Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Gangguan napas pada neonatus merupakan suatu keadaan neonatus yang
sebelumnya normal atau neonatus dengan asfiksia yang sudah dilakukan resusitasi
dan berhasil, namun beberapa saat kemudian mengalami gangguan napas.
Gangguan napas ini masih merupakan salah satu penyebab morbiditas dan
mortalitas bayi baru lahir selain infeksi dan kelahiran prematur dan salah satu
kegawatan perinatal yang dapat memberi dampak buruk bagi neonatus yaitu
kematian atau sekuele jika dapat bertahan hidup.
Sindrom aspirasi mekonium merupakan suatu kegawatan yang sering
ditemukan pada kasus-kasus bayi baru lahir. Mekonium adalah pembuangan usus
bayi baru lahir yang keluar pertama kalinya., berwarna hijau, kental dan pekat
yang mengandung substansi terdiri dari sel epitel usus, lanugo, lendir, dan sekresi
usus, seperti empedu. Jumlah kasus yang terjadi karena sindrom aspirasi
mekonium ternyata banyak ditemui tidak hanya di Indonesia. Tapi juga mencakup
seluruh kawasan dunia. Yang membedakannya adalah tingkat morbilitas dan
mordibitasnya. Ini dipengaruhi oleh pencegahan dini, deteksi dini, serta
penanganan yang tepat pada sindrom aspirasi mekonium. Banyak faktor yang
mempengaruhi terjadinya sindrom aspirasi mekonium, salah satunya adalah
peningkatan tekanan intra uterine yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu
jalan aliran antara mekonium dengan cairan ketuban. Adanya sindrom aspirasi
mekonium ini dapat menghalangi keluar masuknya udara pada paru, sehingga
menyebabkan hipoksia.
Angka kematian sindrom aspirasi mekonium masih tinggi dan 90%
mempunyai prognosis buruk yang berhubungan dengan gagal napas, asidosis,
hiperkapnea dan hipoksemia. Adanya mekonium di dalam air ketuban merupakan
indikasi adanya gangguan pada bayi yang berkaitan dengan masalah intrauterin
berupa hipoksia akut maupun hipoksia kronis. Bayi dengan air ketuban keruh
bercampur mekonium, 2 36% menghirup mekonium sewaktu di dalam rahim
maupun saat napas pertama, namun tidak semuanya berkembang menjadi sindrom
aspirasi mekonium. Diagnosis sindrom aspirasi mekonium ditegakkan
berdasarkan adanya riwayat persalinan dengan ketuban bercampur mekonium,
klinis didapatkan adanya gangguan napas, retraksi, mekonium staining, apabila
berat didapatkan sianosis dan perlu dilakukan pemeriksaan penunjang analisis gas
darah (BGA) dan x-foto thorax.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1.3. TUJUAN
1.4. MANFAAT
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Sindrom aspirasi mekonium (SAM) didefinisikan sebagai distress
pernafasan pada bayi baru lahir melalui cairan amnion yang bercampur dengan
mekonium dengan karakteristik perubahan radiologis dan gejala yang tidak dapat
dijelaskan secara nyata. Mekonium adalah pembuangan usus bayi baru lahir yang
keluar pertama kalinya. Mekonium, berwarna hijau, kental dan pekat yang
mengandung substansi terdiri dari sel epitel usus, lanugo, lendir, dan sekresi usus,
seperti empedu. Mekonium ini mulai ada pertama kali di ileum fetus kira-kira
minggu ke 10 dan 16 kehamilan. Sekresi usus, sel mukosa, dan elemen solid dari
cairan ketuban adalah 3 kandungan padat yang utama pada mekonium. Air adalah
kandungan cairan utama, sekitar 85-95% dari mekonium.
Tabel 1. Komposisi mekonium janin pada bayi cukup bulan

Sumber.

2.2. Epidemiologi
Tingkat kematian untuk sindrom aspirasi mekonium akibat penyakit paru
yang parah, kerusakan parenkim paru dan hipertensi adalah setinggi 20%.
Komplikasi lain termasuk sindrom udara yang terhalang (misalnya,
pneumotoraks, pneumomediastinum, pneumopericardium) dan emfisema
interstisial paru, yang terjadi pada 10-30% bayi dengan sindrom aspirasi
mekonium. Serviks inkompeten merupakan faktor penyulit kehamilan 0,1% sd
2% dari seluruh kehamilan. Dianggap berpengaruh sekitar 15% dari kelahiran
immature pada 16 28 minggu masa kehamilan. Umunya serviks inkompeten ini
terjadi pada kehamilan trimester kedua awal, tetapi tidak memungkinkan jika
terjadi pada trimester ketiga awal, dan 25% janin mengalami keguguran pada
trimester ketiga awal.

2.3. Etiologi
Terdapat kontroversi berkenaan dengan penyebab pasase mekonium intra
uterine. Keadaan hipoksia kronik intra uterine dapat menyebabkan keluarnya
mekonium ke dalam air ketuban. Faktor-faktor tersebut meliputi: insufisiensi
plasenta, hipertensi ibu, preeklampsia, ibu dengan penyakit jantung,
oligohidramnion, penggunaan obat-obatan pada ibu misalnya drug abuse (kokain),
ibu merokok, ibu dengan infeksi uterin, sepsis maternal dan penyakit paru kronik.
Keadaan-keadaan tersebut di atas dapat menyebabkan aliran darah maternal ke
janin terganggu sehingga janin dalam keadaan hipoksia dan terjadi pengeluaran
mekonium sehingga air ketuban bercampur mekonium. Selain itu, keluarnya
mekonium dikarenakan stimulasi kematangan saraf saluran cerna. Lebih dari 30%
kehamilan dengan umur kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan adanya
mekonium dalam air ketuban. Keluarnya mekonium jarang sebelum umur gestasi
34 minggu. Setelah umur gestasi 37 minggu, kejadian keluarnya mekonium dalam
air ketuban meningkat sesuai usia gestasi. Hal ini difasilitasi oleh mielinisasi
serabut syaraf, peningkatan tonus parasimpatis, peningkatan motilin (merupakan
suatu peptida yang menstimulasi kontraksi otot usus). Stres hipoksia fetal akut
juga dapat menyebabkan keluarnya mekonium intra uterine. Apabila fetus
mendekati cukup bulan/aterm, saluran cerna telah matang dan adanya stimulasi
berupa kompresi kepala dan cord akan menyebabkan timbulnya peristaltik dan
relaksasi dari sphincter ani, sehingga menyebabkan keluarnya mekonium.
Komponen mekonium khususnya garam empedu dan enzim dapat menyebabkan
komplikasi serius apabila terhirup bayi selama tahap persalinan.
Efek mekonium yang ada di air ketuban telah diketahui secara baik yaitu
akan menyebabkan gangguan langsung terhadap air ketuban yaitu mengurangi
aktivitas antibakteri, menyebabkan peningkatan risiko infeksi bakterial perinatal,
mekonium secara langsung dapat menyebabkan iritasi kulit janin sehingga terjadi
peningkatan kejadian eritema toksikum. Komplikasi yang paling serius adalah
adanya mekonium di dalam air ketuban mengakibatkan aspirasi air ketuban
tersebut sebelum, selama dan setelah kelahiran. Aspirasi yang terjadi akan
memperberat hipoksia melalui 3 efek pulmonari mayor yaitu obstruksi jalan
napas, disfungsi surfaktan dan pneumonitis kimiawi.
Keluarnya mekonium menyebabkan staining di cairan amnion terjadi 12
46% dari semua kelahiran dan sering tidak berhubungan dengan gawat janin atau
kematian neonatal atau disability. Keluarnya mekonium jarang terjadi sebelum
usia kehamilan 34 minggu, tetapi terjadi lebih dari 20% kehamilan dengan umur
gestasi aterm dan terjadi lebih dari 35% kehamilan dengan umur gestasi 42
minggu. Adanya mekonium dalam air ketuban paling sering terjadi pada bayi
intrauterine growth retardation (IUGR) atau bayi kecil masa kehamilan dan bayi
posterm.

2.4. Faktor Resiko


Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya sindrom aspirasi
mekonium antara lain: faktor ibu, faktor janin, penolong persalinan. Faktor ibu
antara lain: adanya penyakit kronik preeklampsia/eklampsia, hipertensi, diabetes
mellitus (DM), profil biofisik abnormal, merokok, penyakit paru kronik, penyakit
kardiovaskuler kronik, minum jamu dan oligohidramnion. Faktor janin: adanya
gawat janin/hipoksia akut intrauterin, intra uterine growth retardation (IUGR),
aterm dan postterm. Faktor penolong dipengaruhi oleh ketersediaan alat suction
dan ketrampilan dari penolong sendiri. Teraspirasinya mekonium yang ada di
dalam air ketuban tergantung dari lamanya hipoksia intra uterine yang
mengakibatkan terjadi pernapasan dalam dan gasping, aspirasi postpartum serta
tindakan resusitasi yang
diberikan.

2.5. Patofisiologi
Bagian dalam rahim yang mengandung mekonium terjadi akibat dari
rangsangan saraf saluran GI yang sudah matang dan biasanya disebabkan oleh
stres hipoksia janin. Asfiksia mengakibatkan peningkatan peristaltik intestinal
karena kurangnya oksigenasi aliran darah. Saat janin mendekati jalan keluar
dengan saluran pencernaan matang , kepala atau kompresi tali pusat dapat
menyebabkan gerakan peristaltik dan relaksasi sfingter rektal yang mengarah ke
saluran mekonium sehingga mekonium keluar. Efek dari mekonium dalam cairan
ketuban secara sempurna dapat dimetabolisme. Mekonium langsung mengubah
fungsi cairan ketuban sehingga mengurangi aktivitas antibakteri dan selanjutnya
meningkatkan risiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu, mekonium dapat
mengiritasi kulit janin, sehingga meningkatkan kejadian eritema toxicum. Namun,
komplikasi yang paling parah dari mekonium dalam rahim adalah aspirasi cairan
ketuban sebelum, selama, dan setelah kelahiran.
Aspirasi mekonium tersebut merangsang efek pada paru yaitu obstruksi
saluran napas komplit atau parsial. Partikel garam dalam kandungan mekonium
dapat menyebabkan pneumonitis kimia, selain itu mekonium juga dapat
menyebabkan disfungsi dari surfaktan.
Kehadiran mekonium dalam cairan ketuban menyebabkan sindrom
aspirasi mekonium (SAM), tetapi tidak semua neonatus dengan mekonium yang
mengandung ketuban berkembang menjadi aspirasi mekonium. Kehadiran
mekonium yang mengandung partikel kental dalam cairan amnion meningkatkan
kemungkinan aspirasi pranatal. Pembersihan mekonium dari jalan napas sebelum
napas pertama dan penggunaan tekanan ventilasi positif (PPV) sebelum
membersihkan saluran napas meningkat kemungkinan mekonium berkembang
menjadi sindrom aspirasi mekonium pada neonatus.
Urin yang hijau dapat diamati pada bayi baru lahir dengan sindrom
aspirasi mekonium kurang dari 24 jam setelah lahir. Pigmen mekonium dapat
diserap oleh paru-paru dan dapat diekskresikan dalam urin.
Gambar 1. Patofisiologi Sindrom Aspirasi Mekonium

Obstruksi jalan nafas


Obstruksi total saluran pernafasan oleh mekonium adalah atelektasis. Obstruksi
parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi dari alveoli, biasa
disebut efek bolakatup. Hiperdistensi dari alveoli terjadi akibat ekspansi jalan
napas selama proses pernafasan dan melemahnya saluran napas yang dikelilingi
mekonium, menyebabkan resistensi meningkat selama pernafasan. Gas yang
terperangkap (hyperinflating paru-paru) bisa pecah ke dalam pleura
(pneumotoraks), mediastinum (pneumomediastinum), atau perikardium
(pneumopericardium).
Disfungsi Surfaktan
Mekonium menonaktifkan surfaktan dan mungkin juga menghambat sintesis
surfaktan. Kandungan mekonium, terutama asam lemak bebas (misalnya,
palmitat, stearat, oleat) dan protein, memiliki tegangan permukaan lebih tinggi
dari nilai minimal surfaktan dan dapat terjadi atelektasis paru. Selain itu adanya
bagian-bagian dari mekonium, selain menginduksi pneumonitis kemikal juga
mencegah produksi surfaktan melalui kerusakan alveoli dan pneumocytes tipe 2.

Pneumonitis Kimia
Enzim, garam empedu, dan lemak dalam mekonium mengiritasi saluran napas dan
parenkim, menyebabkan pelepasan sitokin (termasuk tumor necrosis factor
(TNF)-, interleukin (IL)-1, I-L6, IL-8, IL-13) dan mengakibatkan pneumonitis
yang menyebar yang dapat dimulai dalam beberapa jam setelah aspirasi. Semua
efek ini dapat menghasilkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi paru (V / Q,
hipertensi paru paru pada bayi baru lahir. Masalah yang lebih lanjut, banyak bayi
dengan sindrom aspirasi mekonium (SAM) memiliki hipertensi paru persisten
primer atau sekunder pada bayi baru lahir (HPPBL) sebagai akibat dari stres
kronis di dalam rahim dan penebalan pembuluh paru. HPBL lebih berkontribusi
terhadap hipoksemia yang disebabkan oleh sindrom aspirasi mekonium. Akhirnya,
meskipun mekonium adalah kandungan steril, kehadirannya di saluran udara
dapat mempengaruhi bayi terhadap infeksi paru.
Gambaran pneumonitis terjadi karena respons inflamatori bronkus dan
alveolus yang terjadi beberapa jam setelah aspirasi mekonium. Respons ini
menyebabkan parenkim paru dan jalan napas terinfiltrasi sejumlah besar sel
leukosit polimorfonuklear dan makrofag oleh karena injuri/jejas lokal, sehingga
dikeluarkan mediator inflamasi dan reactive oxygen spesies. Respon inflamatori
ini disebabkan oleh sitokin kemotaksis (seperti IL-8) yang ada di mekonium.
Leukosit merupakan sumber penting untuk tiga mediator inflamasi utama yang
diinduksi oleh mekonium yaitu sitokin, metabolit asam arachkidonat dan reactive
oxygen spesies. Secara in vitro dan pada percobaan binatang, mekonium memicu

makrofag untuk memproduksi sitokin proinflamatori yaitu tumor necrosis factor.


2.6. Manifestasi Klinis
Takhipneu
Ekspirasi yang memanjang
Sianosis
Retraksi intercosta
Barrel Chest
Adanya ronkhi pada auskultasi (Tidak semua kasus ditemukan ronkhi )
Kuku, tali pusat, dan kulit yang berwarna kuning kehijauan,

2.7. Diagnosis
Diagnosis sindrom aspirasi mekonium berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Anamnesis didapatkan adanya umur gestasi
aterm atau postterm, dan air ketuban berwarna kehijauan dengan viskositas yang
kental. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya obstruksi jalan lahir besar yang
ditandai dengan apneu, gasping, sianosis dan didapatkan staining di kuku, kulit
maupun umbilikal. Selain itu didapatkan adanya tanda-tanda distress respirasi
sekunder karena peningkatan resistensi jalan napas, penurunan compliance dan
adanya air trapping yaitu takipnea, napas cuping hidung, retraksi interkostal,
sianosis maupun peningkatan diameter anteroposterior dada. Hasil analisa gas
darah menunjukkan hipoksemia, alkalosis respiratori, asidosis respiratori maupun
campuran. X-foto dada secara khusus ditandai adanya hiperinflasi seluruh
lapangan paru, diafragma yang mendatar, infiltrate patchy yang tidak teratur.
Mungkin juga didapatkan adanya pneumothorax atau pneumomediatinum. Derajat
beratnya SAM tidak selalu berkorelasi dengan buruknya gambaran x-foto dada.
Ekokardiografi jantung didapatkan adanya hipertensi pulmonal karena hipoksemia
dan adanya shunt arteri kanan ke kiri.
Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan berikut ditunjukkan dalam dugaan sindrom aspirasi mekonium :
Status asam-basa:
Ketidakseimbangan Perfusi Ventilasi (V / Q) dan stres perinatal yang lazim
dan penilaian status asam-basa
Asidosis metabolik dari stres perinatal akibat asidosis pernafasan dari
penyakit parenkim dan hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir
(PPHN). Pengukuran pH , tekanan karbon dioksida parsial (pCO2),
tekanan oksigen parsial (pO2), dan pengukuran oksigenasi terus menerus
oleh oksimetri diperlukan untuk manajemen yang tepat.
Serum Elektrolit: Adanya natrium, kalium, dan konsentrasi kalsium pada
24 jam kehidupan pada bayi dengan sindrom aspirasi mekonium karena
adanya sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (SIADH) dan
gagal ginjal akut adalah komplikasi perinatalyang paling hebat
Hitung jenis :
Kehilangan darah pada perinatal, serta infeksi, berkontribusi pada stres
pasca melahirkan. Hemoglobin dan tingkat hematokrit harus cukup untuk
memastikan membawa oksigen yang memadai kapasitas.
Trombositopenia meningkatkan risiko perdarahan neonatal.
Neutropenia atau Neutrofilia dengan pergeseran kiri dapat menunjukkan
infeksi bakteri perinatal.
Polisitemia mungkin hadir sekunder untuk hipoksia janin kronis atau akut.
Polisitemia dikaitkan dengan penurunan aliran darah paru dan dapat
memperburuk hipoksia terkait dengan sindrom aspirasi mekonium dan
HPPN
Radiologi
Radiografi dada penting dalam rangka untuk mencapai hal berikut
Memastikan diagnosis SAM, dan menentukan tingkat patologi intratoraks
Mengidentifikasi area atelektasis dan sindrom blokade udara
Memastikan posisi yang tepat dari tabung endotrakeal dan kateter
umbilikalis

2.8. Penatalaksanaan
Pencegahan sindrom aspirasi mekonium (SAM)
Pencegahan adalah yang terpenting. Dokter kandungan harus memonitor
status janin dalam upaya untuk mengidentifikasi adanya stres janin. Ketika
mekonium terdeteksi, amnioinfusion, garam steril secara teoritis menguntungkan
untuk mengencerkan mekonium dalam cairan ketuban, sehingga meminimalkan
keparahan aspirasi. Namun, bukti saat ini tidak mendukung amnioinfusion rutin
untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. rekomendasi sekarang tidak lagi
menyarankan penyedotan intrapartum rutin untuk bayi lahir dari ibu dengan
mekonium. Ketika aspirasi terjadi, intubasi dan penyedotan langsung dari saluran
napas dapat mengeliminasi banyak mekonium. Jangan melakukan teknik-teknik
berbahaya berikut dalam upaya untuk mencegah aspirasi mekonium yang
mengandung cairan ketuban:
- Meremas dada bayi
- Memasukkan jari ke mulut bayi
American Academy of Pediatrics Comitte telah mengumumkan pedoman
untuk pengelolaan bayi yang terkena mekonium. Pedoman diperiksa terus
menerus dan direvisi sebagai penelitian berbasis bukti baru yang telah tersedia.
Pedoman saat ini adalah sebagai berikut:
Jika bayi tidak kuat (didefinisikan sebagai upaya pernafasan tertekan, penggunaan
otot yang minimal, dan / atau detak jantung <100 kali /menit) Gunakan
laringoskopi langsung, intubasi, dan suction trakea segera setelah melahirkan.
Hisap tidak lebih dari 5 detik. Jika mekonium tidak dapat diambil, jangan
mengulang intubasi dan hisap. Jika mekonium diambil dan tidak ada bradikardi,
reintubate dan hisap. Jika denyut jantung rendah, mengelola tekanan ventilasi
positif dan mempertimbangkan penyedotan lagi nanti.
Jika bayi kuat (didefinisikan sebagai upaya pernapasan normal, otot normal, dan
denyut jantung> 100 kali / menit): Jangan melakukan intubasi elektif electif.
Hapus sekresi dan mekonium dari mulut dan hidung dengan cateter suction.
Dalam kedua kasus, sisa langkah resusitasi awal harus tetap diterapkan, termasuk
pengeringan, merangsang, reposisi, dan distribusi oksigen yang diperlukan

2.9. Komplikasi

2.10. Prognosis
BAB III
STATUS PASIEN

3.1. Identitas Pasien


1. Identitas Bayi
Nama : By. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur :
BBL : 3500 gram
Tanggal lahir : 29 April 2013

2. Latar Belakang Ibu


Nama :
Usia : 23 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SLTP
Agama : Islam
Alamat :

3.2. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi lahir spontan belakang kepala di RSUD Kepanjen. Bayi lahir
langsung menangis, tampak lemah.
3. Riwayat Kehamilan
GIP0000Ab000
UK = 41-42 minggu (berdasarkan HPHT)
Riw. ANC = 9 kali di bidan
Riw. Kenaikan BB selama hamil = berat badan naik
sebanyak 15 kg selama hamil sampai sebelum melahirkan
Riw. USG = belum pernah USG
Riw. Suntik TT = 2 x (saat sebelum menikah dan saat usia
kehamilan 7 bulan)
PRM (-)
Oyok (+) 3 kali
Jamu (+) 5 kali
Riw. ISK (-)
Riw. Keputihan (-)
Sakit selama hamil (-)
Konsumsi alkohol, rokok, obat-obatan (-)
4. Riwayat Persalinan
Bayi lahir spontan belakang kepala. Bayi lahir dalam waktu kurang lebih 15
menit setelah pembukaan lengkap dan pecahnya amnion. Presentasi bayi,
presentasi kepala. Amnion bercampur mekonium, dan banyak. Plasenta keluar
setelah 2 menit bayi lahir. Tidak ada masalah selama persalinan.
Keadaan neonatus saat persalinan
- SKOR APGAR
VARIABEL Waktu
1 5
Warna kulit 1 1
Detak jantung 1 2
Reaksi rangsang 1 1
Tonus otot 1 1
Pernafasan 2 2
JUMLAH 6 7
- Kelainan kongenital (-)
- Ketuban : mekoneal
3.3. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : CM, gerak aktif, tangis lemah, tampak sesak
2. Tanda Vital :
Frekuensi jantung : 150 x menit
Frekuensi nafas : 70 x/menit
T.ax : 36,50C
- Berat badan : 3500 gram
- Panjang badan : 49 cm
- Lingkar kepala : 35 cm
3. Status Generalis
- Kepala : caput suksaedanum (+) 3 cm, cephal hematom (-), sianosis
(-), reflek hisap (+), anemis -/-, ikterik -/-, UUB datar, pernafasan
cuping hidung (+), dyspnea (+)
- Thorak : dinding dada simetris, retraksi dinding dada (+) suprasternal
- Jantung : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : nafas teratur, takipnea (+), stridor (-), vesikuler +/+, ronki -/-,
wheezing -/-
- Abdomen :
o Inspeksi : flat, kelainan kongenital (-)
o Auskultasi : bising usus normal
o Palpasi : massa (-), hepar dan lien teraba 1 jari
o Perkusi : timpani di seluruh lapang perut
o Umbilikus : layu, warna kuning kehijauan, bau (-), kemerahan
(-)
- Genital : , hipospadia (-), epispadia (-), hidrokel (-), testis turun +/+,
rugae kasar (+)
- Anus : anus (+) paten, BAB mekoneum (+) 24 jam pertama
- Ekstremitas : akral hangat +/+, edema -/-, CRT < 2, meconeal
staining +/+
4. Down Skor
- Frekuensi nafas : 1
- Retraksi :2
Jumlah 6 Gawat nafas berat
- Sianosis :1
- Air entry :1
- Merintih :1
3.4. Diagnosis Kerja
BBLCB
MAS (Meconeal Aspiration Syndrome)

3.5. Planning Diagnosis


Darah Lengkap
Hitung Jenis
Gula Darah Acak
Serum Elektrolit
Rontgen Thorax

3.6. Planning Terapi


O2 nasal 1 liter per menit
IVFD D10 240 cc + Ca gluconas 3 cc 10 tetes/menit
IV. Inj. Cefotaxime 2 x 175 mg
IM. Inj. Vit K 1 (phytomenadione) 1 mg
Gentamicin tetes mata ODS
Orogastric Tube (OGT) retensi
Puasa
Rawat tali pusat
Termoregulasi

3.7. Planning Monitoring


Tanda vital
Intake
BAB dan BAK
Berat badan tiap hari
Down Score
Distres pernafasan
BAB IV
PEMBAHASAN

Sebelumnya ibu pasien ini dirujuk oleh bidan dengan keluhan kenceng-
kenceng, GIP0000Ab000, keadaan ibu dan janin baik. Dari anamnesis didapatkan
usia kehamilan sekarang berdasarkan HPHT adalah 41 42 minggu dapat
dikatakan sebagai post term. Berat bayi lahir 3500 gram, dapat dikategorikan
sebagai bayi baru lahir cukup bulan. Saat persalinan, cairan amnion bercampur
mekonium bayi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum bayi tampak
sesak, frekuensi nafas 70 x/menit, terdapat pernafasan cuping hidung, retraksi
dinding dada suprasternal, umbilikus layu berwarna kuning kehijauan, dan pada
ekstremitas terdapat mekoneal staining. Hal ini sesuai dengan diagnosis pada
sindrom aspirasi mekonium.
Pada anamnesis didapatkan bahwa usia kehamilan sekarang adalah 41
42 minggu. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada kondisi
sindrom aspirasi mekonium (SAM) faktor resiko yang dapat terjadi dibagi
menjadi : faktor ibu, faktor janin, penolong persalinan. Faktor ibu antara lain:
adanya penyakit kronik preeklampsia/eklampsia, hipertensi, diabetes mellitus
(DM), profil biofisik abnormal, merokok, penyakit paru kronik, penyakit
kardiovaskuler kronik, minum jamu dan oligohidramnion. Faktor janin: adanya
gawat janin/hipoksia akut intrauterin, intra uterine growth retardation (IUGR),
aterm dan postterm. Faktor penolong dipengaruhi oleh ketersediaan alat suction
dan ketrampilan dari penolong sendiri. Pada kasus ini yang termasuk faktor resiko
pendukung SAM adalah usia kehamilan yang tergolong post term, dan dibuktikan
dengan berat bayi lahir sebesar 3500 gram yang dapat dikategorikan sebagai bayi
baru lahir cukup bulan atau dapat disebut sebagai bayi aterm. Untuk faktor ibu
dan faktor penolong persalinan, pada kasus ini tidak didapatkan data yang
mendukung terjadinya SAM.
Pada riwayat persalinan, didapatkan cairan amnion bayi bercampur
mekonium dan banyak. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa
adanya riwayat persalinan dengan ketuban keruh atau ketuban bercampur
mekonium maka akan meningkatkan resiko terjadinya SAM. Resiko ini
bertambah dengan bertambahnya masa gestasi. Pada amnion yang bercampur
mekonium, bayi akan dapat menghirup cairan ketuban sebelum, selama, dan
setelah kelahiran, sehingga mengakibatkan aspirasi mekonium yang selanjutnya
dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas, disfungsi surfaktan, maupun
pneumonitis kimia.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum bayi tampak sesak,
frekuensi nafas 70 x/menit, terdapat pernafasan cuping hidung, retraksi dinding
dada suprasternal, umbilikus layu berwarna kuning kehijauan, dan pada
ekstremitas terdapat mekoneal staining. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
mekonium yang teraspirasi dan beredar dalam pembuluh darah, akan memberikan
pewarnaan pada umbilikus maupun pada ekstremitas. Jika pada umbilikus, maka
umbilikus akan berwarna kuning kehijauan, dan jika pada ekstremitas akan
memberikan pewarnaan berupa mekoneal staining yaitu ujung-ujung jari berwarna
kehitaman mirip seperti sianosis tetapi harus dibedakan berdasarkan dari hasil
anamnesa adanya cairan amnion yang bercampur mekonium.
Pada pasien ini dilakukan planning diagnosa berupa pemeriksaan
laboratorium berupa darah lengkap, hitung jenis, gula darah acak, dan serum
elektrolit serta dilakukan pemeriksaan radiologis berupa foto thorak. Hal ini
dilakukan untuk memastikan diagnosis dan untuk mencari penyebab serta untuk
menemtukan tingkat patologis intratoraks.
Untuk planning terapi pada pasien ini dilakukan : pemasangan oksigen, hal
ini dilakukan karena pada pasien ini terdapat distress pernafasan. Distres
pernafasan pada pasien ini dibuktikan dengan pernafasan cuping hidung, retraksi,
dan frekuensi nafas yang meningkat juga dengan penilaian dari down skor yang
berjumlah 6 yang menunjukkan adanya gawat nafas yang berat, sehingga pada
pasien ini diperlukan bantuan pernafasan. Diberikan pula infus dikarenakan pada
pasien ini harus dipuasakan untuk mencegah aspirasi lebih lanjut yang dapat
terjadi sehingga infus pada pasien ini untuk kebutuhan cairan pada neonatus
sebagai pengganti cairan selama bayi dipuasakan. Kemudian diberikan juga
antibiotik, disini pemberian antibiotik karena pada SAM dapat terjadi karena
pneumonitis kirim sehingga dapat dilakukan pemberian antibiotik. Selain itu
dilakukan perawatan pada bayi baru lahir berupa injeksi vitamin K, gentamicin
tetes mata, rawat tali pusat, dan termoregulasi.
DAFTAR PUSTAKA

Mary C K, Kruse J, 2009. Meconium Aspiration Syndrome: Pathophysiology and


Prevention, J. Am Board Fam Pract 12:450-66

Kamala S, Amuchou S, Sindhu S, 2011. Advances in the management of


meconium aspiration syndrome, Int. J. Of Pediatric 10.1155/2012/359571

Anda mungkin juga menyukai