Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien Tn. S usia 52 tahun datang ke IGD RSUD Bangil pada tanggal 6 juli 2017
jam 22.47 Pasien datang ke IGD RSUD Bangil dengan lemas setengah badan sebelah
kanan secara mendadak, waktu pasien turun dari motor sebelum pasien lemes tangan
kanan dan kanan pasien sempat habis pijat urat, pasien di sertai berbicara pelo (+),
mual(+), muntah(+), pusing (+) gejala yang diderita Tn . S telah memenuhi gejala klinis
dari stroke hemoragik. Stroke hemoragik adalah penyakit gangguan fungsional otak akut
baik fokal maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke otak yang disebabkan oleh
perdarahan pada arteri serebralis (Humam dan Lisiswanti, 2015).
Menurut Hidayah (2015) gejala klinis dari stroke hemoragik diantaranya adalah
adanya kelumpuhan satu sisi tubuh; gangguan koordinasi; gangguan penglihatan; afasia;
gangguan persepsi; gangguan sensibilitas; kehilangan kesadaran sepintas (syncope),
penurunan kesadaran secara lengkap (stupor), koma, pusing, dan gangguan berupa
disorientasi; timbulnya depresi; mengalami ketidakstabilan emosi; gangguan memori;
perubahan kepribadian; dan nyeri kepala yang hebat, nyeri di leher dan punggng, mual,
muntah serta photophobia. Tn. S memenuhi 3 kriteria yaitu adanya kelumpuhan satu sisi
tubuh, nyeri kepala, dan muntah.
Menurut Setyopranoto (2011) faktor risiko terjadinya stroke dibagi menjadi tiga,
yaitu bisa dikendalikan (Hipertensi, Penyakit jantung, Fibriilasi atrium, Endokarditis,
Stenosis mitralis, Infark jantung, Merokok, Anemia sel sabit, Transient ischemic attack,
Stenosis karotis asimtomatik); potensial bisa dikendalikan (Diabetes mellitus,
Hiperthomosistemia, Hipertrofi ventrikel kiri); dan tidak bisa dikendalikan (Umur, Jenis
kelamin, Herediter, Ras dan etnis, Geografi). Pada Tn. S memiliki faktor risiko stroke
yaitu riwayat hipertensi tidak terkontrol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil GCS = 4 5 6; tekanan darah 180/110
mmHg, nadi 98 x/menit, pernapasan 20 x/menit, dan adanya lateralisasi dextra.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik di atas, diagnosis dapat ditentukan
berdasarkan perhitungan Siriraj Stroke Score:
SSS = (2,5 x 0) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 110) - (3 x 0) 12
= 0 + 2 + 2 + 11 12
= 3 CVA Bleeding
Pemeriksaan penunjang untuk Tn. S meliputi pemeriksaan laboratorium, dan CT-
scan kepala tanpa kontras. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, diketahui nilai Leukosit
(WBC) = 22,6; Hemoglobin (HGB) = 13,10; BUN = 45 mg/dL; Kreatinin = 1,180; Kalium
(K) = 4,03; dan GDS = 128. Pada pemeriksaan CT-scan kepala tanpa kontras, diketahui
bahwa adanya Intracerebral Hemorrhage dengan volume 11,41cc di thalamus kiri sampai
basal ganglia disertai perifocal edema. Berdasarkan pemeriksaan penunjang di atas maka
ditegakkan diagnosis pasien Tn. S adalah CVA Bleeding (Intracerebral Hemorrhage).
Terapi yang diberikan pada pasien Tn. S adalah infus assering 2 fl/hr; injeksi
citicholine 2 x 500 mg; injeksi kalmeco 1 x 500 mcg; injeksi ranitidin 2 x 50 mg; injeksi
santagesik 3 x 1 amp; injeksi Ceftriaxone 2x1 g Pada kasus ini diberikan dosis citicholine
2 x 500 mg secara IV. Hal ini sesuai dengan penelitian yang mengatakan hasil pada pasien
stroke yang diberikan 500 mg atau 2000 mg/dosis citicholine pada fase trial 24 jam
kemudian secara acak kepada pasien stroke menunjukkan hasil neurologis yang baik
dibandingkan dengan yang tidak diberikan perlakuan dan tidak ada efek samping.
Citicholine memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada sel saraf yang
mengalami iskemik. Dosis 500-2000 mg sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan
angka kematian dan kecacatan yang bermakna. Diberikan secara intravena agar efeknya
lebih cepat dan kuat dibandingkan secara peroral (Taufiqurrohman dan Sari, 2016).
Injeksi Kalmeco (mecobalamin/vitamin B12) 500 mcg/ml, baik untuk fungsi
kognitif penderita gangguan vaskular. Di mana vitamin B12 berperan dalam metabolisme
karbon, mentransfer kelompok metil dan reaksi metilasi yang penting untuk sintesis dan
metabolisme neurotransmiter dan fosfolipid dalam sistem saraf pusat (Taufiqurrohman
dan Sari, 2016). Injeksi santagesik dan ranitidin berfungsi untuk mengatasi nyeri kepala
dan muntah. Di mana Santagesik adalah NSAID yang mengandung metamizole-Na 500
mg/dL dan ranitidin adalah golongan antagonis H2 (Dinanti dan Carolia, 2016) injeksi
ceftriaxone .
BAB V
KESIMPULAN

Pasien Tn . S usia 52 tahun Pasien datang ke IGD RSUD Bangil dengan lemas setengah
badan sebelah kanan secara mendadak waktu pasien turun dari motor sebelum pasien
lemes tangan kanan dan kanan pasien sempat habis pijat urat, pasien di sertai berbicara
pelo (+), mual tidak ada muntah tidak ada(-), pusing (+) Riwayat hipertensi tidak
terkontrol. Pada pemeriksaan fisik didapatkan GCS = 4 5 6; tekanan darah 180/110
mmHg, nadi 98 x/menit, pernapasan 20 x/menit, dan adanya lateralisasi dextra. Siriraj
Stroke Score adalah 3, di mana ini mengacu pada diagnosis CVA Bleeding. Hasil CT-
scan kepala tanpa kontras diketahui bahwa adanya Intracerebral Hemorrhage dengan
volume 11,41 cc. Terapi yang diberikan pada pasien Tn. S adalah infus assering 2 fl/hr;
injeksi citicholine 2 x 500 mg; injeksi kalmeco 1 x 500 mcg; injeksi ranitidin 2 x 50
mg; injeksi santagesik 3 x 1 amp.

Anda mungkin juga menyukai