, tantangan dalam persaingan global yang
semakin ketat, yaitu bagaimana meningkatkan daya saing bangsa dalam
meningkatkan karya-karya yang bermutu dan mampu bersaing sebagai hasil
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS). Keempat,
munculnya kolonialisme baru di bidang IPTEK dan ekonomi menggantikan
kolonialisme politik.

Sutaryat 2005, dewasa ini berbagai upaya peningkatan mutu


pendidikan terus dilakukan oleh banyak pihak. Upaya-upaya itu dilandasi
suatu kesadaran betapa pentingnya peranan pendidikan dalam
pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan watak bangsa
(Nation Character Building) demi kemajuan masyarakat dan bangsa, karena
memang harkat dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas
pendidikannya. Dalam konteks bangsa Indonesia, peningkatan mutu
pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional
dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia
Indonesia secara menyeluruh ( Subagyo , 2008 ). Dari berbagai studi dan
pengamatan hasil analisis menunjukkan bahwa paling tidak ada tiga faktor
yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara
merata. Pertama, kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang
berorientasi pada keluaran pendidikan (output) terlalu memusatkan pada
masukan (input) dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistis. Hal ini
menyebabkan tingginya ketergantungan pada keputusan birokrasi, dan
sering kali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang sesuai dengan situasi
dan kondisi sekolah setempat. Disamping itu, segala sesuatu yang terlalu
diatur menyebabkan penyelenggaraan sekolah kehilangan kemandirian,
inisiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan daya untuk
mengembangkan atau meningkatkan mutu layanan serta keluaran
pendidikan menjadi kurang termotivasi. Ketiga, peran serta masyarakat,
terutama orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini
hanya terbatas pada dukungan dana. Padahal, peran serta mereka sangat
penting di dalam proses-proses pendidikan, misalnya dalam pengambilan
keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas. Ketiga faktor tersebut
yang menyebabkan timbulnya Manajemen .
Merujuk pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan pendidikan merupakan salah satu
urusan wajib yang menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota. Di sisi
lain, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menegaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis
dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia, nilai keagamaan
Dua landasan normatif tersebut sebenarnya sudah cukup menjadi rambu-
rambu bagi pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Akan tetapi, perlu juga
adanya standarisasi dan pengendalian mutu secara nasional sebagai upaya
membentuk kesatuan referensi dalam mencapai pendidikan yang
berkualitas. Standar pendidikan ini telah diperkuat dengan adanya PP No 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Pemberian otonomi pendidikan yang luas kepada lembaga-
lembaga pendidikan di Indonesia merupakan wujud kepedulian pemerintah
terhadap gejala-gejala yang muncul dalam masyarakat, di samping sebagai
upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum sebagai sarana
peningkatan efisiensi pemerataan pendidikan, peran serta masyarakat, dan
akuntabilitas. Secara esensial, landasan filosofis otonomi daerah adalah
pemberdayaan dan kemandirian daerah menuju kematangan dan kualitas
masyarakat yan dicita-citakan.
Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih
kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus
memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif guna
mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah. Dalam kerangka
inilah MBS tampil sebagai alternatif paradigma baru manajemen pendidikan
yang ditawarkan. MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi
kepada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka
meningkatkan mutu, efisiensi, dan pemerataan pendidikan agar dapat
mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerja sama
yang erat antara sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Kehadiran konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam wacana
pengelolaan pendidikan di Indonesia tidak lepas dari konteks gerakan
restrukturisasi dan reformasi sistem pendidikan nasional melalui
desentralisasi dan pemberian otonomi yang lebih besar kepada satuan
pendidikan atau sekolah, seperti self managing school atau school based
management, self governing school, local management of schools, school
based budgeting, atau guaranty maintained schools. Konsep-konsep tersebut
menjelaskan bahwa sekolah ditargetkan untuk melakukan proses
pengambilan keputusan (school based decision making) yang berarah pada
sistem pengelolaan, kepemimpinan serta peningkatan mutu
(administrating for excellen) dan effective schools.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada intinya adalah
memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan
dan perbaikan kualitas secara terus menerus. Dapat juga dikatakan bahwa
manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber
daya yang dilakukan secara mandiri oleh oleh sekolah dengan melibatkan
semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi
kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional.
Secara bahasa, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) berasal dari tiga kata,
yaitu manajemen, berbasis dan sekolah. Manajemen adalah proses
menggunakan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Berbasis
memiliki kata dasar basis yang berarti dasar atau asas. Sedangkan sekolah
berarti lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima
dan memberikan pelajaran. Berdasarkan makna leksikal tersebut, maka
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai penggunaan
sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses
pengajaran atau pembelajaran.
Priscilla Wohlsetter dan Albert Mohrman menjelaskan bahwa pada
hakikatnya, Manajemen Berbasis Sekolah berpijak pada Self
Determination Theory. Teori ini menyatakan bahwa apabila seseorang atau
sekelompok orang memiliki kepuasan untuk mengambil keputusan sendiri,
maka orang atau kelompok tersebut akan memiliki tanggung jawab yang
besar untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan. Berangkat dari teori
ini, banyak definisi mengenai Manajemen Berbasis Sekolah yang
dikemukakan para pakar. Eman Suparman, seperti dikutip oleh Mulyono,
mendefinisikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai penyerasian
sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan
melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi
kebutuhan mutu sekolah atau mencapai tujuan mutu sekolah dalam
pendidikan nasional. Sementara itu, Slamet (http://www.manajemen-
berbasis-sekolah.html) mengartikan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
sebagai pengoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan
secara otomatis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen
untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional,
dengan melibatkan kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif). Hal ini
berarti sekolah harus bersikap terbuka dan inklusif terhadap sumber daya di
luar lingkungan sekolah yang mempunyai kepentingan selaras dengan
tujuan pendidikan nasional.
Priscilla Wohlsetter dan Albert Mohrman menjelaskan secara luas bahwa
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah pendekatan politis untuk
mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan
kekuasaan kepada partisipasi sekolah pada tingkat lokal guna memajukan
sekolahnya. Partisipasi lokal yang dimaksudkan adalah partisipasi kepala
sekolah, guru, siswa, dan masyarakat sekitar. Sedangkan dalam buku
manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) diartikan sebagai suatu model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong
pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua
warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, pegawai sekolah, orang tua
siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih
berdaya dalam mengembangkan program-program yang tentu saja lebih
sesuai dengan kebutuhan dan potensi.
Ahmad Barizi juga mensinyalir bahwa Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) merupakan bentuk alternatif sekolah dalam melakukan program
desentralisasi di bidang pendidikan yang ditandai dengan otonomi yang
luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa
mengabaikan kebijakan pendidikan nasional. Bahkan, Susan Albers
Mohrman menyatakan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah
salah satu bentuk restrukturisasi sekolah dengan mengubah sistem sekolah
dalam melakukan kegiatannya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
prestasi akademis sekolah dengan mengubah desain struktur organisasinya.
Sementara itu, Nanang Fatah memberikan pengertian bahwa MBS
merupakan pendekatan politik yang bertujuan untuk mendesain ulang
pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah
dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja
sekolah yang mencakup guru, siswa, komite sekolah, orang tua siswa, dan
masyarakat. Manajemen Berbasis Sekolah mengubah sistem pengambilan
keputusan dengan memindahkan otoritas dalam pengambilan keputusan dan
manajemen ke setiap yang berkepentingan di tingkat lokal, Local
Stakeholder. Sedangkan Bappenas dan Bank Dunia, seperti yang dikutip
oleh B. Suryosubroto, memberikan pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) sebagai pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang
lebih besar, disamping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap
tuntutan masyarakat juga dapat ditunjukkan sebagai sarana peningkatan
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Ini artinya otonomi diberikan
agar sekolah dapat leluasa mengelola dan mengembangkan potensi serta
sumber daya yang ada di dalam sekolah dengan mengalokasikannya sesuai
prioritas kebutuhan serta tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat.
Sedangkan partisipasi masyarakat dituntut agar lebih memahami
pendidikan, membantu, serta mengontrol pengelolaan pendidikan dengan
asas keterbukaan
Sesuai dengan deskripsi detail tersebut di atas, Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) merupakan pemberian otonomi penuh kepada sekolah untuk
secara aktif-kreatif serta mandiri dalam mengembangkan dan melakukan
inovasi dalam berbagai program untuk meningkatkan mutu pendidikan
sesuai dengan kebutuhan sekolah sendiri yang tidak lepas dari kerangka
tujuan pendidikan nasional dengan melibatkan yang berkepentingan
(stakeholder), serta sekolah harus pula mempertanggungjawab kepada
masyarakat (yang berkepentingan). Artinya, Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan
secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok
kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung
dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Dengan demikian, MBS merupakan sebuah strategi untuk memajukan
pendidikan dengan mentransfer keputusan penting memberikan otoritas dari
negara dan pemerintah daerah . Gagasan tentang Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) ini, belakangan menjadi perhatian para
pengelolaan pendidikan, mulai tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota,
sampai dengan tingkat sekolah. Sebagaimana dimaklumi, gagasan ini
semakin mengemuka setelah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi
pengelolaan pendidikan seperti disyaratkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004.
Produk hukum tersebut mengisyaratkan terjadinya pergeseran kewenangan
dalam pengelolaan pendidikan dan melahirkan wacana akuntabilitas
pendidikan. Gagasan MBS perlu dipahami dengan baik oleh seluruh pihak
yang berkepentingan (stakeholder) dalam penyelenggaraan pendidikan,
khususnya sekolah. Karena, implementasi MBS tidak sekadar membawa
perubahan dalam kewenangan akademis sekolah dan tatanan pengelolaan
sekolah, akan tetapi membawa perubahan pula dalam pola kebijakan dan
orientasi partisipasi orang tua dan masyarakat dalam pengelolaan sekolah.

I. Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diungkapkan pada halaman diatas
dapat disimpulkan bahwa peran pengawas besar sekali dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan dan dilaksanakan secara bertahap dan terencana
serta didukung oleh tenaga pengawas sekolah/ madrasah yang professional dengan
baik. bertanggung jawab atas keberhasilan sebuah pendidikan dan pengajaran
disekolah/ madrasah. Unsur manajemen sekolah harus berperan secara maksimal
yakni peran kepala sekolah/ madrasah, guru, serta tenaga kependidikan lainnya.
Kenapa demikian karena jika unsur manajemen sekolah/ madrasah tidak berdaya
bahkan tidak bergerak maju dengan semestinya sehingga sulit sekolah/ madrasah
untuk maju kedepan.

Mari kita harus optimis bahwa dengan pengawas yang professional serta
ditunjang dengan manajemen sekolah/ madrasah yang baik maka akan muncul
kepermukaan mutu pendidikan ( sekolah/ madrasah ) yang kita harapkan
bersama.

Daftar Pustaka
Abdul Hamid. 2008.----- ( Makalah ) . Peningkatan Kompetensi Guru . Balai Diklat Keagamaan

Banjarmasin.

Budimansyah.Dasim. 2003. Pengembangan Model Pembelajaran. Penerbit Genesindo Bandung.

Depdikbud RI. 1998. Kurikulum Sekolah 1999 Suplemen dan Pedoman Administrasi dan

Supervisi. Jakarta : Balai Pustaka.

Djamarah, Syaiful. 2002. Peningkatan Profesional Guru. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas

Kementerian Pendidikan Nasional. Jakarta.

--------------Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor `12 Tahun 2007


Tanggal

28 Maret 2007

Makalah-----2004. Pembinaan Guru Profesional . Seminar pendidikan di Universitas

Lambung Mangkurat ( FKIP ) Banjarmasin

Soetjipto, Kosasi Raflis. 1994. Profesi Keguruan. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta.

-----------Jurnal Edukasi Pendidikan Agama dan Keagamaan. 2006. Balitbang Kementerian


Agama
Jakarta.

Undang- Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Kementerian Pendidikan Nasional,

Tahun 2007.

Sahertian.Piet. 2008. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Manusia. Penerbit Rineka
Cipta.

Jakarta.

Herabuddin. 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Penerbit CV. Pustaka Setia Bandung.

Sutaryat. 2005. Peningkatan Mutu Sekolah dan Supervisi Pendidikan. Penerbit Genesindo
Bandung.

Sanusi.Ahmad. 2003. Pendidikan Alternatif. Makalah S2 PPS Universitas Islam Nusantara


Bandung

(UNINUS )

Makalah Tentang Strategi Pelaksanaan Supervisi Pendidikan Pada Lembaga


Pendidikan Formal

Post under Makalah Diposkan oleh shofi ochinawa


A. PENDAHULUAN
Semua negara dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia berusaha keras agar dapat
menerapkan standar dalam menyelenggarakan pendidikannya. Tiap negara berlomba menetapkan
kriteria minimal pada berbagai komponen strategis agar memenuhi standar mutu minimal
sebagai modal dasar untuk mengembangkan persaingan. Keberhasilannya diukur dengan
indikator-indikator yang paling strategis sehingga menggambarkan hasil nyata sebagai
komponen utama penentu daya saing.
Pendidikan yang bermutu tinggi atau berkualitas tinggi merupakan harapan setiap warga negara
termasuk di Indonesia. Sebab pendidikan yang bermutu akan menghasilkan sumber daya
manusia yang bermutu pula. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, bab II pasal 3, menyatakan bahwa Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat
berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif.
Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat serius menangani bidang pendidikan, sebab
dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang
berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pendidikan adalah salah satu unsur paling penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan
merupakan proses pendewasaan diri manusia itu sendiri serta selain itu pendidikan juga
merupakan proses pembentukan pribadi dan karakter manusia. Kemudian, pada satu fokus yang
lebih khusus yaitu pendidikan formal, manusia diberikan dasar-dasar pengetahuan sebagai
pegangan dalam menjalani hidup dan menghadapi kenyataan hidup dimana didalam pendidikan
formal dalam hal ini adalah sekolah menjadi suatu jenjang yang mungkin memang sudah
selayaknya dilalui dalam proses kehidupan manusia. Kemudian dalam pendidikan sekolah itu,
manusia juga selain melatih kedewasaan juga mengasah intelektualitasnya dan kompetensinya
dalam tanggung jawab dan kesadaran.
Seperti telah dituliskan sebelumnya, pada dunia sekolah, manusia dilatih intelektualitasnya
dengan pengetahuan dan ilmu-ilmu yang diajarkan dalam proses pendidikannya pada jenjang-
jenjang yang telah ada dan diatur. Untuk itu, pada pendidikan sekolah sangat diperlukan adanya
perencanaan dalam pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Perencanaan yang
dimaksud adalah kurikulum pendidikan atau sekolah yang di dalamnya terdapat standar-standar
pembelajaran dan pengembangan intelektualitas manusia.
Setiap pelaksanaan program pendidikan memerlukan adanya pengawasan atau supervisi.
Pengawasan bertanggung jawab tentang keefektifan program itu. Oleh karena itu, supervisi
haruslah meneliti ada atau tidaknya kondisi-kondisi yang akan memungkinkan tercapainya
tujuan-tujuan pendidikan. Dalam makalah ini akan membahas masalah tentang strategi
pelaksanaan supervisi pendidikan pada lembaga pendidikan formal.

B. PERMASALAHAN
1. Bagaimana strategi pelaksanaan supervisi pendidikan pada lembaga pendidikan formal ?
2. Apa saja pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan supervisi pendidikan?

C. KAJIAN PUSTAKA
Istilah supervisi baru muncul kurang lebih tiga dasawarsa terakhir ini (Suharsimi Arikunto,
2004). Kegiatan serupa yang dahulu banyak dilakukan adalah Inspeksi, pemeriksaan,
pengawasan atau penilikan. Dalam konteks sekolah sebagai sebuah organisasi pendidikan,
supervisi merupaka bagian dari proses administrasi dan manajemen. Kegiaan supervisi
melengkapi fungsi-fungsi administrasi yang ada di sekolah sebagai fungsi terakhir, yaitu
penilaian terhadap semua kegiatan dalam mencapai tujuan. Dengan supervisi, akan memberikan
inspirasi untuk bersama-sama menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan dengan jumlah lebih banyak,
waktu lebih cepat, cara lebih mudah, dan hasil yang lebih baik daripada jika dikerjakan sendiri.
Supervisi mempunyai peran mengoptimalkan tanggung jawab dari semua program. Supervisi
bersangkut paut dengan semua upaya penelitian yang tertuju pada semua aspek yang merupakan
factor penentu keberhasilan. Dengan mengetahui kondisi aspek-aspek tersebut secara rinci dan
akurat, dapat diketahui dengan tepat pula apa yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas
organisasi yang bersangkutan.
Good Carter memberi pengertian supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam
memimpin guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk
menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi
tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, dan metode mengajar dan evaluasi
pengajaran.
Boardman et. Menyebutkan Supervisi adalah salah satu usaha menstimulir, mengkoordinir dan
membimbing secarr kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun
secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi
pengajaran dengan demikian mereka dapat menstmulir dan membimbing pertumbuan tiap-tiap
murid secara kontinyu, serta mampu dan lebih cakap berpartsipasi dlm masyarakat demokrasi
modern.
Wilem Mantja (2007) mengatakan bahwa, supervisi diartikan sebagai kegiatan supervisor
(jabatan resmi) yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar mengajar (PBM). Ada dua tujuan
(tujuan ganda) yang harus diwujudkan oleh supervisi, yaitu; perbaikan (guru murid) dan
peningkatan mutu pendidikan. Menurut Kimball Wiles (1967)Konsep supervisi modern
dirumuskan sebagai berikut : Supervision is assistance in the development of a better teaching
learning situation. Ross L (1980), mendefinisikan bahwa supervisi adalah pelayanan kapada
guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum.
Menurut Purwanto (1987), supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk
membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif.
Dari uraian definisi supervisi diatas, maka dapat dipahami para pakar menguraikan defenisi
supervisi dari tinjauan yg berbeda-beda.God Carter melihatnya sebagai usaha memimpin guru-
guru dalam jabatan mengajar, Boardman. Melihat supervisi sebagai lebih sanggup berpartisipasi
dlm masyarakat modern. Willem Mantja memandang supervisi sebagai kegiatan untuk perbaikan
(guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan. Kimball Wiles beranggapan bahwa faktor
manusia yg memiliki kecakapan (skill) sangat penting untuk menciptakan suasana belajar
mengajar yg lebih baik. Ross L memandang supervise sebagai pelayanan kapada guru-guru yang
bertujuan menghasilkan perbaikan. Sedangkan Purwanto (1987) memandangkan sebagai
pembinaan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara
efektif.
Secara umum strategi mengandung pergerakan suatu garis-garis besar haluan atau cara untuk
bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan
pengertian supervisi pendidikan yang telah dibahas sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
strategi supervisi pendidikan adalah cara-cara atau metode khusus untuk memberikan bantuan
kepada guru dalam memperbaiki situasi belajar mengajar.
Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai
dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf denganya; termasuk ke
dalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan
latihan profesional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus. Selain pendidikan
formal di Indonesia juga dikenal dengan adanya pendidikan non formal dan informal.
Pendidikan non formal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem
persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari
kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu didalam
mencapai tujuan belajarnya. Sedangkan Pendidikan informal adalah proses yang berlagsung
sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan
yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk didalamnya
adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetanga, lingkungan pekerjaan, dan
permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa.

D. PEMBAHASAN
1. Strategi Pelaksanaan Supervisi Pendidikan pada Lembaga Pendidikan Formal
Secara umum strategi mengandung pergerakan suatu garis-garis besar haluan atau cara untuk
bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah di tentukan sebelumnya.Berdasarkan
pengertian supervisi pendidikan yang telah dibahas sebelumnya,dapat disimpulkan bahwa
strategi supervisi pendidikan adalah cara-cara atau metode khusus untuk memberikan bantuan
kpda guru dlam memperbaiki situasi belajar mengajar.
Adapun strategi dasar yang dapat dilakukan supervisor dalam supervisi pendidikan meliputi hal-
hal berikut:
1) Meneliti dan mengamati pelaksanaan tugas kepsek atau guru
2) Menentukan apakah pelaksanaan tugas suatu sekolah baik atau buru
3) Memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang sesuai dg harapan supervisor
4) Memberikan bantuan kpd kepsek atau guru utk mengadakan perbaikan pelaksanaan
tugasnya
5) Mengadakan kerja sama dengan kepala sekolah dan guru untuk menciptakan situasi belajar
mengajar yang lebih baik.
Teknik supervisi merupakan cara-cara yang ditempuh dalam mencapai tujuan tertentu, baik yang
berhubungan dengan penyelesaian masalah guru- guru dalam mengajar, masalah kepala sekolah
dalam mengembangkan kelembagaan serta masalah-masalah lain yang berhubungan serta
berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan
Teknik supervisi menurut Sahetian (2000) ada 2 macam yatu: 1. Supervisi yang bersifat
individual, 2. Supervisi yang bersifat kelompok. Pembagian supervisi ini didasarkan pada aspek
pelaksanaannya yaitu secara sendiri, dan secara kelompok.
Teknik supervisi individual meliputi : supervisi kunjungan kelas dan supervisi obeservasi kelas.
1. Kunjungan kelas
Yang dimaksud kunjungan kelas yaitu Kepala sekolah atau supervisor datang ke kelas untuk
melihat cara guru mengajar di kelas. Dengan ini supervisi dapat melihat keadaan yang
sebnarnya, tanpa dibuat-buat. Hal seperti ini dapat membiasakan guru agar selalu
mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
2. Observasi kelas
Observasi kelas Melalui perkunjungan kelas, supervisor dapat mengobservasi situasi belajar-
mengajar yang sebenarnya. Ada dua macam observasi kelas.
Observasi Observasi langsung (direct observation)
Dengan menggunakan alat observasi, supervisor mencatat absen yang dilihat pada saat guru
Sedang mengajar.
Observasi Tidak Langsung Orang yang diobservasi dibatasi oleh ruang kaca di mana murid-
murid tidak mengetahui (biasanya dilakukan dalam laboratorium untuk pengajaran mikro).
Sedangkan supervisi secara kelompok meliputi :
1. Mengadakan pertemuan atau rapat (meeting)
Fungsi komunikasi manajemen sekolah dapa terlaksana dengan baik apabila masing-masing
sekolah mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapat, dan segala informasi yang
ada dapat segera dengan cepat menyebar. Seorang kepala sekolah yang memenuhi fungsinya
dengan baik, yaitu fungsi pengarahan (directing), pengkoordinasian(coordinating), dan
pengkomunikasian (communicating), apabila dia tidak segan-segan menyelenggarakan
pertemuan bersama dalam rapat dengan guru dan staf TU secara rutin.
Dalam pelaksanaan rapat, masalah waktu, dan tempat mempunyai pengaruh besar terhadap
sukses atau tidaknya pertemuan tersebut. Kepala sekolah atau supervisor sebagai penginisiatif
rapat harus memperhitungkan berbagai segi didalam penetapan waktu dan tempat sehingga guru-
guru dapat hair tanpa banyak merugikan penyelenggaraan pendidikan pengajaran umumnya, atau
kepentingan pribadi guru yang bersangkutan, dan seupaya rapat membawa hasil yang
diharapkan.
2. Mengadakan diskusi kelompok (group discussion )
Diskusi adalah pertukaran pendapat tentang sesuatu masalah untuk dipecahkan bersama. Diskusi
merupkan cara utuk mengembangkan ketrampilan anggota-anggotanya dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan dengan jalan bertukar pikiran.
Diskusi kelompok dilakukan sebagai metode untuk mengumpulkan data, namun juga dapat
digunakan untuk mmpertemukan pendapat antar staf pimpinan saja. Diskusi kelompok dapat
diselenggarakan dengan mengundang atau mengumpulkan guru-guru bidang studi sesuaidengan
keperluannya.

2. Pendekatan yang Digunakan dalam Pelaksanaan Supervisi Pendidikan


Dalam menjalankan tugasnya sebagai supervisor, antara supervisor yang satu dengan yang
lainnya mungkin saja menggunakan metode pendekatan yang berbeda. Thomas JJ Serjiovanni
mengatakan bahwa pelaksanaan supervisi di sekolah sekarang didasarkan pada satu atau
merupakan kombinasi dari 3 teori kepengawasan pada umumnya, yakni: Tradisional scientific
management,human relasion,& neo scientific management.

a. Tradisional scientific management.


Pendekatan ini melukiskan pandangan hasil supervise pendidikan yang otokratis. Guru-guru
dianggap sbg alat management & dipakai untuk melaksanakan segala kewajiban yang telah di
tentukan sesuai dengan keinginan-keinginan managemen. Pengawasan, efisiensi, & pertanggung
jawaban Guru-guru sangat diperlukan.Situasi hubungan antara guru dan supervisor mirip sekali
dg hubungan antara majikan dengan pembantunya, Sehingga system pengawasan terasa ketat dan
kaku. Tugas supervisor sebagai inspektur yang fungsinya memberi arah, mengecek cara-cara
guru mengajar, menilai dengan hasil belajar sesuai dengan informasi yang di sampaikan serba
instruksi. Meskipun pendekatan ini sudah jarang digunakan, namun sisa-sisa pengaruh dari teori
ini masih dapat ditemukan di sekolah-sekolah tertentu.
b. Human relasions
Supervisi yang dipengaruhi oleh pandangan ini mendasarkan pada proses administrasi &
management secara demokrasi. Guru-guru dipandang sebagai manusia yang bulat dan
memiliki hak-hak pribadi bukan sekedar paket energi, ketrampilan dan sikap-sikap yang
dibutuhkan oleh apa administrator maupun supervisor. Supervisor bekerja untuk menciptakan
suatu kepuasan pada guru-guru dengan jalan menunjukkan perhatian pada mereka sebagai
manusia. Pendekatan demikian didasari oleh pandangan bahwa sifat yang mempunyai kepuasan
akan berusaha bekerja keras dan mudah diajak bekerja sama, dipimpin dan dikontrol. Parsitipasi
dijadikan metode yang penting, dengan tujuan membuat guru agar mempunyai perasaan bahwa
mereka penting dan berguna bagi sekolah. Perasaan-perasaan pribadi & hubungan-hubungan
yang menyenangkan merupakan kata-kata semboyan dari pendekatan ini.

c. Neoscientific management
Pendekatan ini lebih condong pada perhatian management ilmiah (pendekatan pertama) terhadap
kontrol, pertangung jawaban, & efisiensi. Kata-kata semboyan gerakan pendekatan baru ini
adalah kompetensi guru, sasaran-sasaran kegiatan dan analisa cost benefit. Dimensi tugas,
perhatian terhadap jabatan, dan sasaran yang telah ditetapkan lebih ditekankan pada pendekatan
ini, meskipun sering mengorbankan dimensi manusia. Pengawasan yang rasional, non pribadi
dan teknis diterapkan sebagai pengganti sistem yang dijalankan pada pendekatan pertama.
Asumsi dasarnya : apabila standar-standar kegiatan, sasaran-sasaran dan kompetensi tertentu
dapat diidentifikasi, maka pekerjaan para guru akan dapat dikontrol dengan berpedoman pada
standar-standar tersebut untuk meyakinkan bahwa proses pengajaran yang dilaksanakan telah
berjalan dengan baik.

d. Human resource
Pendekatan ini hampir sama dengan pendekatan human relation, yaitu sama-sama
memperhatikan kepuasan pribadi guru dalam proses supervisi. Hanya saja cara memandangnya
yang berbeda secara kritis. Pendekatan human relation memandang kepuasan sebagai alat
untuk menciptakan suatu kegiatan sekolah yang lancar dan efektif. Supervisor boleh jadi
melibatkan guru dalam proses pengambilan keputusan,karena hal itu dianggap akan
meningkatkan kepuasan guru. Guru-guru yang memperoleh kepuasan diduga secara otomatis
akan mudah diajak bekerja sama, dipimpin dan karenanya efektivitas akan meningkat.
Rasionalnya adalah guru-guru ingin merasa penting dan terlibat. Perasaan ini akhirnya akan
melahirkan sikap baik guru terhadap sekolah, sehingga mereka mudah diatur.
Sedangkan human resource memandang kepuasan sebagai tujuan yang diinginkan ke arah mana
guru-guru akan bekerja. Kepuasan akan diperoleh setelah segala aktifitas telah dikerjakan dengan
berhasil. Dan keberhasilan dalam menyelesaikan pekerjaan ini merupakn komponen kunci
daripada efektifitas sekolah. Supervisor melibatkan guru-guru dalam proses pengambilan
keputusan didasarkan pada potensi yang mereka miliki dianggap mampu meningkatkan efektifias
sekolah. Suatu keputusan yang baik dan komitmen guru yang tinggi terhadap keputusan yang
diambil itu akan menjamin meningkatnya efektivitas kegiatan sekolah. Keberhasilan inilah yang
nantinya akan meningkatkan kepuasan pada guru.

E. REKOMENDASI
Secara sederhana supervisi ialah pengawasan yang dilakukan untuk mencari kelemahan atau
kekurangan yang ada kemudian diberikan solusi pemecahan atas kekurangan dan kelemahan
yang ada. Supervisi pendidikan ini penting adanya terutama bagi peningkatan kualitas dan
perbaikan terhadap berlangsungnya pendidikan.
Di dalam melakukan supervisi, seorang supervisor harus menguasai strategi, teknik dan
pendekatan-pendekatan yang dibutuhkan agar kegiatan supervisi tersebut berjalan dengan baik
dan tepat. Tanpa menguasai strategi-strategi seorang supervisor akan kesulitan dalam melakukan
kegiatan pengawasan atau supervisi. Jika sudah demikian, maka supervisi tidak akan mampu
menyelesaikan permasalahan, kekurangan dan kelemahan pada suatu lembaga pendidikan formal
utamanya.
Di lembaga pendidikan formal yang sejatinya mempunyai sistem yang lebih rapi, mempunyai
kurikulum, standar-standar tertentu dan lain sebagainya pastilah seorang supervisor dalam
melakukan supervisi wajib menggunakan strategi, teknik dan pendekatan-pendekatan tertentu
agar lembaga pendidikan formal tersebut dapat memiliki kualitas atau mutu yang tinggi dan
sesuai dengan 8 standar pendidikan yang telah dijelaskan pada pertemuan sebelimnya. Jadi
intinya supervisor harus menguasai strategi dalam melakukan supervisi, terutama pada lembaga
pendidikan formal.

F. SIMPULAN
1. Adapun strategi dasar yang dapat dilakukan supervisor dalam supervisi pendidikan meliputi
hal-hal berikut:
Meneliti dan mengamati pelaksanaan tugas kepsek atau guru
Menentukan apakah pelaksanaan tugas suatu sekolah baik atau buru
Memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang sesuai dg harapan supervisor
Memberikan bantuan kpd kepsek atau guru utk mengadakan perbaikan pelaksanaan
tugasnya
Mengadakan kerja sama dengan kepala sekolah dan guru untuk menciptakan situasi belajar
mengajar yang lebih baik.
Teknik supervisi individual meliputi : supervisi kunjungan kelas dan supervisi obeservasi kelas.
Sedangkan supervisi secara kelompok meliputi: Mengadakan pertemuan atau rapat (meeting) dan
Mengadakan diskusi kelompok (group discussion ).
2. Dalam menjalankan tugasnya sebagai supervisor, antara supervisor yang satu dengan yang
lainnya mungkin saja menggunakan metode pendekatan yang berbeda. Thomas JJ Serjiovanni
mengatakan bahwa pelaksanaan supervisi di sekolah sekarang didasarkan pada satu atau
merupakan kombinasi dari 3 teori kepengawasan pada umumnya, yakni: Tradisional scientific
management,human relasion,& neo scientific management.

G. DAFTAR PUSTAKA
Kisbiyanto, 2008, Supervisi Pendidikan, Kudus: Stain Kudus
Luk-luk Nur Mufidah, 2009, Supervisi Pendidikan, Yogyakarta: Teras
Piet A. Sahertian, 2008, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, Jakarta: Rieneka Cipta
http://maswanispdyahoocoid.blogspot.com/2007/05/pentingnya-supervisi-pendidikan.html
http://andinurdiansah.blogspot.com/2011/03/strategi-supervisi-pendidikan.html
http://www.infodiknas.com/fkip-unisma-pendidikan-formal-pendidikan-non-formal-dan-
pendidikan-informal/
PERAN PENGAWAS DALAM PENERAPAN MANAJEMEN MUTU
TERPADU DI SEKOLAH

Label: Artikel, Karya Tulis, pendidikan


Abstrak
Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam upaya membangun mutu pendidikan adalah
penerapan manajemen mutu terpadu di sekolah. Penyelenggaran manajemen mutu terpadu di sekolah
membutuhkan kerjasama kepala sekolah, guru dan karyawan sebagai pelaksana utama. Namun fungsi
manajemen tidak hanya berhenti pada tahap pelaksanaan, tetapi masih ada tahap
pengontrolan/pengawasan. Pada pendidikan formal fungsi pengotrolan/pengawasan ditugaskan pada
jabatan pengawas sekolah.
Makalah ini bertujuan untuk memaparkan profil pengawas sekolah, memaparkan konsep
manajemen mutu terpadu dan memaparkan bagaimana peran pengawas dalam penerapan manajemen
mutu terpadu di sekolah.
Pengawas sekolah merupakan pelaksana teknis fungsional di bidang pengawasan akademik dan
manajerial pada sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan. Tanggung jawab pengawas sekolah adalah
tercapainya mutu pendidikan di sekolah yang dibinanya. Sedangkan manajemen mutu terpadu adalah
cara mengelola lembaga pendidikan dengan perbaikan yang dilakukan terus menerus atas jasa, manusia,
produk, dan lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya,
saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Dalam penerapan manajemen mutu terpadu peran pengawas dapat diimplikasikan berdasarkan
delapan kompetensi pengawas dari pemikiran Wiles & Bondi yaitu sebagai pengembang siswa,
pengembang kurikulum, spesialis pembelajaran, pekerja hubungan manusiawi, pengembang staf,
pengembang administrator, manajer perubahan, dan evaluator.

Kata kunci: pengawas, manajemen mutu terpadu

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Upaya membangun mutu pendidikan terus dilakukan. Baik oleh pemerintah maupun pihak sekolah
sebagai penyelenggara pendidikan. Dalam usaha memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap
mutu pendidikan. Sekaligus sebagai respon terhadap perubahan kehidupan yang sangat cepat di era
globalisasi. Dengan harapan mutu lulusan pendidikan dapat bersaing dalam pemenuhan kebutuhan kerja,
dan memberikan kesejahteraan bagi keluarga dan masyarakatnya.
Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam upaya membangun mutu pendidikan adalah
penerapan manajemen mutu terpadu di sekolah. Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai organisasi yang
memberikan layanan jasa pendidikan kepada siswa dan masyarakat. Sehingga manajemen mutu terpadu
dapat dikatakan sebagai proses pengelolaan sekolah yang berfokus kepada pemenuhan kebutuhan dan
kepuasan siswa dan masyarakat.
Upaya pembaharuan yang dilakukan pemerintah tidak akan membuahkan hasil jika tidak ada upaya
yang sama dari pihak sekolah. Penyelenggaran manajemen mutu terpadu di sekolah membutuhkan
kerjasama kepala sekolah, guru dan karyawan sebagai pelaksana utama. Komitmen masyarakat sekolah
ini penting agar selalu dapat bersama-sama merencanakan dan melaksanakan kegiatan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, serta melakukan perbaikan terus menerus dalam mencapai pendidikan yang
bermutu.
Namun fungsi manajemen tidak hanya berhenti pada tahap pelaksanaan, tetapi masih ada tahap
pengontrolan/pengawasan. Pengontrolan/pengawasan berada pada tahap akhir fungsi manajemen, yang
diperlukan agar fungsi-fungsi manajemen yang lain dapat berjalan sesuai dengan tugasnya.
Pada pendidikan formal fungsi pengotrolan/pengawasan ditugaskan pada jabatan pengawas
sekolah. Pengawas sekolah adalah tenaga kependidikan yang diangkat untuk menunjang penyelenggaraan
pendidikan dalam meningkatkan kualitasnya. Sebagai penunjang penyelenggaraan pendidikan tentunya
pengawas memiliki peran dan kontribusi yang penting. Termasuk juga dalam pelaksanaan manajemen
mutu terpadu. Peran apa saja yang harus dilakukan pengawas dalam penerapan manajemen mutu terpadu,
sehingga manajemen mutu terpadu dapat terlaksana sesuai dengan harapan?
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana profil pengawas sekolah?
2. Bagaimana konsep manajemen mutu terpadu?
3. Bagaimana peran pengawas dalam penerapan manajemen mutu terpadu di sekolah?
1.3. Tujuan
1. Membahas profil pengawas sekolah.
2. Membahas konsep manajemen mutu terpadu.
3. Memaparkan peran pengawas dalam penerapan manajemen mutu terpadu di sekolah.

II. PEMBAHASAN

2.1. Profil Pengawas Sekolah


2.1.1. Pengertian
Pengawas sekolah merupakan jabatan fungsional yang berlaku dalam lingkungan pendidikan
formal. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 21
tahun 2010, pasal 1 ayat 2 menyebutkan pengawas sekolah adalah pegawai negeri sipil (guru) yang diberi
tugas dan tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk
melaksanakan pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan.
Pengawas sekolah berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang pengawasan
akademik dan manajerial pada sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan. Merujuk pada satuan
pendidikan, maka kemudian jabatan pengawas dibedakan menjadi pengawasan TK, pengawasan SD,
pengawasan SMP, pengawasan SMA, dan pengawasan SMK (Sudjana, 2012a: 31-33).
2.1.2. Tugas Pengawas Sekolah
Tugas pokok pengawas sekolah adalah melaksanakan pengawasan akademik dan pengawasan
manajerial pada satuan pendidikan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 tahun
2005 yang menyatakan pengawasan pada pendidikan formal dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan.
Selanjutnya pada pasal 55 dituliskan pengawasan satuan pendidikan meliputi pemantauan, supervisi,
evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut hasil pengawasan. Lebih jelas tentang kewajiban supervisi pada
pasal 57 yaitu supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan. Dalam penjelasan pasal tersebut
disebutkan supervisi manajerial meliputi aspek pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan dan
supervisi akademik meliputi aspek-aspek pelaksanaan proses pembelajaran (Sudjana, 2012a: 16).
Supervisi akademik dilakukan kepada guru melalui bimbingan proses pembelajaran, misalnya
membuat rencana pelaksanaan pembelajaran, strategi melaksanakan pembelajaran, penggunaan media
dan alat bantu pembelajaran, cara menilai kemajuan belajar siswa, dan sebagainya. Sedangkan supervisi
menajerial dilakukan pada kepala sekolah dan staf sekolah melalui bimbingan cara membuat perencanaan
kegiatan sekolah, cara menyusun anggaran sekolah, merumuskan visi, misi, dan tujuan sekolah,
manajemen berbasis sekolah, dan lain-lain.
2.1.3. Kewajiban Pengawas Sekolah
Kewajiban utama pengawas adalah, 1) melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial
serta melakukan pembimbingan/pelatihan kemampuan profesional guru dan 2) meningkatkan kemampuan
profesionalismenya melalui peningkatan kualifikasi akademik dan kompetensi yang harus dikuasainya
secara berkelanjutan (Sudjana, 2012a: 19). Rincian dua kewajiban utama pengawas tersebut sebagai
berikut (Sudjana, 2012b: 29).
1. Menyusun program pengawasan, melaksanakan program pengawasan, melaksanakan evaluasi hasil
pelaksanaan serta membimbing dan melatih kemampuan profesional guru.
2. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
3. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, nilai agama, dan etika.
4. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
2.1.4. Tanggung Jawab Pengawas Sekolah
Tanggung jawab pengawas sekolah adalah tercapainya mutu pendidikan di sekolah yang dibinanya.
Sebagai dampak adanya pengawasan akademik dan pengawasan manajerial. Mutu pendidikan sekolah
tidak hanya dilihat dari jumlah dan kualitas lulusan, melainkan diukur dari tercapainya delapan standar
nasional pendidikan. Sebagaimana dalam PP No.19 tahun 2005 tentang adanya standar nasional dalam
penyelenggaran pendidikan. Delapan standar nasional meliputi: 1) standar isi; 2) standar proses; 3)
standar kompetensi lulusan; 4) standar pendidik dan tenaga kependidikan; 5) standar sarana dan prasarana
pendidikan; 6) standar pengelolaan pendidikan; 7) standar pembiayaan pendidikan; dan 8) standar
penilaian pendidikan.
Pengawas sekolah bertanggung jawab atas keterlaksanaan delapan standar di semua sekolah
binaannya sebagai kriteria minimal mutu pendidikan. Dengan kata lain pengawas sekolah adalah
penjamin mutu pendidikan pada sekolah yang dibinanya (Sudjana, 2012b: 29).
2.1.5. Kewenangan Pengawas Sekolah
Kewenangan pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas pokoknya diatur dalam perundang-
undangan. Berikut kewenangan yang diberikan kepada pengawas sekolah.
1. Memilih dan menentukan metode kerja. Metode kerja pengawas meliputi metode dan teknik
pengawasan/supervisi dan metode/teknik pelatihan/pembimbingan guru dan kepala sekolah yang menjadi
binaannya.
2. Menilai kinerja guru dan kepala sekolah. Penilaian kinerja guru dan kinerja kepala sekolah memerlukan
mekanisme dan instrumen tersendiri. Penilaian dilakukan oleh pengawas sekolah setiap akhir semester
dengan menggunakan instrumen kinerja guru dan instrumen penilaian kinerja kepala sekolah.
3. Menetukan dan/atau mengusulkan program pembinaan. Pengusulan didasarkan pada hasil pengawasan
dan/atau hasil penilaian kinerja.
4. Melakukan pembinaan. Pembinaan bisa dilakukan dalam proses bimbingan dan/atau pelatihan yang
dituangkan dalam program pelatihan. Pembinaan dapat juga dilakukan dengan menggunakan teknik-
teknik supervisi.
Kewenangan yang diberikan kepada pengawas diharapkan dapat berdampak pada percepatan
peningkatan mutu kualitas pendidikan (Sudjana, 2012b: 29-30).
2.1.6. Kompetensi Pengawas Sekolah
Secara umum kompetensi adalah seperangkat kemampuan yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, kecakapan atau kapabilitas yang dimiliki seseorang, sehingga ia mampu menampilkan
perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor tertentu sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya secara
optimal.
Dari pengertian di atas Sudjana (2012a: 53-55) memaparkan kompetensi pengawas mencakup
kemampuan yang direfleksikan pada pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam melaksanakan tugas-
tugas pokok dan fungsi jabatan profesional sebagai pengawas sekolah. Kemampuan yang harus dimiliki
pengawas sekolah tersebut searah dengan kebutuhan pengelolaan manajemen di sekolah, tuntutan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni. Selanjutnya paradigma yang digunakan dalam menyusun kompetensi pengawas
dikembangkan atas dasar tugas pokok dan fungsi pengawas sebagai supervisor.

Dengan menggunakan paradigma tersebut dihasilkan enam dimensi kompetensi pengawas sekolah
berdasarkan Permendiknas No. 12 tahun 2007, yakni:
1. Kompetensi Kepribadian, berkaitan dengan pengenalan diri dan kreativitas.
2. Kompetensi Supervisi Manajerial, berkaitan dengan bimbingan dan konseling, penyusunan program
pengawasan sekolah, administrasi dan pengelolaan sekolah, bimbingan dan konseling di sekolah, metode
dan teknik supervisi, instrumen kepengawasan, monitoring pelaksanaan standar nasional pendidikan dan
akreditasi sekolah.
3. Kompetensi Supervisi Akademik, berkaitan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan, pengembangan
mata pelajaran dalam ktsp, pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran dalam ktsp,
proses pembelajaran di kelas, laboratorium, dan di lapangan, strategi pembelajaran dan pemilihannya,
strategi pembelajaran mipa, strategi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan ilmu pengetahuan
sosial, media pembelajaran dan sumber belajar, teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran.
4. Kompetensi Evaluasi Pendidikan, berkaitan dengan penilaian hasil belajar, penilaian kinerja kepala
sekolah, kriteria dan indikator keberhasilan pembelajaran , penilaian kinerja guru, monitoring dan
evaluasi pelaksanaan pembelajaran, pengolahan dan teknik analisis data hasil penilaian.
5. Kompetensi Penelitian dan Pengembangan, berkaitan dengan pendekatan, jenis, dan metode penelitian
pendidikan, penulisan modul, penelitian tindakan kelas, identifikasi masalah kepengawasan, penyusunan
proposal penelitian, proses penelitian, pengolahan dan analisis data penelitian, penulisan karya ilmiah.
6. Kompetensi Sosial, berkaitan dengan kemampuan dalam menumbuhkan semangat kerja sama (Anonim,
2012).

2.2. Konsep Manajemen Mutu Sekolah


2.2.1. Pengertian
Sekolah merupakan suatu sistem organisasi yang terdiri dari komponen kepala sekolah, guru,
karyawan, siswa, kurikulum, sarana pra sarana, dan lingkungan. Sebagai suatu organisasi, maka sekolah
memiliki tujuan yang ingin dicapai dengan melibatkan segala sumber daya, serta berbagai aktivitas yang
dikoordinir oleh kepala sekolah sebagai pemimpin. Kegiatan untuk menggerakkan semua komponen
secara teratur untuk mencapai tujuan sering disebut sebagai manajemen.
Secara umum manajemen dapat diartikan sebagai upaya sekelompok orang yang bertugas
mengarahkan aktivitas orang lain kearah tujuan yang akan dicapai. Dalam konteks sekolah, manajemen
adalah upaya yang dilakukan pimpinan sekolah untuk mengarahkan aktivitas semua komponen yang ada
ke arah tujuan yang telah ditetapkan.
Manajemen mutu terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) dipopulerkan
oleh Peter dan Waterman pada tahun 1982 (Usman, 2011: 567). Peter dan Waterman menjelaskan
manajemen mutu terpadu sebagai budaya organisasi yang ditentukan dan didukung oleh pencapaian
kepuasan pelanggan secara terus menerus melalui sistem terintegrasi yang terdiri dari bermacam alat,
teknik, dan pelatihan-pelatihan. Tindakan perbaikan terus menerus dalam proses organisasi diharapkan
akan menghasilkan produk dan pelayanan yang bermutu tinggi.
Manajemen Mutu Terpadu atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu
pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk (1994,
dalam Yunus, 2003) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) Pendidikan tinggi (bisa pula sekolah)
adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus
diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu berkesinambungan sehingga
pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan
para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Berbeda pemikiran, Edward Sallis (2006) menyatakan manajemen mutu terpadu sebagai sebuah
filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada
setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat
ini dan untuk masa yang akan datang. Sedangkan Fandy Tjiptono & Anastasia Diana (1995) menjelaskan
manajemen mutu terpadu sebagai suatu pendekatan dalam usaha memaksimalkan daya saing melalui
perbaikan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan.
Pendapat para ahli walaupun dilihat sekilas berbeda tetapi memiliki satu kesamaan, yang bermuara
pada satu definisi kesimpulan. Manajemen mutu terpadu adalah cara mengelola lembaga pendidikan
dengan perbaikan yang dilakukan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan dalam rangka
memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan
datang.
2.2.2. Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu
Goetsch dan Davis (1994, dalam Fariadi, 2010 ) mengungkapkan sepuluh karakteristik Manajemen
Mutu Terpadu atau TQM sebagai berikut.
1. Fokus Pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan
driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka,
sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan
yang berhubungan dengan produk atau jasa.
2. Obsesi Terhadap Kualitas. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas adalah
pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi
untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
3. Pendekatan Ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk
mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan
dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam
menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
4. Komitmen jangka Panjang. TQM merupakan paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu
dibutuhkan budaya perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting
guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
5. Kerja sama Team (Teamwork). Dalam organisasi yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan
hubungan dijalin dan dibina baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga
pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
7. Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau
lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas
yang dihasilkannya dapat meningkat.
8. Pendidikan dan Pelatihan. Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan
merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang
tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat
meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
9. Kebebasan Yang Terkendali. Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur
tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan terhadap keputusan yang
dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang
diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena
keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
10. Kesatuan Tujuan. Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan
tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti
bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan karyawan mengenai
upah dan kondisi kerja.
11. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan
hal yang penting dalam penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga
melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti.
2.2.3. Prinsip Manajemen Mutu Terpadu
Hensler dan Brunell (dalam Usman, 2011: 572) menjelaskan empat prinsip utama dalam
manajemen mutu terpadu, antara lain:
1. Kepuasan pelanggan. Mutu tidak hanya bermakna kesesuain dengan spesifikasi tertentu, melainkan mutu
ditentukan oleh pelanggan. Sebagai unit layanan jasa, maka pelanggan sekolah adalah: 1) Pelanggan
internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, 2) Pelanggan eksternal terdiri atas :
pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier
(pemakai/penerima lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha).
2. Respek terhadap setiap orang. Dalam sekolah bermutu, setiap orang dianggap memiliki potensi dan
merupakan aset atau sumber daya yang paling bernilai.
3. Manajemen berdasarkan fakta. Setiap keputusan yang dibuat selalu berdasarkan fakta, bukan pada
perasaan atau ingatan semata.
4. Perbaikan terus menerus. Agar dapat mencapai sukses sekolah perlu melakukan proses sistematis dalam
melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku adalah PDCA, yaitu perencanaan,
melaksanakan rencana, memeriksa hasil pelaksanaan rencana, dan melakukan tindakan korektif terhadap
hasil yang diperoleh.
2.2.4. Komponen Manajemen Mutu Terpadu
Komponen manajemen terpadu dijelaskan oleh West-Burnham (1997, dalam Usman, 2011: 576)
terdiri dari empat komponen yaitu:
1. Prinsip-prinsip. Hal-hal yang harus dilakukan warga sekolah dalam mewujudkan visi, misi, tujuan,
sasaran dan policy sekolah. Peranan kepala sekolah sebagai pimpinan sangat menentukan.
2. Proses. Upaya yang dilakukan warga sekolahuntuk memuaskan pelanggannya.
3. Pencegahan. Upaya sekolah untuk menghindari kesalahan sejak awal. Pencegahan lebih baik dilakukan
perbaikan.
4. Manusia. Warga sekolah yang bekerja secara sinergi dalam suatu manajemen kolegial serta lebih
menekankan pada pentingnya hubungan manusiawi.
Sedangkan Sallis (2003, dalam Usman, 2011: 577) berpendapat lain, Sallis menyatakan komponen
mutu terdiri dari:
1. Kepemimpinan dan strategi. Meliputi komitmen, kebijakan mutu, analisis organisasi, misi dan rencana
strategis, serta kepemimpinan.
2. Sistem dan prosedur. Meliputi efisiensi administratif, pemaknaan data, ISO 9001, dan biaya.
3. Kerja tim. Meliputi pemberdayaan, memanaj diri sendiri, kelompok, alat mutu yang digunakan.
4. Asesmen diri sendiri. Meliputi assesmen sendiri, monitoring dan evaluasi, survei kebutuhan pelanggan,
dan pengujian standar.
Keempat komponen tersebut dipengaruhi dan mempengaruhi oleh: 1) lingkungan pendidikan, 2)
pertanggungjawaban, 3) perubahan kultur/budaya, 4) pihak-pihak yang peduli dan pelanggan.

2.2.5. Langkah-langkah Manajemen Mutu Terpadu


Manajemen mutu terpadu memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengubah cara-cara
tradisional menjadi sekolah yang memiliki mutu tinggi, integritas tinggi terhadap aturan, dan komitmen
dari semua level (bawah, tengah, atas). Sebab cara tradisional akan mengalami kesulitan dalam
pengembangan dan perubahan akibat kekakuan dalam setiap keputusan serta kesulitan dalam mengatasi
rintangan. Namun dalam mencapainya dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki rancangan masa
depan, melakukan inovasi dan mau melangkah maju mencapai visi dan misi sekolah. Dalam hal ini kepala
sekolah selaku pimpinan merupakan kunci yang menjadi motor penggerak dalam memelihara serta
memperkuat proses peningkatan mutu secara terus menerus.
Sebelum melaksanakan manajemen mutu terpadu, terlebih dahulu harus diperhatikan delapan
elemen mutu Sashkin dan Kiser (1993, Usman 2011: 586) yang penting dalam melaksanakan manajemen
mutu terpadu, antara lain: 1) informasi mutu harus digunakan untuk meningkatkan mutu, 2) otoritas harus
seimbang dengan tanggung jawab, 3) tersedia hadiah atas keberhasilan, 4) kerja sama menjadi basis
bukan persaingan, 5) warga sekolah harus aman dalam bekerja, 6) harus tersedia iklim keterbukaan, 7)
gaji/upah harus adil, dan 8) warga sekolah harus merasa memiliki.
Dengan mengetahui elemen mutu diharapkan penerapan dapat berjalan lancar. Sesuai langkah-
langkah penerapan manajemen mutu terpadu berikut ini menurut Goetsh dan Davis (1997, dalam Usman
2011).

2.3. Peran Pengawas Sekolah dalam Penerapan Manajemen Mutu Terpadu


Program peningkatan mutu pendidikan seperti penerapan manajemen mutu terpadu, tidak akan
berjalan lancar jika setelah diadakannya monitoring dan evaluasi tanpa ditindaklanjuti. Fungsi
pengawasan (controlling) dalam manajemen berguna untuk membuat agar jalannya pelaksanaan
manajemen mutu sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Pengawasan bertujuan untuk
menilai kelebihan dan kekurangan. Dimana terjadinya hal yang salah ditinjau ulang dan segera
diperbaiki. Dengan kata lain keberadaan pengawas penting sebagai penjamin keterlaksanaan program
dalam peningkatan mutu.
Dalam penerapan manajemen mutu terpadu peran pengawas dapat diimplikasikan berdasarkan
delapan kompetensi pengawas dari pemikiran Wiles & Bondi (2003). Berikut penjelasan kompetensi
tersebut.
2.3.1. Pengawas Sekolah sebagai Pengembang Siswa
Pengawas harus selalu mengingat bahwa sekolah adalah lingkungan pembelajaran yang didesain
untuk membantu siswa berkembang sesuia dengan potensi dan tingkat perkembangan usianya. Sehingga
peran pengawas adalah memberikan pemahaman tentang ini kepada guru agar guru mampu mempelajari
dan mendesain rencana pelaksanaan pembelajaran yang sebaik-baiknya untuk melayani siswa sebagai
pelanggan sekolah.
2.3.2. Pengawas Sekolah sebagai Pengembang Kurikulum
Pengawas mempunyai peluang terbaik untuk mempengaruhi guru dalam mengembangkan
kurikulum. Untuk melaksanakan peran ini maka sebelumnya pengawas harus mengamati pelaksanaan
kurikulum yang sedang berlangsung di sekolah yang dibinanya. Dalam pengamatan, pengawas sebaiknya
bekerja sama dengan kepala sekolah dan guru. Setelah pengamatan, pengawas bisa membantu guru
mengembangkan kurikulum dengan langkah-langkah antara lain: 1) menganalisi visi, misi dan tujuan
sekolah; 2) mengklarifikasi tujuan dan pengembangan konsep kurikulum. Dilanjutkan dengan
mengembangkan kurikulum sesuai dengan visi, misi, dan tujuan sekolah; 3) mengimplementasikan
kurikulum melalui manajemen perubahan; 4) mengevaluasi implementasi kurikulum dan mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan yang akan datang.
2.3.3. Pengawas Sekolah sebagai Spesialis Pembelajaran
Tugas utama pengawas sekolah adalah meningkatkan mutu pembelajaran bagi siswa di
sekolah. Untuk berperan sebagai spesialis pembelajaran, maka pengawas harus mampu menjadi seorang
peneliti, komunikator, dan guru.
Sebagai peneliti, pengawas harus memahami dan dapat meneliti sekaligus menerapkan
hasil penelitian yang dilakukan sendiri maupun orang lain. Penelitian yang harus dipahami berkenaan
dengan pembelajaran, guru efektif dan sekolah efektif, gaya pembelajaran, dan psikologi
pembelajar/manusia.
Sebagai komunikator, pengawas harus mampu menyampaikan pendapatnya. Baik secara
tertulis maupun lisan secara efektif sehingga dapat dipahami orang lain sesuai dengan yang dimaksudkan.
Sebagai guru, pengawas harus mampu mengetahui yang terbaik bagi kelasnya. Artinya
pengawas harus menjadi model guru yang baik sehingga dapat dijadikan contoh guru yang dibinanya.
2.3.4. Pengawas Sekolah sebagai Pekerja Hubungan Manusiawi
Pengawas harus mampu bersosialisasi dengan guru, kepala sekolah, dan tenaga
kependidikan di sekolah yang dibinanya. Begitu juga dengan pemerintah dan masyarakat. Peran ini
dibutuhkan dalam proses kerja sama untuk meningkatkan mutu sekolah yang dibinanya.
2.3.5. Pengawas Sekolah sebagai Pengembang Staf
Sekolah merupakan suatu sistem organisasi, sehingga pengembangan sumber daya
manusia penting dilakukan agar dapat menjadi aset bagi sekolah. Pengawas dalam hal ini berperan untuk
mengembangkan kemampuan guru sebagai pengajar, mengembangkan kemampuan kepala sekolah
sebagai pemimpin, dan mengembangkan tenaga kependidikan seperti petugas perpustakaan, administrasi
sesuai dengan tugas pokoknya.
2.3.6. Pengawas Sekolah sebagai Pengembang Administrator
Peran pengawas sebagai administrator yaitu berkenaan dengan kemampuan dalam
menyusun laporan hasil kepengawasan dan menindaklanjuti untuk program berikutnya di sekolah yang
dibina. Selain itu peran ini juga mengharuskan pengawas untuk membina kepala sekolah dalam
pengelolaan dan administrasi berdasarkan manajemen mutu terpadu.
2.3.7. Pengawas Sekolah sebagai Manajer Perubahan
Dalam menjalankan peran ini pengawas harus mampu membuat perubahan terlaksana,
membangun pengalaman masyarakat sekolah dalam kesuksesan dan kegagalan serta menyediakan
wawasan praktis bagi proses perubahan. Perubahan menuntut pengawas untuk proaktif dan kreatif
memahami tekanan faktor eksternal dan internal. Sehingga tercipta mutu kualitas pendidikan yang
diharapkan.
2.3.8. Pengawas Sekolah sebagai Evaluator
Peran pengawas sebagai evaluator berkenaan dengan proses evaluasi tugas, kewajiban dan
kinerja guru, kepala sekolah, dan tenaga pendidik yang ada di sekolah yang dibinanya. Hasil evaluasi
digunakan sebagai acuan program selanjutnya dalam pelaksanaan manajemen mutu terpadu.

III. Penutup
3.1. Kesimpulan
Pengawas sekolah berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang pengawasan
akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Sekaligus berperan sebagai penjamin mutu pendidikan
di sekolah yang dibinanya.
Manajemen mutu terpadu adalah cara mengelola lembaga pendidikan dengan perbaikan yang
dilakukan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan,
keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Dalam penerapan manajemen mutu terpadu peran pengawas dapat diimplikasikan berdasarkan
delapan kompetensi pengawas dari pemikiran Wiles & Bondi yaitu sebagai pengembang siswa,
pengembang kurikulum, spesialis pembelajaran, pekerja hubungan manusiawi, pengembang staf,
pengembang administrator, manajer perubahan, dan evaluator.
3.2. Saran
Tugas dan tanggung jawab pengawas adalah sebagai penjamin mutu penyelenggaraan
pendidikan. Oleh sebab itu sudah seyogyanya jika pengembangan kompetensi pengawas harus terus
dilakukan. Dalam penerapan manajemen mutu terpadu maka kompetensi pengawas dapat dikembangkan
berdasarkan delapan kompetensi pengawas dari pemikiran Wiles & Bondi. Terutama di daerah-daerah
yang jauh dari pusat pemerintahan. Dengan harapan, pengawas yang memiliki kompetensi tinggi akan
berimbas pada peningkatan mutu sekolah binaannya, utamanya dalam penerapan manajemen mutu
terpadu.

Daftar Pustaka
Anonim. 2012. Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pengawas Sekolah. (online, http://bima-
lanang.blogspot.com/2012/08/standar-kualifikasi-dan-kompetensi.html, diakses tanggal 04 Mei 2013).
Edward Sallis. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Total Quality Management in Education:
Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Irchisod.
Fariadi, Ruslan. 2010. Total Quality Management (TQM) dan Implementasinya Dalam Dunia Pendidikan.
(online, http://aa-den.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html, diakses tanggal 04
Mei 2013).
Sudjana, Nana. 2012a. Pengawas dan Kepengawasan: Memahami Tugas Pokok, Fungsi, Peran dan Tanggung
Jawab Sekolah. Bekasi: Binamitra Publishing.
Sudjana, Nana. 2012b. Supervisi Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya bagi Pengawas Sekolah. Bekasi:
Binamitra Publishing.
Tjiptono, F & Diana, A. 1995. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi Offset
Usman, Husaini. 2011. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Wiles, J & Bondi, J (2003). Supervision A Guide to Practice. Second-Edition. London: Charles E. Merrill
Publishing Company A Bell & Hawwel Company.
Yunus, Falah. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan. (online,
http://www.geocities.ws/guruvalah/Manaj_Pening_Mutu_Pend.html, diakses tanggal 04 Mei 2013).

V
Kurikulum 2013 Konsepsi, Implementasi dan Peran Kepala Sekolah
Sunday, 23 March 2014 (19:55) | 5,445 views | 0 komentar | Print this Article

Dr. Uhar

Oleh : Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd


Pengawas Pendidikan pada Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan serta sebagai Dosen pada
Program Sarjana dan Pascasarjana di Universitas Kuningan. Lulusan terbaik Program Doktor
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI Bandung) tahun 2008. Penulis Buku, Peneliti dan
Trainer dalam Pengembangan SDM Pendidikan, juga seorang Konsultan Pembangunan

A. Pendahuluan
Kurikulum dalam bidang pendidikan dan pembelajaran menduduki posisi strategis dalam
menentukan arah dan ketercapaian tujuan pendidikan, kurikulum menentukan ragam kompetensi
yang ingin dicapaidari suatu proses pendidikan/ pembelajaran meskipun bukan satu-satunya
penentu mengingan banyak supporting condition yang perlu diperhatikan.

Kurikulum dalam interaksinya dengan perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuin selalu bersifat
dinamis, kurikulum tidak hanya sebagai bagian yang menentukan perwujudan masyarakat masa depan
sebagaimana dicita citakan bangsa, tapi juga herus selalu mengikuti tuntutan perubahan, sehingga
perubahan dan atau perbaikan kurikulum merupakan sunnah social yang tidak bisa dihindari. Untuk itu
lahirnya Kurikulum 2013 merupakan konsekwensi logis meskipun banyak hal yang perlu dikritisi dan
dipertimbangkan terutama dalam implementasinya di lapangan.

Lahirnya Kurikulum 2013 tidak terlepas dari kenyataan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih
relative rendah disbanding beberapa negara lain yang menjadi patok mutu (benchmark). Hasil penelitian
yang dilakukan secara internasional menunjukan hal tersebut. PIRLS (Progress in International Reading
Literacy Study) yang mengkaji (2006) tenang kemampuan baca siswa Sekolah Dasar, menunjukan bahwa
Indonesia berada dibawah pada urutan kelima dari bawah, diatas Qatar,Kuwait, Maroko dan Afrika
Utara, ini menunjukan bahwa dilingkungan ASEAN saja Indonesia tertinggal. PISA (Programme for
International Student Assessment) melakukan penelitian secara berkala untuk siswa SMP dan SMA
dalam reading literacy, mathematics literacy, dan scientific literacy, dalam ketiga hal tersebut Indonesia
berada dalam kelompok Bawah, demikian juga penelitian yang dilakukan TIMMS (Trends in International
Matematics and Science Study) menunjukan hal yang sama bahwa siswa Indonesia menduduki posisi
bawah, bahkan secara relatif menunjukan penurunan.
Kondisi ini jelas menimbulkan keprihatinan dan sekaligus dorongan untuk terus berupaya meningkatkan
mutu pendidikan melalui berbagai kebijakan, baik terkait dengan sarana prasarana, Tenaga Pendidikan,
maupun Kurikulum yang belakangan ini menjadi trend pendidikan persekolahan di Indonesia, dan
Kurikulum 2013 pada dasarnya merupakan upaya untuk memperbaiki proses pendidikan/pembelajaran
pada jalur pendidikan formal atau sekolah.namun demikian implementasinya jelas tidak sederhana,
banyak hal yang harus dicermati dan dipersiapkan, yang apabila tidak dilakukan maka kurikulum 2013
hanya akan menjadi teks tanpa dampak signifikan bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia

B. Sistem Organisasi Sekolah


Kurikulum 2013 merupakan kurikulum pendidikan/pembelajaran untuk persekolahan dari mulai Sekolah
Dasar sampai Sekolah Menengah, dalam konteks system pendidikan di sekolah, kurikulum 2013
merupakan perbaikan/perubahan dalam standar isi yang berimplikasi pada standar kompetensi lulusan,
standar proses, dan standar penilaian, jadi dilihat dari standar-standar nasional pendidikan yang 8
standar (standar isi; standar proses; standar kompetensi lulusan; standar pendidik dan tenaga
kependidikan; standar sarana dan prasarana;standar pengelolaan;standar pembiayaan; standar
penilaian pendidikan) perubahan terjadi pada 50% standar nasional pendidikan. Meskipun demikian
dalam implementasinya jelas perubahan perlu dilakukan dalam hal standar lainnya, terutama dalam
kompetensi Tenaga Pendidik, karena kurikulum bukan sekedar teks, tapi juga konteks, dimana Guru akan
menjadi ujung tombak dalam pelaksanaannya.

Interaksi seluruh standar pendidikan dalam konteks organisasi sekolah jelas kompleks, banyak factor-
faktor yang berpengaruh baik factor internal maupun eksternal sperti environmental input, bila
digambarkan akan Nampak sebagai berikut :

Gambar 1. Interaksi Organisasi Sekolah

Dengan memahami interaksi tersebut, maka penerapan Kurikulum baru termasuk kurikulum 2013
bukanlah hal yang sederhana karena banyaknya factor-faktor efektif yang akan menentukan
keberhasilannya, apalagi kalu kita melihat makna, peran dan fungsi kurikulum dalam pendidikan.
C. Konsepsi Kurikulum

Secara harfiah kurikulum diartikan sebagai jalan yang harus ditempuh, dalam konteks pendidikan
kurikulum sering diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu
tingkat tertentu (sempit); seluruh usaha untuk merangsang peserta didik belajar, baik di dalam kelas,
dilingkungan lembaga pendidikan, maupun di luar lembaga pendidikan (luas), sementara itu makna
Kurikulum menurut Undang-undang No 20 tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Dengan demikian terdapat tiga unsur penting dalam suatu konsep kurikulum yaitu mencakup 1). Tujuan;
2). Isi dan bahan pelajaran; dan 3). Pendekatan (Model, strategi, metode, skill)
Kombinasi ketigahal tersebut pada dasarnya tergantung pada pendekatan (McNeil menyebutnya
konsepsi) terhadap kurikulumdalam arti bagaimana kurikulum dibangun, apa dasarnya, apa tujuannya
serta bagaimana manajemen pembelajarannya, McNeil (2006) menyatakan terdapat empat pendekatan
dalam melihat kurikulum yaitu :

Humanistic curriculum, melihat kurikulum sebagai hal penting dalam membantu


siswa menjadi apa yang mereka inginkan, kurikulum menekankan pada relevansi
personal, perasaan, dan kesuksesan yang sangat mungkin
Social reconstruction curriculum, kurikulum dipandang sebagai alat untuk
mempengaruhi reformasi social
Systemic curriculum, melihat kurikulum sebagai penyelarasan tujuan, standar, dan
bahan belajar dengan menggunakan test untuk menilai hasilnya.
Academic curriculum, melihat kurikulum sebagai pengetahuan yang diorganisir
dengan cara tertentu yang terbaik untuk mempelajari materi tertentu dan untuk
memperkenalkan siswa dengan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong kajian
(inkuiri) dalam disiplin akademik.
Dengan demikian suatu Kurikulum bisa dilihat sebagai Teks yang mencakup Tujuan dan Isi bahan
pelajaran dalam konsepsi/pendekatan tertentu dan konteks terkait dengan cara dalam melaksanakan
pembelajaran dimana kurikulum teks ingin diwujudkan. Oleh karena itu terdapat kemungkinan yang
amat besar gap antara teks dan konteks, mengingat variasi kapasitas sekolah dan kompetensi guru serta
factor efektif lainnya yang mempengaruhi terlaksananya suatu kurikulum Goodland dalam McNeil (2006)
mengemukakan 4 level kurikulum terdiri dari

Ideal curriculum, yaitu kurikulum yang direkomendasikan oleh komite pakar


tentang perlunya perbaikan kurikulum yang dipandang penting berdasarkan
pandangan dan nilai tertentu
Formal curriculum. Yaitu kurikulum formal yang ditetapkan oleh pemerintah
berdasarkan hasil kajian pakar, kurikulum ini bias merupakan kurikulum ideal atau
yang sudah dimodifikasi, namun punya efek mengikat bagi lembaga pendidikan di
wilayah kewenangannya.
Perceived curriculum, yaitu kurikulum odeal/formal yang dipersepsi oleh guru,
kemudian ditafsirkannya dengan berbagai cara, sehingga bias terjadi atau sering
hanya terkait sedikit atau kurang tepat dalam memahami level kurikulum di atasnya.
Operational curriculum, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam proses
pembelajaran di kelas oleh guru, dalam hal ini sering terjadi kesenjangan antara apa
yang difahami dan dikatakan guru tentang kurikulum dengan apa yang benar-benar
dilakukan di kelas.
Experienced curriculum, adalah kurikulum yang dirasakan atau dialami siswa dari
kurikulum operasional yang diimplementasikan oleh guru dalam proses pembelajaran
di kelas
Semakin jauh levelnya semakin besar kemungkinan kesenjangan/ketidaksesuaian diantara level, hal ini
menunjukan bahwa implementasi kurikulum memerlukan upaya yang memerlukan waktu, pendidikan
bukan sulap, pendidikan adalah suatu proses tiada akhir, dinamika internal dan interaksi eksternal akan
menjadi penentu bagaimana keberhasilan implementasi suatu kurikulum
D. Kurikulum 2013
Di Indonesia perubahan atau penggantian Kurikulum secara popular umumnya di dasarkan pada dua hal
yaitu substansi kurikulum seperti KBK dan KTSP serta kurun waktu dimana kurikulum ditetapkan seperti
kurikulum 2013. Untuk kurikulum 2013 secara filosofisnya memang tidak beda dengan KBK dan KTSP
yang mengacu pada faham konstruktivisme dengan pendekatan pembelajaran SCL (Student Centered
Learning).
Terlepas dari perubahan Bidang dan Materi Pelajaran serta perubahan waktu, esensi kurikulum dalam
aspek tujuan makro pendidikan serta aspek yang ingin diwujudkan dalam hasil belajar dan kompetensi
lulusan tidak banyak berubah (hampir tidak berubah), hanya dalam pendekatan substantive ada
pengembangan yaitu pendekatan scientific, yang sebenarnya sudah menjadi cara ilmiah yang umum
dalam penalaran ilmiah. Secara umum penalaran ilmiah secara dikotomi ada dua yaitu induktif dan
deduktif, penalaran induktif berawal dari fakta bergerak ke generalisasi/teori, sedangkan penalaran
deduktif berawal dari kaidah umum/generalisasi/teori untuk kemudian bergerak ke fakta/hal particular.
Dalam kurikulum 2013pendekatanan ilmiah mengedepankan pendekatan induktif yang dalam konteks
penalaran dimulai dari hal-hal spesifik kemudian bergerak ke hal-hal umu, ini sudah tentu memerlukan
kesiapan pada peserta didik dalam mengikuti alur tersebut, penalaran ini sebenarnya hanya mungkin
kalau peserta didik sudah punya kemampuan berfikir abstrak yang secara sederhana usia peserta didik
harus menjadi pembatas dalam mengimplementasikannya, jadi tidak semua peserta didik dalam jenjang
pendidikan siap untuk melakukannya, secara umum siawa SD awal pasti akan mengalami kesulitan untuk
itu, bahkan mungkin juga para Guru masih perlu untuk mendalami dan melatih penalaran induktif, sebab
keberhasilannya bukan sekedar menghadapkan siswa pada kenyataan atau fakta atau masalah yang
dihadapi, melainkan memerlukan kemampuan untuk mengkordinasikan hal tersebut ke dalam suatu
konsep yang abstrak., sebagaimana terlihat dari tahapan pendekatan ilmiah sebagaimana dikemukakan
dalam Panduan dari Kemendikbud (2013)

Gambar 3. Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran


Dengan melihat pemaknaan pendekatan scientific dalam kurikulum 2013, Nampak bahwa ilmu
dipandang sebagai proses abstraksi dan bukan proses verifikasi, padahal metode ilmiah merupakan
upaya untuk menjadikan kedua cara penalaran sebagai bagian dari kegiatan dan sumber ilmu sebagai
terlihat dalam proses penelitian, pada tahap awal penelitian memerlukan pemahaman akan teori-teori
yang bersifat abstraksi darifakta melalui berbagai proses reduksi, pengamatan tanpa kerangka penalaran
deduktif hanya akan melahirkan pemahaman akan berbagai kenyataan yang berserakan, dan bila itu
terjadi bukannya kebenaran ilmu yang diperoleh namun subjektivitas pengamat yang muncul dan ini
akan membuatfungsi ilmu jadi kurang atau bahkan tidak bermakna.

E. Guru sebagai Kurikulum hidup

Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, maka diperlukan pembimbingan yang intensif untuk
memandu agar pengamatan akan fakta tidak melahirkan chaos pengetahuan dan skeptisisme dalam
penalaran, dan guru akan menjadi factor penentu dalam keberhasilan pendekatan ilmuan pada
implementasi kurikulum 2013. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan terus kompetensi guru agar
mampu menjadi ilmuwan dengan sikap ilmiah menjadi hal yang amat mendesak dalam konteks
implementasi kurikulum 2013.
Implikasi dari semua itu, diperlukan upaya pengembangan profesi berkelanjutan agar para Guru
dapat mengembangkan kemamuannya terkait dengan hal-hal berikut : Pertama, kompetensi guru
dalam pemahaman substansi bahan ajar/keilmuan (baca: kompetensi Profesional), yang
mencakup penguasaan bdang ilmu yang diajarkan. Kedua, meningkatkan kemampuan dalam
pengembangan pembelajaran (Kompetensi Pedagigik) melalui metode serta cara yang tepat
dalam mengkonstruksi ilmu, dengan skill yang membawa pada suasana ilmiah dan curiosity
siswa yang dapat meningkat. Dan keberhasilan semua itu perlu dilandasi dengan kepribadian
yang edukatif serta kemampuan social yang terus dikembangkan, sehingga pembentukan jejaring
baik internal maupun eksternal dapat berkembang semakinkuat. Dan semua itu hanya bias terjadi
apabila guru terus bertumbuh menjadi manusia pembelajar karena guru itu adalah Learning
Prefesion,dan untuk itu sekolah pembelajar menjadi naungan organisasi yang kondusif bagi
terwujudnya hal tersebut.
F. Peran Kepala Sekolah dalam Implementasi Kurikulum 2013

Dalam konteks kepemimpinan Kepala Sekolah, nampaknya arah dari pengembangan SDM Kepala sekolah
berorientasi pada Manajemen Kinerja berbasis Kompetensi, dimana berbagai aktualisasi Kinerja yang
harus diperankan oleh Kepala Sekolah mesti dipertahankan dan ditingkatkan melalui upaya peningkatan
Kompetensi baik secara individu maupun organisasi. Hal ini tercermin dari Permen 13 tahun 2007,
tentang Standar Kepala Sekolah yang di dalamnya memuat berbagai Kompetensi yang yharus dimiliki
oleh Kepala Sekolah dalam menjalankan Perannya sebagai Manajer dan Pemimpin Pendidikan pada
suatu Satuan Pendidikan. Adapun Kompetensi-Kompetensi tersebut mencakup :

a. Kompetensi Kepribadian

1. Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan
akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.

2. Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.

3. Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.

4. Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas

5. pokok dan fungsi.

6. Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah

7. dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah.

8. Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.


b. Kompetensi manajerial
1. Menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan.

2. Mengembangkan organisasi sekolah/madrasah sesuai dengan kebutuhan.

3. Memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah


secara optimal.

4. Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah menuju organisasi pembelajar


yang efektif.

5. Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi
pembelajaran peserta didik.

6. Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara
optimal.

7. Mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan secara


optimal.

8. Mengelola hubungan sekolah/madrasah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan


ide, sumber belajar, dan pembiayaan sekolah/madrasah.

9. Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan
pengembangan kapasitas peserta didik.

10. Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan
tujuan pendidikan nasional.

11. Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel,
transparan, dan efisien.

12. Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan


sekolah/madrasah.

13. Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran
dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.

14. Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan
pengambilan keputusan.

15. Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan


manajemen sekolah/madrasah.

16. Melakukan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan


sekolah/madrasah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
c. Kompetensi Kewirausahaan
1. Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.

2. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar


yang efektif.

3. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai pemimpin sekolah/madrasah.

4. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang
dihadapi sekolah/madrasah. 3.5 Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan
produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.

d. kompetensi Supervisi
1. Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme
guru.

2. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan


teknik supervisi yang tepat.

3. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan


profesionalisme guru.

e. Kompetensi Sosial
1. Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah

2. Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

3. Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.

Melihat kompetensi-kompetensi sebagaimana dikemukakan di atas, terdapat dua unsur yang penting
untuk dicermati, yaitu unsur yang melekat dalam karakteristik individu dalam konteks kehidupan sosial
yang menuntut internalisasi dan sosialisasi, serta unsur yang berkaitan dengan kemampuan yang
menuntut pada pendidikan dan latihan. Namun meskipun demikian keduanya sangat berkaitan dimana
yang satu perlu jadi fondasi kepemimpinan dan yang lainnya merupakan pengembangan dalam
kepemimpinan

Model Kepemimpinan Kepala Sekolah sebagaimana terlihat dalam gambar 4 di atas dimaksudkan untuk
memberi tekanan pada kompetensi supervisi kepala sekolah dalam menjalankan peran dan tugasnya
sebagai supervisor, hal ini tidak lain karena pelaksanaan kurikulum termasuk kurikulum 2013
keberhasilannya amat ditentukan oleh bagaimana kepala sekolah menjalankan kepemimpinan
instruksional dengan supervisi sebagai instrumen utama dalam menjamin terlaksananya proses
pembelajaran dengan kurikulum yang berlaku. Dalam kaitan ini diperlukan kemampuan substantif
tentang kurikulum 2013 dan kemampuan prosedural dalam melaksanakan supervisi. Kemampuan
substantif merupakan kemampuan utama untuk menjadikan pelaksanaan kurikulum 2013 sesuai dengan
ideal kurikulum atau paling tidak formal kurikulum, dengan upaya terus menerus untuk makin
mendekatinya. atau paling tidak terus mendekatinya, dan kemampuan prosedural dimaksudkan untuk
menjadikan supervisi sebagai bagian dalam mendorong kurikulum yang dipersepsi makin sinkron dengan
apa yang seharusnya serta menjadikan pengalaman belajar siswa sesuai dengan tujuan dari kurikulum
2013 (experienced curriculum).
Pemahaman yang tuntas akan kurikulum 2013 baik secara ideal maupun formal akan
menentukan bagaimana level kurikulum lainnya bias berjalan, dalam kontek keterlaksanaannya
peran penjelasan dan pengarahan serta penyelarasan menjadi amat penting agar implementasi
kurikulum 2013 dapat berproses sesuai dengan yang diharapkan serta dapat menghasilkan output
dan outcome yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum 2013. Tanpa itu maka
sebenarnya kurikulum 2013 hanya akan menjadi dokumen yang mati, tanpa dilaksanakan oleh
guru sebagai living curriculum serta tanpa disupirvisi secara Factual akurat oleh kepala sekolah

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Rahmat, 2011. Pengantar Sosiologi Kurikulum, Jakarta, Raja Grafindo Persada

Hamalik, Oemar, 2003. Pengembangan Kurikulum, Bandung, Pustaka Setia

McNeil, John D, 2006. Contemporary Curriculum, New York, John Willey & Son

Nasution, 1988, Asas-Asas Kurikulum, Bandung, Jemmars

Suharsaputra, Uhar. 2013. Menjadi Guru Berkarakter, Bandung, Refika Aditama

---------- 2013. Administrasi Pendidikan, Bandung Refika Aditama

---------- 2013. Metode Penelitian, Bandung Refika Aditama

Materi Diklat Kurikulum 2013, Kemendikbud

Kategori: Karya Tulis, Makalah | Tags: Kepala Sekolah, kurikulum 2013, Uhar Suharsaputra

Tulisan lain yang berkaitan:

Seminar Nasional Pendidikan dan Call Paper FKIP UAD (Thursday, 12 June 2014, 58
views, 0 respon) Latar Belakang Secara filsafat, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan
untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai...
Karakteristik Kepala Sekolah (Saturday, 26 October 2013, 220 views, 0 respon) Oleh :
Slamet P.H. MA,MEd,MLHR, Ph.D. Ketua ISPI Daerah Istimewa Yogyakarta Abstrak: Kepala
sekolah tangguh adalah kepala seko lah yang memiliki: (1)...

Inovasi Pendidikan dan Peran Guru (Sunday, 5 February 2012, 11,463 views, 0 respon)
Oleh: Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd. Pengawas Dikmen Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan,
Pembantu Rektor I Universitas Kuningan (Uniku) dan...

Menjadi Kepala Sekolah Baru (Monday, 15 November 2010, 594 views, 9 respon) Oleh :
Drs. Zulkarnaen Syiri Lokesyawara, M.Eng (Pengurus Agupena Jawa Tengah dan Anggota ISPI).
Akhirnya kesempatan itu datang. Setelah berpuluh...

Tulisan berjudul "Kurikulum 2013 Konsepsi, Implementasi dan Peran Kepala Sekolah" dipublikasikan oleh
Admin ISPI (Sunday, 23 March 2014 (19:55)) pada kategori Karya Tulis, Makalah. Anda bisa mengikuti
respon terhadap tulisan ini melalui feed komentar RSS 2.0. Responses are currently closed, but you can
trackback from your own site.

Comments are closed.

Guru; Periset yang Profesional

Peran Pengawas dalam mengawal Kurikulum 2013


Juli 17th, 2013 sunarto

Implementasi Kurikulum 2013 diberlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 2013-2014
melalui pelaksanaan terbatas khususnya bagi sekolah-sekolah yang sudah siap melaksanakan
kurikulum 2013. Pada tahap pertama yaitu Tahun Ajaran 2013/2014, Kurikulum 2013 akan
dilaksanakan secara terbatas untuk kelas 1 dan IV Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI),
kelas VII Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan kelas X Sekolah
Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA/MAK).
Selanjutnya pada Tahun Ajaran 2015/2016 diharapkan Kurikulum 2013 telah dilaksanakan di
seluruh kelas I sampai dengan kelas XII.

Menjelang implementasi Kurikulum 2013, penyiapan tenaga kependidikan dan guru sebagai
pelaksana kurikulum di lapangan perlu dipersiapkan dengan baik. Sehubungan dengan hal
tersebut, sesuai dengan tugas dan fungsinya, Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia
Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan PMP), telah
menyiapkan strategi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 bagi, kepala sekolah, dan
pengawas dan guru. Pada tahun 2013 pelatihan akan dilakukan bagi pengawas
SD/SMP/SMA/SMK, kepala sekolah SD/SMP/SMA/SMK, dan guru kelas I dan IV SD, guru
kelas VII SMP untuk 9 mata pelajaran, dan guru kelas X SMA/SMK untuk 3 mata pelajaran.

Sebagian pengawas pendamping telah mengikuti pelatihan kurikulum 2013 di Jogyakarta pada
tanggal 8 14 Juli 2013. pengawas mempunyai peran yang strategis untuk mengawal dan
mendampingi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di dalam atau di luar kelas.
Supervisi merupakan salah satu tugas pengawas, dalam mengawal kesuksesan kurikulum 2013
efektivitas supervisi harus ditingkatkan, yaitu supervisi manajerial, supervisi akademik. Supevisi
akademik meliputi supervisi kunjungan kelas dan supervisi klinis.

Beberapa upaya yang dapat mendukung guru adalah meningkatkan proses pembelajaran,
diantaranya:

1. Menggunakan buku petunjuk guru dan buku peserta didik dan bahan pembantu lainnya secara
efektif.
2. Mengembangkan metodologi dan teknik pembelajaran yang bervariasi dan fleksibel sesuai
dengan tujuan.

3. Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.

4. Menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif.

5. Mengenali karakteristik peserta didik baik fisik, psikis, bakat, minat, maupun kebutuhannya
sebagai bahan pertimbangan proses pembelajaran yang akan dilakukan.

6. Meningkatkan kemampuan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring.

7. Mengevaluasi peserta didik dengan lebih akurat, teliti, dan holistik.

8. Mengoptimalkan informasi dan teknologi untuk meningkatkan inovasi dan kreatifitas layanan
pembelajaran.

Posted in Dikdas, Dikmen, Kurikulum Dikdas, Kurikulum Dikmen

Implementasi Kurikulum 2013

Daftar Peringkat Hasil Ujian Nasional Jenjang SD/MI dan SMP/MTs

Both comments and pings are currently closed.


PERANAN GURU DALAM IMPLEMENTASI URIKULUM 2013

Selasa, 02 April 2013

oleh Anis Ro'iyatunisa

ABSTRAK

Tantangan masa depan yang semakin berat, menuntut output pendidikan yang
berkompeten, sehingga diperlukan perubahan dalam konsep belajar. Menurut Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh bahwa ditengah perubahan zaman, sistem
pendidikan di Indonesia juga harus selalu ikut menyesuaikan. Pengembangan kurikulum 2013
diharapkan dapat menjadi jawaban untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia untuk
menghadapi perubahan dunia. Untuk menghasilkan output pendidikan yang baik diperlukan
kesinambungan antara rancangan kurikulum dengan implementasinya. Salah satu sosok yang
penting dalam implementasi kurikulum adalah guru. Guru merupakan aktor utama dalam
pelaksanaan kurikulum, karena gurulah yang secara langsung berhadapan dengan siswa (subjek
kurikulum 2013) dalam proses pembelajaran. Dalam Bahan Uji Publik Kurikulum 2013
disebutkan bahwa kondisi saat ini pendidik dan tenaga kependidikan hanya memenuhi
kompetensi profesi dan hanya berfokus pada ukuran kinerja PTK saja padahal seharusnya
seorang pendidik harus memenuhi kompetensi profesi, pedagogi, sosial, dan personal serta
memiliki motivasi mengajar. Sehingga kurikulum yang sudah dirancang dapat terlaksana dengan
baik.

A. PENDAHULUAN
Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai
suatu rencana atau program, kurikulum tidak akan bermakna manakala tidak diimplementasikan
dalam bentuk pembelajaran. Demikian juga sebaliknya, tanpa kurikulum yang jelas sebagai
acuan, maka pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif. Persoalan tentang bagaimana
mengembangkan suatu kurikulum, bukanlah hal yang mudah dan tidak sesederhana yang kita
bayangkan. Dalam pengembangan kurikulum ada komponen-komponen kurikulum yang harus
diperhatikan antara lain komponen tujuan, komponen isi, komponen metode dan komponen
evaluasi.
Dalam pembahasan ini, lebih menitik beratkan pada komponen metode. Dimana
komponen metode merupakan komponen yang memiliki peran sangat penting, sebab
berhubungan dengan implementasi kurikulum. Metode meliputi rencana, dan perangkat kegiatan
yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Upaya untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal,
dinamakan metode.
Kaitannya dengan pembelajaran, ada yang disebut metode pembelajaran. Metode
pembelajaran merupakan adalah pola umum rencana interaksi antara siswa dengan guru dan
sumber belajar lainnya pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dalam pembelajaran guru memiliki peran penting, karena guru yang berinteraksi langsung
dengan peserta didik (subjek kurikulum 2013) sehingga secara tidak langsung kesuksesan untuk
mengimplementasikan kurikulum 2013 tergantung pada keterampilan guru. Karena mereka
mempunyai andil besar dalam menerapkan kurikulum tersebut.

B. KAJIAN PUSTAKA
Kurikulum memegang peranan penting dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan
penentuan arah, isi dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan kualifikasi lulusan
suatu lembaga pendidikan. Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan dari masyarakat,
maka dunia pendidikan harus melakukan inovasi dalam pendidikan. Inovasi pendidikan akan
berjalan dan mencapai sasarannya jika progam pendidikan tersebut dirancang dan di
implementasikan sesuai dengan kondisi dan tuntutan jaman. Sebagai implikasi dari pentingnya
inovasi pendidikan menuntut kesadaran tentang peranan guru.
Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005, guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah.
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan
sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.
Oleh karena tugas dan kedudukan yang dibebankan pada guru, maka guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Kadarmanta
Baskara Aji, "Kurikulum eksekusinya di tangan guru. Karenanya guru berperan besar dalam
implementasinya,". Menurutnya, peran guru dalam mengaplikasikan kurikulum baru memang
dibutuhkan saat ini. Sebab kurikulum yang diterapkan pada peserta didik dibuat tidak hanya oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) namun juga banyak pihak, termasuk
para guru. Maka dari itu, untuk mensukseskan penerapan kurikulum tersebut, guru menjadi
faktor yang paling dominan untuk dilaksanakan. Para pendidik itulah yang mengetahui
perkembangan ilmu dan perubahan materi kurikulum yang dibutuhkan. Kurikulum tidak bisa
stagnan dan harus terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan zaman.
Menurut Murray Printr peran guru dalam kurikulum adalah sebagai berikut :
Pertama, sebagai implementers, guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah
ada. Dalam melaksanakan perannya, guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus
kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga teknis yang hanya
bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada. Akibatnya
kurikulum bersifat seragam antar daerah yang satu dengan daerah yang lain. Oleh karena itu guru
hanya sekadar pelaksana kurikulum, maka tingkat kreatifitas dan inovasi guru dalam merekayasa
pembelajaran sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaruan. Mengajar
dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas
keseharian.
Kedua, peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai pelaksana kurikulum, akan tetapi
juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan
daerah. Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan
karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Hal ini sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana
para perancang kurikulum hanya menentukan standat isi sebagai standar minimal yang harus
dicapai, bagaimana implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan hal-hal teknis lainnya
seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran guru sebagai adapters lebih luas
dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
Ketiga, peran sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenganan dalam mendesain
sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang
disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus dikembangkan serta
bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang kurikulum sepenuhnya guru dapat
menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan
pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa.
Keempat, adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher). Peran ini
dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam
meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru
memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji
bahan-bahan kurikulum, menguji efektifitas program, menguji strategi dan model pembelajaran
dan lain sebagainya termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target
kurikulum. Metode yang digunakan oleh guru dalam meneliti kurikulum adalah PTK dan Lesson
Study.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah metode penelitian yang berangkat dari masalah yang
dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru berinisiatif melakukan
penelitian sekaligus melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan
demikian, dengan PTK bukan saja dapat menambah wawasan guru dalam melaksanakan tugas
profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus guru dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.
Sedangkan lesson study adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru/ sekelompok guru
yang bekerja sama dengan orang lain (dosen, guru mata pelajaran yang sama / guru satu tingkat
kelas yang sama, atau guru lainya), merancang kegiatan untuk meningkatkan mutu belajar siswa
dari pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru dari perencanaan pembelajaran yang
dirancang bersama/sendiri, kemudian di observasi oleh teman guru yang lain dan setelah itu
mereka melakukan refleksi bersama atas hasil pengamatan yang baru saja dilakukan. (Ridwan
Johawarman, dan Sumardi, 2009).

C. METODE PENELITIAN
Penulisan jurnal ini dilakukan dengan beberapa metode, antralain: metode kajian
pustaka yaitu mencari data atau referensi dari buku-buku yang berkaiatan dengan materi, buku
yang digunakan dalam pembuatan jurnal ini adalah buku kurikulum dan pembelajaran dari Tim
Dosen MKDP Kurikulum dan Pembelajaran UPI dan bahan referensi lainnnya yaitu Bahan Uji
Publik Kurikulum 2013, serta metode lainya yang digunakan yaitu metode browsing dengan
mencari referensi melalui internet.

D. PEMBAHASAN
Kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya yakni kurikulum sebagai dokumen
dan kurikulum sebagai implementasinya. Sebagai sebuah dokumen kurikulum berfungsi sebagai
pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai implementasi adalah realisasi dari pedoman tersebut
dalam kegiatan pembelajaran. Guru merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi
kurikulum.
Dalam Bahan Uji Publik Kurikulum 2013, proses pembelajaran dirancang berpusat pada
peserta didik (student centered active learning), tidak lagi berpusat pada guru (teacher centered
learning). Selain itu, sifat pembelajaran yang kontekstual artinya, guru tidak hanya beracuan
pada buku teks saja tetapi juga harus mampu mengkaikan materi yang disampaikannya secara
kontekstual.
Selain itu, rancangan kurikulum 2013 bersifat sentralistik, dimana pemerintah pusat dan
daerah memiliki kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan.
Pemerintah menyiapkan semua komponen kurikulum sampai buku teks dan pedoman, termasuk
penyusunan silabus dan RPP.
Karena semua komponen kurikulum sudah diatur oleh pemerintah, maka guru perlu
menyesuaikan diri (beradaptasi) agar implementasi kurikulum 2013 dapat terlaksana dengan
baik. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menuturkan untuk menghadapi
penerapan Kurikulum 2013 ini, guru harus mengikuti pelatihan cara mengajar yang mesti
dijalani selama 52 jam. Waktu pelatihan 52 jam ini hanya pelatihan awal saja, ke depannya ada
model pendampingan dalam pelaksanaan guru mengajar.
Berikut adalah bagan penyiapan dan pembinaan guru dalam rangka implementasi
kurikulum 2013.

Pelatihan tahap awal ini lebih dititikberatkan pada pelatihan metode pembelajaran
Kurikulum 2013 dengan mengedepankan aspek pembelajaran sesuai tujuan kurikulum. Guru
diharapkan bisa menjadikan pembelajaran di kelas bukan hal yang membosankan bagi siswa;
penyampaian pelajaran yang bukan satu arah; adanya aktivitas peserta didik untuk bisa
mengembangkan potensi dirinya; kepahamaan akan ilmu yang dikuasai siswa yang berguna
untuk hidup dia kelak; penggunaan sarana dan prasarana dalam melaksanakan pembelajaran;
memahami bahwa guru adalah agen perubahan yang membentuk siswa lebih menjadi sosok yang
bisa mengembangkan diri tanpa dicekoki oleh sistem hafalan dan target nilai.
Adapun pelatihan pengajar untuk Kurikulum 2013 ini terdiri dari tiga jenjang, instruktur
nasional, guru inti, dan guru massal. Untuk pelatihan guru massal rencana dilaksanakan selama
liburan panjang akhir tahun pelajaran (Mei hingga Juni). Hal ini karena pada akhir tahun
pelajaran, sekolah/kelas yang kosong bisa diberdayakan untuk pelatihan karena masa liburan
sekolah. Selanjutnya, metode pelatihan 52 jam terbagi dalam 33 jam pertemuan tatap muka dan
19 jam pertemuan mandiri terbimbing untuk guru di semua jenjang pendidikan SD, SMP, dan
SMA/SMK. Paket 52 jam pelatihan lebih ditekankan pada penguasaan konsep dan prinsip
kurikulum 2013 dan tentunya penerjemahan bagaimana aplikasinya di lapangan.

Jika melihat pada sejarah pemberlakuan kurikulum sebelumnya, memang secara teoretis
kurikulum ini semuanya bertujuan baik. Namun, permasalahan yang kerap terjadi dimana
harapan kurikulum dan kenyataan di lapangan seringkali tidak sesuai. Guru memang ujung
tombak agen perubahan, namun guru tidak serta merta dapat adaptif terhadap tuntunan
perubahan ini. Bagaimanapun harus ada keseriusan dan kesinambungan bahwa guru bukan satu-
satunya sosok penanggung jawab sentral akan keberhasilan Kurikulum 2013. Hal ini karena
penerapan sistem pendidikan nasional adalah mata rantai dimana dibutuhkan "kerja sama tim"
yang padu. Jangan sampai pendidikan akan kembali seperti labirin, dimana apapun
kurikulumnya, masalahnya itu-itu juga. Sudah waktunya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
fokus menggarap pendidikan sebagai sumber peradaban penting bagi terbentuknya insan-insan
yang mampu menghadapi tuntutan zaman yang serba cepat ke arah perubahan yang lebih baik.
Jika guru sudah memahami dan mampu mengimplementasikan kurikulum 2013 dengan
baik, maka diharapkan akan dihasilkan output pendidikan yang kompeten.

E. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan jurnal ini, dapat disimpulkan bahwa guru memiliki peranan
penting dalam implementasi kurikulum 2013, karena guru yang berinteraksi langsung dengan
peserta didik dalam proses pembelajaran. Namun, guru bukan satunya-satunya pihak yang
bertanggung jawab dalam keberhasilan sebuah kurikulum. Karena kurikulum dapat terlaksana
dengan baik jika ada kesatuan dan kesinambungan antara komponen-komponennya.

DAFTAR PUSTAKA

Bahan Uji Publik Rancangan Kurikulum 2013


Hidayat.(2013).Guru sebagai Agen Perubahan dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013. [online]. Tersedia:
http://www.hidayatjayagiri.net/2013/03/guru-sebagai-agen-perubahan-dalam.html [2 April 2013]
Keswara, Ratih. (2013). Guru jadi faktor utama kesuksesan Kurikulum 2013. [online]. Tersedia:
http://nasional.sindonews.com/read/2013/04/01/15/733270/guru-jadi-faktor-utama-kesuksesan-
kurikulum-2013 [2 April 2013]

Suryaningsih, Ana.(2010). Peranan guru dalam pengembangan kurikulum. [online]. Tersedia:


http://blog.uin-malang.ac.id/ansur/2011/06/10/peranan-guru-dalam-pengembangan/ [2 April
2013]
Peran Pengawas dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru

BAB I
PENDAHULUAN

Tujuan pendidikan nasional pendidikan Indonesia adalah seperti yang digambarkan


dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan
nasional bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas No. 20 Tahun
2003)

Tujuan pendidikan yang telah digariskan undang-undang tersebut adalah tujuan


perjuangan pendidikan yang merupakan cita-cita bangsa Indonesia. Cita-cita tersebut menjadi
arah seluruh kebijakan pendidikan nasional Indonesia.
Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut perlu keterlibatan seluruh
komponen pendidikan seperti: (1) kepala sekolah, (2) guru, (3) pengawas, (4) perpustakaan, (5)
tenaga tata usaha, dan (6) laboran/teknisi. Juga ikut berperan aktif penggiat pendidikan dan
tokoh masyarakat. Keterlibatan tersebut baik berupa tenaga, pikiran dan dana sekalipun.
Salah satu komponen pendidikan tersebut adalah pengawas sekolah. Pengawas sekolah
atau penilik menurut syaiful ( 2010:138 ) adalah jabatan resmi bidang pendidikan yang ada di
Indonesia untuk melakukan pemantauan atas pelaksanaan manajemen sekolah dan pelaksanaan
belajar mengajar di kelas. Dengan kata lain, pengawas adalah menjaga agar kegiatan pendidikan,
kegiatan belajar mengajar di sekolah tetap berjalan sesuai tujuan yang telah digariskan.
Guru merupakan pemegang peran utama dalam kegiatan belajar mengajar Berhasil atau
tidaknya suatu proses belajar mengajar sangat tergantung daripada mutu dan profesionalisme
guru sebagai tenaga pendidik dalam mengatur segala kegiatan yang berhubungan dengan
aktifitas instruktional.
Pengawas merupakan tenaga kependidikan yang peranannya sangat penting dalam
membina kemampuan profesional tenaga pendidik. Menurut Sudjana (2006:2) bahwa:
Pengawas sekolah berfungsi sebagai supervisor baik supervisor akademik maupun supervisor
manajerial. Sebagai supervisor akademik, pengawas sekolah berkewajiban untuk membantu
kemampuan profesional guru agar guru dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran.
Sedangkan sebagai supervisor manajerial, pengawas berkewajiban membantu kepala sekolah
agar mencapai sekolah yang efektif.

Hal ini secara tidak langsung kinerja pengawas sekolah tentu akan mempengaruhi
profesionalisme guru di sekolah . Pengawas merupakan orang pertama dari luar sekolah yang
secara tugasnya membimbing guru secara langsung. Pengawas sekolah punya akses langsung
memperbaiki kinerja guru di dalam kelas. Pengawas dapat melihat bagaimana pendekatan,
perangkat dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam suatu pengajaran.

BAB II
PERAN PENGAWAS TERHADAP PROFESIONALISME GURU

A. Pengertian Pengawasan
Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa
semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan
kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan
mengganggu pencapaian tujuan (Robbins dalam Sudjana (2006:5).
Selanjutnya Burhanuddin (2004:284) mengartikan pengawasan atau supervisi pendidikan
tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-
guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses
dan hasil pembelajaran.
Pengawasan identik dengan supervisi, menurut Good Carter dalam Suhertian (2000:18)
mengartikan bahwa supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin dan
membimbing guru-guru dan petugas-petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk
menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan-jabatan perkembangan guru-guru dan merevisi
tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran dan metode mengajar dan evaluasi pengajaran.
Selanjutnya Syaiful ( 2010:90 ) dalam bukunya supervisi pembelajaran mengartikan
supervisi mempunyai arti khusus yaitu membantu dan turut serta dalam usaha-usaha perbaikan
dan meningkatkan mutu baik personel maupun lembaga. Dalam dunia pendidikan memandang
guru sebagai bagian penting dari manajemen yang diharapkan melaksanakan tugas sesuai fungsi-
fungsi manajemen dengan baik dan terukur.
Dari beberapa pengertian yang penulis sebutkan diatas dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa pengawasan atau supervisi erat kaitanya dengan kegiatan membimbing, membina,
memonitoring dan member pelayanan dalam membantu guru terhadap kegiatan proses
pembelajaran agar tetap berjalan seperti yang diharapkan.

B. Landasan hukum Pengawas


Adapun yang menjadi kekuatan hukum dari pengawas adalah Peraturan Pemerintah nomor
19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan , pasal 29 ayat 1 menyatakan pengawasan
pada pendidikan formal dilaksanakan oleh pengawas stuan pendidikan. Selanjutnya dalam pasal
40 ayat 1 menyebutkan bahwa pengawasan pada pendidikan nonformal dilakukan oleh penilik
satuan pendidikan. ( PP nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan )
Selanjutnya untuk memperkuat kedudukan pengawas diterbitkan peraturan menteri
Pendidikan Nasional no. 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.

C. Tugas Pokok Pengawas Sekolah


Tugas pokok pengawas sekolah/satuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan
pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun
supervisi manajerial.
Untuk lebih jelasnya tugas pokok tersebut dapat pada tabel yang dituliskan oleh Sudjana (
2006:20) sebagai berikut :
Tabel 1. MATRIK TUGAS POKOK PENGAWAS

Rincian Pengawasan Akademik Pengawasan Manajerial


Tugas (Teknis Pendidikan/Pembelajaran) (Administrasi dan Manajemen Sekolah)
1. Pelaksanaan kurikulum mata pelajaran
1. Pelaksanaan kurikulum sekolah
2. Proses pembelajaran/praktikum/ studi lapangan
2. Penyelenggaraan administrasi sekolah
A. Inspecting/ 3. Kegiatan ekstra kurikuler
3. Kinerja kepala sekolah dan staf sekolah
Pengawasan 4. Penggunaan media, alat bantu dan sumber belajar
4. Kemajuan pelaksanaan pendidikan di sekolah
5. Kemajuan belajar siswa
5. Kerjasama sekolah dengan masyarakat
6. Lingkungan belajar
1. Kepala sekolah di dalam mengelola pendidikan
1. Menasehati guru dalam pembelajaran/bimbingan yang 2. Kepala sekolah dalam melaksanakan inovasi
efektif pendidikan
2. Guru dalam meningkatkan kompetensi professional 3. Kepala sekolah dalam peningkatan
B. Advising/
3. Guru dalam melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar kemamapuan professional kepala sekolah
Menasehati
4. Guru dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas 4. Menasehati staf sekolah dalam melaksanakan
5. Guru dalam meningkatkan kompetensi pribadi, sosial dan tugas administrasi sekolah
pedagogik 5. Kepala sekolah dan staf dalam kesejahteraan
sekolah
1. Penyelenggaraan kurikulum
1. Ketahanan pembelajaran 2. Administrasi sekolah
2. Pelaksanaan ujian mata pelajaran 3. Manajemen sekolah
C. Monitoring/
3. Standar mutu hasil belajar siswa 4. Kemajuan sekolah
Memantau
4. Pengembangan profesi guru 5. Pengembangan SDM sekolah
5. Pengadaan dan pemanfaatan sumber-sumber belajar 6. Penyelenggaraan ujian sekolah
7. Penyelenggaraan penerimaan siswa baru
1. Mengkoordinir peningkatan mutu
SDMsekolah
D. 1. Pelaksanaan inovasi pembelajaran
2. Penyelenggaraan inovasi di sekolah
Coordinating/ 2. Pengadaan sumber-sumber belajar
3. Mengkoordinir akreditasi sekolah
mengkoordinir 3. Kegiatan peningkatan kemampuan profesi guru
4. Mengkoordinir kegiatan sumber daya
pendidikan
1. Kinerja kepala sekolah
1. Kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran
2. Kinerja staf sekolah
E. Reporting 2. Kemajuan belajar siswa
3. Standar mutu pendidikan
3. Pelaksanaan tugas kepengawasan akademik
4. Inovasi pendidikan

D. Pengertian Guru
Guru atau pendidik menurut Hadari Nawawi dalam Ramayulis (2006:58) adalah orang-
orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Lebih
khususnya diartikan orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang ikut
bertanggungjawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaan. Dalam undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaran pendidikan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa guru atau pendidik adalah orang
yang bekerja memberi pengajaran kepada seseorang atau anak didik kearah kedewasaan.

E. Profesionalisme Guru.
Untuk menjadi guru yang professional harus memiliki beberapa kompetensi. Menurur
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyakan bahwa guru
profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-
Undang Dosen dan Guru, yakni:
a. kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,
b. kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia,
arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,

c. kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,

d. kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar.

Menjadi guru yang profesional guru harus memiliki kompentensi profesional, Menurut
Sanjaya (2010:18 ) kompentensi tersebut adalah :
a. Kemampuan untuk nmenguasai landasan pendidikan
b. Pemahaman akan bidang psikologi pendidikan
c. Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran
d. Kemampuan dalam mengaplikasikan metodelogi dan strategi pembelajaran
e. Kemampuan merancang dan memanfaatkan media dan sumber belajar
f. Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran
g. Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang seperti administrasi sekolah,
bimbingan dan penyuluhan
h. Kemampuan melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah.

F. Peranan Pengawas Sekolah Terhadap Profesionalisme Guru


Peran pengawas sekolah adalah menjaga dan membimbing guru agar tetap berada dalam
profesional. Untuk lebih jelas peranan Pengawasan atau Supervisi meliputi: (1) supervisi
akademik, dan (2) supervisi manajerial. Kedua supervisi ini harus dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan oleh pengawas sekolah/madrasah.
Sasaran supervisi akademik antara lain adalah untuk membantu guru dalam hal:
a) merencanakan kegiatan pembelajaran dan atau bimbingan
b) melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan,
c) menilai proses dan hasil pembelajaran/bimbingan,
d) memanfaatkan hasil penilaian untuk peningkatan layanan pembelajaran/bimbingan,
e) memberikan umpan balik secara tepat dan teratur dan terus menerus pada peserta didik,
f) melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar,
g) memberikan bimbingan belajar pada peserta didik,
h) menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan,
i) mengembangkan dan memanfaatkan alat bantu dan media pembelajaran dan atau bimbingan,
j) memanfaatkan sumber-sumber belajar,
k) mengembangkan interaksi pembelajaran/bimbingan (metode, strategi, teknik, model, pendekatan
dan sebagainya) yang tepat dan berdaya guna,
l) melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pembelajaran/bimbingan,
m) mengembangkan inovasi pembelajaran/bimbingan.
Dalam melaksanakan supervisi akademik, pengawas sekolah/madrasah hendaknya
memiliki peranan khusus sebagai:
a) patner (mitra) guru dalam meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran dan bimbingan di
sekolah/madrasah binaannya,
b) inovator dan pelopor dalam mengembangkan inovasi pembelajaran dan bimbingan di
sekolah/madrasah binaannya,
c) konsultan pendidikan dan pembelajaran di sekolah/madrasah binaannya
d) konselor bagi guru dan seluruh tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, dan
e) motivator untuk meningkatkan kinerja guru dan semua tenaga kependidikan di
sekolah/madrasah.

Sasaran supervisi manajerial adalah membantu kepala sekolah/madrasah dan tenaga


kependidikan di sekolah di bidang administrasi sekolah/madrasah yang meliputi: (a) administrasi
kurikulum, (b) administrasi keuangan, (c) administrasi sarana prasarana/perlengkapan, (d)
administrasi tenaga kependidikan, (e) administrasi kesiswaan, (f) administrasi
hubungan/madrasah dan masyarakat, dan (g) administrasi persuratan dan pengarsipan.
( Sahertian,2000 : 28-30)
Menurut Oliva dalam Syaiful (2010:103 ) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang
dilakukan pengawas sekolah sebagai supervisor untuk membantu guru agar tetap bekerja secara
professional yaitu ;
a. Membantu guru membuat perencanaan pembelajaran
b. Membantu guru untuk menyajikan pembelajaran
c. Membantu guru untuk mengevalusikan pembelajaran
d. Membantu guru untuk mengelola kelas
e. Membantu guru dalam mengembangkan kurkulum
f. Membantu guru dalam mengevaluasi kurikulum
g. Membantu guru dalam program pelatihan
h. Membantu guru dalam bekerja sama
i. Membantu guru dalam mengevaluasi diri

Dalam membimbing guru seorang pengawas harus memperhatikan prinsip-prinsip


supervisi pendidikan, agar kegiatan supervisi yang dilakukan berjalan seperti yang diharapkan
dan member manfaat untuk kemenjuan guru. Adapun prinsip tersebut adalah :
a. Ilmiyah
b. Demokratis
c. Kooperatif
d. Kontruktif dan kreatif
e. Realistic
f. Progresif
g. Inovatif (Syaiful,2010:97 )

BAB III
PENUTUP

I. Kesimpulan
Adapun kesimpulannya adalah ;
1. Pengawasan atau supervisi erat kaitanya dengan kegiatan membimbing, membina, memonitoring
dan memberi pelayanan dalam membantu guru terhadap kegiatan proses pembelajaran agar tetap
berjalan seperti yang diharapkan.
2. Tugas pokok pengawas sekolah/satuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan pembinaan
dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi
manajerial, mencakup kegiatan inspecting, advising, monitoring, coordinating dan reporting.
3. Guru atau pendidik adalah orang yang bekerja memberi pengajaran kepada seseorang atau anak
didik kearah kedewasaan.
4. Peran pengawas sekolah adalah menjaga dan membimbing guru agar tetap berada dalam
professional, meliputi supervisi akademik dan supervisi manajerial.
II. Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah :
Kepada para pembaca kami sarankan bahwa tulisan ini sangat sederhana sekali dan masih
jauh dari kesempurnaan. Karena kami yakin bahwa referensi yang kami baca juga sangat minim.
Oleh karena itu, luangkanlah waktu sedikit untuk mengoreksi kembali apa yang sudah kami
paparkan di atas. Mudah-mudaan sumbangsih pemikiran dan saran yang akan pembaca berikan
kepada kami dapat membuat makalah ini lebih berguna bagi kita semua.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Burhanudin.2004. Analisis Administrasi Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Nana Sudjana ,2006. Standar Mutu Pengawas, Jakarta: Depdiknas

Peraturan Pemerintah,2005, nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan

Ramayulis,2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.

Sahertian, P.A. 2000. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bineka Cipta

Syaiful Segala. 2010. Supervisi Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Undang-undang Republik Indonesia,2003, nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional

Undang-undang Republik Indonesia,2005,nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen

Wina Sanjaya,2010, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada
MAKALAH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI SEORANG SUPERVISOR
DALAM PENGAWASAN KINERJA GURU PENDIDI
Kategori : Kepala Sekolah Oleh : administrator Ditulis : Selasa, 08 Januari 2013 Hits : 1536
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah sebagai pendidikan formal bertujuan membentuk manusia yang berkepribadian, dalam
mengembangkan intelektual peserta didik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan perannya sangat penting untuk membantu guru
dan muridnya. Didalam kepemimpinnya kepala harus dapat memahami, mengatasi dan
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi di lingkunagn sekolah.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan seorang kepala sekolah harus mampu meningkatkan
kinerja para guru atau bawahannya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja sesorang,
sebagai pemimpin sekolah harus mampu memberikan pengaruh-pengaruh yang dapat
menyebabkan guru tergerak untuk melaksanakan tugasnya secara efektif sehingga kinerja
mereka akan lebih baik.
Sebagai pemimipin yang mempunyai pengaruh, ia berusaha agar nasehat, saran dan jika perlu
perintahnya di ikuti oleh guru-guru. Dengan demikian ia dapat mengadakan perubahan-
perubahan dalam cara berfikir, sikap, tingkah laku yang dipimpinnya. Dengan kelebihan yang
dimilikinya yaitu kelebihan pengetahuan dan pengalaman, ia membantu guru-guru berkembang
menjadi guru yang profesional.
Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinannya kepala sekolah ahrus melakaukan pengelolaan
dan pembinaan sekolah melalui kegiatan administrasi, manajemen dan kepemimpinan yang
sangat tergantung pada kemampuannya. Sehubungan dengan itu, kepala sekolah sebagai
supervisor berfungsi untuk mengawasi, membangun, mengkoreksi dan mencari inisiatif terhadap
jalannya seluruh kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan sekolah. Disamping itu
kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan berfungsi mewujudkan hubungan manusiawi
(human relationship) yang harmonis dalam rangka membina dan mengembangkan kerjasama
antar personal, agar secara serempak bergerak kearah pencapaian tujuan melalui kesediaan
melaksanakan tugas masing-masing secara efisien dan efektif.
Oleh karena itu, segala penyelenggaraan pendidikan akan mengarah kepada usaha meningkatkan
mutu pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh guru dalam melaksanakan tugasnya secara
operasional. Untuk itu kepala sekolah harus melakukan supervisi sekolah yang memungkinkan
kegiatan operasional itu berlangsung dengan baik.
Melihat pentingnya fungsi kepemimpinan kepala sekolah sebagai supervisor dalam pengawasan
kinerja guru Pendidikan Agama Islam, maka usaha untuk meningkatkan kinerja yang lebih tinggi
bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah bagi kepala sekolah. Karena kegiatan berlangsung
sebagai proses yang tidak muncul dengan sendirinya. Pada kenyataannya banyak kepala sekolah
yang sudah berupaya secara maksimal untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu
caranya memotivasi para guru-guru akan memilki kinerja lebih baik tapi hasilnya masih lebih
jauh dari harapan.
B. Masalah dan Sub Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah umum yang timbul adalah Bagaimana
hubungan kepemimpinan kepala sekolah sebagi supervisor dalam pengawasan kinerja guru
Pendidikan Agama Islam. Untuk mempermudah menganalisis masalah tersebuh perlu dirinci
kedalam sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaiamana kepemimpinan kepala sekolah sebagai seorang supervisor?
2. Bagaimaan kinerja guru Pendidikan Agama Islam?
3. Apakah ada hubungan yang signifikan kepemimpinan kepala sekola sebagai supervisor
dalam pengawasan kinerja guru Pendidikan Agama Islam ?
C. Tujuan
Secara umum pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui kejelasan tentang hubungan
kepemimpinan kepala sekolah sebagai supervisor dalam pengawasan kinerja guru Pendidikan
Agama Islam. Sedangakan secara rinci dapat dilihat dalam beberapa point dari tujuan yang
hendak diketahuai, yaitu:
1. Kepemimpinan kepala sekolah dalam bidang supervisi.
2. Kinerja para guru-guru Pendidikan Agama Islam
3. Hubungan kepemimpinan kepala sekolah sebagai supervisor dalam pengawasan kinerja
guru Pendidikan Agama Islam
D. Manfaat
Dalam hal ini, dapat dibagai menjadi dua scope dari manfaat yang dapat diambil. Pertama, dapat
meningkatkan wawasan keilmuan sesuai dengan disiplin ilmu. Kedua, sebagai masukan bagi
sekolah khususnya kepala sekoalh dan sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan di sekoalh
tersebut.
BAB II
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOALH SEBAGAI
SEORANG SUPERVISOR DALAM PENGAWASAN KINERJA GURU PENDIDIKAN
AGAMA ISALAM
A. Kepemimpinan Kepala Sekolah
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan, di lihat dari status dan cara pengangkatan
tergolong pemimpin resmi, formal leader, atau status leader. Status leader bisa meningkat
menjadi functional leader. Tergantung dari prestasi dan kemampuan didalam memainkan
peranannya sebagai pemimpin pendidikan sebagai sekolah yang telah diserahkan
pertanggungjawaban kepadanya.
Istilah kepemimpinan pendidikan mengandung dua pengertian dimana kata pendidikan
menerangkan dalam lapangan apa dan dimana kepemimpinan itu berlangsung, dan sekaligus
menjadi sifat dan ciri-ciri bagaimana yang harus dimilki pemimpin itu. Menurut Hadari Nawawi:
kepemimpinan adalah kemampuan menggerakkan, memberikan motivasi dan mempengaruhi
orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujaun
(1993:81).
Kepala sekolah sebagai orang yang terpandang dilingkunag masyarakat sekolah. Ia sebagi pusat
teladan bagi warga sekolah dan warga masyarakat di sekitar sekolah, karena itu ia kepala sekolah
wajib melaksanakan petunjuk tentang usaha peningkatan ketahanan sekolah. Pada umumnya
kepala sekolah memiliki tanggungjawab sebagi pemimpin dibidang pengajaran dan
pengembangan kurikulum, administrasi personalia, administrasi personalia staf, hubungan
masyarakat, school Plant dan perlengkapan organisasi di sekolah (W. Soemanto dan Hendiyat;
1982:38). Kepala sekolah dapat menerima tanggungjawab tersebut namun ia belum tentu
mengerti dengan jelas bagaimana ia dapat menyumbang kearah perbaikan program pengajaran.
2. Tipe Kepemimpinan
Dalam upaya menggerakkan dan memotivasi orang lain agar melakukan tindakan-tindakan yang
terarah pada pencapaian tujuan, seorang pemimpin melakukan dalam beberapa cara. Cara yang ia
lakuakn merupakan pencerminan sikap serta gambaran tentang tipe (bentuk) kepemimpinan yang
dijalankannya. Adapun gaya atau tipe kepemimpinan yang pokok atau juga disebut ekstrem ada
tiga tipe atau bentuk kepemimpinan yaitu:
a. Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah kepemimpinan yang bertindak sebagai diktor terhadap anggota-
anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Apa
yang diperintahnya harus dilaksanakan secara utuh, ia bertindak sebagai penguasa dan tidak
dapat dibantah sehingga orang lain harus tunduk kepada kekuasaanya. Ia menggunakan ancaman
dan hukuman untuk menegakkan kepemimpinannya. Kepemimpian otoriter hanya akan
menyebabkan ketidakpuasan dikalangan guru.
b. Kepemimpinan Laissez Faire
Bentuk kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari kepemimpinan otoriter. Yang mana
kepemimpinan laissez faire menitik beratkan kepada kebebasan bawahan untuk melakukan tugas
yang menjadi tanggung jawabnya. Pemimpin lasses faire banyak memberikan kebebasan kepada
personil untuk menentukan sendiri kebijaksanaan dalam melaksanakan tugas, tidak ada
pengawasan dan sedikit sekali memberikan pengarahan kepada personilnya.
Kepemimpinan Laissez Faire tidak dapat diterapkan secara resmi di lembaga pendidikan,
kepemimpinan laissez faire dapat mengakibatkan kegiatan yang dilakuakn tidak terarah,
perwujudan kerja simpang siur, wewenang dan tanggungjawab tidak jelas, yang akhirnya apa
yang menjadi tujuan pendidikan tidak tercapai.
c. Kepemimpinan Demokratis
Bentuk kepemimpinan demokratis menempatkan manusia atau personilnya sebagai factor utama
dan terpenting. Hubungan antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpin atau bawahannya
diwujudkan dalam bentuk human relationship atas dasar prinsip saling harga-menghargai dan
hormat-menghormati.
Dalam melaksanakan tugasnya, pemimpin demokratis mau menerima dan bahkan mengharapkan
pendapat dan saran-saran dari bawahannya, juga kritik-kritik yang membangun dari anggota
diterimanya sebagai umpan balik atau dijadikan bahan pertimbangan kesanggupan dan
kemampuan kelompoknya. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif,
dinamis, terarah yang berusaha memanfaatkan setiap personil untuk kemajuan dan
perkembangan organisasi pendidikan.
d. Fungsi Kepemimpinan Pendidikan
Kependidikan adalah proses menggerakkan, mempengaruhi, memberikan motivasi dan
mengarahkan orang-orang dilembaga pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Untuk mewujudkan tugas tersebut seorang pemimpin harus mampu bekerjasama
dengan orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin harus tahu fungsi dan peranannya sebagai
pemimpin. Adapun fungsi kepemimpinan pendidikan menurut Soekarto Indrafachrudi (1993:33)
adalah pada dasarnya dapat dibagai menjadi dua yaitu:
a) Fungsi yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai
Pemimpin berfungsi memikirkan dan merumuskan dengan teliti tujuan kelompok serta
menjelaskan supaya anggota dapat berkerjasama mencapai tujuan itu.
Pemimpin berfungsi memberi dorongan kepada anggota-anggota kelompok untuk
menganalisis situasi supaya dapat dirumuskan rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat
memberi harapan baik.
Pemimpin berfungsi membantu anggota kelompok dalam memberikan keterangan yang
perlu supaya dapat mengadakan pertimbangan yang sehat.
Pemimpin berfungsi menggunakan kesempatan dan minat khusus anggota kelompok.
b) Fungsi yang bertalian dengan suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan
Pemimpin berfungsi memupuk dan memelihara kebersamaan di dalam kelompok.
Pemimpin berfungsi mengusahakan suatu tempat bekerja yang menyenangkan, sehingga
dapat dipupuk kegembiraan dan semangat bekerja dalam pelaksanaan tugas.
Pemimpin dapat menanamkan dan memupuk perasaan para anggota bahwa mereka termasuk
dalam kelompok dan merupakan bagian dari kelompok.
3. Syarat-Syarat Kepemimpinan Pendidikan Mengenai syarat-syarat kepemimpinan, Tead
(1935:31-34) dalam (Soekarna Indrafachrudin) bahwa syarat kepemimpinan pendidikan adalah:
a. Memiliki kesehatan jasmaniah dan rohaniah yang baik.
b. Berpegang teguh pada tujuan yang hendak dicapai.
c. Bersemangat
d. Jujur
e. Cakap dalam memberi bimbingan
f. Cepat serta bijaksana dalam mengambil keputusan
g. Cerdas
h. Cakap dalam hal mengajar dan menaruh kepercayaan kepada yang baik dan berusaha
mencapainya
B. Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Kinerja
Kinerja menurut kamus besar bahasa Indonesia (1985:503) adalah segala sesuatu yang dicapai,
prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja. Sedangkan menurut U. Husna Asmara (1996:3),
dalam total Quality Manajemen (TQM) kinerja atau unjuk kerja selalu dihubungkan dengan
kemampuan memberikan pelayanan dan memuaskan pihak yang berkepentingan dalam ruang
lingkupnya.
2. Penilaian Dan Hasil Kerja
Evaluasi merupakan tahapan terpenting dalam satuan kegiatan, yang mana evaluasi merupakan
suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan serta
factor-faktor yang mendukung atau menghambat keberhasilan tersebut. Tingkat keberhasilan
kerja diukur dengan membandingkan hasil dengan target yang dirumuskan dalam rencana. Oleh
karena itu seorang guru perlu mengadakan penilaian cara dan hasil kerja.
C. Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai Seorang Supervisor dalam
pengawasan Kinerja Guru Agama Islam
Keberhasilan seorang pemimpin akan terwujud apabila pemimpin tersebut memperlakukan orang
lain atau bawahannya dengan baik, serta memberikan motivasi agar mereka menunjukan
performance yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Menurut Hadari Nawawi (1983:81)
kepemimpinan adalah kemampuan menggerakan, memberikan motivasi dan mempengaruhi
orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan
melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan. Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kepada sekolah sebagai Seorang Supervisor
dalam pengawasan Kinerja Guru akan berahasil jika kepala sekolah memperhatikan hasil yang
dicapai serta memperlakukan guru dengan baik, sehingga mereka mampu menunjukan
performace yang lebih baik.
Kinerja guru merupakan aktivitas yang dilakukan guru sesuai dengan profesi yang diembannya,
untuk dapat melakukan tindakan yang sesuai dengan profesi yang diembannya sangat terkait
dengan ada tidaknya kepuasan dalam bekerja. Kepuasan bekerja berhubungan erat dengan
motivasi kerja. Menurut Hamid Darmadi (1994:107) kepuasan kerja timbul dengan baik jika
seseorang memiliki motivasi kerja yang baik pula.
Asmara (dalam Hamid Darmadi;1994:118) menjelaskan bahwa tindakan kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kematangan kerja guru dan kepuasan kerja guru berkorelasi positif, maksudnya
kematangan kerja yang tinggi cenderung diikuti oleh kepuasan kerja yang tinggi pula.
Berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah
sebagai seorang supervisor dalam pengawasan kinerja guru sangat dipengaruhi oleh
kepemimpinannya yang dapat meningkatkan kepuasan sehingga aktivitas kerja guru meningkat.
Kepemimpinan akan terwujud apabila seseorang pemimpin atau kepala sekolah memberikan
petunjuk-petunjuk kepada bawahannya, mengadakan pengawasan, motivasi sehigga dapat
menimbulkan kepuasan bagi guru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan beberapa poin utama mengenai
kepemimpinan kepala sekolah sebgai seorang supervisor, yaitu:
1. Kepala sekolah adalah pemimpin sekolah yang mengatur dan menetapkan fungsi
administrasi termasuk didalamnya fungsi pengawasan (supervisi)
2. Selain kepala sekolah, guru juga mempunyai peran yang sangat menentukan tercapainya
tujuan pendidikan.
3. Kepala Sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan arah jalannya
pocily yang ada di sekolah dalam rangka pencapaian mutu pendidikan yang maksimal.
B. Saran
Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan adalah;
1. Sebagai seorang top manager (kepala sekolah) tidak seharunya mencari kesalahan atau
kekurangan yang ada di sekolah dalam menjalankan fungsi pengawasan.
2. Guru sebaiknya selalu mencari inisiatif lain untuk menutupi kekurangan yang ada untuk
mencapai tujaun pendidikan.
3. Kepala sekolah diharapkan mampu memberi pengaruh yang baik dalam menetapkan fungsi
planning, organizing, actuating maupun controlling demi pencapaian mutu pendidikan yang
maksimal.
Sumber : http://materibelajaronline.blogspot.com/2012/07/makalah-kepemimpinan-kepala-
sekolah.html
LPPKS [LEMBAGA PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN KEPALA SEKOLAH]
Menguak Peran Strategis Pengawas Sekolah
OPINI | 16 October 2013 | 21:18 Dibaca: 1644 Komentar: 0 0

Oleh Deddy Daryan

Pendahuluan

Menurut Peraturan Pemerintah 74 tahun 2008, Pengawas sekolah adalah guru pegawai negeri
sipil yang diangkat dalam jabatan pengawas sekolah. Kewajiban dan tugas pokoknya adalah
melaksanakan kegiatan kepengawasan di sekolah binaannya, baik bagi kepengawasan manajerial,
maupun kepengawasan akademik.

Kepengawasan manajerial dan kepengawasan akademik merupakan penerapan standar nasional


pendidikan, yaitu serangkaian proses meningkatkan penjaminan mutu pendidikan nasional. Tujuannya
dalam rangka mencerdaskan kehidupan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat, agar dapat bersaing secara kompetitif dalam percaturan dinamika kehidupan, baik secara
lokal, regional, dan bahkan internasional.

Ada pun standar nasional pendidikan itu sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah republik
Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, yang meliputi yaitu; standar isi,
standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Ke delapan
standar pendidikan ini merupakan acuan dan titik tolak untuk menetapkan keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan di tiap-tiap unit pendidikan, yang bernama sekolah di masing-masing
tingkat dan jenjangnya.

Tugas Pokok

Kepengawasan dalam pendidikan merupakan keniscayaan, sebagaimana diamanahi dalam


Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 tentang guru pada pasal 15 ayat 4 dinyatakan bahwa
pengawas sekolah harus melaksanakan kegiatan pengawasan akademik dan pengawasan manajerial.
Pengawasan sekolah juga bagian yang tak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan secara
keseluruhan. Sebab kepengawasan sekolah pada intinya berperan aktif dalam mengawal proses
pendidikan, agar sesuai dengan kaidah-kaidah pendidikan dan perencaaan di dalamnya.

Untuk melaksanakan peran aktif yang dilakukan dalam kepengawasan itu, yaitu dalam hal ini
pengawas sekolah, wajib memiliki program kepengawasan yang sistematis, terpadu, dan terarah sesuai
dengan bidang tugas yang diemban dan yang akan dilakukannya.

Dalam konteks itu, tugas pokok pengawas sekolah secara yuridis formal mengacu pada SK
Menpan Nomor 118 Tahun 1996 Tentang Jabatan Fungsional Pengawas dan angka kreditnya. Keputusan
Bersama Mendikbud nomor 0342/0/1996 tentang petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional
pengawas sekolah dan angka kreditnya, serta PP nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
dengan tegas dinyatakan, bahwa tugas dan tanggung jawab pengawas satuan pendidikan sebagai berikut
;

1. Melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan


penugasannya pada TK,SD,SLB,SLTP, dan SLTA.
2. Meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar/bimbingan dan hasil prestasi
belajar/bimbingan siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.

Tugas pokok pengawas sekolah pada butir (1) mengacu pada perannya melaksanakan supervisi
manajerial, dan pada butir (2) pengawas sekolah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya pada
supervisi akademik.

Pengawasan manajerial pada dasarnya memberikan pembinaan, penilaian, dan


bantuan/bimbingan, mulai dari penyusunan rencana program sekolah, proses, sampai pada hasil kinerja
kepala sekolah, dan seluruh staf dalam pengelolaan sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan
yang diharapkan.

Sedangkan Pengawasan akademik diarahkan untuk membina dan membantu pendidik (guru)
dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran/bimbingan dan kualitas belajar peserta didik. Mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, penilaian (evaluasi), sampai pada pengembangan pembelajaran, dengan
memberikan pembinaan guru yang juga bermuara kepada peningkatan kinerja mereka dan prestasi
siswa, yang notabene akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan.
Dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggungjawabnya itu, setiap pengawas dipedomani
oleh program kepengawasan, yang di dalammya memuat secara sistimatik apa yang akan dilakukannya di
sekolah binaan, kapan ia melakukannya, strategi apa yang akan digunakannya, serta pendekatan-
pendekatan yang bersifat formal dan edukatif demi tercapainya tujuan, sesuai dengan perencanaan.
Dalam program kepengawasan ada 4 (empat) hal yang harus dilakukan pengawas sekolah di sekolah
binaannya, yakni (1) pembinaan (2),pemantauan, (3),penilaian, dan (4) pelatihan profesional guru. Setiap
pengawas sekolah dibekali seperangkat instrumen relevan pada saat melakukan supervisi sekolah, sesuai
dengan kebutuhan, sasaran, dan tujuan yang hendak dicapai.

Berkenaan dengan hal tersebut, setiap pengawas sekolah setidaknya harus memiliki 6 (enam)
kompetensi, yaitu ; kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi supervisi
akademik, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian dan pengembangan, dan kompetensi
sosial.

Dalam pada itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam meresponi perkembangan yang
begitu pesat dewasa ini, khususnya bidang pendidikan, melalui Permendiknas Nomor 12 tahun 2007
tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, menentukan 3 kategori pengawas sekolah. Pertama;
Pengawas TK/RA, kedua; Pengawas SMP/Mts dan SMA/MA, dan ketiga; Pengawas SMK/MAK.

Tentang jenis pengawas sekolah juga dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang
guru pasal 54 ayat 8, bahwa pengawas terdiri dari pengawas satuan pendidikan, dan pengawas mata
pelajaran atau pengawas kelompok mata pelajaran.

Ruang Lingkup Kepengawasan

Ruang lingkup tugas pengawasan yang dilakukan pengawas satuan pendidikan menurut
Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 adalah melaksanakan supervisi manajerial, dan supervisi akademik.

Kegiatan bagi pengawas satuan pendidikan dan pengawas mata pelajaran atau kelompok mata
pelajaran mengacu pada ketentuan ekuivalensi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka perminggu.

Untuk pengawas satuan pendidikan, ekuivalensi 24 jam tatap muka perminggu, harus membina
paling sedikit 10 (sepuluh) sekolah dan paling banyak 15 (lima belas) sekolah. Sedangkan untuk
pengawas mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran, ekuvalensi 24 jam tatap muka perminggu,
harus membina paling sedikit 40 (empat puluh) guru, dan paling banyak 60 (enam puluh) guru.

Kedua jenis pengawas tersebut, memiliki tugas pokok meliputi menyusun program pengawasan
satuan pendidikan, melaksanakan pembinaan, pemantauan dan penilaian, serta menyusun laporan
pelaksanaan program pengawasan, yang dikuti dengan rencana tindak lanjutnya. Sedangkan aspek
pelatihan profesional guru dilakukan melalui forum MGMP secara priodik, dengan muatan bimbingan
tehnis yang berkenaan dengan peningkatan kualitas pembelajaran yang efisien terhadap peserta didik.

Setiap pengawas sekolah, baik manajerial maupun akademik wajib menyusun rencana program
pengawasan, baik perorangan maupun berkelompok. Program pengawasan terdiri atas (1) program
tahunan, (2) program semester pengawasan, (3) rencana pengawasan akademik (RKA), dan (4) rencana
kepengawasan manajerial (RKM). Selain menyusun program pengawasan, setiap pengawas juga
melaksanakan pembinaan, pemantauan, penilaian, dan menyusun laporan semester dan tahunan
pelaksanaan program pengawasan.

Lebih jauh tentang ruang lingkup tugas pokok pengawasan, berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2008, bahwa (a) tugas pokok pengawas satuan pendidikan adalah melakukan
pengawasan manajerial terdiri dari pembinaan, pemantauan (Standar pengelolaan, standar
pembiayaan, standar sarana prasarana, standar pendidik & tenaga kependidikan) dan penilaian kinerja
sekolah pada satuan pendidikan pada sekolah binaannya, (b) tugas pokok pengawas mata pelajaran atau
kelompok mata pelajaran, yaitu melaksanakan pengawasan akademik meliputi pembinaan, pemantauan
pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan (standar isi, standar proses, standar penilaian, standar
kompetensi lulusan) pada guru mata pelajaran di sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan.

Masalah Dalam Pengawasan

Masalah dalam pengawasan terkait langsung dengan tugas pokok Pengawas sekolah. Menurut
Peraturan Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 21 Tahun 2010 tentang
Jabatan Fungsional Pengawas sekolah dan Angka Kreditnya, tugas pokok Pengawas sekolah adalah
melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi
penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan 8 (delapan)
standar Nasional Pendidikan, penilaian, pembimbingan, dan pelatihan profesional guru, evaluasi hasil
pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.
Dalam setiap program kerja yang dijawantahkan melalui rangkaian kegiatan-kegiatan sudah
barang tentu selalu muncul masalah. Dalam kegiatan pengawasan sekolah umumnya masalah-masalah
yang muncul tidak terpenuhinya target kunjungan ke sekolah binaan sesuai jadwalnya, ketika sampai di
lapangan kurangnya kesiapan pihak sekolah yang berkenaan dengan aspek sasaran pengawasan, begitu
pula terhadap guru yang menjadi target binaan. Kepala sekolah sebagai pimpinan sering gelagapan
ketika pengawas datang berkunjung ke sekolahnya. Ketidaksiapan seperti ini dapat diatasi dengan
komunikasi yang intens antara pengawas dan sekolah (kepsek & guru), agar kegiatan kepengawasan itu
dapat berjalan efektif dan tepat sasaran.

Faktor-faktor seperti letak lokasi sekolah yang jauh, dengan geografi yang kurang
menguntungkan, dukungan dana operasional dan transportasi, serta faktor keamanan selama di
perjalanan, dan lain sebagainya merupakan masalah lain yang cukup serius dalam melaksanakan
kepengawasan, yang tidak boleh diabaikan.

Berdasarkan permasalahan itu, diperlukan berbagai pemecahan atau solusi alternatif, yang
dipaparkan dalam program kegiatan kepengawasan selanjutnya sebagai pertimbangan-pertimbangan
untuk menentukan arah selanjutnya. Sehingga apa yang tadinya menjadi hambatan atau kendala, dapat
diatasi secara rasional-objektif. Sehingga pada gilirannya dapat diharapkan hasil kepengawasan
berikutnya akan lebih baik dari sebelumnya.

Deskripsi Program kepengawasan

Deskripsi program pengawasan dibuat untuk memudahkan melaksanakan tugas-tugas


kepengawasan di lapangan di sekolah binaan. Mengingat rata-rata pengawas mempunyai jenjang
jabatan pengawas sekolah yang sama, maka penyusunan program kerja tahunan dan semester mengacu
pada tugas pokok pengawas di masing-masing levelnya, yang disesuaikan dengan pemenuhan beban jam
kerjanya, dan jenis pengawas yang diembannya.

Program kerja tahunan ini meliputi (a) program penilaian, (b) program pembinaan, yang
mencakup supervisi akademik, dan/ atau supervisi manajerial, dan (c) program pemantauan.

Program Penilaian
Dalam kegiatan program penilaian ini, pengawas sekolah melakukan penilaian kinerja kepala
sekolah, dan kinerja tenaga kependidikan lainnya (laboran, pustakawan), khusus bagi pengawas
menajerial, dan kinerja guru bagi pengawas akademik, yang dilengkapi instrumen pengawasan terkait,
sesuai dengan sasaran penilaian.

Program Pembinaan

Supervisi Akademik : Dalam pelaksanaannya, kegiatan supervisi akademik diarahkan pada


pembinaan kinerja guru, mulai dari penyusunan silabus pembelajaran, penyusunan rencana
pembelajaran, metode dan media, sampai pada evaluasi, yang mengacu pada standar nasional
pendidikan, yaitu meliputi standar isi, standar proses, standar penilaian, dan standar kompetensi lulusan.

Proses pembinaan ini dapat dilakukan secara individual terhadap guru yang bersangkutan
melalui kunjungan sekolah/kelas, maupun dapat melalui kegiatan MGMP atau kelompok guru tertentu,
sesuai kebutuhan.

Supervisi manajerial : Program kerja pada supervisi manajerial terkait dengan tugas pembinaan
kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya (TU, Laboran, Pustakawan) dalam aspek pengelolaan
dan administrasi sekolah.

Kegaiatan supervisi manajerial tidak berbeda dengan supervisi akademik, yaitu sama-sama
mengacu pada standar Nasional Pendidikan, yang dilengkapi dengan seperangkat instrumen sesuai
dengan kebutuhan dan sasarannya.

Program Pemantauan

Program pemantauan merupakan bagian dari siklus program kerja kepengawasan. Pemantauam
ini diarahkan pada kegiatan sekolah, termasuk proses belajar-mengajar di dalamnya, serta sumber daya
pendidikan, yang meliputi sarana belajar, prasarana pendidikan, pembiayaan, dan lingkungan sekolah.
Hal ini meliputi, baik aspek manajerial maupun aspek akademik.

Secara sistematis dapat dipaparkan secara kronologis ragam siklus kegiatan yang menjadi
program kepengawasan, baik manajerial, maupun akademik, dalam rangka pelaksanaan tugas pokok,
dan fungsi pengawas sekolah, sebagai berikut;
1. Melaksanakan analisis kebutuhan.
2. Menyusun program kerja.
3. Menilai kinerja kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya (TU, Laboran,
Pustakawan).
4. Membina kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya.
5. Memantau kegiatan sekolah, serta sumber daya pendidikan, yang meliputi sarana
belajar, prasarana pendidikan, biaya, dan lingkungan sekolah.
6. Mengolah dan menganalisis data hasil penilaian, pemantauan, dan pembinaan.
7. Mengevaluasi proses dan hasil pengawasan.
8. Menyusun laporan hasil pengawasan.
9. Menindak-lanjuti hasil pengawasan untuk pengawasan berikutnya.

Kesimpulan

Demikianlah paparan singkat di atas tentang tugas pokok dan kewajiban pengawas sekolah, yang
sekaligus merupakan peran strategisnya untuk meningkatkan mutu pendidikan di negeri tercinta ini.

Pada dasarnya keberhasilan pengawasan sekolah dalam menjalankan tugasnya, bukan saja
ditentukan hanya oleh faktor program kerja yang baik, tetapi juga kinerja pengawas yang bersangkutan,
sudah optimal atau belum, lalu sudahkah pengawas sekolah diberdayakan oleh yang berwenang di
wilayahnya masing-masing. (Penulis bekerja sebagai pengawas sekolah tingkat menengah)

Daftar Pustaka

1. Undang-Undang Nomor 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.


2. Keputusan Menteri Pendaya-gunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor 118/1996, tanggal 30
Oktober 1996 tentang Jabatan Fungsional Pengawas dan Angka Kreditnya.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas
sekolah/Madrasah.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.
7. Peraturan PemerintahRepublik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan
Pengawas satuan Pendidikan.

9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Anda mungkin juga menyukai