Oleh
Abstrak
Pengetahuan tentang supervisi/ kepengawasan memberikan bantuan kepada guru dalam merencanakan dan
melaksanakan peningkatan professional mereka dengan memanfaatkan sumber yang tersedia. Dasar hukum
tentang kepengawasan ( supervisi ) Permendiknas No 12 Tahun 2007 mengamanatkan bahwa kualifikasi dan
kompetensi pengawas sekolah/ madrasah memang mengikat dan terlaksana dengan semestinya. Tujuan
supervisi pendidikan ialah memberikan layanan atau bantuan untuk meningkan kualitas mengajar guru di
dalam kelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan saja memperbaiki
kemampuan mengajar tapi juga untuk pengembangan potensi kualitas guru. Memperbaiki proses
pembelajaran harus dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Hal ini peran dari supervisor
( pengawas dan kepala sekolah ) sangat diharapkan karena dia merupakan orang yang harus memikirkan
kemajuan pendidikan di tingkat sekolah/ madrasah.
A. Pendahuluan
Dalam dunia pendidikan tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah, orang
tua, serta masyarakat. Karena pendidikan kalau tidak ditangani atau tidak ada yang
bertanggung jawab maka dikhawatirkan kedepan pedidikan kita akan semakin tidak
jelas. Oleh karena itu perlu perhatian yang sangat serius dari pemerintah , orang tua dan
masyarakat. Disisi lain kemajuan sebuah pendidikan ( sekolah/ madrasah ) diperlukan
sebuah tata kelola ( manajemen ) yang bagus, karena ketika sebuah lembaga
pendidikan dapat dipimpin oleh orang yang memang ahlinya ( kepala sekolah/
madrasah ) maka akan tercipta sebuah pendidikan yang berkualitas. Sekolah/ madrasah
yang baik harus dipimpin oleh kepala sekolah/ madrasah pilihan sesuai dengan latar
belakang pendidikan yang lebih tinggi, maksudnya strata 1 atau strata 2 kependidikan,
bukan sebaliknya. Kalau sebaliknya maka dipastikan pendidikan kita akan semakin
tidak jelas, karena dipimpin oleh bukan ahlinya.
Kalau kita analisa bersama kenyataannya dilapangan masih perlu dibenahi dalam
hal supervisi pendidikan yang dilakukan oleh para pengawas. Cukup banyak para
pengawas kita dalam menjalankan tugasnya belum maksimal memberikan pelayanan
dan bimbingan kepada guru disekolah, dikarenakan keahlian dan keterampilan
pengawas tersebut masih pas-pasan, hal inilah yang sering dikeluhkan oleh para dewan
guru. Idealnya seorang pengawas harus lebih pintar dan mampu dari dalam hal
pembinaan, bimbingan, pemberdayaan.
Namun kenyataannya masih ada pengawas yang belum begitu terampil, meskipun ada
juga yang sudah terampil hal ini masih belum memadai.
B. Pengertian Supervisi
Inspeksi berasal dari istilah bahasa Belanda inspectie. Di dalam bahasa Inggeris
dikenal inspection. Kedua kata tersebut berarti pengawasan, yang terbatas kepada
pengertian mengawasi apakah ( dalam hal ini guru ) menjalankan apa yang telah
diinstruksikan oleh atasannya, dan bukan berusaha membantu guru itu ( Ngalim
purwanto, 1990 ). Disisi lain kita melihat model supervisi masa yang lewat memang
sifatnya inspeksi, dan seringkali kedatangan mereka kesekolah lebih banyak dirasakan
oleh para guru sebagai kedatangan seorang petugas yang ingin mencari kesalahan.
Dengan kesan seperti itu, apabila ada seorang inspektur datang, kepala sekolah/
madrasah maupun guru cenderung merasa takut karena merasa akan dicari
kesalahnnya. Hal inilah sehingga model inspeksi tidak bisa dipakai lagi untuk keadaan
sekarang. Sekarang menerapkan sistem upaya bantuan ditujukan kepada kepala
sekolah/ guru dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran
disekolah.
Lebih jauh pada konsep lainnya dikatakan bahwa kegiatan penilaian yang juga
disebut evaluasi, merupakan suatu proses membandingkan keadaan kuantitatif atau
kualitatif suatu objek dengan kriteria tertentu yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Evaluasi dimaksudkan untuk melihat apakah dengan sumber yang tersedia, sesuatu
kegiatan telah mengikuti proses yang ditetapkan serta mencapai hasil yang diinginkan.
Penilaian dengan membandingkan antara apa yang dicapai dengan apa yang ditargetkan
disebut penilaian tentang keefektifan, sedangkan penilaian dengan membandingkan
dengan antara apa yang dicapai dengan berapa banyak sumber yang dikorbankan untuk
itu disebut dengan penilaian tentang efeisiensi.
Sergiovanni dan Starrat ( 1980 ) berpendapat bahwa tugas utama supervisi adalah
perbaikan situasi pembelajaran disekolah/ madrasah.
Melihat gambar tersebut, pengertian supervisi tidak dapat diartikan secara sempit
sebagai proses untuk mengawasi dan usaha memperbaiki pengajaran ( pembelajaran ) yang
terbatas di dalam ruangan kelas, tetapi lebih luas dari itu. Proses pengajaran selalu terkait dengan
semua kegiatan pendidikan di sekolah/ madrasah. Kegiatan supervisi bertujuan untuk
memperbaiki proses dan hasil pembelajaran. Kegiatan utamanya adalah membantu guru, tetapi
dalam konteksnya yang luas menyangkut komponen sekolah yang lain karena guru juga terkait
dengan komponen tata usaha, sarana, lingkungan sekolah, dan lain-lain. Kita melihat dilapangan
yang terjadi sekarang ini bahwa sasaran supervisi masih belum berjalan secara maksimal, hal ini
tentu masih perlu adanya perbaikan dan pembenahan yang signifikan terhadap manajemen
supervisi.
C. Dasar Hukum dan Kompetensi Pengawas Sekolah/ Madrasah
1. Kualifikasi
D.Kompetensi
Berdasarkan pengalaman dan analisa penulis ketika masih menjabat sebagai kepala
madrasah juga mengikuti seminar dan lokakarya tentang pendidikan dan
pengawasan diantaranya sebagai berikut :
2. Banyak juga keluhan dari para guru di semua jenjang pendidikan yang
mengatakan bahwa masih banyak pengawas sekolah/ madrasah kita yang perlu
ditingkatkan profesionalnya untuk melakukan pembimbingan dan
pengembangan kepada kepala sekolah/ madrasah, guru juga tenaga
kependidikan lainnya.
3. Apapun alasannya pengawas harus lebih pandai dari yang di bimbingnya, hal
ini akan dapat berpengaruh pada peningkatan mutu pendidikan dan dapat
menjaga imej yang baik dimata guru-guru dan kepala sekolah/ madrasah.
Kita melihat lagi pada kurikulum 2006 KTSP yang mulai bernuansa
pemberdayaan semua lini yakni kurikulum KTSP menghendaki adanya sinergitas
pihak manajemen sekolah ( kepala sekolah/ madrasah ), guru, tata usaha, laboran,
pustakawan, siswa itu sendiri artinya hadirnya KTSP membawa perubahan
pemberdayaan yang sangat signifikan yang dalam hal ini para pihak sekolah/
madrasah merasa dihargai ide-ide cerdasnya serta KTSP ini dinyatakan kurikulum
standar minimal artinya kita pihak sekolah dan guru dipersilahkan mengembangkan
kurikulum tersebut sesuai dengan kondisi riil dilapangan. Analisa dan pengamatan
penulis kehadiran KTSP nampaknya sudah menjawab tantangan yang mana dulu
guru mengajarkan ilmu kepada murid selalu menurut apa yang tertera dalam
kurikulum, tetapi sekarang dengan adanya KTSP guru boleh menganalisa materi
pembelajaran untuk disesuaikan dengan peserta didik juga dengan khas daerah
yang bersangkutan, selama tidak menyimpang dari roh tujuan pembelajaran
dimaksud.
Oleh karena itu betapa pentingnya supervisi yang diberikan kepada guru-
guru dalam tugas mengajar dan mendidik sampai saat ini masih bersifat umum (
general supervision). Yang dibicarakan menyangkut masalah kegiatan belajar
mengajar yang bersifat umum. Usaha meningkatkan kemampuan guru dalam proses
belajar mengajar, perlu pemahaman ulang. Mengajar tidak sekadar
mengkomunikasikan pengetahuan agar diketahui subjek didik, tetapi mengajar
harus diartikan menolong si pelajar agar mampu memahami konsep- konsep dan
dapat menerapkan konsep yang dipahami. Selain itu mengajar harus dipersiapkan
dengan baik. Guru perlu menyediakan waktu untuk mengadakan persiapan yang
matang termasuk persiapan batin. Guru-guru dimotivasi agar selalu berusaha untuk
merancangkan apa yang akan disajikan. Mempersiapkan diri agar tampil dalam
mengajar dan menilai dengan tepat serta bertanggung jawab atas tugas
mengajarnya. Bantuan yang diberikan dalam hal sebagai berikut :
Menurut buku Supervision for to days school, oleh Peter F.Oliva ( 1984 : 84-
87 ) mengemukakan beberapa model rancangan belajar mengajar antara lain :
c. Cukup banyak para guru yang belum diberikan kesempatan untuk mengikuti
Pendidikan dan Pelatihan dilingkungan tempat mereka bekerja. Kemudian masih
ada diantara mereka belum termotivasi untuk peran serta dalam kegiatan
workshop, KKG,MGMP, seminar. Hal ini dikarenakan berbagai macam alasan
dan sebagainya.
Oleh karena itu mari kita bersama- sama untuk memberikan motivasi
kepada guru-guru kita kedepan agar selalu memperkaya diri dengan keilmuan serta
mampu meningkatkan kinerjanya dengan baik demi terlaksanya SDM yang
berkualitas sehingga akan melahirkan siswa/ siswi yang berkualitas juga.
I. Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diungkapkan pada halaman diatas
dapat disimpulkan bahwa peran pengawas besar sekali dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan dan dilaksanakan secara bertahap dan terencana
serta didukung oleh tenaga pengawas sekolah/ madrasah yang professional dengan
baik. bertanggung jawab atas keberhasilan sebuah pendidikan dan pengajaran
disekolah/ madrasah. Unsur manajemen sekolah harus berperan secara maksimal
yakni peran kepala sekolah/ madrasah, guru, serta tenaga kependidikan lainnya.
Kenapa demikian karena jika unsur manajemen sekolah/ madrasah tidak berdaya
bahkan tidak bergerak maju dengan semestinya sehingga sulit sekolah/ madrasah
untuk maju kedepan.
Mari kita harus optimis bahwa dengan pengawas yang professional serta
ditunjang dengan manajemen sekolah/ madrasah yang baik maka akan muncul
kepermukaan mutu pendidikan ( sekolah/ madrasah ) yang kita harapkan
bersama.
Daftar Pustaka
Abdul Hamid. 2008.----- ( Makalah ) . Peningkatan Kompetensi Guru . Balai Diklat Keagamaan
Banjarmasin.
Depdikbud RI. 1998. Kurikulum Sekolah 1999 Suplemen dan Pedoman Administrasi dan
Djamarah, Syaiful. 2002. Peningkatan Profesional Guru. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas
28 Maret 2007
Soetjipto, Kosasi Raflis. 1994. Profesi Keguruan. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Undang- Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Kementerian Pendidikan Nasional,
Tahun 2007.
Sahertian.Piet. 2008. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Manusia. Penerbit Rineka
Cipta.
Jakarta.
Herabuddin. 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Penerbit CV. Pustaka Setia Bandung.
Sutaryat. 2005. Peningkatan Mutu Sekolah dan Supervisi Pendidikan. Penerbit Genesindo
Bandung.
(UNINUS )
B. PERMASALAHAN
1. Bagaimana strategi pelaksanaan supervisi pendidikan pada lembaga pendidikan formal ?
2. Apa saja pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan supervisi pendidikan?
C. KAJIAN PUSTAKA
Istilah supervisi baru muncul kurang lebih tiga dasawarsa terakhir ini (Suharsimi Arikunto,
2004). Kegiatan serupa yang dahulu banyak dilakukan adalah Inspeksi, pemeriksaan,
pengawasan atau penilikan. Dalam konteks sekolah sebagai sebuah organisasi pendidikan,
supervisi merupaka bagian dari proses administrasi dan manajemen. Kegiaan supervisi
melengkapi fungsi-fungsi administrasi yang ada di sekolah sebagai fungsi terakhir, yaitu
penilaian terhadap semua kegiatan dalam mencapai tujuan. Dengan supervisi, akan memberikan
inspirasi untuk bersama-sama menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan dengan jumlah lebih banyak,
waktu lebih cepat, cara lebih mudah, dan hasil yang lebih baik daripada jika dikerjakan sendiri.
Supervisi mempunyai peran mengoptimalkan tanggung jawab dari semua program. Supervisi
bersangkut paut dengan semua upaya penelitian yang tertuju pada semua aspek yang merupakan
factor penentu keberhasilan. Dengan mengetahui kondisi aspek-aspek tersebut secara rinci dan
akurat, dapat diketahui dengan tepat pula apa yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas
organisasi yang bersangkutan.
Good Carter memberi pengertian supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam
memimpin guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk
menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi
tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, dan metode mengajar dan evaluasi
pengajaran.
Boardman et. Menyebutkan Supervisi adalah salah satu usaha menstimulir, mengkoordinir dan
membimbing secarr kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun
secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi
pengajaran dengan demikian mereka dapat menstmulir dan membimbing pertumbuan tiap-tiap
murid secara kontinyu, serta mampu dan lebih cakap berpartsipasi dlm masyarakat demokrasi
modern.
Wilem Mantja (2007) mengatakan bahwa, supervisi diartikan sebagai kegiatan supervisor
(jabatan resmi) yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar mengajar (PBM). Ada dua tujuan
(tujuan ganda) yang harus diwujudkan oleh supervisi, yaitu; perbaikan (guru murid) dan
peningkatan mutu pendidikan. Menurut Kimball Wiles (1967)Konsep supervisi modern
dirumuskan sebagai berikut : Supervision is assistance in the development of a better teaching
learning situation. Ross L (1980), mendefinisikan bahwa supervisi adalah pelayanan kapada
guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum.
Menurut Purwanto (1987), supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk
membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif.
Dari uraian definisi supervisi diatas, maka dapat dipahami para pakar menguraikan defenisi
supervisi dari tinjauan yg berbeda-beda.God Carter melihatnya sebagai usaha memimpin guru-
guru dalam jabatan mengajar, Boardman. Melihat supervisi sebagai lebih sanggup berpartisipasi
dlm masyarakat modern. Willem Mantja memandang supervisi sebagai kegiatan untuk perbaikan
(guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan. Kimball Wiles beranggapan bahwa faktor
manusia yg memiliki kecakapan (skill) sangat penting untuk menciptakan suasana belajar
mengajar yg lebih baik. Ross L memandang supervise sebagai pelayanan kapada guru-guru yang
bertujuan menghasilkan perbaikan. Sedangkan Purwanto (1987) memandangkan sebagai
pembinaan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara
efektif.
Secara umum strategi mengandung pergerakan suatu garis-garis besar haluan atau cara untuk
bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan
pengertian supervisi pendidikan yang telah dibahas sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
strategi supervisi pendidikan adalah cara-cara atau metode khusus untuk memberikan bantuan
kepada guru dalam memperbaiki situasi belajar mengajar.
Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai
dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf denganya; termasuk ke
dalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan
latihan profesional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus. Selain pendidikan
formal di Indonesia juga dikenal dengan adanya pendidikan non formal dan informal.
Pendidikan non formal ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar sistem
persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari
kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu didalam
mencapai tujuan belajarnya. Sedangkan Pendidikan informal adalah proses yang berlagsung
sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, ketrampilan dan pengetahuan
yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk didalamnya
adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetanga, lingkungan pekerjaan, dan
permainan, pasar, perpustakaan, dan media masa.
D. PEMBAHASAN
1. Strategi Pelaksanaan Supervisi Pendidikan pada Lembaga Pendidikan Formal
Secara umum strategi mengandung pergerakan suatu garis-garis besar haluan atau cara untuk
bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah di tentukan sebelumnya.Berdasarkan
pengertian supervisi pendidikan yang telah dibahas sebelumnya,dapat disimpulkan bahwa
strategi supervisi pendidikan adalah cara-cara atau metode khusus untuk memberikan bantuan
kpda guru dlam memperbaiki situasi belajar mengajar.
Adapun strategi dasar yang dapat dilakukan supervisor dalam supervisi pendidikan meliputi hal-
hal berikut:
1) Meneliti dan mengamati pelaksanaan tugas kepsek atau guru
2) Menentukan apakah pelaksanaan tugas suatu sekolah baik atau buru
3) Memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang sesuai dg harapan supervisor
4) Memberikan bantuan kpd kepsek atau guru utk mengadakan perbaikan pelaksanaan
tugasnya
5) Mengadakan kerja sama dengan kepala sekolah dan guru untuk menciptakan situasi belajar
mengajar yang lebih baik.
Teknik supervisi merupakan cara-cara yang ditempuh dalam mencapai tujuan tertentu, baik yang
berhubungan dengan penyelesaian masalah guru- guru dalam mengajar, masalah kepala sekolah
dalam mengembangkan kelembagaan serta masalah-masalah lain yang berhubungan serta
berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan
Teknik supervisi menurut Sahetian (2000) ada 2 macam yatu: 1. Supervisi yang bersifat
individual, 2. Supervisi yang bersifat kelompok. Pembagian supervisi ini didasarkan pada aspek
pelaksanaannya yaitu secara sendiri, dan secara kelompok.
Teknik supervisi individual meliputi : supervisi kunjungan kelas dan supervisi obeservasi kelas.
1. Kunjungan kelas
Yang dimaksud kunjungan kelas yaitu Kepala sekolah atau supervisor datang ke kelas untuk
melihat cara guru mengajar di kelas. Dengan ini supervisi dapat melihat keadaan yang
sebnarnya, tanpa dibuat-buat. Hal seperti ini dapat membiasakan guru agar selalu
mempersiapkan diri sebaik-baiknya.
2. Observasi kelas
Observasi kelas Melalui perkunjungan kelas, supervisor dapat mengobservasi situasi belajar-
mengajar yang sebenarnya. Ada dua macam observasi kelas.
Observasi Observasi langsung (direct observation)
Dengan menggunakan alat observasi, supervisor mencatat absen yang dilihat pada saat guru
Sedang mengajar.
Observasi Tidak Langsung Orang yang diobservasi dibatasi oleh ruang kaca di mana murid-
murid tidak mengetahui (biasanya dilakukan dalam laboratorium untuk pengajaran mikro).
Sedangkan supervisi secara kelompok meliputi :
1. Mengadakan pertemuan atau rapat (meeting)
Fungsi komunikasi manajemen sekolah dapa terlaksana dengan baik apabila masing-masing
sekolah mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapat, dan segala informasi yang
ada dapat segera dengan cepat menyebar. Seorang kepala sekolah yang memenuhi fungsinya
dengan baik, yaitu fungsi pengarahan (directing), pengkoordinasian(coordinating), dan
pengkomunikasian (communicating), apabila dia tidak segan-segan menyelenggarakan
pertemuan bersama dalam rapat dengan guru dan staf TU secara rutin.
Dalam pelaksanaan rapat, masalah waktu, dan tempat mempunyai pengaruh besar terhadap
sukses atau tidaknya pertemuan tersebut. Kepala sekolah atau supervisor sebagai penginisiatif
rapat harus memperhitungkan berbagai segi didalam penetapan waktu dan tempat sehingga guru-
guru dapat hair tanpa banyak merugikan penyelenggaraan pendidikan pengajaran umumnya, atau
kepentingan pribadi guru yang bersangkutan, dan seupaya rapat membawa hasil yang
diharapkan.
2. Mengadakan diskusi kelompok (group discussion )
Diskusi adalah pertukaran pendapat tentang sesuatu masalah untuk dipecahkan bersama. Diskusi
merupkan cara utuk mengembangkan ketrampilan anggota-anggotanya dalam mengatasi
kesulitan-kesulitan dengan jalan bertukar pikiran.
Diskusi kelompok dilakukan sebagai metode untuk mengumpulkan data, namun juga dapat
digunakan untuk mmpertemukan pendapat antar staf pimpinan saja. Diskusi kelompok dapat
diselenggarakan dengan mengundang atau mengumpulkan guru-guru bidang studi sesuaidengan
keperluannya.
c. Neoscientific management
Pendekatan ini lebih condong pada perhatian management ilmiah (pendekatan pertama) terhadap
kontrol, pertangung jawaban, & efisiensi. Kata-kata semboyan gerakan pendekatan baru ini
adalah kompetensi guru, sasaran-sasaran kegiatan dan analisa cost benefit. Dimensi tugas,
perhatian terhadap jabatan, dan sasaran yang telah ditetapkan lebih ditekankan pada pendekatan
ini, meskipun sering mengorbankan dimensi manusia. Pengawasan yang rasional, non pribadi
dan teknis diterapkan sebagai pengganti sistem yang dijalankan pada pendekatan pertama.
Asumsi dasarnya : apabila standar-standar kegiatan, sasaran-sasaran dan kompetensi tertentu
dapat diidentifikasi, maka pekerjaan para guru akan dapat dikontrol dengan berpedoman pada
standar-standar tersebut untuk meyakinkan bahwa proses pengajaran yang dilaksanakan telah
berjalan dengan baik.
d. Human resource
Pendekatan ini hampir sama dengan pendekatan human relation, yaitu sama-sama
memperhatikan kepuasan pribadi guru dalam proses supervisi. Hanya saja cara memandangnya
yang berbeda secara kritis. Pendekatan human relation memandang kepuasan sebagai alat
untuk menciptakan suatu kegiatan sekolah yang lancar dan efektif. Supervisor boleh jadi
melibatkan guru dalam proses pengambilan keputusan,karena hal itu dianggap akan
meningkatkan kepuasan guru. Guru-guru yang memperoleh kepuasan diduga secara otomatis
akan mudah diajak bekerja sama, dipimpin dan karenanya efektivitas akan meningkat.
Rasionalnya adalah guru-guru ingin merasa penting dan terlibat. Perasaan ini akhirnya akan
melahirkan sikap baik guru terhadap sekolah, sehingga mereka mudah diatur.
Sedangkan human resource memandang kepuasan sebagai tujuan yang diinginkan ke arah mana
guru-guru akan bekerja. Kepuasan akan diperoleh setelah segala aktifitas telah dikerjakan dengan
berhasil. Dan keberhasilan dalam menyelesaikan pekerjaan ini merupakn komponen kunci
daripada efektifitas sekolah. Supervisor melibatkan guru-guru dalam proses pengambilan
keputusan didasarkan pada potensi yang mereka miliki dianggap mampu meningkatkan efektifias
sekolah. Suatu keputusan yang baik dan komitmen guru yang tinggi terhadap keputusan yang
diambil itu akan menjamin meningkatnya efektivitas kegiatan sekolah. Keberhasilan inilah yang
nantinya akan meningkatkan kepuasan pada guru.
E. REKOMENDASI
Secara sederhana supervisi ialah pengawasan yang dilakukan untuk mencari kelemahan atau
kekurangan yang ada kemudian diberikan solusi pemecahan atas kekurangan dan kelemahan
yang ada. Supervisi pendidikan ini penting adanya terutama bagi peningkatan kualitas dan
perbaikan terhadap berlangsungnya pendidikan.
Di dalam melakukan supervisi, seorang supervisor harus menguasai strategi, teknik dan
pendekatan-pendekatan yang dibutuhkan agar kegiatan supervisi tersebut berjalan dengan baik
dan tepat. Tanpa menguasai strategi-strategi seorang supervisor akan kesulitan dalam melakukan
kegiatan pengawasan atau supervisi. Jika sudah demikian, maka supervisi tidak akan mampu
menyelesaikan permasalahan, kekurangan dan kelemahan pada suatu lembaga pendidikan formal
utamanya.
Di lembaga pendidikan formal yang sejatinya mempunyai sistem yang lebih rapi, mempunyai
kurikulum, standar-standar tertentu dan lain sebagainya pastilah seorang supervisor dalam
melakukan supervisi wajib menggunakan strategi, teknik dan pendekatan-pendekatan tertentu
agar lembaga pendidikan formal tersebut dapat memiliki kualitas atau mutu yang tinggi dan
sesuai dengan 8 standar pendidikan yang telah dijelaskan pada pertemuan sebelimnya. Jadi
intinya supervisor harus menguasai strategi dalam melakukan supervisi, terutama pada lembaga
pendidikan formal.
F. SIMPULAN
1. Adapun strategi dasar yang dapat dilakukan supervisor dalam supervisi pendidikan meliputi
hal-hal berikut:
Meneliti dan mengamati pelaksanaan tugas kepsek atau guru
Menentukan apakah pelaksanaan tugas suatu sekolah baik atau buru
Memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang sesuai dg harapan supervisor
Memberikan bantuan kpd kepsek atau guru utk mengadakan perbaikan pelaksanaan
tugasnya
Mengadakan kerja sama dengan kepala sekolah dan guru untuk menciptakan situasi belajar
mengajar yang lebih baik.
Teknik supervisi individual meliputi : supervisi kunjungan kelas dan supervisi obeservasi kelas.
Sedangkan supervisi secara kelompok meliputi: Mengadakan pertemuan atau rapat (meeting) dan
Mengadakan diskusi kelompok (group discussion ).
2. Dalam menjalankan tugasnya sebagai supervisor, antara supervisor yang satu dengan yang
lainnya mungkin saja menggunakan metode pendekatan yang berbeda. Thomas JJ Serjiovanni
mengatakan bahwa pelaksanaan supervisi di sekolah sekarang didasarkan pada satu atau
merupakan kombinasi dari 3 teori kepengawasan pada umumnya, yakni: Tradisional scientific
management,human relasion,& neo scientific management.
G. DAFTAR PUSTAKA
Kisbiyanto, 2008, Supervisi Pendidikan, Kudus: Stain Kudus
Luk-luk Nur Mufidah, 2009, Supervisi Pendidikan, Yogyakarta: Teras
Piet A. Sahertian, 2008, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, Jakarta: Rieneka Cipta
http://maswanispdyahoocoid.blogspot.com/2007/05/pentingnya-supervisi-pendidikan.html
http://andinurdiansah.blogspot.com/2011/03/strategi-supervisi-pendidikan.html
http://www.infodiknas.com/fkip-unisma-pendidikan-formal-pendidikan-non-formal-dan-
pendidikan-informal/
PERAN PENGAWAS DALAM PENERAPAN MANAJEMEN MUTU
TERPADU DI SEKOLAH
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Upaya membangun mutu pendidikan terus dilakukan. Baik oleh pemerintah maupun pihak sekolah
sebagai penyelenggara pendidikan. Dalam usaha memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap
mutu pendidikan. Sekaligus sebagai respon terhadap perubahan kehidupan yang sangat cepat di era
globalisasi. Dengan harapan mutu lulusan pendidikan dapat bersaing dalam pemenuhan kebutuhan kerja,
dan memberikan kesejahteraan bagi keluarga dan masyarakatnya.
Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam upaya membangun mutu pendidikan adalah
penerapan manajemen mutu terpadu di sekolah. Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai organisasi yang
memberikan layanan jasa pendidikan kepada siswa dan masyarakat. Sehingga manajemen mutu terpadu
dapat dikatakan sebagai proses pengelolaan sekolah yang berfokus kepada pemenuhan kebutuhan dan
kepuasan siswa dan masyarakat.
Upaya pembaharuan yang dilakukan pemerintah tidak akan membuahkan hasil jika tidak ada upaya
yang sama dari pihak sekolah. Penyelenggaran manajemen mutu terpadu di sekolah membutuhkan
kerjasama kepala sekolah, guru dan karyawan sebagai pelaksana utama. Komitmen masyarakat sekolah
ini penting agar selalu dapat bersama-sama merencanakan dan melaksanakan kegiatan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, serta melakukan perbaikan terus menerus dalam mencapai pendidikan yang
bermutu.
Namun fungsi manajemen tidak hanya berhenti pada tahap pelaksanaan, tetapi masih ada tahap
pengontrolan/pengawasan. Pengontrolan/pengawasan berada pada tahap akhir fungsi manajemen, yang
diperlukan agar fungsi-fungsi manajemen yang lain dapat berjalan sesuai dengan tugasnya.
Pada pendidikan formal fungsi pengotrolan/pengawasan ditugaskan pada jabatan pengawas
sekolah. Pengawas sekolah adalah tenaga kependidikan yang diangkat untuk menunjang penyelenggaraan
pendidikan dalam meningkatkan kualitasnya. Sebagai penunjang penyelenggaraan pendidikan tentunya
pengawas memiliki peran dan kontribusi yang penting. Termasuk juga dalam pelaksanaan manajemen
mutu terpadu. Peran apa saja yang harus dilakukan pengawas dalam penerapan manajemen mutu terpadu,
sehingga manajemen mutu terpadu dapat terlaksana sesuai dengan harapan?
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana profil pengawas sekolah?
2. Bagaimana konsep manajemen mutu terpadu?
3. Bagaimana peran pengawas dalam penerapan manajemen mutu terpadu di sekolah?
1.3. Tujuan
1. Membahas profil pengawas sekolah.
2. Membahas konsep manajemen mutu terpadu.
3. Memaparkan peran pengawas dalam penerapan manajemen mutu terpadu di sekolah.
II. PEMBAHASAN
Dengan menggunakan paradigma tersebut dihasilkan enam dimensi kompetensi pengawas sekolah
berdasarkan Permendiknas No. 12 tahun 2007, yakni:
1. Kompetensi Kepribadian, berkaitan dengan pengenalan diri dan kreativitas.
2. Kompetensi Supervisi Manajerial, berkaitan dengan bimbingan dan konseling, penyusunan program
pengawasan sekolah, administrasi dan pengelolaan sekolah, bimbingan dan konseling di sekolah, metode
dan teknik supervisi, instrumen kepengawasan, monitoring pelaksanaan standar nasional pendidikan dan
akreditasi sekolah.
3. Kompetensi Supervisi Akademik, berkaitan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan, pengembangan
mata pelajaran dalam ktsp, pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran dalam ktsp,
proses pembelajaran di kelas, laboratorium, dan di lapangan, strategi pembelajaran dan pemilihannya,
strategi pembelajaran mipa, strategi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan ilmu pengetahuan
sosial, media pembelajaran dan sumber belajar, teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran.
4. Kompetensi Evaluasi Pendidikan, berkaitan dengan penilaian hasil belajar, penilaian kinerja kepala
sekolah, kriteria dan indikator keberhasilan pembelajaran , penilaian kinerja guru, monitoring dan
evaluasi pelaksanaan pembelajaran, pengolahan dan teknik analisis data hasil penilaian.
5. Kompetensi Penelitian dan Pengembangan, berkaitan dengan pendekatan, jenis, dan metode penelitian
pendidikan, penulisan modul, penelitian tindakan kelas, identifikasi masalah kepengawasan, penyusunan
proposal penelitian, proses penelitian, pengolahan dan analisis data penelitian, penulisan karya ilmiah.
6. Kompetensi Sosial, berkaitan dengan kemampuan dalam menumbuhkan semangat kerja sama (Anonim,
2012).
III. Penutup
3.1. Kesimpulan
Pengawas sekolah berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang pengawasan
akademik dan manajerial pada satuan pendidikan. Sekaligus berperan sebagai penjamin mutu pendidikan
di sekolah yang dibinanya.
Manajemen mutu terpadu adalah cara mengelola lembaga pendidikan dengan perbaikan yang
dilakukan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan,
keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Dalam penerapan manajemen mutu terpadu peran pengawas dapat diimplikasikan berdasarkan
delapan kompetensi pengawas dari pemikiran Wiles & Bondi yaitu sebagai pengembang siswa,
pengembang kurikulum, spesialis pembelajaran, pekerja hubungan manusiawi, pengembang staf,
pengembang administrator, manajer perubahan, dan evaluator.
3.2. Saran
Tugas dan tanggung jawab pengawas adalah sebagai penjamin mutu penyelenggaraan
pendidikan. Oleh sebab itu sudah seyogyanya jika pengembangan kompetensi pengawas harus terus
dilakukan. Dalam penerapan manajemen mutu terpadu maka kompetensi pengawas dapat dikembangkan
berdasarkan delapan kompetensi pengawas dari pemikiran Wiles & Bondi. Terutama di daerah-daerah
yang jauh dari pusat pemerintahan. Dengan harapan, pengawas yang memiliki kompetensi tinggi akan
berimbas pada peningkatan mutu sekolah binaannya, utamanya dalam penerapan manajemen mutu
terpadu.
Daftar Pustaka
Anonim. 2012. Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pengawas Sekolah. (online, http://bima-
lanang.blogspot.com/2012/08/standar-kualifikasi-dan-kompetensi.html, diakses tanggal 04 Mei 2013).
Edward Sallis. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Total Quality Management in Education:
Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta: Irchisod.
Fariadi, Ruslan. 2010. Total Quality Management (TQM) dan Implementasinya Dalam Dunia Pendidikan.
(online, http://aa-den.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html, diakses tanggal 04
Mei 2013).
Sudjana, Nana. 2012a. Pengawas dan Kepengawasan: Memahami Tugas Pokok, Fungsi, Peran dan Tanggung
Jawab Sekolah. Bekasi: Binamitra Publishing.
Sudjana, Nana. 2012b. Supervisi Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya bagi Pengawas Sekolah. Bekasi:
Binamitra Publishing.
Tjiptono, F & Diana, A. 1995. Total Quality Management. Yogyakarta: Andi Offset
Usman, Husaini. 2011. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Wiles, J & Bondi, J (2003). Supervision A Guide to Practice. Second-Edition. London: Charles E. Merrill
Publishing Company A Bell & Hawwel Company.
Yunus, Falah. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan. (online,
http://www.geocities.ws/guruvalah/Manaj_Pening_Mutu_Pend.html, diakses tanggal 04 Mei 2013).
V
Kurikulum 2013 Konsepsi, Implementasi dan Peran Kepala Sekolah
Sunday, 23 March 2014 (19:55) | 5,445 views | 0 komentar | Print this Article
Dr. Uhar
A. Pendahuluan
Kurikulum dalam bidang pendidikan dan pembelajaran menduduki posisi strategis dalam
menentukan arah dan ketercapaian tujuan pendidikan, kurikulum menentukan ragam kompetensi
yang ingin dicapaidari suatu proses pendidikan/ pembelajaran meskipun bukan satu-satunya
penentu mengingan banyak supporting condition yang perlu diperhatikan.
Kurikulum dalam interaksinya dengan perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuin selalu bersifat
dinamis, kurikulum tidak hanya sebagai bagian yang menentukan perwujudan masyarakat masa depan
sebagaimana dicita citakan bangsa, tapi juga herus selalu mengikuti tuntutan perubahan, sehingga
perubahan dan atau perbaikan kurikulum merupakan sunnah social yang tidak bisa dihindari. Untuk itu
lahirnya Kurikulum 2013 merupakan konsekwensi logis meskipun banyak hal yang perlu dikritisi dan
dipertimbangkan terutama dalam implementasinya di lapangan.
Lahirnya Kurikulum 2013 tidak terlepas dari kenyataan bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih
relative rendah disbanding beberapa negara lain yang menjadi patok mutu (benchmark). Hasil penelitian
yang dilakukan secara internasional menunjukan hal tersebut. PIRLS (Progress in International Reading
Literacy Study) yang mengkaji (2006) tenang kemampuan baca siswa Sekolah Dasar, menunjukan bahwa
Indonesia berada dibawah pada urutan kelima dari bawah, diatas Qatar,Kuwait, Maroko dan Afrika
Utara, ini menunjukan bahwa dilingkungan ASEAN saja Indonesia tertinggal. PISA (Programme for
International Student Assessment) melakukan penelitian secara berkala untuk siswa SMP dan SMA
dalam reading literacy, mathematics literacy, dan scientific literacy, dalam ketiga hal tersebut Indonesia
berada dalam kelompok Bawah, demikian juga penelitian yang dilakukan TIMMS (Trends in International
Matematics and Science Study) menunjukan hal yang sama bahwa siswa Indonesia menduduki posisi
bawah, bahkan secara relatif menunjukan penurunan.
Kondisi ini jelas menimbulkan keprihatinan dan sekaligus dorongan untuk terus berupaya meningkatkan
mutu pendidikan melalui berbagai kebijakan, baik terkait dengan sarana prasarana, Tenaga Pendidikan,
maupun Kurikulum yang belakangan ini menjadi trend pendidikan persekolahan di Indonesia, dan
Kurikulum 2013 pada dasarnya merupakan upaya untuk memperbaiki proses pendidikan/pembelajaran
pada jalur pendidikan formal atau sekolah.namun demikian implementasinya jelas tidak sederhana,
banyak hal yang harus dicermati dan dipersiapkan, yang apabila tidak dilakukan maka kurikulum 2013
hanya akan menjadi teks tanpa dampak signifikan bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia
Interaksi seluruh standar pendidikan dalam konteks organisasi sekolah jelas kompleks, banyak factor-
faktor yang berpengaruh baik factor internal maupun eksternal sperti environmental input, bila
digambarkan akan Nampak sebagai berikut :
Dengan memahami interaksi tersebut, maka penerapan Kurikulum baru termasuk kurikulum 2013
bukanlah hal yang sederhana karena banyaknya factor-faktor efektif yang akan menentukan
keberhasilannya, apalagi kalu kita melihat makna, peran dan fungsi kurikulum dalam pendidikan.
C. Konsepsi Kurikulum
Secara harfiah kurikulum diartikan sebagai jalan yang harus ditempuh, dalam konteks pendidikan
kurikulum sering diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu
tingkat tertentu (sempit); seluruh usaha untuk merangsang peserta didik belajar, baik di dalam kelas,
dilingkungan lembaga pendidikan, maupun di luar lembaga pendidikan (luas), sementara itu makna
Kurikulum menurut Undang-undang No 20 tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dengan demikian terdapat tiga unsur penting dalam suatu konsep kurikulum yaitu mencakup 1). Tujuan;
2). Isi dan bahan pelajaran; dan 3). Pendekatan (Model, strategi, metode, skill)
Kombinasi ketigahal tersebut pada dasarnya tergantung pada pendekatan (McNeil menyebutnya
konsepsi) terhadap kurikulumdalam arti bagaimana kurikulum dibangun, apa dasarnya, apa tujuannya
serta bagaimana manajemen pembelajarannya, McNeil (2006) menyatakan terdapat empat pendekatan
dalam melihat kurikulum yaitu :
Dengan memperhatikan hal tersebut di atas, maka diperlukan pembimbingan yang intensif untuk
memandu agar pengamatan akan fakta tidak melahirkan chaos pengetahuan dan skeptisisme dalam
penalaran, dan guru akan menjadi factor penentu dalam keberhasilan pendekatan ilmuan pada
implementasi kurikulum 2013. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan terus kompetensi guru agar
mampu menjadi ilmuwan dengan sikap ilmiah menjadi hal yang amat mendesak dalam konteks
implementasi kurikulum 2013.
Implikasi dari semua itu, diperlukan upaya pengembangan profesi berkelanjutan agar para Guru
dapat mengembangkan kemamuannya terkait dengan hal-hal berikut : Pertama, kompetensi guru
dalam pemahaman substansi bahan ajar/keilmuan (baca: kompetensi Profesional), yang
mencakup penguasaan bdang ilmu yang diajarkan. Kedua, meningkatkan kemampuan dalam
pengembangan pembelajaran (Kompetensi Pedagigik) melalui metode serta cara yang tepat
dalam mengkonstruksi ilmu, dengan skill yang membawa pada suasana ilmiah dan curiosity
siswa yang dapat meningkat. Dan keberhasilan semua itu perlu dilandasi dengan kepribadian
yang edukatif serta kemampuan social yang terus dikembangkan, sehingga pembentukan jejaring
baik internal maupun eksternal dapat berkembang semakinkuat. Dan semua itu hanya bias terjadi
apabila guru terus bertumbuh menjadi manusia pembelajar karena guru itu adalah Learning
Prefesion,dan untuk itu sekolah pembelajar menjadi naungan organisasi yang kondusif bagi
terwujudnya hal tersebut.
F. Peran Kepala Sekolah dalam Implementasi Kurikulum 2013
Dalam konteks kepemimpinan Kepala Sekolah, nampaknya arah dari pengembangan SDM Kepala sekolah
berorientasi pada Manajemen Kinerja berbasis Kompetensi, dimana berbagai aktualisasi Kinerja yang
harus diperankan oleh Kepala Sekolah mesti dipertahankan dan ditingkatkan melalui upaya peningkatan
Kompetensi baik secara individu maupun organisasi. Hal ini tercermin dari Permen 13 tahun 2007,
tentang Standar Kepala Sekolah yang di dalamnya memuat berbagai Kompetensi yang yharus dimiliki
oleh Kepala Sekolah dalam menjalankan Perannya sebagai Manajer dan Pemimpin Pendidikan pada
suatu Satuan Pendidikan. Adapun Kompetensi-Kompetensi tersebut mencakup :
a. Kompetensi Kepribadian
1. Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan
akhlak mulia bagi komunitas di sekolah/madrasah.
3. Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.
5. Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi
pembelajaran peserta didik.
6. Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara
optimal.
9. Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan
pengembangan kapasitas peserta didik.
10. Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan
tujuan pendidikan nasional.
11. Mengelola keuangan sekolah/madrasah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel,
transparan, dan efisien.
13. Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran
dan kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah.
14. Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan
pengambilan keputusan.
3. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
sebagai pemimpin sekolah/madrasah.
4. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang
dihadapi sekolah/madrasah. 3.5 Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan
produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai sumber belajar peserta didik.
d. kompetensi Supervisi
1. Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme
guru.
e. Kompetensi Sosial
1. Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah
Melihat kompetensi-kompetensi sebagaimana dikemukakan di atas, terdapat dua unsur yang penting
untuk dicermati, yaitu unsur yang melekat dalam karakteristik individu dalam konteks kehidupan sosial
yang menuntut internalisasi dan sosialisasi, serta unsur yang berkaitan dengan kemampuan yang
menuntut pada pendidikan dan latihan. Namun meskipun demikian keduanya sangat berkaitan dimana
yang satu perlu jadi fondasi kepemimpinan dan yang lainnya merupakan pengembangan dalam
kepemimpinan
Model Kepemimpinan Kepala Sekolah sebagaimana terlihat dalam gambar 4 di atas dimaksudkan untuk
memberi tekanan pada kompetensi supervisi kepala sekolah dalam menjalankan peran dan tugasnya
sebagai supervisor, hal ini tidak lain karena pelaksanaan kurikulum termasuk kurikulum 2013
keberhasilannya amat ditentukan oleh bagaimana kepala sekolah menjalankan kepemimpinan
instruksional dengan supervisi sebagai instrumen utama dalam menjamin terlaksananya proses
pembelajaran dengan kurikulum yang berlaku. Dalam kaitan ini diperlukan kemampuan substantif
tentang kurikulum 2013 dan kemampuan prosedural dalam melaksanakan supervisi. Kemampuan
substantif merupakan kemampuan utama untuk menjadikan pelaksanaan kurikulum 2013 sesuai dengan
ideal kurikulum atau paling tidak formal kurikulum, dengan upaya terus menerus untuk makin
mendekatinya. atau paling tidak terus mendekatinya, dan kemampuan prosedural dimaksudkan untuk
menjadikan supervisi sebagai bagian dalam mendorong kurikulum yang dipersepsi makin sinkron dengan
apa yang seharusnya serta menjadikan pengalaman belajar siswa sesuai dengan tujuan dari kurikulum
2013 (experienced curriculum).
Pemahaman yang tuntas akan kurikulum 2013 baik secara ideal maupun formal akan
menentukan bagaimana level kurikulum lainnya bias berjalan, dalam kontek keterlaksanaannya
peran penjelasan dan pengarahan serta penyelarasan menjadi amat penting agar implementasi
kurikulum 2013 dapat berproses sesuai dengan yang diharapkan serta dapat menghasilkan output
dan outcome yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum 2013. Tanpa itu maka
sebenarnya kurikulum 2013 hanya akan menjadi dokumen yang mati, tanpa dilaksanakan oleh
guru sebagai living curriculum serta tanpa disupirvisi secara Factual akurat oleh kepala sekolah
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Rahmat, 2011. Pengantar Sosiologi Kurikulum, Jakarta, Raja Grafindo Persada
McNeil, John D, 2006. Contemporary Curriculum, New York, John Willey & Son
Kategori: Karya Tulis, Makalah | Tags: Kepala Sekolah, kurikulum 2013, Uhar Suharsaputra
Seminar Nasional Pendidikan dan Call Paper FKIP UAD (Thursday, 12 June 2014, 58
views, 0 respon) Latar Belakang Secara filsafat, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan
untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai...
Karakteristik Kepala Sekolah (Saturday, 26 October 2013, 220 views, 0 respon) Oleh :
Slamet P.H. MA,MEd,MLHR, Ph.D. Ketua ISPI Daerah Istimewa Yogyakarta Abstrak: Kepala
sekolah tangguh adalah kepala seko lah yang memiliki: (1)...
Inovasi Pendidikan dan Peran Guru (Sunday, 5 February 2012, 11,463 views, 0 respon)
Oleh: Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd. Pengawas Dikmen Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan,
Pembantu Rektor I Universitas Kuningan (Uniku) dan...
Menjadi Kepala Sekolah Baru (Monday, 15 November 2010, 594 views, 9 respon) Oleh :
Drs. Zulkarnaen Syiri Lokesyawara, M.Eng (Pengurus Agupena Jawa Tengah dan Anggota ISPI).
Akhirnya kesempatan itu datang. Setelah berpuluh...
Tulisan berjudul "Kurikulum 2013 Konsepsi, Implementasi dan Peran Kepala Sekolah" dipublikasikan oleh
Admin ISPI (Sunday, 23 March 2014 (19:55)) pada kategori Karya Tulis, Makalah. Anda bisa mengikuti
respon terhadap tulisan ini melalui feed komentar RSS 2.0. Responses are currently closed, but you can
trackback from your own site.
Implementasi Kurikulum 2013 diberlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 2013-2014
melalui pelaksanaan terbatas khususnya bagi sekolah-sekolah yang sudah siap melaksanakan
kurikulum 2013. Pada tahap pertama yaitu Tahun Ajaran 2013/2014, Kurikulum 2013 akan
dilaksanakan secara terbatas untuk kelas 1 dan IV Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI),
kelas VII Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan kelas X Sekolah
Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA/MAK).
Selanjutnya pada Tahun Ajaran 2015/2016 diharapkan Kurikulum 2013 telah dilaksanakan di
seluruh kelas I sampai dengan kelas XII.
Menjelang implementasi Kurikulum 2013, penyiapan tenaga kependidikan dan guru sebagai
pelaksana kurikulum di lapangan perlu dipersiapkan dengan baik. Sehubungan dengan hal
tersebut, sesuai dengan tugas dan fungsinya, Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia
Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan PMP), telah
menyiapkan strategi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 bagi, kepala sekolah, dan
pengawas dan guru. Pada tahun 2013 pelatihan akan dilakukan bagi pengawas
SD/SMP/SMA/SMK, kepala sekolah SD/SMP/SMA/SMK, dan guru kelas I dan IV SD, guru
kelas VII SMP untuk 9 mata pelajaran, dan guru kelas X SMA/SMK untuk 3 mata pelajaran.
Sebagian pengawas pendamping telah mengikuti pelatihan kurikulum 2013 di Jogyakarta pada
tanggal 8 14 Juli 2013. pengawas mempunyai peran yang strategis untuk mengawal dan
mendampingi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di dalam atau di luar kelas.
Supervisi merupakan salah satu tugas pengawas, dalam mengawal kesuksesan kurikulum 2013
efektivitas supervisi harus ditingkatkan, yaitu supervisi manajerial, supervisi akademik. Supevisi
akademik meliputi supervisi kunjungan kelas dan supervisi klinis.
Beberapa upaya yang dapat mendukung guru adalah meningkatkan proses pembelajaran,
diantaranya:
1. Menggunakan buku petunjuk guru dan buku peserta didik dan bahan pembantu lainnya secara
efektif.
2. Mengembangkan metodologi dan teknik pembelajaran yang bervariasi dan fleksibel sesuai
dengan tujuan.
5. Mengenali karakteristik peserta didik baik fisik, psikis, bakat, minat, maupun kebutuhannya
sebagai bahan pertimbangan proses pembelajaran yang akan dilakukan.
8. Mengoptimalkan informasi dan teknologi untuk meningkatkan inovasi dan kreatifitas layanan
pembelajaran.
ABSTRAK
Tantangan masa depan yang semakin berat, menuntut output pendidikan yang
berkompeten, sehingga diperlukan perubahan dalam konsep belajar. Menurut Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh bahwa ditengah perubahan zaman, sistem
pendidikan di Indonesia juga harus selalu ikut menyesuaikan. Pengembangan kurikulum 2013
diharapkan dapat menjadi jawaban untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia untuk
menghadapi perubahan dunia. Untuk menghasilkan output pendidikan yang baik diperlukan
kesinambungan antara rancangan kurikulum dengan implementasinya. Salah satu sosok yang
penting dalam implementasi kurikulum adalah guru. Guru merupakan aktor utama dalam
pelaksanaan kurikulum, karena gurulah yang secara langsung berhadapan dengan siswa (subjek
kurikulum 2013) dalam proses pembelajaran. Dalam Bahan Uji Publik Kurikulum 2013
disebutkan bahwa kondisi saat ini pendidik dan tenaga kependidikan hanya memenuhi
kompetensi profesi dan hanya berfokus pada ukuran kinerja PTK saja padahal seharusnya
seorang pendidik harus memenuhi kompetensi profesi, pedagogi, sosial, dan personal serta
memiliki motivasi mengajar. Sehingga kurikulum yang sudah dirancang dapat terlaksana dengan
baik.
A. PENDAHULUAN
Kurikulum dan pembelajaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai
suatu rencana atau program, kurikulum tidak akan bermakna manakala tidak diimplementasikan
dalam bentuk pembelajaran. Demikian juga sebaliknya, tanpa kurikulum yang jelas sebagai
acuan, maka pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif. Persoalan tentang bagaimana
mengembangkan suatu kurikulum, bukanlah hal yang mudah dan tidak sesederhana yang kita
bayangkan. Dalam pengembangan kurikulum ada komponen-komponen kurikulum yang harus
diperhatikan antara lain komponen tujuan, komponen isi, komponen metode dan komponen
evaluasi.
Dalam pembahasan ini, lebih menitik beratkan pada komponen metode. Dimana
komponen metode merupakan komponen yang memiliki peran sangat penting, sebab
berhubungan dengan implementasi kurikulum. Metode meliputi rencana, dan perangkat kegiatan
yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Upaya untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal,
dinamakan metode.
Kaitannya dengan pembelajaran, ada yang disebut metode pembelajaran. Metode
pembelajaran merupakan adalah pola umum rencana interaksi antara siswa dengan guru dan
sumber belajar lainnya pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dalam pembelajaran guru memiliki peran penting, karena guru yang berinteraksi langsung
dengan peserta didik (subjek kurikulum 2013) sehingga secara tidak langsung kesuksesan untuk
mengimplementasikan kurikulum 2013 tergantung pada keterampilan guru. Karena mereka
mempunyai andil besar dalam menerapkan kurikulum tersebut.
B. KAJIAN PUSTAKA
Kurikulum memegang peranan penting dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan
penentuan arah, isi dan proses pendidikan yang pada akhirnya menentukan kualifikasi lulusan
suatu lembaga pendidikan. Seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan dari masyarakat,
maka dunia pendidikan harus melakukan inovasi dalam pendidikan. Inovasi pendidikan akan
berjalan dan mencapai sasarannya jika progam pendidikan tersebut dirancang dan di
implementasikan sesuai dengan kondisi dan tuntutan jaman. Sebagai implikasi dari pentingnya
inovasi pendidikan menuntut kesadaran tentang peranan guru.
Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005, guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah.
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan
sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.
Oleh karena tugas dan kedudukan yang dibebankan pada guru, maka guru wajib
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY Kadarmanta
Baskara Aji, "Kurikulum eksekusinya di tangan guru. Karenanya guru berperan besar dalam
implementasinya,". Menurutnya, peran guru dalam mengaplikasikan kurikulum baru memang
dibutuhkan saat ini. Sebab kurikulum yang diterapkan pada peserta didik dibuat tidak hanya oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) namun juga banyak pihak, termasuk
para guru. Maka dari itu, untuk mensukseskan penerapan kurikulum tersebut, guru menjadi
faktor yang paling dominan untuk dilaksanakan. Para pendidik itulah yang mengetahui
perkembangan ilmu dan perubahan materi kurikulum yang dibutuhkan. Kurikulum tidak bisa
stagnan dan harus terus disempurnakan sesuai dengan perkembangan zaman.
Menurut Murray Printr peran guru dalam kurikulum adalah sebagai berikut :
Pertama, sebagai implementers, guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah
ada. Dalam melaksanakan perannya, guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus
kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga teknis yang hanya
bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada. Akibatnya
kurikulum bersifat seragam antar daerah yang satu dengan daerah yang lain. Oleh karena itu guru
hanya sekadar pelaksana kurikulum, maka tingkat kreatifitas dan inovasi guru dalam merekayasa
pembelajaran sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaruan. Mengajar
dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas
keseharian.
Kedua, peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai pelaksana kurikulum, akan tetapi
juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan
daerah. Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan
karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Hal ini sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana
para perancang kurikulum hanya menentukan standat isi sebagai standar minimal yang harus
dicapai, bagaimana implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan hal-hal teknis lainnya
seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran guru sebagai adapters lebih luas
dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
Ketiga, peran sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenganan dalam mendesain
sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang
disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan strategi apa yang harus dikembangkan serta
bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang kurikulum sepenuhnya guru dapat
menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan
pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa.
Keempat, adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher). Peran ini
dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam
meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam melaksanakan perannya sebagai peneliti, guru
memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji
bahan-bahan kurikulum, menguji efektifitas program, menguji strategi dan model pembelajaran
dan lain sebagainya termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target
kurikulum. Metode yang digunakan oleh guru dalam meneliti kurikulum adalah PTK dan Lesson
Study.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah metode penelitian yang berangkat dari masalah yang
dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru berinisiatif melakukan
penelitian sekaligus melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan
demikian, dengan PTK bukan saja dapat menambah wawasan guru dalam melaksanakan tugas
profesionalnya, akan tetapi secara terus menerus guru dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.
Sedangkan lesson study adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru/ sekelompok guru
yang bekerja sama dengan orang lain (dosen, guru mata pelajaran yang sama / guru satu tingkat
kelas yang sama, atau guru lainya), merancang kegiatan untuk meningkatkan mutu belajar siswa
dari pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru dari perencanaan pembelajaran yang
dirancang bersama/sendiri, kemudian di observasi oleh teman guru yang lain dan setelah itu
mereka melakukan refleksi bersama atas hasil pengamatan yang baru saja dilakukan. (Ridwan
Johawarman, dan Sumardi, 2009).
C. METODE PENELITIAN
Penulisan jurnal ini dilakukan dengan beberapa metode, antralain: metode kajian
pustaka yaitu mencari data atau referensi dari buku-buku yang berkaiatan dengan materi, buku
yang digunakan dalam pembuatan jurnal ini adalah buku kurikulum dan pembelajaran dari Tim
Dosen MKDP Kurikulum dan Pembelajaran UPI dan bahan referensi lainnnya yaitu Bahan Uji
Publik Kurikulum 2013, serta metode lainya yang digunakan yaitu metode browsing dengan
mencari referensi melalui internet.
D. PEMBAHASAN
Kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya yakni kurikulum sebagai dokumen
dan kurikulum sebagai implementasinya. Sebagai sebuah dokumen kurikulum berfungsi sebagai
pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai implementasi adalah realisasi dari pedoman tersebut
dalam kegiatan pembelajaran. Guru merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi
kurikulum.
Dalam Bahan Uji Publik Kurikulum 2013, proses pembelajaran dirancang berpusat pada
peserta didik (student centered active learning), tidak lagi berpusat pada guru (teacher centered
learning). Selain itu, sifat pembelajaran yang kontekstual artinya, guru tidak hanya beracuan
pada buku teks saja tetapi juga harus mampu mengkaikan materi yang disampaikannya secara
kontekstual.
Selain itu, rancangan kurikulum 2013 bersifat sentralistik, dimana pemerintah pusat dan
daerah memiliki kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan.
Pemerintah menyiapkan semua komponen kurikulum sampai buku teks dan pedoman, termasuk
penyusunan silabus dan RPP.
Karena semua komponen kurikulum sudah diatur oleh pemerintah, maka guru perlu
menyesuaikan diri (beradaptasi) agar implementasi kurikulum 2013 dapat terlaksana dengan
baik. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menuturkan untuk menghadapi
penerapan Kurikulum 2013 ini, guru harus mengikuti pelatihan cara mengajar yang mesti
dijalani selama 52 jam. Waktu pelatihan 52 jam ini hanya pelatihan awal saja, ke depannya ada
model pendampingan dalam pelaksanaan guru mengajar.
Berikut adalah bagan penyiapan dan pembinaan guru dalam rangka implementasi
kurikulum 2013.
Pelatihan tahap awal ini lebih dititikberatkan pada pelatihan metode pembelajaran
Kurikulum 2013 dengan mengedepankan aspek pembelajaran sesuai tujuan kurikulum. Guru
diharapkan bisa menjadikan pembelajaran di kelas bukan hal yang membosankan bagi siswa;
penyampaian pelajaran yang bukan satu arah; adanya aktivitas peserta didik untuk bisa
mengembangkan potensi dirinya; kepahamaan akan ilmu yang dikuasai siswa yang berguna
untuk hidup dia kelak; penggunaan sarana dan prasarana dalam melaksanakan pembelajaran;
memahami bahwa guru adalah agen perubahan yang membentuk siswa lebih menjadi sosok yang
bisa mengembangkan diri tanpa dicekoki oleh sistem hafalan dan target nilai.
Adapun pelatihan pengajar untuk Kurikulum 2013 ini terdiri dari tiga jenjang, instruktur
nasional, guru inti, dan guru massal. Untuk pelatihan guru massal rencana dilaksanakan selama
liburan panjang akhir tahun pelajaran (Mei hingga Juni). Hal ini karena pada akhir tahun
pelajaran, sekolah/kelas yang kosong bisa diberdayakan untuk pelatihan karena masa liburan
sekolah. Selanjutnya, metode pelatihan 52 jam terbagi dalam 33 jam pertemuan tatap muka dan
19 jam pertemuan mandiri terbimbing untuk guru di semua jenjang pendidikan SD, SMP, dan
SMA/SMK. Paket 52 jam pelatihan lebih ditekankan pada penguasaan konsep dan prinsip
kurikulum 2013 dan tentunya penerjemahan bagaimana aplikasinya di lapangan.
Jika melihat pada sejarah pemberlakuan kurikulum sebelumnya, memang secara teoretis
kurikulum ini semuanya bertujuan baik. Namun, permasalahan yang kerap terjadi dimana
harapan kurikulum dan kenyataan di lapangan seringkali tidak sesuai. Guru memang ujung
tombak agen perubahan, namun guru tidak serta merta dapat adaptif terhadap tuntunan
perubahan ini. Bagaimanapun harus ada keseriusan dan kesinambungan bahwa guru bukan satu-
satunya sosok penanggung jawab sentral akan keberhasilan Kurikulum 2013. Hal ini karena
penerapan sistem pendidikan nasional adalah mata rantai dimana dibutuhkan "kerja sama tim"
yang padu. Jangan sampai pendidikan akan kembali seperti labirin, dimana apapun
kurikulumnya, masalahnya itu-itu juga. Sudah waktunya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
fokus menggarap pendidikan sebagai sumber peradaban penting bagi terbentuknya insan-insan
yang mampu menghadapi tuntutan zaman yang serba cepat ke arah perubahan yang lebih baik.
Jika guru sudah memahami dan mampu mengimplementasikan kurikulum 2013 dengan
baik, maka diharapkan akan dihasilkan output pendidikan yang kompeten.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan jurnal ini, dapat disimpulkan bahwa guru memiliki peranan
penting dalam implementasi kurikulum 2013, karena guru yang berinteraksi langsung dengan
peserta didik dalam proses pembelajaran. Namun, guru bukan satunya-satunya pihak yang
bertanggung jawab dalam keberhasilan sebuah kurikulum. Karena kurikulum dapat terlaksana
dengan baik jika ada kesatuan dan kesinambungan antara komponen-komponennya.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Hal ini secara tidak langsung kinerja pengawas sekolah tentu akan mempengaruhi
profesionalisme guru di sekolah . Pengawas merupakan orang pertama dari luar sekolah yang
secara tugasnya membimbing guru secara langsung. Pengawas sekolah punya akses langsung
memperbaiki kinerja guru di dalam kelas. Pengawas dapat melihat bagaimana pendekatan,
perangkat dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam suatu pengajaran.
BAB II
PERAN PENGAWAS TERHADAP PROFESIONALISME GURU
A. Pengertian Pengawasan
Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa
semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan
kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan
mengganggu pencapaian tujuan (Robbins dalam Sudjana (2006:5).
Selanjutnya Burhanuddin (2004:284) mengartikan pengawasan atau supervisi pendidikan
tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-
guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses
dan hasil pembelajaran.
Pengawasan identik dengan supervisi, menurut Good Carter dalam Suhertian (2000:18)
mengartikan bahwa supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin dan
membimbing guru-guru dan petugas-petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk
menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan-jabatan perkembangan guru-guru dan merevisi
tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran dan metode mengajar dan evaluasi pengajaran.
Selanjutnya Syaiful ( 2010:90 ) dalam bukunya supervisi pembelajaran mengartikan
supervisi mempunyai arti khusus yaitu membantu dan turut serta dalam usaha-usaha perbaikan
dan meningkatkan mutu baik personel maupun lembaga. Dalam dunia pendidikan memandang
guru sebagai bagian penting dari manajemen yang diharapkan melaksanakan tugas sesuai fungsi-
fungsi manajemen dengan baik dan terukur.
Dari beberapa pengertian yang penulis sebutkan diatas dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa pengawasan atau supervisi erat kaitanya dengan kegiatan membimbing, membina,
memonitoring dan member pelayanan dalam membantu guru terhadap kegiatan proses
pembelajaran agar tetap berjalan seperti yang diharapkan.
D. Pengertian Guru
Guru atau pendidik menurut Hadari Nawawi dalam Ramayulis (2006:58) adalah orang-
orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Lebih
khususnya diartikan orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang ikut
bertanggungjawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaan. Dalam undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaran pendidikan.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa guru atau pendidik adalah orang
yang bekerja memberi pengajaran kepada seseorang atau anak didik kearah kedewasaan.
E. Profesionalisme Guru.
Untuk menjadi guru yang professional harus memiliki beberapa kompetensi. Menurur
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyakan bahwa guru
profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-
Undang Dosen dan Guru, yakni:
a. kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,
b. kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia,
arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,
d. kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar.
Menjadi guru yang profesional guru harus memiliki kompentensi profesional, Menurut
Sanjaya (2010:18 ) kompentensi tersebut adalah :
a. Kemampuan untuk nmenguasai landasan pendidikan
b. Pemahaman akan bidang psikologi pendidikan
c. Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran
d. Kemampuan dalam mengaplikasikan metodelogi dan strategi pembelajaran
e. Kemampuan merancang dan memanfaatkan media dan sumber belajar
f. Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran
g. Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang seperti administrasi sekolah,
bimbingan dan penyuluhan
h. Kemampuan melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Adapun kesimpulannya adalah ;
1. Pengawasan atau supervisi erat kaitanya dengan kegiatan membimbing, membina, memonitoring
dan memberi pelayanan dalam membantu guru terhadap kegiatan proses pembelajaran agar tetap
berjalan seperti yang diharapkan.
2. Tugas pokok pengawas sekolah/satuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan pembinaan
dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi
manajerial, mencakup kegiatan inspecting, advising, monitoring, coordinating dan reporting.
3. Guru atau pendidik adalah orang yang bekerja memberi pengajaran kepada seseorang atau anak
didik kearah kedewasaan.
4. Peran pengawas sekolah adalah menjaga dan membimbing guru agar tetap berada dalam
professional, meliputi supervisi akademik dan supervisi manajerial.
II. Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah :
Kepada para pembaca kami sarankan bahwa tulisan ini sangat sederhana sekali dan masih
jauh dari kesempurnaan. Karena kami yakin bahwa referensi yang kami baca juga sangat minim.
Oleh karena itu, luangkanlah waktu sedikit untuk mengoreksi kembali apa yang sudah kami
paparkan di atas. Mudah-mudaan sumbangsih pemikiran dan saran yang akan pembaca berikan
kepada kami dapat membuat makalah ini lebih berguna bagi kita semua.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Sahertian, P.A. 2000. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bineka Cipta
Undang-undang Republik Indonesia,2003, nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional
Wina Sanjaya,2010, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada
MAKALAH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI SEORANG SUPERVISOR
DALAM PENGAWASAN KINERJA GURU PENDIDI
Kategori : Kepala Sekolah Oleh : administrator Ditulis : Selasa, 08 Januari 2013 Hits : 1536
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah sebagai pendidikan formal bertujuan membentuk manusia yang berkepribadian, dalam
mengembangkan intelektual peserta didik dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan perannya sangat penting untuk membantu guru
dan muridnya. Didalam kepemimpinnya kepala harus dapat memahami, mengatasi dan
memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terjadi di lingkunagn sekolah.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan seorang kepala sekolah harus mampu meningkatkan
kinerja para guru atau bawahannya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja sesorang,
sebagai pemimpin sekolah harus mampu memberikan pengaruh-pengaruh yang dapat
menyebabkan guru tergerak untuk melaksanakan tugasnya secara efektif sehingga kinerja
mereka akan lebih baik.
Sebagai pemimipin yang mempunyai pengaruh, ia berusaha agar nasehat, saran dan jika perlu
perintahnya di ikuti oleh guru-guru. Dengan demikian ia dapat mengadakan perubahan-
perubahan dalam cara berfikir, sikap, tingkah laku yang dipimpinnya. Dengan kelebihan yang
dimilikinya yaitu kelebihan pengetahuan dan pengalaman, ia membantu guru-guru berkembang
menjadi guru yang profesional.
Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinannya kepala sekolah ahrus melakaukan pengelolaan
dan pembinaan sekolah melalui kegiatan administrasi, manajemen dan kepemimpinan yang
sangat tergantung pada kemampuannya. Sehubungan dengan itu, kepala sekolah sebagai
supervisor berfungsi untuk mengawasi, membangun, mengkoreksi dan mencari inisiatif terhadap
jalannya seluruh kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan sekolah. Disamping itu
kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan berfungsi mewujudkan hubungan manusiawi
(human relationship) yang harmonis dalam rangka membina dan mengembangkan kerjasama
antar personal, agar secara serempak bergerak kearah pencapaian tujuan melalui kesediaan
melaksanakan tugas masing-masing secara efisien dan efektif.
Oleh karena itu, segala penyelenggaraan pendidikan akan mengarah kepada usaha meningkatkan
mutu pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh guru dalam melaksanakan tugasnya secara
operasional. Untuk itu kepala sekolah harus melakukan supervisi sekolah yang memungkinkan
kegiatan operasional itu berlangsung dengan baik.
Melihat pentingnya fungsi kepemimpinan kepala sekolah sebagai supervisor dalam pengawasan
kinerja guru Pendidikan Agama Islam, maka usaha untuk meningkatkan kinerja yang lebih tinggi
bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah bagi kepala sekolah. Karena kegiatan berlangsung
sebagai proses yang tidak muncul dengan sendirinya. Pada kenyataannya banyak kepala sekolah
yang sudah berupaya secara maksimal untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu
caranya memotivasi para guru-guru akan memilki kinerja lebih baik tapi hasilnya masih lebih
jauh dari harapan.
B. Masalah dan Sub Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah umum yang timbul adalah Bagaimana
hubungan kepemimpinan kepala sekolah sebagi supervisor dalam pengawasan kinerja guru
Pendidikan Agama Islam. Untuk mempermudah menganalisis masalah tersebuh perlu dirinci
kedalam sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaiamana kepemimpinan kepala sekolah sebagai seorang supervisor?
2. Bagaimaan kinerja guru Pendidikan Agama Islam?
3. Apakah ada hubungan yang signifikan kepemimpinan kepala sekola sebagai supervisor
dalam pengawasan kinerja guru Pendidikan Agama Islam ?
C. Tujuan
Secara umum pembuatan makalah ini bertujuan untuk mengetahui kejelasan tentang hubungan
kepemimpinan kepala sekolah sebagai supervisor dalam pengawasan kinerja guru Pendidikan
Agama Islam. Sedangakan secara rinci dapat dilihat dalam beberapa point dari tujuan yang
hendak diketahuai, yaitu:
1. Kepemimpinan kepala sekolah dalam bidang supervisi.
2. Kinerja para guru-guru Pendidikan Agama Islam
3. Hubungan kepemimpinan kepala sekolah sebagai supervisor dalam pengawasan kinerja
guru Pendidikan Agama Islam
D. Manfaat
Dalam hal ini, dapat dibagai menjadi dua scope dari manfaat yang dapat diambil. Pertama, dapat
meningkatkan wawasan keilmuan sesuai dengan disiplin ilmu. Kedua, sebagai masukan bagi
sekolah khususnya kepala sekoalh dan sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan di sekoalh
tersebut.
BAB II
KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOALH SEBAGAI
SEORANG SUPERVISOR DALAM PENGAWASAN KINERJA GURU PENDIDIKAN
AGAMA ISALAM
A. Kepemimpinan Kepala Sekolah
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan, di lihat dari status dan cara pengangkatan
tergolong pemimpin resmi, formal leader, atau status leader. Status leader bisa meningkat
menjadi functional leader. Tergantung dari prestasi dan kemampuan didalam memainkan
peranannya sebagai pemimpin pendidikan sebagai sekolah yang telah diserahkan
pertanggungjawaban kepadanya.
Istilah kepemimpinan pendidikan mengandung dua pengertian dimana kata pendidikan
menerangkan dalam lapangan apa dan dimana kepemimpinan itu berlangsung, dan sekaligus
menjadi sifat dan ciri-ciri bagaimana yang harus dimilki pemimpin itu. Menurut Hadari Nawawi:
kepemimpinan adalah kemampuan menggerakkan, memberikan motivasi dan mempengaruhi
orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujaun
(1993:81).
Kepala sekolah sebagai orang yang terpandang dilingkunag masyarakat sekolah. Ia sebagi pusat
teladan bagi warga sekolah dan warga masyarakat di sekitar sekolah, karena itu ia kepala sekolah
wajib melaksanakan petunjuk tentang usaha peningkatan ketahanan sekolah. Pada umumnya
kepala sekolah memiliki tanggungjawab sebagi pemimpin dibidang pengajaran dan
pengembangan kurikulum, administrasi personalia, administrasi personalia staf, hubungan
masyarakat, school Plant dan perlengkapan organisasi di sekolah (W. Soemanto dan Hendiyat;
1982:38). Kepala sekolah dapat menerima tanggungjawab tersebut namun ia belum tentu
mengerti dengan jelas bagaimana ia dapat menyumbang kearah perbaikan program pengajaran.
2. Tipe Kepemimpinan
Dalam upaya menggerakkan dan memotivasi orang lain agar melakukan tindakan-tindakan yang
terarah pada pencapaian tujuan, seorang pemimpin melakukan dalam beberapa cara. Cara yang ia
lakuakn merupakan pencerminan sikap serta gambaran tentang tipe (bentuk) kepemimpinan yang
dijalankannya. Adapun gaya atau tipe kepemimpinan yang pokok atau juga disebut ekstrem ada
tiga tipe atau bentuk kepemimpinan yaitu:
a. Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah kepemimpinan yang bertindak sebagai diktor terhadap anggota-
anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Apa
yang diperintahnya harus dilaksanakan secara utuh, ia bertindak sebagai penguasa dan tidak
dapat dibantah sehingga orang lain harus tunduk kepada kekuasaanya. Ia menggunakan ancaman
dan hukuman untuk menegakkan kepemimpinannya. Kepemimpian otoriter hanya akan
menyebabkan ketidakpuasan dikalangan guru.
b. Kepemimpinan Laissez Faire
Bentuk kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari kepemimpinan otoriter. Yang mana
kepemimpinan laissez faire menitik beratkan kepada kebebasan bawahan untuk melakukan tugas
yang menjadi tanggung jawabnya. Pemimpin lasses faire banyak memberikan kebebasan kepada
personil untuk menentukan sendiri kebijaksanaan dalam melaksanakan tugas, tidak ada
pengawasan dan sedikit sekali memberikan pengarahan kepada personilnya.
Kepemimpinan Laissez Faire tidak dapat diterapkan secara resmi di lembaga pendidikan,
kepemimpinan laissez faire dapat mengakibatkan kegiatan yang dilakuakn tidak terarah,
perwujudan kerja simpang siur, wewenang dan tanggungjawab tidak jelas, yang akhirnya apa
yang menjadi tujuan pendidikan tidak tercapai.
c. Kepemimpinan Demokratis
Bentuk kepemimpinan demokratis menempatkan manusia atau personilnya sebagai factor utama
dan terpenting. Hubungan antara pemimpin dan orang-orang yang dipimpin atau bawahannya
diwujudkan dalam bentuk human relationship atas dasar prinsip saling harga-menghargai dan
hormat-menghormati.
Dalam melaksanakan tugasnya, pemimpin demokratis mau menerima dan bahkan mengharapkan
pendapat dan saran-saran dari bawahannya, juga kritik-kritik yang membangun dari anggota
diterimanya sebagai umpan balik atau dijadikan bahan pertimbangan kesanggupan dan
kemampuan kelompoknya. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif,
dinamis, terarah yang berusaha memanfaatkan setiap personil untuk kemajuan dan
perkembangan organisasi pendidikan.
d. Fungsi Kepemimpinan Pendidikan
Kependidikan adalah proses menggerakkan, mempengaruhi, memberikan motivasi dan
mengarahkan orang-orang dilembaga pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Untuk mewujudkan tugas tersebut seorang pemimpin harus mampu bekerjasama
dengan orang yang dipimpinnya. Seorang pemimpin harus tahu fungsi dan peranannya sebagai
pemimpin. Adapun fungsi kepemimpinan pendidikan menurut Soekarto Indrafachrudi (1993:33)
adalah pada dasarnya dapat dibagai menjadi dua yaitu:
a) Fungsi yang bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai
Pemimpin berfungsi memikirkan dan merumuskan dengan teliti tujuan kelompok serta
menjelaskan supaya anggota dapat berkerjasama mencapai tujuan itu.
Pemimpin berfungsi memberi dorongan kepada anggota-anggota kelompok untuk
menganalisis situasi supaya dapat dirumuskan rencana kegiatan kepemimpinan yang dapat
memberi harapan baik.
Pemimpin berfungsi membantu anggota kelompok dalam memberikan keterangan yang
perlu supaya dapat mengadakan pertimbangan yang sehat.
Pemimpin berfungsi menggunakan kesempatan dan minat khusus anggota kelompok.
b) Fungsi yang bertalian dengan suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan
Pemimpin berfungsi memupuk dan memelihara kebersamaan di dalam kelompok.
Pemimpin berfungsi mengusahakan suatu tempat bekerja yang menyenangkan, sehingga
dapat dipupuk kegembiraan dan semangat bekerja dalam pelaksanaan tugas.
Pemimpin dapat menanamkan dan memupuk perasaan para anggota bahwa mereka termasuk
dalam kelompok dan merupakan bagian dari kelompok.
3. Syarat-Syarat Kepemimpinan Pendidikan Mengenai syarat-syarat kepemimpinan, Tead
(1935:31-34) dalam (Soekarna Indrafachrudin) bahwa syarat kepemimpinan pendidikan adalah:
a. Memiliki kesehatan jasmaniah dan rohaniah yang baik.
b. Berpegang teguh pada tujuan yang hendak dicapai.
c. Bersemangat
d. Jujur
e. Cakap dalam memberi bimbingan
f. Cepat serta bijaksana dalam mengambil keputusan
g. Cerdas
h. Cakap dalam hal mengajar dan menaruh kepercayaan kepada yang baik dan berusaha
mencapainya
B. Kinerja Guru Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Kinerja
Kinerja menurut kamus besar bahasa Indonesia (1985:503) adalah segala sesuatu yang dicapai,
prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja. Sedangkan menurut U. Husna Asmara (1996:3),
dalam total Quality Manajemen (TQM) kinerja atau unjuk kerja selalu dihubungkan dengan
kemampuan memberikan pelayanan dan memuaskan pihak yang berkepentingan dalam ruang
lingkupnya.
2. Penilaian Dan Hasil Kerja
Evaluasi merupakan tahapan terpenting dalam satuan kegiatan, yang mana evaluasi merupakan
suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan serta
factor-faktor yang mendukung atau menghambat keberhasilan tersebut. Tingkat keberhasilan
kerja diukur dengan membandingkan hasil dengan target yang dirumuskan dalam rencana. Oleh
karena itu seorang guru perlu mengadakan penilaian cara dan hasil kerja.
C. Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai Seorang Supervisor dalam
pengawasan Kinerja Guru Agama Islam
Keberhasilan seorang pemimpin akan terwujud apabila pemimpin tersebut memperlakukan orang
lain atau bawahannya dengan baik, serta memberikan motivasi agar mereka menunjukan
performance yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Menurut Hadari Nawawi (1983:81)
kepemimpinan adalah kemampuan menggerakan, memberikan motivasi dan mempengaruhi
orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan
melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan. Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kepada sekolah sebagai Seorang Supervisor
dalam pengawasan Kinerja Guru akan berahasil jika kepala sekolah memperhatikan hasil yang
dicapai serta memperlakukan guru dengan baik, sehingga mereka mampu menunjukan
performace yang lebih baik.
Kinerja guru merupakan aktivitas yang dilakukan guru sesuai dengan profesi yang diembannya,
untuk dapat melakukan tindakan yang sesuai dengan profesi yang diembannya sangat terkait
dengan ada tidaknya kepuasan dalam bekerja. Kepuasan bekerja berhubungan erat dengan
motivasi kerja. Menurut Hamid Darmadi (1994:107) kepuasan kerja timbul dengan baik jika
seseorang memiliki motivasi kerja yang baik pula.
Asmara (dalam Hamid Darmadi;1994:118) menjelaskan bahwa tindakan kepemimpinan kepala
sekolah terhadap kematangan kerja guru dan kepuasan kerja guru berkorelasi positif, maksudnya
kematangan kerja yang tinggi cenderung diikuti oleh kepuasan kerja yang tinggi pula.
Berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah
sebagai seorang supervisor dalam pengawasan kinerja guru sangat dipengaruhi oleh
kepemimpinannya yang dapat meningkatkan kepuasan sehingga aktivitas kerja guru meningkat.
Kepemimpinan akan terwujud apabila seseorang pemimpin atau kepala sekolah memberikan
petunjuk-petunjuk kepada bawahannya, mengadakan pengawasan, motivasi sehigga dapat
menimbulkan kepuasan bagi guru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan beberapa poin utama mengenai
kepemimpinan kepala sekolah sebgai seorang supervisor, yaitu:
1. Kepala sekolah adalah pemimpin sekolah yang mengatur dan menetapkan fungsi
administrasi termasuk didalamnya fungsi pengawasan (supervisi)
2. Selain kepala sekolah, guru juga mempunyai peran yang sangat menentukan tercapainya
tujuan pendidikan.
3. Kepala Sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan arah jalannya
pocily yang ada di sekolah dalam rangka pencapaian mutu pendidikan yang maksimal.
B. Saran
Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan adalah;
1. Sebagai seorang top manager (kepala sekolah) tidak seharunya mencari kesalahan atau
kekurangan yang ada di sekolah dalam menjalankan fungsi pengawasan.
2. Guru sebaiknya selalu mencari inisiatif lain untuk menutupi kekurangan yang ada untuk
mencapai tujaun pendidikan.
3. Kepala sekolah diharapkan mampu memberi pengaruh yang baik dalam menetapkan fungsi
planning, organizing, actuating maupun controlling demi pencapaian mutu pendidikan yang
maksimal.
Sumber : http://materibelajaronline.blogspot.com/2012/07/makalah-kepemimpinan-kepala-
sekolah.html
LPPKS [LEMBAGA PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN KEPALA SEKOLAH]
Menguak Peran Strategis Pengawas Sekolah
OPINI | 16 October 2013 | 21:18 Dibaca: 1644 Komentar: 0 0
Pendahuluan
Menurut Peraturan Pemerintah 74 tahun 2008, Pengawas sekolah adalah guru pegawai negeri
sipil yang diangkat dalam jabatan pengawas sekolah. Kewajiban dan tugas pokoknya adalah
melaksanakan kegiatan kepengawasan di sekolah binaannya, baik bagi kepengawasan manajerial,
maupun kepengawasan akademik.
Ada pun standar nasional pendidikan itu sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah republik
Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, yang meliputi yaitu; standar isi,
standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Ke delapan
standar pendidikan ini merupakan acuan dan titik tolak untuk menetapkan keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan di tiap-tiap unit pendidikan, yang bernama sekolah di masing-masing
tingkat dan jenjangnya.
Tugas Pokok
Untuk melaksanakan peran aktif yang dilakukan dalam kepengawasan itu, yaitu dalam hal ini
pengawas sekolah, wajib memiliki program kepengawasan yang sistematis, terpadu, dan terarah sesuai
dengan bidang tugas yang diemban dan yang akan dilakukannya.
Dalam konteks itu, tugas pokok pengawas sekolah secara yuridis formal mengacu pada SK
Menpan Nomor 118 Tahun 1996 Tentang Jabatan Fungsional Pengawas dan angka kreditnya. Keputusan
Bersama Mendikbud nomor 0342/0/1996 tentang petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional
pengawas sekolah dan angka kreditnya, serta PP nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
dengan tegas dinyatakan, bahwa tugas dan tanggung jawab pengawas satuan pendidikan sebagai berikut
;
Tugas pokok pengawas sekolah pada butir (1) mengacu pada perannya melaksanakan supervisi
manajerial, dan pada butir (2) pengawas sekolah melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya pada
supervisi akademik.
Sedangkan Pengawasan akademik diarahkan untuk membina dan membantu pendidik (guru)
dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran/bimbingan dan kualitas belajar peserta didik. Mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, penilaian (evaluasi), sampai pada pengembangan pembelajaran, dengan
memberikan pembinaan guru yang juga bermuara kepada peningkatan kinerja mereka dan prestasi
siswa, yang notabene akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan.
Dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggungjawabnya itu, setiap pengawas dipedomani
oleh program kepengawasan, yang di dalammya memuat secara sistimatik apa yang akan dilakukannya di
sekolah binaan, kapan ia melakukannya, strategi apa yang akan digunakannya, serta pendekatan-
pendekatan yang bersifat formal dan edukatif demi tercapainya tujuan, sesuai dengan perencanaan.
Dalam program kepengawasan ada 4 (empat) hal yang harus dilakukan pengawas sekolah di sekolah
binaannya, yakni (1) pembinaan (2),pemantauan, (3),penilaian, dan (4) pelatihan profesional guru. Setiap
pengawas sekolah dibekali seperangkat instrumen relevan pada saat melakukan supervisi sekolah, sesuai
dengan kebutuhan, sasaran, dan tujuan yang hendak dicapai.
Berkenaan dengan hal tersebut, setiap pengawas sekolah setidaknya harus memiliki 6 (enam)
kompetensi, yaitu ; kompetensi kepribadian, kompetensi supervisi manajerial, kompetensi supervisi
akademik, kompetensi evaluasi pendidikan, kompetensi penelitian dan pengembangan, dan kompetensi
sosial.
Dalam pada itu, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam meresponi perkembangan yang
begitu pesat dewasa ini, khususnya bidang pendidikan, melalui Permendiknas Nomor 12 tahun 2007
tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, menentukan 3 kategori pengawas sekolah. Pertama;
Pengawas TK/RA, kedua; Pengawas SMP/Mts dan SMA/MA, dan ketiga; Pengawas SMK/MAK.
Tentang jenis pengawas sekolah juga dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang
guru pasal 54 ayat 8, bahwa pengawas terdiri dari pengawas satuan pendidikan, dan pengawas mata
pelajaran atau pengawas kelompok mata pelajaran.
Ruang lingkup tugas pengawasan yang dilakukan pengawas satuan pendidikan menurut
Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 adalah melaksanakan supervisi manajerial, dan supervisi akademik.
Kegiatan bagi pengawas satuan pendidikan dan pengawas mata pelajaran atau kelompok mata
pelajaran mengacu pada ketentuan ekuivalensi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka perminggu.
Untuk pengawas satuan pendidikan, ekuivalensi 24 jam tatap muka perminggu, harus membina
paling sedikit 10 (sepuluh) sekolah dan paling banyak 15 (lima belas) sekolah. Sedangkan untuk
pengawas mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran, ekuvalensi 24 jam tatap muka perminggu,
harus membina paling sedikit 40 (empat puluh) guru, dan paling banyak 60 (enam puluh) guru.
Kedua jenis pengawas tersebut, memiliki tugas pokok meliputi menyusun program pengawasan
satuan pendidikan, melaksanakan pembinaan, pemantauan dan penilaian, serta menyusun laporan
pelaksanaan program pengawasan, yang dikuti dengan rencana tindak lanjutnya. Sedangkan aspek
pelatihan profesional guru dilakukan melalui forum MGMP secara priodik, dengan muatan bimbingan
tehnis yang berkenaan dengan peningkatan kualitas pembelajaran yang efisien terhadap peserta didik.
Setiap pengawas sekolah, baik manajerial maupun akademik wajib menyusun rencana program
pengawasan, baik perorangan maupun berkelompok. Program pengawasan terdiri atas (1) program
tahunan, (2) program semester pengawasan, (3) rencana pengawasan akademik (RKA), dan (4) rencana
kepengawasan manajerial (RKM). Selain menyusun program pengawasan, setiap pengawas juga
melaksanakan pembinaan, pemantauan, penilaian, dan menyusun laporan semester dan tahunan
pelaksanaan program pengawasan.
Lebih jauh tentang ruang lingkup tugas pokok pengawasan, berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2008, bahwa (a) tugas pokok pengawas satuan pendidikan adalah melakukan
pengawasan manajerial terdiri dari pembinaan, pemantauan (Standar pengelolaan, standar
pembiayaan, standar sarana prasarana, standar pendidik & tenaga kependidikan) dan penilaian kinerja
sekolah pada satuan pendidikan pada sekolah binaannya, (b) tugas pokok pengawas mata pelajaran atau
kelompok mata pelajaran, yaitu melaksanakan pengawasan akademik meliputi pembinaan, pemantauan
pelaksanaan Standar Nasional Pendidikan (standar isi, standar proses, standar penilaian, standar
kompetensi lulusan) pada guru mata pelajaran di sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan.
Masalah dalam pengawasan terkait langsung dengan tugas pokok Pengawas sekolah. Menurut
Peraturan Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 21 Tahun 2010 tentang
Jabatan Fungsional Pengawas sekolah dan Angka Kreditnya, tugas pokok Pengawas sekolah adalah
melaksanakan tugas pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang meliputi
penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan, pemantauan pelaksanaan 8 (delapan)
standar Nasional Pendidikan, penilaian, pembimbingan, dan pelatihan profesional guru, evaluasi hasil
pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.
Dalam setiap program kerja yang dijawantahkan melalui rangkaian kegiatan-kegiatan sudah
barang tentu selalu muncul masalah. Dalam kegiatan pengawasan sekolah umumnya masalah-masalah
yang muncul tidak terpenuhinya target kunjungan ke sekolah binaan sesuai jadwalnya, ketika sampai di
lapangan kurangnya kesiapan pihak sekolah yang berkenaan dengan aspek sasaran pengawasan, begitu
pula terhadap guru yang menjadi target binaan. Kepala sekolah sebagai pimpinan sering gelagapan
ketika pengawas datang berkunjung ke sekolahnya. Ketidaksiapan seperti ini dapat diatasi dengan
komunikasi yang intens antara pengawas dan sekolah (kepsek & guru), agar kegiatan kepengawasan itu
dapat berjalan efektif dan tepat sasaran.
Faktor-faktor seperti letak lokasi sekolah yang jauh, dengan geografi yang kurang
menguntungkan, dukungan dana operasional dan transportasi, serta faktor keamanan selama di
perjalanan, dan lain sebagainya merupakan masalah lain yang cukup serius dalam melaksanakan
kepengawasan, yang tidak boleh diabaikan.
Berdasarkan permasalahan itu, diperlukan berbagai pemecahan atau solusi alternatif, yang
dipaparkan dalam program kegiatan kepengawasan selanjutnya sebagai pertimbangan-pertimbangan
untuk menentukan arah selanjutnya. Sehingga apa yang tadinya menjadi hambatan atau kendala, dapat
diatasi secara rasional-objektif. Sehingga pada gilirannya dapat diharapkan hasil kepengawasan
berikutnya akan lebih baik dari sebelumnya.
Program kerja tahunan ini meliputi (a) program penilaian, (b) program pembinaan, yang
mencakup supervisi akademik, dan/ atau supervisi manajerial, dan (c) program pemantauan.
Program Penilaian
Dalam kegiatan program penilaian ini, pengawas sekolah melakukan penilaian kinerja kepala
sekolah, dan kinerja tenaga kependidikan lainnya (laboran, pustakawan), khusus bagi pengawas
menajerial, dan kinerja guru bagi pengawas akademik, yang dilengkapi instrumen pengawasan terkait,
sesuai dengan sasaran penilaian.
Program Pembinaan
Proses pembinaan ini dapat dilakukan secara individual terhadap guru yang bersangkutan
melalui kunjungan sekolah/kelas, maupun dapat melalui kegiatan MGMP atau kelompok guru tertentu,
sesuai kebutuhan.
Supervisi manajerial : Program kerja pada supervisi manajerial terkait dengan tugas pembinaan
kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya (TU, Laboran, Pustakawan) dalam aspek pengelolaan
dan administrasi sekolah.
Kegaiatan supervisi manajerial tidak berbeda dengan supervisi akademik, yaitu sama-sama
mengacu pada standar Nasional Pendidikan, yang dilengkapi dengan seperangkat instrumen sesuai
dengan kebutuhan dan sasarannya.
Program Pemantauan
Program pemantauan merupakan bagian dari siklus program kerja kepengawasan. Pemantauam
ini diarahkan pada kegiatan sekolah, termasuk proses belajar-mengajar di dalamnya, serta sumber daya
pendidikan, yang meliputi sarana belajar, prasarana pendidikan, pembiayaan, dan lingkungan sekolah.
Hal ini meliputi, baik aspek manajerial maupun aspek akademik.
Secara sistematis dapat dipaparkan secara kronologis ragam siklus kegiatan yang menjadi
program kepengawasan, baik manajerial, maupun akademik, dalam rangka pelaksanaan tugas pokok,
dan fungsi pengawas sekolah, sebagai berikut;
1. Melaksanakan analisis kebutuhan.
2. Menyusun program kerja.
3. Menilai kinerja kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya (TU, Laboran,
Pustakawan).
4. Membina kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya.
5. Memantau kegiatan sekolah, serta sumber daya pendidikan, yang meliputi sarana
belajar, prasarana pendidikan, biaya, dan lingkungan sekolah.
6. Mengolah dan menganalisis data hasil penilaian, pemantauan, dan pembinaan.
7. Mengevaluasi proses dan hasil pengawasan.
8. Menyusun laporan hasil pengawasan.
9. Menindak-lanjuti hasil pengawasan untuk pengawasan berikutnya.
Kesimpulan
Demikianlah paparan singkat di atas tentang tugas pokok dan kewajiban pengawas sekolah, yang
sekaligus merupakan peran strategisnya untuk meningkatkan mutu pendidikan di negeri tercinta ini.
Pada dasarnya keberhasilan pengawasan sekolah dalam menjalankan tugasnya, bukan saja
ditentukan hanya oleh faktor program kerja yang baik, tetapi juga kinerja pengawas yang bersangkutan,
sudah optimal atau belum, lalu sudahkah pengawas sekolah diberdayakan oleh yang berwenang di
wilayahnya masing-masing. (Penulis bekerja sebagai pengawas sekolah tingkat menengah)
Daftar Pustaka
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.