Anda di halaman 1dari 5

3.

1 Demam Tifoid

3.1.1 Pengertian

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang terjadi akibat

bakteri Salmonella enteric serotype typhi (Salmonella typhi) (Parry et al., 2002).

Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama yang

terletak di daerah tropis dan subtropis (Riyatno, 2011). Pada tahun 2003 terdapat

sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan 600.000 kasus kematian

tiap tahun (WHO, 2003). Di Asia Tenggara, insiden demam tifoid masih tinggi

dengan jumlah kasus per tahun yaitu 100 kasus per 100.000 populasi (Bhan et

al.,2005). Di Indonesia insiden demam tifoid terjadi pada usia 3-6 tahun adalah 1307

per 100.000 populasi per tahun, sedangkan pada usia 7-19 tahun adalah 1172. Di

Indonesia di jumpai 900 ribu pasien demam tifoid per tahun dengan angka kematian

lebih dari 20 ribu (Bhan et al., 2005).

3.1.2 Etiologi

Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella

yang memasuki tubuh penderita melalui makanan lalu ke saluran pencernaan. Sumber

utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme

penyebab penyakit, baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa

penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita pada masih memiliki Salmonella

didalam kandung ampedu atau di dalam ginjal.

Golongan Salmonella yang menjadi etiologi dari demam tifoid Salmonella

Thyposa basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora dan

sekurang-kurangnya mempunyai tiga macam antigen yaitu : Antigen O (somatic)

terletak pada lapisan luar, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarisa dan lipid. Sering
juga disebut endotoksik, Antigen H (flagella) terdapat pada flagella, fibriae dan pilin

dan Antigen Vi untuk melindungi fagositosit dan struktur kimia protein (Nasrudin,

2007)

3.1.3 Epidemiologi

Menurut distribusi frekuensinya epidemiologi demam tifoid dibagi menjadi 3

yaitu (Rani N, 2009) :

a. Orang
Penyakit demam tifoid dapat terjadi pada semu lapisan masyarakat dan

golongan umur. Menurut juwono (1996), di daerah endemik insiden tertinggi di

dapatkab pada anak-anak dan usia remaja sebanyak 77% dari penderita demam

tifoid di indonesia terdapat pada usia 3-19 tahun, sedangkan di amerika selatan

insiden demam tifoid tertinggi pada usia 5-19 tahun , kenyataannya ini merupakan

informasi barukarena selama ini di anggap bahwa demam tifoid sering terdapat

pada anak yang berumur 5-9 tahun dan orang dewasa


b. Tempat
Demam tifoid terdapat di seluruh dunia, tetapi lebih sering di jumpai di

negara-negara sedangberkembang. Hal ini disebabkan karena penyediaan air

bersih, sanistasi lingkungan dan kebersihan individuyang kurang baik. Kasus

demam tifoid di negara berkembang di laporkan sebagai penyakit dimana 95%

merupakan kasus rawat jalan sehingga insiden rate yang sebenarnya adalah 15-25

kali lebbih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di negara maju, di mana

keadaan sosio-ekonomi dan sanitasi lingkungan sudah baik, insiden penyakit

demam tifoid sangat rendah sekali. Sistem pencatatan laporan penyakit yang

sudah teratur dan sempurna, sangat memudahkan mengetahui besarnya insiden

penyakit demam tifoid pada negara yang bersangkutan


c. Waktu
Di indonesia demam tifoid dapat ditemakan sepanjang tahun . tidak ada

kesesuaian pendapat mengenai hubungan antara musim dan peningkatan jumlah

kasus demam tifoid.


Pada tahun 1990 penduduk kota surabaya yang dirawat di rumah sakit

karena menderita demam tifoid rata-rata 90-110 penderita tiap bulan. Di RS

Harapan pematangsiantar terdapat 66 penderita tahun 2003 dari 2.619 pasien

rawat inap (2,5%), terdapat 89 penderita tahun 2004 dari2.753 pasien rawat inap

(3,2%).
BAB IV

Menurut penelitian Fatmawati (2012) bahwa pasien dengan demam thypoid

H-0 dengan demam yang masih tinggi memerlukan antibiotic secara intensif dan

pemberian antipiretik jika perlu.Untuk pemberian antipiretik ini sebaiknya diberikan

jika demam pada pasien lebih dari 38,5C atau pasien sudah tidak merasa nyaman,

selain itu jangan berikan antipiretik. Penatalaksanaan demam tifoid ini selalu

beriringan antara pemberian antibiotic dengan atipiretik karena antibiotic tidak secara

otomatis menurunkan demamnya karena didalam tubuh masih terjadi proses pematian

bakteri penyebab infeksi.

Sedangkan Menurut Prastika (2013) bahwa pengobatan untuk demam tifoid

yaitu antibiotic. Maka pada demam tifoid antibiotik yang dipilih adalah antibiotik

yang sensitif terhadap Salmonella Typhi. Dimana antibiotic lini pertama yang

dianjurkan adalah kloramfenikol. Pengobatan dengan antibiotic keberhasilannya ini

tidak terlepas dengan pengobatan suportif, dimana salah satunya yaitu dengan

pemberian antipiretik. Para ahli menganjurkan pemberian antipiretik dilakukan

apabila demam lebih dari 39,0C, kecuali pada anak dengan riwayat kejang demam

dapat diberikan antipiretik lebih awal.


DAFTAR PUSTAKA

Bhan, M.K., Bahl, R., and Bhatnagar, S.2005. Typhoid and Paratyphoid Fever.

Lancet, 366, 749-762.

Handini, Sofiani.,2009,Tingkat Pengetahuan Siswa Madrasah Tsanawiyah (MTS) Al-

saadah Pondok Jaya Terhadap Demam Tifoid tahun 2009. Syarif Hidayatullah Jakarta

Juwono, Rachmat, 1996,Ilmu Penyakit Dalam, Penerbit FK UI, Jakarta


Mohamad, Fatmawati. Efektifitas Kompres Hangat Dalam Menurunkan Demam Pada

Pasien Thypoid Abdominalis Di Ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo. Vol 05 No.01 tahun 2012


Nainggolan, Rani,N.F.,2009. Karasteristik Penderita Demam Tifoid Rawat Inap Di

Rumah Sakit Tentara TK-IV 01.07.01 Pematangsiantar tahun 2008. Universitas

Sumatra Utara
Nasrudin,2007,Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya : Airlangga Univercity Press.
Putri, Prastika Rahmasari Vania and Hapsari, MM

Deah and Budijitno.2013.Perbedaan Kuantitas Penggunaan Antibiotik pada Anak

dengan Demam Tifoid Di Kelas III dan Non Kelas III RSUP Dr. Kariadi Semarang

pada Tahun 2011.Undergraduate Thesis, Faculty of Medicine Diponegoro University.

Anda mungkin juga menyukai