Anda di halaman 1dari 29

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Ny.R
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 50 tahun
Status marietal : Sudah menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : WATUGEDE 003/003 JELADRI
Suku : Madura
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 15 Februari 2017
Tanggal Keluar RS : 25 februari 2017
Tanggal pemeriksaan : 16 februari 2017
Ruang Perawatan : Melati 4E

II. ANAMNESA

Anamnesis dilakukan secara auto anamnesis dan alloanamnesis

Keluhan Utama

BAB warna hitam

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan BAB berwarna hitam seperti petis sejak 2 hari yang lalu
Kemudian pasien di bawa ke IGD RSUD Bangil. Pasien juga mengeluh mual. Perut pasien
terasa nyeri di bagian epigastrika, Sebelumnya pasien sering telat makan, dan pasien juga
sering sering kesemutan jadi pasien sering mengkonsumsi obat asam urat dan sering
mengkonsumsi jamu-jamuan. Dan Pasien jugan mengeluh perutnya tambah sakit kalau dikasih
makan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa (disngkal)
Riwayat hipertensi (disangkal)
Riwayat Diabetes Mellitus (disangkal)

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa (disngkal)

Riwayat Pengobatan
Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun..

Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi obat/makanan

Riwayat Psikososial
Merokok (-)
Alkohol (-)
Jamu-jamuan (+)
Makanan berlemak (-)
Obat pegel linu (+)

e. Anamnesis Sistem
Sistem serebrospinal : Pusing (+), demam (-).
Sistem respirasi : Batuk (-), sesak nafas (-).
Sistem kardiovaskuler : Berdebar-debar (-), nyeri dada (-).
Sistem digestivus : Mual (+),muntah (-), perut
sebah (+), nyeri perut (+), Flatus (+), BAB kehitaman
(+).
Sistem Urogenital : Nyeri pinggang (-), hematuria (-).
Sistem musculoskeletal : Tidak ada hambatan dalam bergerak.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Fisik Umum

Keadaan Umum : lemah

Kesadaran : Compos mentis

Status Gizi : Cukup

Vital Sign

- Tekanan darah : 130/80

- Suhu : 36 C

- Nadi : 108 x/menit

- Pernafasan : 20x/menit

A. KEPALA
Mata : Mata cekung (-/-), conjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (+/+),
palpebra udem (-/-), reflek pupil (+) normal, isokor
Telinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-)
Hidung : Discharge (-/-) warna putih jernih atau bening, deformitas
(-/-),deviasi septum (-/-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran thyroid (-), kaku kuduk (-),
brudzinky I (-)
B. THORAX

PULMO
Inspeksi : simetris (+), ketinggalan gerak (-), retraksi intercostae melebar(-).
Palpasi : Ketinggalan gerak (-), vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+), Wheezing (-), Ronkhi basah basal (-/-),
ronkhi basah kasar (-/-)

JANTUNG
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS V MCL Sinistra 2 cm ke medial, thrill (-), kuat
angkat (-)
Perkusi : Batas kiri atas ICS II LSB
Batas kanan atas ICS II RSB
Batas kiri bawah ICS V LMC (S)
Batas kanan bawah ICS V RSB
Auskultasi : S1S2 single, mur-mur (-), gallop (-)

C. ABDOMEN
Inspeksi : soefl,flat, pulsasi epigastrium (-), sikatrik(-), stria (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (+), nyeri ketok ginjal (-) defans musculer (-),
murphy sign (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra
(-/-)
Perkusi : Tympani diseluruh regio abdomen
D. EKSTREMITAS
Superior : Edema (-/-), hambatan gerak (-/-), akral hangat (+/+)
Inferior : Edema (-/-), hambatan gerak (-/-), akral hangat (+/+)

FOLLOW UP

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 14 februari 2017


1. Laboratorium
Darah Lengkap
DL Hasil Nilai normal
WBC 9,11 (5.0-11.0)
Neutrofil 7,2
Limfosit 1.3
Monosit 0.5
Eosinofil 0.1
Basofil 0.0
Neutrofil % 78.8 (%) 39.3-73.7
Limfosit % 13.7 (%) 18.0-48.3
Monosit % 5.9 (%) 4.40-12.7
Eosinofil % 1.1 (%) 0.600-7.30
Basofil % 0.5 (%) 0.00-6.2
RBC 1.440 (4.6-6.2)
HB 4.09 gr/dl (13.5 18.0 gr/dl)
HCT 12.40 (40-54)
MCV 86.20 (81.1-96,0)
MCH 28.40 (27.0-31.2)
MCHC 32.90 (31.8-35.4)
RDW 11.80 (11.5-14.5)
PLT 255 (155-366)
MPV 6,22 (6.90-10.6)
GDS 118gr/dl < 200
SGOT 17.63 U/L P : < 31 L : < 37
SGPT 10.07U/L P : < 31 L : < 45

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 16 februari 2017


1. Laboratorium
Darah Lengkap
DL Hasil Nilai normal
WBC 5.89 (5.0-11.0)
Neutrofil 4.6
Limfosit 0.7
Monosit 0.4
Eosinofil 0.2
Basofil 0.0
Neutrofil % 77.5 (%) 39.3-73.7
Limfosit % 12.5 (%) 18.0-48.3
Monosit % 6.5 (%) 4.40-12.7
Eosinofil % 3.1 (%) 0.600-7.30
Basofil % 0.5 (%) 0.00-6.2
RBC 1.690 (4.6-6.2)
HB 4.42 gr/dl (13.5 18.0 gr/dl)
HCT 14.00 (40-54)
MCV 83.20 (81.1-96,0)
MCH 26.20 (27.0-31.2)
MCHC 31.50 (31.8-35.4)
RDW 15.50 (11.5-14.5)
PLT 223 (155-366)
MPV 7.19 (6.90-10.6)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 18 februari 2017


1. Laboratorium
Darah Lengkap
DL Hasil Nilai normal
WBC 4.76 (5.0-11.0)
Neutrofil 3.6
Limfosit 0.6
Monosit 0.2
Eosinofil 0.3
Basofil 0.0
Neutrofil % 74.7 (%) 39.3-73.7
Limfosit % 13.1 (%) 18.0-48.3
Monosit % 5.1 (%) 4.40-12.7
Eosinofil % 6.5 (%) 0.600-7.30
Basofil % 0.6 (%) 0.00-6.2
RBC 2.390 (4.6-6.2)
HB 6.78 gr/dl (13.5 18.0 gr/dl)
HCT 19.80 (40-54)
MCV 82.60 (81.1-96,0)
MCH 28.30 (27.0-31.2)
MCHC 34.30 (31.8-35.4)
RDW 14.80 (11.5-14.5)
PLT 156 (155-366)
MPV 6,67 (6.90-10.6)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 20 februari 2017


1. Laboratorium
Darah Lengkap
DL Hasil Nilai normal
WBC 5.78 (5.0-11.0)
Neutrofil 3.9
Limfosit 0.8
Monosit 0.3
Eosinofil 0.3
Basofil 0.0
Neutrofil % 67.8 (%) 39.3-73.7
Limfosit % 14.7 (%) 18.0-48.3
Monosit % 6.8 (%) 4.40-12.7
Eosinofil % 6.2 (%) 0.600-7.30
Basofil % 0.2 (%) 0.00-6.2
RBC 3.540 (4.6-6.2)
HB 10.30 gr/dl (13.5 18.0 gr/dl)
HCT 30.80 (40-54)
MCV 87.00 (81.1-96,0)
MCH 29.10 (27.0-31.2)
MCHC 33.40 (31.8-35.4)
RDW 18.10 (11.5-14.5)
PLT 301 (155-366)
MPV 7.8 (6.90-10.6)

2. Radiologi
Foto Thorax Hasil : tidak dilakukan
USG Abdomen Hasil : tidak dilakukan

IV. DIAGNOSIS
1. Melena
1.1. Gastritis erosive
2. Anemia
V. DIAGNOSIS BANDING
1. Varises esofagus
2. Karsinoma lambung
3. Zollinger-Ellison Syndrome
4. Ulkus duodenum
VI. TERAPI
Terapi Farmakologis:
Infus Ns 14 tpm IV
Infus II Ns 100 cc + Omz 80 mg
Inj omeprazol 1x40 mg IV
Inj As. Traneksamat 2x1 amp IV
Inj metoklopramide 2x10 mg IV
Inj cefotaxime 2x1 amp IV
PO : Sucralfat 3x1 cthII (30 Menit sebelum makan)

Terapi Non-farmakologis
Tirah baring
Diet makanan lunak, bubur saring
Transfusi PRC 1 labu / hari hingga Hb mencapai di atas 10 g/dl
Pasang NGT
Gastric lavas 1 kali
Jika masih melena puasa 8 jam
Terapi Nutrisi
Makan- makanan yang lunak dalam porsi kecil sedikit-sedikit
Hindari mengkonsumsi makanan yang pedas dan asam, merokok dan alkohol

VII. PEMERIKSAAN USULAN


Endoskopi
USG Abdomen

VIII. PROGNOSIS : Baik


Follow Up

Tanggal Subjective Objective Assesmant Planning

16/2/2017 BAB hitam seperti Gcs 456 Diagnos - Puasa 8 jam


petis, muntah darah Anemia - Inf Ns 14 tpm
segar, nyeri pada TD : 100/70 Etcausa - Inj drip omeprzole
epigastrium mmHg Hematemesis - Inj metoklopramid
RR : 20 x / mnt Melena 3x1
Nadi : 88 x/ mnt Etcausa - Inj vit K 1x1
Suhu : 36, 8o C Gastritis - Inj asam tranexamat
Hasil lab : Erosivais 2x1
WBC : 9,11 - PO : sucralfate 3xIIC
Rbc : 1.690 Transfusi PRC 1-2
Hgb : 4.42 gr/dl kolf/hari s/d HB 10
Hct : 14.00
Plt : 233
Mpv : 7.19

21/2/2017 BAB bewarna GCS 456 Diagnosis : Tx lanjut


hitam seperti petis, TD : 110/90 Anemia - Diet cair
pusing (+) Nadi : 89x/mnt Etcausa - Puasa/ 8 jam
RR : 20X/MNT Hematemesis - Transfusi stop krna hb
Suhu : 37 Melena sudah 10.30
Etcausa - Inf. Pz 14 tpm
Gastritis - Inj omeprazole 1x40
Hasil lab : Erosiva - Inj. Metoclopramid
WBC : 5.78 3x1
Rbc : 3.540 - Inj vit K 1X1
Hgb : 10.30 - Inj asam tranexamat
gr/dl 2x1
Hct : 30,80 - Po: sucralfat syrp 3x
Rdw : 18.20 cth II
Plt : 301

24/2/2017 Perutnya masih GCS 456 Diagnosis : -NGT lepas


sakit, pusing (+) TD : 130/100 Anemia -inf. Ns
Nadi : 95 x/mnt Etcausa -inj metoclopramid 3x1
RR : 22 x/mnt Hematemesis -inj. Vitamin K 1x1
Hasil lab : Melena -inj.omeprazol 1x40
WBC : 5.78 Etcausa Po. Sucralfat 3x cth II
Rbc : 3.540 Gastritis Pamol 3x1
Hgb : 10.30 Erosiva
gr/dl
Hct : 30,80
Rdw : 18.20
Plt : 301

25/2/2017 Sudah tidak ada GCS 456 Diagnosis : KRS


keluhan TD : 130/70 melena ec
Nadi : 86 gastritis
Suhu : 37.8 erosiva +
RR : 21 anemia
Hasil lab :
WBC : 5.78
Rbc : 3.540
Hgb : 10.30
gr/dl
Hct : 30,80
Rdw : 18.20
Plt : 301
BAB II
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung. Secara

histologis dapat dibuktikan dengan inflamasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis

merupakan gangguan yang sering terjadi dengan karakteristik adanya anorexia, rasa penuh,

dan tidak enak pada epigastrium, mual, muntah. Gastritis adalah peradangan mukosa

lambung, erosi mukosa lambung, atau kadang-kadang peradangan bakteri (H.pylori).

Gejala utama pada gastritis erosif adalah nyeri abdomen quadran kiri atas. Gambaran

klinis Gastritis akut erosif sangat bervariasi pada kasus yang sangat berat gejala yang sangat

mencolok adalah hematemesis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai

terjadi renjatan karena kehilangan darah. pada sebagian besar kasus gejalanya amat ringan

bahkan asimtomatis. keluhan itu misalnya nyeri timbul pada ulu hati, biasanya dapat ditunjuk

dengan tempat lokasinya. Kadang-kadang disertai dengan mual dan muntah, anoreksia.

Vomitus terjadi akibat aktivasi N.vagus, namun jarang berlanjut menjadi berat.

Gastritis erosif dapat disebabkan oleh : Obat analgetik anti inflamasi, terutama

aspirin, Bahan-bahan kimia, merokok, konsumsi alkohol, jamu, stres fisik yang disebabkan

oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal, kerusakan

susunan saraf pusat, dan gastritis kronis.

Pada pemeriksaan fisik biasanya jarang ditemukan kelainan berarti, kecuali pada

kasus yang mengalami perdarahan yang hebat, sehingga menimbulkan tanda dan gejala

gangguan hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardi sampai
gangguan kesadaran. Pada kasus ini hal yang mendukung diagnosis adalah temuan adanya

nyeri tekan epigastrium.

Hematemesis adalah muntah darah yang berwarna hitam yang berasal darisaluran cerna

bagian atas. Melena yaitu buang air besar berwarna hitam yang berasal dari saluran cerna

bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas

(proksimal) dari ligamentum Treitz, mulai dari jejenum proksimal, duodenum, gaster dan

esofagus.
BAB III

A. Anatomi saluran cerna


B. DEFINISI

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yaitu perdarahan yang berasal dari dalam
lumen saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal,
duodenum, gaster, dan esophagus(1). Hal tersebut mengakibatkan muntah darah (hematemesis)
dan berak darah berwarna hitam seperti petis (melena)(2).
Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam lambung
menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi(3)(4). Melena yaitu keluarnya tinja yang
lengket dan hitam seperti petis dengan bau khas, yang menunjukkan perdarahan saluran cerna
atas serta dicernanya darah pada usus halus(3)(4)

C. ETIOLOGI

Beberapa penyebab timbulnya perdarahan di saluran cerna atas yaitu :


1. Kelainan di esophagus
a. Pecahnya varises esophagus
Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif, kehilangan darah
gastrointestinal kronik jarang ditemukan. Perdarahan varises esofagus atau lambung
biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis.
Meskipun sirosis alkoholik merupakan penyebab varises esofagus yang paling prevalen
di Amerika Serikat, setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi portal dapat
mengakibatkan perdarahan varises. Lebih lanjut, kendati adanya varises berarti adanya
hipertensi portal yang sudah berlangsung lama, penyakit hepatitis akut atau infiltrasi
lemak yang hebat pada hepar kadang-kadang menimbulkan varises yang akan
menghilang begitu abnormalitas hepar disembuhkan. Meskipun perdarahan SMBA
pada pasien sirosis umumnya berasal dari varises sebagai sumber perdarahan, kurang
lebih separuh dari pasien ini dapat mengalami perdarahan yang berasal dari ulkus
peptikum atau gastropati hipertensi portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi
akibat penggembungan vena-vena mukosa lambung. Sebagai konsekuensinya, sangat
penting menentukan penyebab perdarahan agar penanganan yang tepat dapat
dikerjakan(2).
Angka kejadian pecahnya varises esophagus yang menyebabkan perdarahan
cukup tinggi yaitu 54,8%. Sifat perdarahan hematemesisnya mendadak dan masif,
tanpa didahului nyeri epigastrium. Darah berwarna kehitaman dan tidak akan membeku
karena sudah tercampur asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan
melena(5).
b. Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus lebih sering menunjukkan keluhan melena daripada
hematemesis. Pasien juga mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis. Hanya
sesekali penderita muntah darah tidak masif. Pada panendoskopi jelas terlihat gambaran
karsinoma yang hampir menutup esophagus dan mudah berdarah terletak di sepertiga
bawah esophagus(5).
c. Sindrom Mallory-Weiss
Riwayat medis ditandai oleh gejala muntah tanpa isi (vomitus tanpa darah).
Muntah hebat mengakibatkan ruptur mukosa dan submukosa daerah kardia atau
esophagus bawah sehingga muncul perdarahan. Karena laserasi aktif disertai ulserasi,
maka timbul perdarahan. Laserasi muncul akibat terlalu sering muntah sehingga
tekanan intraabdominal naik menyebabkan pecahnya arteri di submukosa esophagus/
kardia. Sifat perdarahan hematemesis tidak masif, timbul setelah pasien berulangkali
muntah hebat, lalu disusul rasa nyeri di epigastrium. Misalnya pada hiperemesis
gravidarum(5).
d. Esofagogastritis korosiva
Pernah ditemukan penderita wanita dan pria yang muntah darah setelah tidak
sengaja meminum air keras untuk patri. Air keras tersebut mengandung asam sitrat dan
asam HCl yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esophagus dan lambung.
Penderita juga mengeluh nyeri dan panas seperti terbakar di mulut, dada dan
epigastrium(5).
e. Esofagitis dan tukak esophagus
Esofagitis yang menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat intermiten atau
kronis, biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena daripada hemetemesis.
Tukak esophagus jarang menimbulkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak
lambung dan duodenum(5).
2. Kelainan di lambung
a. Gastritis erosiva hemoragika
Penyebab terbanyak adalah akibat obat-obatan yang mengiritasi mukosa
lambung atau obat yang merangsang timbulnya tukak (ulcerogenic drugs). Misalnya
obat-obat golongan salisilat seperti Aspirin, Ibuprofen, obat bintang tujuh dan lainnya.
Obat-obatan lain yang juga dapat menimbulkan hematemesis yaitu : golongan
kortikosteroid, butazolidin, reserpin, spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat
tersebut menimbulkan hiperasiditas(2)(6).
Gastritis erosiva hemoragika merupakan urutan kedua penyebab perdarahan
saluran cerna atas. Pada endokopi tampak erosi di angulus, antrum yang multipel,
sebagian tampak bekas perdarahan atau masih terlihat perdarahan aktif di tempat erosi.
Di sekitar erosi umumnya hiperemis, tidak terlihat varises di esophagus dan fundus
lambung. Sifat hematemesis tidak masif dan timbul setelah berulang kali minum obat-
obatan tersebut, disertai nyeri dan pedih di ulu hati(5).
b. Tukak lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama di angulus dan
prepilorus bila dibandingkan dengan tukak duodeni. Tukak lambung akut biasanya
bersifat dangkal dan multipel yang dapat digolongkan sebagai erosi(5).
Biasanya sebelum hematemesis dan melena, pasien mengeluh nyeri dan pedih
di ulu hati selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Sesaat sebelum hematemesis
rasa nyeri dan pedih dirasakan bertambah hebat, namun setelah muntah darah rasa nyeri
dan pedih tersebut berkurang. Sifat hematemesis tidak begitu masif, lalu disusul
melena(5).
c. Karsinoma lambung
Insidensinya jarang, pasien umumnya berobat dalam fase lanjut dengan keluhan
rasa pedih dan nyeri di ulu hati, rasa cepat kenyang, badan lemah. Jarang mengalami
hematemesis, tetapi sering melena(5).
3. Kelainan di duodenum
a. Tukak duodeni
Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan panendoskopi terletak di bulbus.
Sebagian pasien mengeluhkan hematemesis dan melena, sedangkan sebagian kecil
mengeluh melena saja. Sebelum perdarahan, pasien mengeluh nyeri dan pedih di perut
atas agak ke kanan. Keluhan ini juga dirasakan waktu tengah malam saat sedang tidur
pulas sehingga terbangun. Untuk mengurangi rasa nyeri dan pedih, pasien biasanya
mengkonsumsi roti atau susu(5).
b. Karsinoma papilla Vateri
Karsinoma papilla Vateri merupakan penyebaran karsinoma di ampula
menyebabkan penyumbatan saluran empedu dan saluran pancreas yang umumnya
sudah dalam fase lanjut. Gejala yang timbul selain kolestatik ekstrahepatal, juga dapat
menimbulkan perdarahan tersembunyi (occult bleeding), sangat jarang timbul
hematemesis. Selain itu pasien juga mengeluh badan lemah, mual dan muntah(5).

D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme perdarahan pada hematemesis dan melena sebagai berikut :
1. Perdarahan tersamar intermiten (hanya terdeteksi dalam feces atau adanya anemia defisiensi
Fe+)
2. Perdarahan masif dengan renjatan
Untuk mencari penyebab perdarahan saluran cerna dapat dikembalikan pada faktor-
faktor penyebab perdarahan, yaitu (1):
1. Faktor pembuluh darah (vasculopathy) seperti pada tukak peptik, pecahnya varises
esophagus
2. Faktor trombosit (trombopathy) seperti pada Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP)
3. Faktor kekurangan zat pembekuan darah (coagulopathy) seperti pada hemophilia, sirosis
hati, dan lain-lain
Pada sirosis kemungkinan terjadi ketiga hal di atas : vasculopathy (pecahnya varises
esophagus); trombopathy (pengurangan trombosit di tekanan perifer akibat hipersplenisme);
coagulopathy (kegagalan sel-sel hati)(1).
Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori(1) :
1. Teori erosi : pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan kasar (berserat tinggi
dan kasar) atau konsumsi NSAID
2. Teori erupsi : karena tekanan vena porta terlalu tinggi, atau peningkatan tekanan
intraabdomen yang tiba-tiba karena mengedan, mengangkat barang berat, dan lain-lain

E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis yang muncul bisa berbeda-beda, tergantung pada(6) :
1. Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus
2. Kecepatan perdarahan
3. Penyakit penyebab perdarahan
4. Keadaan penderita sebelum perdarahan
Pada hematemesis, warna darah yang dimuntahkan tergantung dari asam hidroklorida
dalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi segera setelah perdarahan,
muntahan akan tampak berwarna merah dan baru beberapa waktu kemudian penampakannya
menjadi merah gelap, coklat atau hitam. Bekuan darah yang mengendap pada muntahan akan
tampak seperti ampas kopi yang khas. Hematemesis biasanya menunjukkan perdarahan di
sebelah proksimal ligamentum Treitz karena darah yang memasuki traktus gastrointestinal di
bawah duodenum jarang masuk ke dalam lambung(2).
Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis biasanya
mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena menderita hematemesis. Melena
biasanya menggambarkan perdarahan esophagus, lambung atau duodenum. Namun lesi di
jejunum, ileum bahkan kolon ascendens dapat menyebabkan melena jika waktu perjalanan
melalui traktus gastrointestinal cukup panjang(2). Diperkirakan darah dari duodenum dan
jejunum akan tertahan di saluran cerna selama 68 jam untuk merubah warna feses menjadi
hitam. Feses tetap berwarna hitam seperti petis selama 4872 jam setelah perdarahan berhenti.
Ini bukan berarti keluarnya feses warna hitam tersebut menandakan perdarahan masih
berlangsung. Darah sebanyak 60 mL cukup untuk menimbulkan satu kali buang air besar
dengan tinja warna hitam. Kehilangan darah akut yang lebih besar dari jumlah tersebut dapat
menimbulkan melena lebih dari tujuh hari. Setelah warna tinja kembali normal, hasil tes untuk
adanya perdarahan tersamar dapat tetap positif selama 710 hari setelah episode perdarahan
tunggal.
Warna hitam melena akibat kontak darah dengan asam HCl sehingga terbentuk
hematin. Tinja akan (lengket) dan menimbulkan bau khas. Konsistensi ini berbeda dengan tinja
yang berwarna hitam/ gelap yang muncul setelah orang mengkonsumsi zat besi, bismuth atau
licorice. Perdarahan gastrointestinal sekalipun hanya terdeteksi dengan tes occult bleeding
yang positif, menunjukkan penyakit serius yang harus segera diobservasi(2).
Kehilangan darah 500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali perdarahan pada
manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan darah yang sedikit sudah menimbulkan
perubahan hemodinamika. Perdarahan yang banyak dan cepat mengakibatkan penurunan
venous return ke jantung, penurunan curah jantung (cardiac output) dan peningkatan tahanan
perifer akibat refleks vasokonstriksi. Hipotensi ortostatik 10 mmHg (Tilt test) menandakan
perdarahan minimal 20% dari volume total darah. Gejala yang sering menyertai : sinkop,
kepala terasa ringan, mual, perspirasi (berkeringat), dan haus. Jika darah keluar 40 % terjadi
renjatan (syok) disertai takikardi dan hipotensi. Gejala pucat menonjol dan kulit penderita
teraba dingin(2).
Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas singkat dan berulang disertai
kolaps hemodinamik dan endoskopi normal, dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri
submukosa dekat cardia yang menyebabkan perdarahan saluran cerna intermiten yang
banyak)(3).
F. DIAGNOSIS BANDING

1. Hemoptoe(8)
2. Hematokezia(8)

G. DIAGNOSIS

1. Anamnesis(9)
a. Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan jumlah, durasi dan frekuensi perdarahan
b. Riwayat perdarahan sebelumnya dan riwayat perdarahan dalam keluarga
c. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
d. Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah (Sindrom Mallory-Weiss)
e. Konsumsi jamu dan obat (NSAID dan antikoagulan yang menyebabkan nyeri atau
pedih di epigastrium yang berhubungan dengan makanan)
f. Kebiasaan minum alkohol (gastritis, ulkus peptic, kadang varises)
g. Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes
mellitus, hipertensi, alergi obat
h. Riwayat tranfusi sebelumnya
2. Pemeriksaan fisik
Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada status
hemodinamik, pemeriksaannya meliputi(9) :
a. Tekanan darah dan nadi posisi baring
b. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
c. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
d. Kelayakan napas dan tingkat kesadaran
e. Produksi urin
Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler) mengakibatkan
kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda(9) :
a. Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi > 100 x/menit
b. Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg.
c. Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit
d. Akral dingin
e. Kesadaran turun
f. Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam)
Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal berikut(9):
a. Hematemesis
b. Hematokezia
c. Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih
d. Hipotensi persisten
e. Tranfusi darah > 800 1000 ml dalam 24 jam
Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi
jumlah perdarahan, dengan criteria(10) :
Perdarahan (%) Keadaan hemodinamik
<8 Hemodinamik stabil
8 15 Hipotensi ortostatik
15 25 Renjatan (syok)
25 40 Renjatan + penurunan kesadaran
>40 Moribund (physiology futility)
Selanjutnya pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah(10) :
a. Stigmata penyakit hati kronis (ikterus, spider naevi, ascites, splenomegali, eritema
palmaris, edema tungkai)
b. Colok dubur karena warna feses memiliki nilai prognostik
c. Aspirat dari nasogastric tube (NGT) memiliki nilai prognostik mortalitas dengan
interpretasi :
1) Aspirat putih keruh : perdarahan tidak aktif
2) Aspirat merah marun : perdarahan masif (mungkin perdarahan arteri)
d. Suhu badan dan perdarahan di tempat lain
e. Tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang bisa disertai perdarahan saluran cerna
(pigmentasi mukokutaneus pada sindrom Peutz-Jeghers)
3. Pemeriksaan Penunjang(8)
a. Tes darah : darah perifer lengkap, cross-match jika diperlukan tranfusi
b. Hemostasis lengkap untuk menyingkirkan kelainan faktor pembekuan primer atau
sekunder : CTBT, PT/PPT, APTT
c. Elektrolit : Na, K, Cl
d. Faal hati : cholinesterase, albumin/ globulin, SGOT/SGPT
e. EKG& foto thoraks: identifikasi penyakit jantung (iskemik), paru kronis
f. Endoskopi : gold standart untuk menegakkan diagnosis dan sebagai pengobatan
endoskopik awal. Selain itu juga memberikan informasi prognostik dengan
mengidentifikasi stigmata perdarahan(3)

H. BEDA PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS (SCBA) DENGAN


BAWAH (SCBB)(9)

Perbedaan Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB

Manifestasi klinik Hematemesis dan/atau Hematokezia


umumnya melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih

Rasio (BUN : kreatinin) Meningkat >35 <35

Auskultasi usus Hiperaktif Normal

I. PENATALAKSANAAN

Terapi pada gastritis erosif terdiri dari terapi non-medikamentosa, medikamentosa dan
operasi. Tujuan dari terapi adalah menghilangkan keluhan, menyembuhkan atau
memperbaiki erosi, mencegah kekambuhan dan mencegah komplikasi.
a. Non-medikamentosa
1) Istirahat
Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkata asam lambung.
Sebaiknya pasien hidup tenang dan memerima stres dengan wajar.
2) Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu
tidak lebih baik dari makanan biasa, karena makanan halus dapat merangsang
pengeluaran asam lambung. Cabai, makanan merangsang, makanan
mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit.
b. Medikamentosa
1) Antasida
Pada saat ini sudah jarang digunakan, sering untuk menghilangkan rasa sakit.
Dosis 3x1 tablet.
2) Koloid Bismuth
Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal
bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh asam
dan pepsin. Dosis 2x2 sehari. Efek samping tinja kehitaman sehingga
menimbulkan keraguan dengan perdarahan.
3) Sukralfat
Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutup alumunium hidroksida
yang berkaitan dengan kutub positif molekul protein
membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang melindungi dari asam
dan pepsin. Efek lain membantu sintesis prostglandin dan menambah
sekresi bikarbonat dan mukus , meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan
mukosa.
4) Prostaglandin
Mekanisme kerja dengan mengurangi sekresi asam lambung,
menambah sekresi mukus, bikarbonat dan menambah aliran darah mukosa
serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Biasanya digunakan sebagai
penangkal ulkus gaster pada pasien yang menggunakan OAINS.
5) Antagonis Reseptor H2/ ARH2
Struktur homolg dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek
histamin pada sel parietal untuk tidak memproduksi asam lambung. Dosis:
Simetidin (2x400 mg), Ranitidin 300 mg/hari, Nizatidin 1x300 mg, Famotidin
(1x40 mg), Roksatidin (2x75 mg).
6) Proton Pump Inhibitor/ PPI
Mekanisme kerja memblokir enzim K+H+- ATP ase yang akan memecah
K+H+ - ATP menjadi energi yang digunakan untuk mengeluarkan
asam lambung. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan
gastrin darah. PPI mencegah pengeluaran asam lambung, menyebabkan
pengurangan rasa sakit, mengurangi faktor agresif pepsin dengan PH>4.
Omeprazol 2x20 mg
Lanzoprazol/ Pantoprazol 1x30 mg
Esomeprazole 1x40 mg
7) Penatalaksanaan Infeksi H. Pylori
Terapi tripel
PPI 2x1 + Amoksisislin 2x1000 + Klaritromisin 2x500
PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Klaritromisin 2x500
PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x1000
PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500
Terapi Kuadrupel, jika gagal dengan terapi tripel. Regimen terapinya yaitu: PPI
2x1, Bismuth 4x2, metronidazol 4x250, tetrasiklin 4x500.

J. KOMPLIKASI(8)

komplikasi yang pernah dilaporkan akibat sklero terapi endoskopi adalah nyeri hebat retrosternal, ulserssi esophagus,

perdarahan pasca STE, demam, disfagia, stenosis esophagus, mediastinitis, efusi


pleura, dan perforasi eshopagus. Sedangkan komplikasi pemasangan balon tamponade
adalah pneumonia aspirasi, kerusakan eshopagus, dan obstruksi jalan nafas karena
migrasi balon ke dalam hipofaring
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari anamnesis diperoleh data bahwa Pasien mengeluh BAB warna berwarna hitam
seperti petis1 kali waktu pagi. pasien merasakan nyeri perut di daerah epigastrika, dan menjalar
ke sebelah kiri dari epigastrik. Sebelumnya pasien sering telat makan, pasien juga pernah
mengkonsumsi obat asam urat dan sering mengkonsumsi jamu-jamuan. Malamnya setelah
masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan muntah darah. Pasien mengaku sering merasa sakit
pada ulu hati, terasa pedih, sakitnya bila di kasih makanan. Cepat merasa kenyang dan
terkadang perut terasa kembung. Pasien juga mengeluh pusing sejak malam ini. Dari
pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan pada epigastrium, dan konjungtiva pucat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosa sementara yaitu
Melena + hematemesis e.c gastritis erosiva + anemia. Terdapat tanda-tanda fisik pada pasien
yang mengarahkan diagnosa pada Melena + hematemesis e.c gastritis erosiva + anemia. BAB
yang berwarna hitam seperti petis, mual dan muntah, nyeri tekan perut di daerah epigastrika,
pernah mengalami riwayat gastritis sebelumnya, serta terdapat riwayat pemakaian obat-obatan
dan jamu untuk mengurangi pegel-pegel dalam jangka waktu yang lama. BAB yang berwarna
hitam pekat seperti kopi diakibatkan oleh perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian
atas yaitu lambung, yang telah tercampur dengan asam lambung. Warna darah tergantung pada
jumlah asam lambung yang ada dan lamanya kontak dengan darah. Darah dapat berwarna
merah segar bila tidak tercampur dengan asam lambung atau merah gelap, coklat, ataupun
hitam bila telah bercampur dengan asam lambung atau enzim pencernaan sehingga hemoglobin
mengalami proses oksidasi menjadi hematin. BAB hitam (melena) baru dijumpai apabila
terjadi paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 mL. Perdarahan saluran cerna bagian atas
juga dapat bermanifestasi sebagai hematokesia bila perdarahan banyak dan aktif serta waktu
transit saluran cerna yang cepat.
Berdasarkan anamnesis juga, diperoleh data bahwa pasien merasa sakit di daerah ulu
hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak beberapa bulan terakhir dan hilang timbul. Sakit dirasakan
seperti menusuk-nusuk dan perih.perutnya makin sakit kalau di kasih makan . Kadang-kadang
pasien merasa mual. Cepat merasa kenyang dan terkadang terasa kembung. Berdasarkan
keterangan ini disimpulkan bahwa pasien pernah menderita gastritis. Gastritis adalah inflamasi
dari mukosa lambung. Gambaran klinis yang ditemukan berupa dispepsia yang dikeluhkan
pasien ini. Gastritis terjadi karena terjadi gangguan keseimbangan faktor agresif dan defensif.
Gastritis akut dapat disebabkan oleh NSAIDs, alkohol, gangguan mikrosirkulasi mukosa
lambung maupun stress. Gastritis kronik disebabkan oleh Helicobacter pylori. Kemungkinan
terjadi gastritis Akut pada pasien ini karena terdapat riwayat pemakaian obat-obat maupun
jamu pereda pegel linu. Umumnya obat-obatan tersebut mengandung bahan bahan yang dapat
mengakibatkan perangsangan asam lambung yang berlebihan ataupun menghambat serta
mengganggu dari fungsi perlindungan mukosa lambung terhadap asam lambung sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan lambung.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa pasien mengalami Melena
+hematemesis et causa Gastritis erosive + anemia Namun untuk menegakkan diagnosis secara
pasti harus dilakukan
pemeriksaan dengan endoskopi. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti mukosa, eresi-erosi
kecil, dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan kecil-kecil. Menentukan status
hemodinamik pada saat pasien datang sangatlah penting karena hal ini akan mempengaruhi
prognosis. Di samping itu, tanda-tanda gangguan sirkulasi perifer juga harus diwaspadai. Pada
saat pemeriksaan ,tidak didaparkan tanda-tanda hipovolemik sampai syok, yaitu tekanan darah
masih dalam batas normal, nadi dan napas juga dalam batas normal serta akral tidak dingin.
Hanya ditemukan konjungtiva pucat yang menandakan terjadi anemia, dan hal ini dibuktikan
dengan pemeriksaan Hb yang hanya 7.95 g/dl. Hal ini kemungkinan dikarenakan jumlah darah
yang hilang tidak teralu banyak.
Diagnosis banding pasien ini adalah Tukak Peptikum dan varises esofagus.
Berdasarkan penelitian bahwa penyebab terbanyak dari melena adalah diakibatkan oleh
pecahnya varises esofagus, gastritis erosif dan tukak peptikum. Gejala-gejala yang timbul
hampir sama. Pada Melena yang diakibatkan oleh varises esofagus terdapat riwayat penyakit
atau kelainan hati sebelumnya, dan umumnya darah yang dikeluarkan berwarna merah segar
karena berasal dari pembuluh darah esofagus yang pecah walaupun terdapat juga warna darah
berwarna hitam karena ada darah yang mengalir ke lambung dan bercampur dengan
asam lambung. Untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada hati dapat dilakukan
pemeriksaan fungsi hati seperti SGPT, SGOT dan apabila diperlukan dapat dilakukan USG
hati. Sedangkan Melena yang dikibatkan oleh Tukak Peptikum, untuk membedakannya dengan
gastritis erosif dapat dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi. Pada gastritis erosif dapat
dijumpai kongesti mukosa, erosi-erosi kecil, dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan
kecil-kecil. Sedangkan pada tukak peptik dapat dijumpai erosi yang lebih luas dan dalam atau
luka terbuka. Nyeri pada tukak duodenum umumnya tidak terlokalisasi, rasa sakit timbul waktu
merasa lapar, biasanya terjadi setelah 90-3 jam post prandial dan nyeri dapat berkurang
sementara sesudah makan, minum susu atau minum antasida. Nyeri spesifik timbul dini hari,
antara tengah malam dan jam 3 dini hari yang dapat membangunkan pasien, dan rasa sakit
terletak pada daerah sebelah kanan garis tengah perut. Sedangkan rasa sakit pada tukak gaster
(gastritis ) timbul setelah makan., dan terjadi pada daerah sebelah kiri dari garis tengah perut.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah Darah lengkap, Fungsi hati
(SGPT/SGOT, albumin, bilirubin total, bilirubin direk) dan pemeriksaan HbsAg. Pemeriksaan
darah berguna untuk menilai keadaan sekaligus sebagai panduan untuk terapi. Sebagai
contohnya kadar Hb dapat digunakan untuk panduan kapan harus dilakukan tranfusi darah.
Karena pasien mengalami kehilangan darah baik melalui feses, atau perdarahan di dalam
lambung maka pada pemeriksaan Hb yang diharapkan adalah terjadinya penurunan kadar Hb.
Pemeriksaan fungsi hati diperlukan, untuk menilai apakah telah terjadi kelainan pada hati dan
sebagai pertimbangan dalam pemberian terapi khususnya pada obat-obatan yang di
metabolisme di hati.
Terapi kausal yang diberikan pada pasien ini adalah golongan obat penghambat pompa
proton seperti omeprazole. Mekanisme kerja PPI adalah memblokir enzim K+H+ATP ase yang
akan memecah K+H+ATP menghasilkan energi yang akan digunakan untuk mengeluarkan
enzim HCL dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Selain itu diberikan juga obat-
obatan pelindung mukosa lambung seperti sucralfate yang mekanisme kerjanya melalui
pelepasan kutub alumunium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein
membentuk lapisan fisiokokemikal pada daerah erosi, yang melindunginya dari pengaruh
agresif asam lambung. Pada pasien ini diberikan asam traneksamat, golongan obat anti-
fibrinolitik. Obat ini dapat digunakan untuk menghentikan pendarahan. Pasien juga diberikan
metoklopramide, kegunaannya meningkatkan aktivitas otot-otot pada saluran pencernaan
sehingga makanan lebih cepat terdorong dari lambung menuju usus. Proses ini akan
mengurangi gejala mual yang dirasakan. Pemberian vitamin K pada kasus-kasus perdarahan
saluran cerna bagian atas
diperbolahkan, dengan pertimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan relatif murah.
Vitamin K bermanfaat dalam proses pembekuan darah dan dapat mengembalikan masa
protrombin menjadi normal. Faktor pembekuan darah yang bergantung pada vitamin K adalah
faktor II, VII, IX, dan X. Apabila terjadi defisiensi vitamin K maka proses pembekuan akan
berlangsung lama dan perdarahan dapat terjadi terus-menerus.
Penatalaksanaan lebih lanjut terdiri atas Edukasi pasien mengenai makanan yang harus
dimakan pada saat dirumah sakit dan setelah pulang dalam perbaikan di rumah, yaitu makn
makanan yang lunak dan istirahat agar tidak stress.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suyata, Bustami E, Bardiman S, Bakry F. A comparison of efficacy between


rebamipide and omeprazole in the treatment of nsaids gastropathy. The Indonesian
Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy Vol. 5, No. 3,
December 2004; p.89-94.

2. Tugushi M. Nonsteroidal anti inflamatory drug (NSAID) associated gastropathies


[online]. World Medicine [cited January 28 2011]. Available from:
http://www.worldmedicine.ge/?Lang=2&level1=5&event=publication&id=39

3. Hirlan. Gastritis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S


(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4 Jilid.I. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.335-7.

4. Scheiman JM. Nonsteroidal antiinflamatory drug (NSAID)-induced gastropathy. In:


Kim, Karen (editor). Acute gastrointestinal bleeding; diagnosis and treatment. New
Jersey: Humana Press Inc. 2004. p.75-93

5. Becker JC, Domschke W, Pohie T. Current approaches to prevent NSAID-induced


gastropathy COX selectivity and beyond. Br J Clin Pharmacol 58 :6.2004; p.587600

6. Lindseth GN. Gangguan lambung dan duodenum. In: Price SA, Wilson LM (editors).
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit Ed.6 Vol.1. Jakarta: Penerbit ECG.
2002. p.417-35.
7. Tarigan P. Tukak Gaster. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.4 Jilid.I. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. p.338-48.

8. Anonim. Kerusakan lambung akibat NSAID. Otuska Indonesia [online]. 2008 [cited
January 28 2011]. Available from:
http://www.otsuka.co.id/?content=article_detail&id=144&lang=id

9. Shrestha S, Lau D. Gastric Ulcers: differential diagnose & workup. Emedicine [online].
2009 [cited January 28 2011]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/175765-overview

10. Almatsier S (editor). Diet penyakit lambung. In: Penuntun diet edisi baru. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. 2007. p.108-16.

11. Tjay TH, Rahardja K. Analgetika antiradang dan obat-obat rema. In: Obat-obat penting;
khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Jakarta: Elex Media Komputindo.
2007. p.321-47.

12. Anonim. Obat anti inflamasi nonsteroid part 1. FKUNSRI [online]. 2008 [cited
January 28 2011]. Available from: http://fkunsri.wordpress.com/2008/02/09/obat-anti-
inflamasi-nonsteroid-part-1

Anda mungkin juga menyukai