Anda di halaman 1dari 38

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : LINK KRAJAN TIMUR RT7 RW5 DS. PECALUKAN KEC.
PRIGEN
Agama : Islam
Status : Kawin
Pekerjaan : Swasta
Nomor RM : 00-33-50-19
Tanggal MRS : 06- Jul-2017 jam 22.47

B. Anamnesis

Keluhan utama
Mendadak lemas setengah badan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Bangil dengan lemas setengah badan sebelah kanan secara
mendadak waktu pasien turun dari motor sebelum pasien lemes tangan kanan dan kanan
pasien sempat habis pijat urat, pasien di sertai berbicara pelo (+), mual (+) muntah(+),
nyeri kepala (+)

Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (+) tidak terkontrol
DM (-)
Penyakit Jantung (-)

Riwayat Pengobatan
Tidak ada
Riwayat Alergi
Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak diketahui

Riwayat Psikososial
Seorang petani

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Tekanan Darah : 180/110 mmHg
Nadi : 98 x/menit
RR : 20 x/menit
Kepala/Leher :a/i/c/d : -/-/-/-
Pembesaran KGB : (-)
Kelenjar Tiroid : dbn
Thoraks : Cor : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Abdomen : Soefl; Meteorismus (-); Nyeri tekan (-)
Bising usus (+)
Pembesaran organ (-)
Ekstremitas : Akral hangat; Oedem (-)

2. Status Neurologis
a. Keadaan umum
Kesan umum : Cukup
Kesadaran
Kualitatif : Composmentis
Kuantitatif : GCS 456
Pembicaraan
Disartria :-
Afasia
Motorik :-
Sensorik :-
Amnestik :-
Kepala
Asimetri :-
Sikap Paksa :-
Tortikolis :-
Muka
Mask :-
Myopatik :-
Full Moon :-

b. Pemeriksaan khusus
Rangsangan selaput otak
Kaku kuduk :-
Kernig :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II :-
Brudzinski III :-
Brudzinski IV :-
LASEQUE test :-
Saraf otak
Nervus I : tde
Nervus II : tde
Nervus III, IV, VI :

Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata dbn dbn
Gerak Bola Mata dbn dbn
- Ke Lateral dbn dbn
- Ke Medial dbn dbn
- Ke Nasal Inferior dbn dbn
- Ke Nasal Superior dbn dbn
- Ke Lateral Atas dbn dbn
- Ke Lateral Bawah dbn dbn
Eksophtalmus - -
Celah mata (ptosis) - -
Pupil
- Bentuk bulat bulat
- Lebar 2 mm 2 mm
- Perbedaan lebar - -
- Refleks cahaya langsung + +
- Refleks cahaya konsensual + +
- Reaksi akomodasi tde tde

Nervus V :
Cabang Motorik
Kanan Kiri
Otot Masseter Tde tde
Otot Temporal Tde tde
Otot Pterygoideus Tde tde

Cabang Sensorik
Kanan Kiri
Raba, Nyeri, Suhu
V1 tde tde
V2 tde tde
V3 tde tde
Refleks kornea langsung + +
Refleks kornea konsensual + +

Nervus VII :
Kanan Kiri
Waktu Diam
- Mengerutkan dahi simestris simestris
- Tinggi alis simetris simetris
- Sudut mata simestris simetris
- Lipatan nasolabial simetris simetris
Waktu Gerak
- Mengerutkan dahi Tidak simestris Tidak simetris
- Menutup mata simetris simetris
- Memperlihatkan gigi tidak simetris tidak simetris
- Mengangkat alis tertinggal -

Nervus VIII : tde


Nervus IX dan N X : dbn
Nervus XI :
Kanan Kiri
Mengangkat bahu Tde Tde
Memalingkan kepala Tde Tde

Nervus XII :

Kedudukan lidah
- Waktu gerak lingual palsy
dextra
- Kekuatan lidah pada bagian
tde
dalam pipi

Ekstremitas superior dan inferior


Motorik
Atrofi (-)
Tonus otot
Kanan Kiri

Menurun Dbn
Menurun Dbn

Kekuatan otot
Kanan Kiri
0 5
0 5

Refleks fisiologis
BPR +2+2
TPR +2+2
KPR +2+2
APR +2+2

Refleks patologis
Babinsky --
Chaddock --
Hoffman --
Tromner --
Openheim --
Gordon --
Gonda --
Schaffer --

D. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium (06 juli 2017)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI

Darah Lengkap

Leukosit 14,74 3,70-10,1

Neutrofil 13,0
Limfosit 1,0

Monosit 0,5

Eosinofil 0,1

Basofil 0,1

Eritrosit (RBC) 4,210 106 /uL 4,2-6,2

Hemoglobin (HGB) 13,10 g/dL 13,5-18,0

Hematokrit (HCT) 37,60 % 40-54

MCV 89,30 um3 81,1-96,0

MCH 31,20 Pg 27,0-31,2

MCHC 34,30 g/dL 31,8

RDW 11,80 % 11,5-14,5

PLT 251 103/uL 155-366

MPV 6,7 Fl 6,90-10,6

KLIMIK KIMIA
LEMAK
Trigliserida 155 mg/dL <150
Kolesterol 304 mg/dL <200
Kolesterol HDL 40,57 mg/ dL >34
Kolesterol LDL 149,21 mg/ Dl <100

FAAL GINJAL

BUN 45 mg/dL 7,8-20,23

Kreatinin 1,180 mg/dL 0,8-1,3

ELEKTROLIT

ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na) 140,90 mmol/L 135-147

Kalium (K) 4,03 mmol/L 3,5-5

Klorida (Cl) 100,40 mmol/L 95-105

Kalsium Ion 1,281 mmol/L 1,16-1,32

GULA DARAH

Gula Darah Sewaktu 128 mg/dL < 200


E. Diagnosis
Diagnosis Klinis : Hemiplegi
Diagnosis Etiologi : CVA Bleeding
Diagnosis Topis : Hemisfer Sinistra Cerebri

F. Terapi
Infus Assering 14 tpm
Injeksi Citicholine 2 x 500 mg
Injeksi Kalmeco 1 x 500 mcg
Injeksi topazole 1x1
Injeksi santagesic 3x1
Injeksi Ranitidin 2 x 50
Atravastatin 20 mg 0-0-1
Pro CT-scan
ACC MRS RUANGAN

G. Follow Up
Follow Up (8 juli 2017)
Pasien sudah di ruangan Krisan
S : kaki dan tangan kanan masih lemas , nyeri kepala (-), mual muntah (-
), pelo (+), sulit menelan (+), sesak (-)
O :
Status Generalis
Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi : 85 x/menit
RR : 23 x/menit
Kepala/Leher :a/i/c/d : -/-/-/-
Pembesaran KGB : (-)
Kelenjar Tiroid : dbn
Thoraks : Cor : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmo : Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Abdomen : Soefl; Meteorismus (-); Nyeri tekan (-)
Bising usus (+)
Pembesaran organ (-)
Ekstremitas : Akral hangat; Oedem (-)

Status Neurologis
a. Keadaan umum
Kesan umum : Cukup
Kesadaran
Kualitatif : Composmentis
Kuantitatif : GCS 456
Pembicaraan
Disartria :-
Afasia
Motorik :+
Sensorik :+
Amnestik :-
Kepala
Asimetri :-
Sikap Paksa :-
Tortikolis :-
Muka
Mask :-
Myopatik :-
Full Moon :-
b. Pemeriksaan khusus
Rangsangan selaput otak
Kaku kuduk :-
Kernig :-
Brudzinski I :-
Brudzinski II :-
Brudzinski III :-
Brudzinski IV :-
LASEQUE test :-
Saraf otak
Nervus I : sde
Nervus II : sde
Nervus III, IV, VI :

Kanan Kiri
Kedudukan Bola Mata Dbn Dbn
Gerak Bola Mata Dbn Dbn
- Ke Lateral Dbn dbn
- Ke Medial dbn dbn
- Ke Nasal Inferior dbn dbn
- Ke Nasal Superior dbn dbn
- Ke Lateral Atas dbn dbn
- Ke Lateral Bawah dbn dbn
Eksophtalmus - -
Celah mata (ptosis) - -
Pupil
- Bentuk bulat bulat
- Lebar 3 mm 3 mm
- Perbedaan lebar - -
- Refleks cahaya langsung + +
- Refleks cahaya konsensual + +
- Reaksi Akomodasi Sde Sde
Nervus V :
Cabang Motorik
Kanan Kiri
Otot Masseter Sde Sde
Otot Temporal Sde Sde
Otot Pterygoideus Sde Sde

Cabang Sensorik
Kanan Kiri
Raba, Nyeri, Suhu
V1 sde sde
V2 sde sde
V3 sde sde
Refleks kornea langsung + +
Refleks kornea konsensual + +

Nervus VII :
Kanan Kiri
Waktu Diam
- Mengerutkan dahi Simetris Simetris
- Tinggi alis Simetris Simetris
- Sudut mata Simetris Simetris
- Lipatan nasolabial Simetris Simetris
Waktu Gerak
- Mengerutkan dahi Tidak simestris Tidak simetris
- Menutup mata simetris simetris
- Memperlihatkan gigi tidak simetris tidak simetris
- Mengangkat alis tertinggal -

Nervus VIII : sde


Nervus IX dan N X : sde
Nervus XI :
Kanan Kiri
Mengangkat bahu Sde Sde
Memalingkan kepala Sde Sde

Nervus XII :

Kedudukan lidah
- Waktu gerak lingual palsy
dextra
- Kekuatan lidah pada bagian
Tde
dalam pipi

Ekstremitas superior dan inferior


Motorik
Atrofi (-)
Tonus otot
Kanan Kiri

Menurun Dbn

Menurun Dbn

Kekuatan otot
Kanan Kiri
0 5
0 5

Refleks fisiologis
BPR +2+2
TPR +2+2
KPR +2+2
APR +2+2
Refleks patologis
Babinsky --
Chaddock --
Hoffman --
Tromner --
Openheim --
Gordon --
Gonda --
Schaffer --

Hasil CT-scan Kepala (25 Januari 2017)


Intracerebral Hemorrhage dengan volume 11,41cc di thalamus kiri sampai
basal ganglia disertai perifocal edema.
A : Diagnosis Klinis : Hemiplegi
Diagnosis Etiologi : CVA Bleeding (Intracerebral Hemmorhage)
Diagnosis Topis : Thalamus Sinistra

P :
Infus Riger 2 fl/hari/aminofluid 500 fl
Injeksi Citicholine 2 x 500 mg
Injeksi Kalmeco 1 x 500 mcg
Injeksi topazol 1x1
Injeksi santagesik 3x1
Injeksi ceftriaxone 2x1 gr
Micordis 80 1x1

Follow Up ( 10 juli 2017)


S : lemas separuh badan, pelo(+),mual(-), muntah (-), sulit menelan (+)
O : GCS : 4 56
Tensi : 180/100 mmHg
RR : 24 x/menit
Suhu : 37 C
RC : + + ; isokor 3 mm/3 mm

Kekuatan otot
Kanan Kiri
2 5
2 5

A : Diagnosis Klinis : Hemiplegi


Diagnosis Etiologi : CVA Bleeding (Intracerebral Hemmorhage)
Diagnosis Topis : Hemiparese Sinistra

P :
Infus Riger 2 fl/hari/aminofluid 500 fl
Injeksi Citicholine 2 x 500 mg
Injeksi Kalmeco 1 x 500 mcg
Injeksi topazol 1x1
Injeksi santagesik 3x1
Injeksi ceftriaxone 2x1 gr
Micordis 80 1x1

Follow Up ( 11 juli 2017)


S : kaki dan tangan kanan masih lemas, pelo(+),mual(-), muntah (-), sulit
menelan (-), nyeri kepala (-)
O : GCS : 4 56
Tensi : 160/100 mmHg
Nadi : 70 x/ mnt
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,4 C
RC : + + ; isokor 3 mm/3 mm

Kekuatan otot
Kanan Kiri
2 5
2 5

A : Diagnosis Klinis : Hemiplegi


Diagnosis Etiologi : CVA Bleeding (Intracerebral Hemmorhage)
Diagnosis Topis : Hemiparese Sinistra

P :

Infus Riger 2 fl/hari/aminofluid 500 fl


Injeksi Citicholine 2 x 500 mg
Injeksi Kalmeco 1 x 500 mcg
Injeksi topazol 1x1
Injeksi santagesik 3x1
Injeksi ceftriaxone 2x1 gr

Follow Up ( 12 juli 2017)


S : masih lemas kaki dan tangan kanan, pelo (+), mual (-),nyeri kepala (-)
O : GCS : 4 56
Tensi : 140/100 mmHg
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,3 C
RC : + + ; isokor 3 mm/3 mm

Kekuatan otot
Kanan Kiri
3 5
2 5

A : Diagnosis Klinis : Hemiplegi


Diagnosis Etiologi : CVA Bleeding (Intracerebral Hemmorhage)
Diagnosis Topis : Hemiparese Sinistra

P :

Infus Riger 2 fl/hari/aminofluid 500 fl


Injeksi Citicholine 2 x 500 mg
Injeksi Kalmeco 1 x 500 mcg
Injeksi topazol 1x1
Injeksi santagesik 3x1
Injeksi ceftriaxone 2x1 gr

Follow Up ( 13 juli 2017)


S : sudah tidak ada keluhan (-), pelo (+)
O : GCS : 4 56
Tensi : 180/100 mmHg
RR : 24 x/menit
Suhu : 37 C
RC : + + ; isokor 3 mm/3 mm

Kekuatan otot
Kanan Kiri
3 5
3 5

A : Diagnosis Klinis : Hemiplegi


Diagnosis Etiologi : CVA Bleeding (Intracerebral Hemmorhage)
Diagnosis Topis : Hemiparese Sinistra

P : KRS
Tx buat pulang
Citicolin 2 x 500 mg
Mecobalamin 1 x 500 mg
Lanzoperazole 1 x 30 mg
Micardis 40 mg 1 dd 1
Adalat oros 20 mg (1-0-0)
BAB II

PENDAHULUAN

Stroke merupakan salah satu permasalahan dunia yang menjadi penyebab kematian
ketiga di dunia, setelah penyakit jantung dan kanker. Kejadian stroke di Amerika Serikat
diperkirakan setiap tahunnya masih terdapat sekitar 530.000 pasien stroke, dimana setiap 40
detik ditemukan penderita stroke baru. Secara luas stroke diklasifikasikan menjadi stroke
iskemik yang dapat ditemukan dalam 80-85% kasus stroke, serta stroke hemoragik yang dapat
ditemukan dalam 15-20% sisa stroke. Penentuan diagnosis stroke iskemik ataupun stroke
hemoragik dapat dilakukan dengan pemeriksaan Head CT-Scan yang merupakan pemeriksaan
baku emas untuk stroke (Aini, Pujarini, dan Nirlawati, 2016).
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat
(dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu
sebagai hasil dari infark cerebri (stroke iskemik), perdarahan intraserebral atau perdarahan
subarachnoid (Mahmudah, 2014). Gangguan aliran darah ke otak tersebut menyebabkan aliran
oksigen ke otak juga ikut terganggu, sehingga terjadi kerusakan pada area otak yang
mengontrol fungsi-fungsi seperti berjalan, berpikir, berbicara, dan bernapas (Aini, Pujarini, dan
Nirlawati, 2016).
Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di otak pecah atau mengalami kebocoran,
sehingga terjadi perdarahan ke dalam otak. Bagian otak yang dipengaruhi oleh pendarahan
dapat menjadi rusak, dan darah dapat terakumulasi sehingga memberikan tekanan pada otak.
Jumlah perdarahan menentukan keparahan stroke. Perdarahan intraserebral menyebabkan 10-
15% kasus serangan stroke pertama kalinya, dengan angka kematian selama 30 hari dari 35%
menjadi 52% dimana setengah dari angka kematian tersebut terjadi dalam 2 hari pertama.
Dalam suatu penelitian pada 1.041 kasus ICH, didapatkan 50% pada lokasi yang dalam, 35%
lobar, 10% cerebelar, dan 6% pada otak (Mahmudah, 2014).
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak
28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita kelumpuhan sebagian atau total.
Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan (Khairunnisa,
2014). Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim
otak, ruang cairan serebrospinalis di sekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan
tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga
oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan
intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang
otak. Stroke hemoragik dibagi menjadi perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarachnoid. Pada perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi pada parenkim otak itu
sendiri. Penyebab perdarahan intraserebral, antara lain hipertensi, aneurisma, malformasi
arteroivenous, neoplasma, gangguan koagulasi, antikoagulan, vaskulitis, trauma, dan
idiopatik (Mahmudah, 2014).
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Stroke hemoragik merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut baik fokal
maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke otak yang disebabkan oleh perdarahan
pada arteri serebralis. Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk ke dalam
jaringan otak, sehingga terjadi hematom. World Health Organization (WHO) membagi
stroke hemoragik berdasar penyebabnya menjadi intracerebral hemorrhagic (ICH) dan
subarachnoid hemorrhagic (SAH).
ICH biasanya disebabkan suatu aneurisma yang pecah ataupun karena suatu
penyakit yang menyebabkan dinding arteri menipis dan rapuh. SAH diakibatkan
masuknya darah ke ruang subarakhnoid baik dari tempat lain berupa SAH sekunder atau
sumber perdarahan berasal dari rongga subarakhnoid itu sendiri seperti perdarahan
subarakhnoid primer (Humam dan Lisiswanti, 2015).

B. Epidemiologi
Analisis pada 3 tahun dari data mortalitas nasional untuk pasien stroke
intracerebtral oleh ayala dan teman-temannya mengungkapkan eksiden terbesar dari ICH
pada Africa Amerika , Alaska Natives, Asian pacific Islander (API) dan kumpulan
Hispanic ethnic. Juga mengunkap bahwa porporsi yang tinggi dari kematian akibat stroke
terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan jenis kelamin, kes fatality rate untuk
strokehemoragik adalah sama untuk perempuan dan laki-laki.walaupun begitu, sercara
keseluruhan mortalitas stroke lebih tinggi dari lelaki (Cristina, 2010)
Insidensi di seluruh dunia dari perdarahan intracerebral menunjukan 10-20
kasus dari 100,000 populasi dan termasuk peningkatan umur.Perdarahan intracerebral
lebih banyak terjadi pada lelaki berbanding perempuan terutama umur lebih 55 tahun dan
juga termasuk populasi termasuk orang kulit hitam dan japan. Pada penelitian selama 20
tahun oleh National Health dan Nutrition examination survei epidemiologi insiden
perdarahan intracerebral diantara orang kulit Hitam 50/100,000 dua kali lipat insiden pada
pada orang kulit putih.Insiden populasi di Japan 55/100,000 sama dengan orang kulit
hitam. Prevelansi Hipertensi dan pengunaan alcohol yang tinggi pada populasi Japan
meningkatkan insidensi.Hipertensi adalah faktor risiko spontan perdarahan intraserebral
terutama pada pasien yang tidak menggunakan obat hipertensi,pasien umur 55 tahun,anak
muda dan perokok (Adnan, 2001)
C. Etiologi
Stroke hemoragik terjadi sesuai dengan penyebab perdarahan otak dan lokasi
perdarahannya. ICH biasanya disebabkan suatu aneurisma yang pecah ataupun karena
suatu penyakit yang menyebabkan dinding arteri menipis dan rapuh. ICH paling sering
terjadi pada pasien stroke dengan hipertensi dan aterosklerosis. ICH juga bisa disebabkan
oleh tumor otak dan penggunaan obat-obatan seperti obat oral antikoagulan dan
amphetamine. Perdarahan biasanya terjadi pada daerah seperti lobus otak, basal ganglia,
thalamus, pons, dan serebellum. Perdarahan dapat juga terjadi pada intraventrikuler
(Humam dan Lisiswanti, 2015). Menurut Mahmudah (2014) penyebab ICH antara lain
hipertensi, aneurisma, malformasi arteroivenous, neoplasma, gangguan koagulasi,
antikoagulan, vaskulitis, trauma, dan idiopatik.
Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur arteri
lentikulostriata, arteri thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian. Sedangkan
perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat
pendarahan dari cabang arteri serebelaris superior dan arteri serecelaris inferior anterior
(Godoy dkk., 2015).
Gambar 1. Predileksi sumber perdarahan ICH

D. Patofisiologi
Etiologi dan patofisiologi perdarahan intracerebral primer masih kontroversi.Perdarahan
intraserebral primer adalah disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arterioles, pada
kebanyakan kasus dengan hipertensi arterial.Pecahnya pembuluh darah spontan adalah
disebabkan berkurangnya elastisiti pembuluh darah dan meningkatnya suseptibiliti. Cerebral
amyloid angiopati adalah penyakit yang tersering pada orang berusia.Perdarahan intrserebral
mengambil jalan yang paling rendah resistensinya dan menyebar sepanjang neuronal
fiber.Perdarahan intrserebral yang belokasi pada suprtatentorial menyebabkan meningkatnya
tekanan intracranial jika volume lebih dari 60cc atau adanya lebih banyak atrofi pada
otak.Akhirnya meningkatkan tekanan pada jaringan dan hemostasis akhirnya menghentikan
perdarahan. Meningkatnya tekanan pada jaringan seterusnya ICH menyebabkan bahaya
Iskemik pada area tersebut dimana menyebabkan sitotoksik edema otak dalam waktu 24
sampai 48 jam.Mekanisme ini menyebabkan peningkatan intracranial sekunder dimana
merosakkan neurologis sekunder dan memerlukan pengobatan yang lebih. (Koivunen, 2015).

Perdarahan terkumpul dan membeku disebut sebagai hematom,dimana akan terus


membesar dan meningkatkan tekanan pada jaringan sekitar otak.Peningkatan tekanan
intracranial menyebabkan pasien konfius dan letargi. Pada tempat perdarahan suplai darah
berkurang dan menyebabkan stroke.Sel darah yang mati melepaskan toksin dan menambahkan
lagi kerusakan jaringan di sekitar hematoma.Perdarahan intraserebral bisa terjadi pada
superfisial atau terjadi lebih dalam pada otak.Perdarahan yang dalam boleh menyebar sampai
ke ventrikel (Godoy dkk., 2015).

Efek Patologis

Gambar3 : Efek patologis

1. Efek dari space occupaying Otak bergeser

2. Hematoma dapat menyebabkan pelebaran untuk beberapa jam pertama jika perdarahan terus
berlanjut. Dalam waktu 48 jam darah dan plasma akan mengelilingi otak dan menyebabkan
gangguan pada sawar darah otak, edema vasogenik dan sitotoksik, kerusakan neural dan
nekrosis. Resolusi hematoma terjadi dalam 4-8 minggu meninggalkan kavitas kista (Koivunen,
2015).

E. Faktor Risiko

Tabel 1. Faktor Risiko Stroke


Bisa dikendalikan Potensial bisa dikendalikan Tidak bisa dikendalikan

Hipertensi Diabetes mellitus Umur


Penyakit jantung Hiperthomosistemia Jenis kelamin
Fibriilasi atrium Hipertrofi ventrikel kiri Herediter
Endokarditis Ras dan etnis
Stenosis mitralis
Infark jantung Geografi
Merokok
Anemia sel sabit
Transient ischemic attack
(TIA)
Stenosis karotis asimtomatik
(Setyopranoto, 2011)

F. Gejala Klinis
a) Onset perdarahan bersifat mendadak,terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri
kepala,mual muntah,gangguan memori,bingung,perdarahan retina dan epistaksis.
b) Penurunan kesadarn yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparase dan dapat
disertai kejang fokal/umum
c) Tanda-tanda penekanan batang otak,gejala pupil unilateral,reflex pergerakan bola mata
menghialang dan deserebrasi
d) Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intracranial (TTIK), misalnya papilledema
dan perdarahan subhialoid.
Mendiagnosa dengan Cepat ICH sangat penting . Perkembangan klinis yang
cepatselama beberapa jam pertama dengan cepat dapat menyebabkan kerusakan neurologis dan
ketidakstabilan kardio - paru .Presentasi klasik dalam ICH adalah timbulnya progresif defisit
neurologis fokal selama menit ke jam dengan disertai sakit kepala, mual , muntah, penurunan
tingkat kesadaran dan peningkatan tekanan darah.Relatif ,pada stroke iskemik dan perdarahan
subarachnoid , ada biasanya lebih mendadak fokus deficits.Gejala sakit kepala dan muntah
juga diamati lebih sering pada stroke iskemik dibandingkan dengan ICH. Gejala ICHbiasanya
karena peningkatan ICP . Hal ini sering dibuktikanmelalui kehadiran triad Cushing hipertensi
, bradikardia dan respirasi tidak teratur - dipicu oleh Cushing refleks. Dysautonomia juga sering
terjadi di ICH ,termasuk juga hiperventilasi , takipnea , bradikardia , demam , hipertensi dan
hyperglycemia (Sthephani, 2013)
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
1) Anamnesis
Gejala yang mendadak pada saat awal, lamanya awitan, dan aktivitas saat
serangan.
Deskripsi gejala yang muncul beserta kelanjutannya: progresif memberat,
perbaikan, atau menetap.
Gejala penyerta: penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar,
kejang, gangguan penglihatan, atau gangguan fungsi kognitif.
Adanya faktor risiko stroke.
2) Pemeriksaan Fisik
Tanda vital.
Pemeriksaan kepala dan leher (mencari adanya cedera kepala akibat jatuh, bruit
karotis, peningkatan vena jugularis, dan lain-lain).
Pemeriksaan fisik umum.
Pemeriksaan neurologis, meliputi:
- Pemeriksaan kesadaran.
- Pemeriksaan nervus cranialis.
- Pemeriksaan kaku kuduk (biasanya positif pada perdarahan subarachnoid).
- Pemeriksaan motorik, refleks, dan sensorik.
- Pemeriksaan fungsi kognitif sederhana berupa ada tidaknya afasia atau
dengan pemeriksaan Mini Mental State Examination (MMSE) saat di
ruangan (Ariefputera dkk., 2014).
3) Siriraj Stroke Score (SSS)
SSS = (2,5 x conciousness) + (2 x vomiting) + (2 x headache) + (0,1 x diastolic
blood pressure) - (3 x atheroma) - 12
Skoring:
Conciousness (kesadaran)
Sadar =0
Stupor (mengantuk) =1
Subkoma/koma =2
Vomiting (muntah)
Tidak =0
Ya =1
Headache (sakit kepala)
Tidak =0
Ya =1
Diastolic blood pressure (tekanan darah diastolik)
Atheroma (salah satu/lebih dari diabetes mellitus, angina, claudicatio intermitten)
Tidak ada =0
Ada =1
Nilai skor Siriraj lebih dari 1 (satu) mengindikasikan perdarahan intraserebral
supratentorial, sedangkan nilai di bawah -1 (minus satu) mengindikasikan infark
serebri. Nilai antara 1 dan -1 menunjukkan hasil belum jelas, sehingga membutuhkan
CT-scan kepala (Widiastuti dan Nuartha, 2015).
4) Pemeriksaan Penunjang
Electrocardiography (ECG).
Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, hemostasis, gula darah,
urinalisis, analisis gas darah, dan elektrolit).
Foto thoraks: untuk melihat adanya gambaran kardiomegali sebagai penanda
adanya hipertensi untuk faktor risiko stroke.
CT-scan atau MRI: gambaran hipodens/hipointens didapatkan pada stroke
iskemik dan hiperdens/hiperintens pada stroke hemoragik.
Transcranial doppler (TCD) dan doppler karotis, antara lain untuk melihat
adanya penyumbatan dan patensi dinding pembuluh darah sebagai risiko stroke.
Analisis cairan cerebrospinal jika diperlukan (Ariefputera dkk., 2014).

H. Differential Diagnosis

Tabel 3. Differential Diagnosis ICH


ICH SAH STROKE INFARK
Intracerebral Hemorrhage Subarachnoid Hemorrhage
Etiologi: pecahnya Etiologi: pecahnya Etiologi: penyumbatan
pembuluh darah. pembuluh darah, biasanya pembuluh darah.
pada percabangan arteri-
arteri besar.
Gejala klinis: Gejala klinis: Gejala klinis:
Onset akut-mendadak Onset akut-mendadak Onset subakut
Saat aktivitas Saat aktivitas Saat istirahat
Nyeri kepala +++ Nyeri kepala ++++ Nyeri kepala +
Muntah + Muntah ++ Muntah +/-
Kesadaran menurun + Kesadaran menurun + Kesadaran menurun
Riw. Hipertensi + Riw. Hipertensi - Riw. Hipertensi

Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan fisik:


Kaku kuduk +/- Kaku kuduk + Kaku kuduk -

CT-scan: gambaran CT-scan: gambaran CT-scan: gambaran


hiperdens hiperdens daerah hipodens
subarachnoid
I. Penatalaksanaan
1) Tatalaksana Umum
a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan. Oksigen diberikan apabila saturasi < 95%.
Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien yang mengalami hipoksia, syok, dan
berisiko tinggi mengalami aspirasi.
b. Stabilisasi hemodinamik dengan cara:
- Cairan kristaloid dan koloid intravena. Hindari cairan hipotonik.
- Optimalisasi tekanan darah. Target tekanan darah sistol berkisar 140 mmHg.
c. Pemeriksaan awal fisik umum: kesadaran, TTV, pemeriksaan neurologi.
d. Pengendalian peningkatan tekanan intrakranial (TIK), meliputi:
- Elevasi kepala 20-30o .
- Hindari penekanan vena jugularis.
- Hindari pemberian cairan glukosa, cairan hipotonik, dan hipertermia.
- Jaga normovolemia
- Osmoterapi dengan indikasi:
o Manitol 0,25-0,5 g/kgBB diberikan selama > 20 menit, diulang setiap
4-6 jam dengan target < 310 mOsm/L.
o Furosemid dengan dosis inisial 1 mg/kgBB intravena.
e. Pengendalian kejang. Bila ada kejang berikan diazepam 5-20 mg bolus lambat
intravena diikuti fenitoin 15-20 mg/kgBB bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit. Pasien perlu perawatan ICU jika ada kejang.
f. Pengendalian suhu tubuh (Ariefputera dkk., 2014).
2) Tatalaksana Khusus
a. Diagnosis dan penilaian gawat darurat
- CT-scan dan MRI untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan.
- Apabila dicurigai terdapat lesi struktural seperti malformasi vaskular dan
tumor dapat dilakukan pemeriksaan angiografi CT, venografi CT, CT dengan
kontras, MRA, dan MRV.
b. Tatalaksana medis
- Penggantian faktor koagulasi dan trombosit jika pasien mengalami defisiensi.
Dapat diberikan: Vit. K 10 mg intravena pada pasien dengan INR meningkat;
Fresh Frozen Plasma 2-6 unit.
- Pencegahan tromboemboli vena dengan stoking elastis.
- Heparin subkutan dapat diberikan apabila perdarahan telah berhenti sebagai
pencegahan tromboemboli vena.
- Kontrol tekanan darah dan gula darah.
- Pemberian antiepilepsi apabila terdapat kejang.
- Operasi dengan indikasi: perdarahan serebelum dengan perburukan
neurologis, adanya kompresi batang otak, hidrosefalus akibat obstruksi
ventrikel (perdarahan di lobus > 30 ml dan terdapat 1 cm dari permukaan
dapat dilakukan kraniotomi standar; drainase ventrikuler pada hidrosefalus
dipertimbangkan pada pasien dengan penurunan kesadaran) (Ariefputera
dkk., 2014).
- Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tujuan
pemberian neuroprotektor adalah untuk meningkatkan kemampuan kognitif.
Contohnya: citicholine, codergocrin mesilate, piracetam (Setyopranoto,
2011).
3) Tatalaksana Tekanan Darah (TD)
Apabila tekanan darah sistoloik (TDS) > 200 mmHg atau Mean Arterial Pressure
(MAP) > 150 mmHg, TD diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
a. Penatalaksanaan hipertensi
- Apabila TDS > 180 mmHg atau Map > 130 mmHg disertai dengan gejala
dan tanda peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK), dilakukan pemantauan
tekanan darah. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi
intravena secara kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan perfusi
serebral > 60 mmHg.
- Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan TIK, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu dan intermitten dengan
pemantauan setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah
160/90 mmHg.
- Pada ICH dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan
cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman. Target MAP 100 mmHg setelah
penatalaksanaan kraniotomi.
- Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah.
- Obat antihipertensi parenteral yang digunakan adalah golongan beta-bloker
(Labetolol dan Esmolol), Calcium canal bloker (Nikardipin dan Diltiazem)
intravena.
- Hidralazin dan Nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan TIK, meskipun bukan kontraindikasi yang
mutlak.
- Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan lebih
rendah dari target di atas pada kondisi tertentu seperti mengancam organ lain,
misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut,
dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada
jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
b. Penatalaksanaan hipotensi
- Hipotensi arterial pada stroke akutberhubungan dengan buruknya keluaran
neurologis, terutama bila TDS < 100 mmHg atau TDS < 70 mmHg. Oleh
karena itu, harus dicari penyebabnya terutama diseksi aorta, hipovolemia,
perdarahan, dan penurunan curah jantung karena iskemia miokardium atau
aritmia.
- Penggunaan obat vasopressor dapat diberikan dalam bnetuk infus dan
disesuaikan dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti takikardia.
Obat-obat vasopressor yang dapat digunakan antara lain: fenilefrin, dopamin,
dan norepinefrin. Diawali dengan dosis kecil dan dipertahankan pada TDS
140 mmHg pada kondisi akut (Ariefputera dkk., 2014).
4) Tatalaksana Gula Darah
Pada kasus stroke, pengaturan gula darah menjadi penting karena hiperglikemia
berhubungan dengan luasnya volume infark dan gangguan kortikal serta memperburuk
keluaran pasien. Secara umum, hindari kadar gula darah > 180 mg/dL.
- Kadar gula > 180 mg/dL diturunkan dengan infus NaCl 0,9%.
- Hindari penggunaan larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah stroke.
- Hipoglikemia (< 50 mg/dL) mungkin akan memperlihatkan gejala mirip dengan
stroke infark dan dapat diatasi dengan pemberian bolus dextrosea atau infus
glukosa 10-20% sampai kadar gula darah 80-110 mg/dL.
- Insulin digunakan pada pasien stroke akut dengan DM tipe I dan II, tetapi tidak
dapat digunakan pada pasien stroke lakunar.
- Kontrol gula darah selama fase akut dapat dilakukan dengan sliding scale insulin
subkutan (Ariefputera dkk., 2014).

Tabel 4. Kadar Gula Darah dan Dosis Insulin Subkutan


Gula Darah (mg/dL) Dosis Insulin Subkutan (unit)

150-200 2
201-250 4
251-300 6
301-350 8
351 10

(Ariefputera, 2014)

J. Prognosis
Tiga prediktor utama yang menentukan prognosis pada kasus ICH adalah ukuran
perdarahan, lokasi dari perdarahan dan status kesadaran dari penderita. Ekspansi
perdarahan juga mengindikasikan prognosis yang buruk dengan hematoma ukuran yang
luas (Caplan, 2009).
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Tn. S usia 52 tahun datang ke IGD RSUD Bangil pada tanggal 6 juli 2017
jam 22.47 Pasien datang ke IGD RSUD Bangil dengan lemas setengah badan sebelah
kanan secara mendadak, waktu pasien turun dari motor sebelum pasien lemes tangan
kanan dan kanan pasien sempat habis pijat urat, pasien di sertai berbicara pelo (+),
sebelum ke IGD pasien sempat mual(+), muntah(+), nyeri kepala (+) gejala yang diderita
Tn . S telah memenuhi gejala klinis dari stroke hemoragik. Stroke hemoragik adalah
penyakit gangguan fungsional otak akut baik fokal maupun global akibat terhambatnya
aliran darah ke otak yang disebabkan oleh perdarahan pada arteri serebralis (Humam dan
Lisiswanti, 2015).
Menurut Hidayah (2015) gejala klinis dari stroke hemoragik diantaranya adalah
adanya kelumpuhan satu sisi tubuh; gangguan koordinasi; gangguan penglihatan; afasia;
gangguan persepsi; gangguan sensibilitas; kehilangan kesadaran sepintas (syncope),
penurunan kesadaran secara lengkap (stupor), koma, pusing, dan gangguan berupa
disorientasi; timbulnya depresi; mengalami ketidakstabilan emosi; gangguan memori;
perubahan kepribadian; dan nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan punggng, mual,
muntah serta photophobia. Tn. S memenuhi 3 kriteria yaitu adanya kelumpuhan satu sisi
tubuh, nyeri kepala, dan muntah.
Menurut Setyopranoto (2011) faktor risiko terjadinya stroke dibagi menjadi tiga,
yaitu bisa dikendalikan (Hipertensi, Penyakit jantung, Fibriilasi atrium, Endokarditis,
Stenosis mitralis, Infark jantung, Merokok, Anemia sel sabit, Transient ischemic attack,
Stenosis karotis asimtomatik); potensial bisa dikendalikan (Diabetes mellitus,
Hiperthomosistemia, Hipertrofi ventrikel kiri); dan tidak bisa dikendalikan (Umur, Jenis
kelamin, Herediter, Ras dan etnis, Geografi). Pada Tn. S memiliki faktor risiko stroke
yaitu riwayat hipertensi tidak terkontrol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil GCS = 4 5 6; tekanan darah 180/110
mmHg, nadi 98 x/menit, pernapasan 20 x/menit, dan adanya lateralisasi dextra.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik di atas, diagnosis dapat ditentukan
berdasarkan perhitungan Siriraj Stroke Score:
SSS = (2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 110) - (3 x 0) 12
= 0 + 2 + 2 + 11 12
= 3 CVA Bleeding
Pemeriksaan penunjang untuk Tn. S meliputi pemeriksaan laboratorium, dan CT-
scan kepala tanpa kontras. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, diketahui nilai Leukosit
(WBC) = 22,6; Hemoglobin (HGB) = 13,10; BUN = 45 mg/dL; Kreatinin = 1,180; Kalium
(K) = 4,03; dan GDS = 128. Pada pemeriksaan CT-scan kepala tanpa kontras, diketahui
bahwa adanya Intracerebral Hemorrhage dengan volume 11,41cc di thalamus kiri sampai
basal ganglia disertai perifocal edema. Berdasarkan pemeriksaan penunjang di atas maka
ditegakkan diagnosis pasien Tn. S adalah CVA Bleeding (Intracerebral Hemorrhage).
Terapi yang diberikan pada pasien Tn. S adalah infus assering 2 fl/hr; injeksi
citicholine 2 x 500 mg; injeksi kalmeco 1 x 500 mcg; injeksi ranitidin 2 x 50 mg; injeksi
santagesik 3 x 1 amp; injeksi Ceftriaxone 2x1 g Pada kasus ini diberikan dosis citicholine
2 x 500 mg secara IV. Hal ini sesuai dengan penelitian yang mengatakan hasil pada pasien
stroke yang diberikan 500 mg atau 2000 mg/dosis citicholine pada fase trial 24 jam
kemudian secara acak kepada pasien stroke menunjukkan hasil neurologis yang baik
dibandingkan dengan yang tidak diberikan perlakuan dan tidak ada efek samping.
Citicholine memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada sel saraf yang
mengalami iskemik. Dosis 500-2000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan
angka kematian dan kecacatan yang bermakna. Diberikan secara intravena agar efeknya
lebih cepat dan kuat dibandingkan secara peroral (Taufiqurrohman dan Sari, 2016).
Injeksi Kalmeco (mecobalamin/vitamin B12) 500 mcg/ml, baik untuk fungsi
kognitif penderita gangguan vaskular. Di mana vitamin B12 berperan dalam metabolisme
karbon, mentransfer kelompok metil dan reaksi metilasi yang penting untuk sintesis dan
metabolisme neurotransmiter dan fosfolipid dalam sistem saraf pusat (Taufiqurrohman
dan Sari, 2016). Injeksi santagesik dan ranitidin berfungsi untuk mengatasi nyeri kepala
dan muntah. Di mana Santagesik adalah NSAID yang mengandung metamizole-Na 500
mg/dL dan ranitidin adalah golongan antagonis H2 (Dinanti dan Carolia, 2016) injeksi
ceftriaxone Ceftriaxone adalah golongan antibiotik cephalosporin yang dapat digunakan
untuk mengobati beberapa kondisi akibat infeksi bakteri, seperti pneumonia, sepsis,
meningitis, infeksi kulit, gonore atau kencing nanah, dan infeksi pada pasien dengan sel
darah putih yang rendah (Marchelin, 2013)
BAB V
KESIMPULAN

Pasien Tn . S usia 52 tahun Pasien datang ke IGD RSUD Bangil dengan lemas setengah
badan sebelah kanan secara mendadak waktu pasien turun dari motor sebelum pasien
lemes tangan kanan dan kanan pasien sempat habis pijat urat, pasien di sertai berbicara
pelo (+), pasien sebelum ke IGD sempat mual (+), muntah (+), nyeri kepala (+) Riwayat
hipertensi tidak terkontrol. Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS = 4 5 6; tekanan
darah 180/110 mmHg, nadi 98 x/menit, pernapasan 20 x/menit, dan adanya lateralisasi
dextra. Siriraj Stroke Score adalah 3, di mana ini mengacu pada diagnosis CVA
Bleeding. Hasil CT-scan kepala tanpa kontras diketahui bahwa adanya Intracerebral
Hemorrhage dengan volume 11,41 cc. Terapi yang diberikan pada pasien Tn. S adalah
infus assering 2 fl/hr; injeksi citicholine 2 x 500 mg; injeksi kalmeco 1 x 500 mcg; mg;
injeksi santagesik 3 x 1 amp, injeksi ceftriaxone 2 x 1gr
DAFTAR PUSTAKA

Aini Athiefah Q., Pujarini Listyo A., dan Nirlawati Dona D. 2016. Perbedaan Kadar
Kolesterol Total antara Penderita Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik. Biomedika.
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Vol 8. No. 2.
Ariefputera, Andy. 2014. Kapita Selekta Kedokteran: Essentials of Medicine. Edisi 4. Cetakan
I. Jakarta: Media Aesculapius.
Caplan, L. R. 2009. Caplans Stroke: A Clinical Approach, Edisi 4. Philadelphia: Saunders
Elsevier.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2014. Presiden Resmikan RS Pusat
Otak Nasional. Tersedia di
http://www.depkes.go.id/article/view/201407200001/presiden-resmikan-rs-pusat-otak-
nasional.html. Diunduh pada 13 Februari 2017.
Dinanti B. R. dan Carolia N. 2016. Hemiparese Dekstra, Parese Nervus II e.c Stroke Non-
Hemoragik. J Medula Unila. Vol. 5. No. 3.
Dinata, C. A. dkk. 2013. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada Pasien Rawat Inap di
Bagian Penyakit dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan Periode 1 Januari 2010-31 Juni
2012. Jurnal Kesehatan Andalas: 2 (2).
Hidayah, Mellisa. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Outcome Pasien Stroke
yang Dirawat di ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang.
Intracerebral Hemorrhage: Pathophysiology, Diagnosis and Management.Fabio Magistris,
BMSc,Stephanie Bazak, BScH,Jason Martin.Volume 10 No. 1, 2013
Khairunnisa N. 2014. Hemiparese Sinistra, Parese Nervus VII, IX, X, XII e.c Stroke Non-
Hemorrhagic. JUKE UNILA.
Koivunen, Riku J. 2015. Intracerebral Hemorrhage in Young Adults. Neurology University
of Helsinki and Helsinki University Hospital.
Mahmudah, Raisa. 2014. Left Hemiparese e.c. Hemorrhagic Stroke. Medula. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Vol. 2. No. 4.
Setyopranoto, Ismail. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Fakultas Kedokteran
Universitas Gajah Mada Yogyakarta. CDK 185. Vol. 38. No. 4.
Taufiqurrohman dan Sari M. I. 2016. Manfaat Pemberian Sitikoline pada Pasien Stroke Non-
Hemoragik (SNH). J Medula Unila. Vol. 6. No. 1.
Widiastuti, Priska dan Nuartha, Anak A. B. Ngurah. 2015. Sistem Skoring Diagnostik
untuk Stroke: Skor Siriraj. Fakultas Kedokteran Universits Udayana Denpasar Bali.
CDK-233. Vol. 22. No. 42.

Anda mungkin juga menyukai