Anda di halaman 1dari 6

Proposan Penelitian (Skripsi) Kecenderungan Perilaku

Memilih Warga Desa Wonokerto Kecamatan Karang Tengah


Kabupaten Demak dalam Pilkades (PemilihaN Kepala Desa)
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat yang
diselenggarkan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil guna menghasilkan pemerintahan
negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945.
Pelaksanaan Pemilu sangat menentukan nasib bangsa untuk masa selanjutnya, sehingga
penyelenggaraannya harus benar-benar terorganisir dengan baik sesuai dengan asas pemilu tersebut
dan dikelola orang-orang yang bertanggung jawab serta memilki integritas, profesionalitas, dan
akuntabilitas tinggi.
Jika dalam pelaksanaan pemilu yang terjadi penyimpangan-penyimpangan dan berbagai
kecurangan yang dilakukan oleh golongan tertentu utuk mendapatkan jumlah suara terbanyak maka
Pemilu yang dilaksanakan secara serentak dibelahan dunia dengan biaya yang tak sedikit ini tidak
akan mencapai hasil optimal yang sesuai harapan rakyat Indonesia secara mayoritas. Akibatnya,
pemerintahan demokratis hanya sebagai angan-angan yang tak terwujud bahkan kekacauan terjadi
dimana-mana.
Secara umum Pemilu yang dilaksanakan dari tingkat atas sampai ketingkat paling bawah
(pemilhan kepala desa) adalah tujuannya sama yaitu untuk menciptakan terwujudnya pemerintahan
yang demokratis akan tetapi dalam kenyataan masih banyak hambatan dan rintangan yang terjada.
Orang-orang yang mencalonkan diri sebagai pemimpin tidak begitu sadar akan tanggung jawab yang
mengakibatkan ketidak percayaan rakyat dan anantusia masyarakat terhadap Pemilu menjadi
berkurang.
Demokrasi dimana semua warga mempunyai kesempatan dan kedudukan yang sama dalam
berperan serta dalam Pemilu menjadikan antusias masyarakat sangat besar untuk berpartisipasi dari
mencalonkan diri sebagai Presiden samapai Kepala Desa. Yang menyebabkan terlalu banyaknya calon
yang ikut serta dalam Pemilu menimbulkan kebingungan terhadap masyarakat pemilih. Masyarakat
sangat sulit menentukan pilihan yang terbaik akan tetapi juga diimbangi dengan kemampuan seorang
calon yang mempunyai trik, visi dan misi yang bertujuan untuk mempengaruhi pemilih agar bisa
mendapatkan suara sebanyak-banyaknya.
Pemilihan
Pemilihan Kepala Desa adalah salah satu bentuk perwujudan dan partisipasi dalam
mewujudkan pemerintahan yang demokrasi. Desa adalah bagaian dari system pemerintah yang
penting dimana pemimpin yang integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas tinggi sangat diperlukan
untuk kemajuan desa itu sendiri.
Saya melihat kini ada kecenderungan perilaku pemilih yang mulai mengedepankan rasional-
pragmatis dan psikologis ketimbang sentimen etnis. Ada tiga hal sebagai bahan dasar argumen.
Pertama, angka golput dalam pemilu rata-rata nasional kini berkisar 30%. Mereka ini bisa saja
mewakili kecenderungan pemilih rasional-pragmatis.
Kedua, lihat saja hasil exit polling (riset usai pencoblosan) yang dilaksanakan LSI berkaitan
perilaku pemilih (1.367 sampel) pada pelaksanaan Pilgub DKI 8 Agustus 2007. Alasan Anda memilih
gubernur DKI? Saya memilih karena kemampuan kandidat (28,5%), kepribadian kandidat (19,5%),
program yang ditawarkan (18,1%), didukung parpol pilihan saya (6,9%), dan kesamaan suku dan agama
(7,5%). Faktor etnis dan aliran tampaknya sudah ditinggalkan dan pemilih makin cerdas psikologisnya.
Ketiga, para pemilih kini sudah kenyang pengalaman mulai memilih RT, pilkadus, pilkades,
pilbup/pilwalkot, pileg/DPD, pilpres I--II, dll. Mereka makin melek politik. Mereka bisa
menghubungkan antara janji politik dan realitas yang terjadi. Mereka kelak bisa saja tetap memilih,
tapi saya khawatir dengan bekal melek politik malah banyak yang tidak memilih.
Lalu, bagaimana dengan pemilih Pilkades di Wonokerto 2008 ini? Di tengah berbagai
kesenjangan dan beban berat kehidupan, apakah perilaku pemilih makin rasional-pragmatis,
psikologis ataukah masih setia dengan sentimen etnis? Riset yang serius tampaknya diperlukan untuk
mendapat jawaban konkret.
B. Perumusan Masalah
Di era demokrasi dimana setiap orang berhak menentukan sikap dan tujuan, salah satunya
adalah kebebasan dalam berpolitik dan menetukan tujuan politiknya. Dalam pesta demokrasi
(Pilkades) sangat berpengaruh terhadap kemajuan Desa.
Dari berbagai permasalahan di atas, maka masalah yang penulis rumuskan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut : meneliti kecenderungan perilaku memilih dalam Pilkades di desa
Wonokerto Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak.

C. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah utuk mengetahui kecenderungan prilaku memilih warga Desa
Wonokerto Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak dalam Pilkades.

D. Sasaran
Semua warga Desa Wonokerto Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak.

E. Kerangka Teori
Secara umum pendekatan perilaku pemilih dalam ilmu politik terbagi ke dalam tiga garis
besar pendekatan/ model (Martin Harrop dan William Miller, 1987: 130-161). Pertama, pendekatan
yang sangat psikologis yang disebut identifikasi partai (party identification). Kedua, pendekatan yang
menganggap individu memiliki kapasitas rasional untuk menentukan pilihan-pilihannya (rational
choice). Pemilih dianggap memahami, mengapa ia memilih, apa dampak dari pilihannya itu dan ia
sadar betul pilihan yang diambil adalah instrumen penting bagi artikulasi kepentingan politiknya. Lalu
pendekatan yang terakhir, adalah pendekatan secara sosiologis (sociological approach). Pendekatan
ini melihat pentingnya basis sosial dalam menentukan perilaku memilih. Misalkan, identitas sosial
seperti agama, kelas sosial, dan suku bangsa menjadi alasan utama seseorang memilih sebuah partai
atau seorang kandidat. Sekarang mari kita bahas secara singkat pendekatan-pendekatan ini, dan
memutuskan mana yang paling mungkin untuk menjelaskan fenomena mudik untuk nyoblos ini.
Pendekatan party identification menekankan pentingnya keluarga dalam sosialisasi politik
terhadap anak, hingga mentransmisikan apa yang disebut dengan psychological
attachment (kedekatan psikologis)antargenerasi. Nilai-nilai kesetiaan terhadap partai atau figur
tertentu ditransmisikan kepada anak pada saat usianya masih sangat belia (antara 10-11 tahun).
Pengaruh keluarga ini terus berlangsung hingga anak dewasa meskipun berjalan sangat cair dengan
lingkungannya sepanjang masa. Hingga akhirnya, sang anak memahami politik sebagaimana orang tua
mereka. Masa anak-anak hingga remaja dan dewasa inilah yang diklaim pendekatan ini menentukan
perilaku memilih dan pilihan politik seseorang.
Sementara itu pendekatan rational choices menganggap pemilih merupakan individu bebas.
Individu memilih bukan karena adanya kedekatan psikologis dengan calon atau partai tertentu.
Seseorang menentukan pilihan politiknya tidak berdasarkan latar belakang keluarga, budaya maupun
kelas sosial di mana dia berada. Pilihan-pilihan politik tersebut murni sebagai pencerminan
kepentingan pribadinya. Seluruh pemilih dalam pendekatan ini dianggap memahami benar makna
pilihannya dan dampaknya bagi dirinya. Masalahnya, pendekatan ini hanya mampu memahami
individu dengan ukuran-ukuran tertentu. Misalnya, si pemilih harus berpendidikan tinggi, tingat
ekonomi yang mumpuni dan sebagainya. Pra-syarat ini sepertinya yang harus dipenuhi terlebih dulu,
jika ingin menganggap individu menjadi rasional dalam memilih.
Pendekatan sosiologis melihat pentingnya basis sosial seseorang di masyarakat. Basis sosial
diartikan beragam, misalnya mulai dari agama, suku, dan kelas sosial yang dimiliki seseorang. Kalau
saya sebagai pemilih, maka pendekatan ini akan memulai analisanya dari faktor-faktor tersebut.
Sebagai contohnya, kalau saya beragama Islam, maka ada kemungkinan besar saya akan memilih
partai Islam. Kajian Clifford Geertz, Javanese Voter, sepertinya menjadi rujukan klasik yang paling
banya dikenal. Kesimpulannya dengan membagi karakter pemilih di Jawa menjadi tiga, antara
lain santri, abangan dan priyayi menjadi rujukan tidak hanya dalam literatur ilmu antropologi yang
digelutinya. Namun, kategorisasi yang agak aneh tersebut memang banyak dikritik, khususnya
kategori priyayi yang merupakan kelas sosial. Berbeda dengan santri dan abangan yang menjelaskan
kategori tingkat ketaatan religi dalam Islam.
Ian Mc Allister (1992) dalam bukunya, Political Behaviour: Citizen, Parties, and Elites in
Australia, mencatat ada perilaku pemilih Australia yang konsen pada faktor struktural (memilih
berdasarkan kedekatan kelas sosial-ekonomi, desa-kota, dll) dan faktor ekologi (memilih berdasar
pada kedekatan karakterisik wilayah pedalaman, pesisir, pertanian, perkebunan, dll.).
Jadi, dalam perspektif yang lebih kompleks setidaknya ada lima faktor memengaruhi perilaku
pemilih, yakni faktor sosiologi (etnis, aliran), psikologi, rasional-pragmatis, struktural, dan ekologi.
Faktor-faktor ini bersifat komplementatif, relatif, dan tentu saja tidak absolut.
BAB II

A. Deskripsi Obyek Penelitian


Faktor demografi penduduk merupakan salah satu bagian yang tidak dapt dipisahlan dalam
setiap perkembangan masyarakat. Pada bagian ini akan digambarkan komposisi jumlah penduduk
dengan jumlah wajib pilih pada pemilihan kepala desa Wonokerto 2008.
Komposisi penduduk menururt pencatatan akhir November desa Wonekerto memiliki
penduduk sejumlah 2.027 jiwa terdiri dari 1.440 jiwa adalah laki-laki, 1481 jiwa adalah perempuan.
Dengan jumlah pemilih 2.027 jiwa.
Sebagian besar penduduk desa Wonokerto Kecamatan Karang Tengah bermata pencarian
sebagi petani dan pedagang serta buruh di pabrik. Mata pencarian sebagi buruh yang di pabrik-pabrik
dan petani yang lebih banyak di geluti oleh penduduk desa Wonokerto.
Pelaksanaa pemilhan kepala daerah secara langsung yang akan dilaksanakan pada tanggal 28
Desember 2008. Dan pada tahap pendaptaran samapi penutupan hanya terdapat seorang calon yang
mendaptarkan diri. Yang menjadi peserta adalah bapak Subari. Dan diketahui bahwa calon yang
mengikuti pelaksanaan Pilkades hanya satu orang atau calon tunggal yang kemungkinan besar tidak
mendapat masalah yang serius pada waktu peaksanaan pemilIhan.
BAB III

PEMBAHSAN

Dari hasil observasi (pengamatan) di desa Wonekerto kecamatan Karang Tengah Kabupaten
Demak. Sejak dibukanya pendaftaran dan sampai berakhirnya pendaftaran yang diketehaui bahwa
calon yang ada dan mengikuti pemilhan Pilkades hanyalah satu orang yang dimana calon hanya satu
atau tunggal sangat terbuka lebar untuk dapat memenagkan pemilihan tersebut.
Kenyataan dilapangan pada waktu pelaksanaan pemilihan Kepala Desa yang dilaksanakan
pada tanggal 28 Desember 2008, yang pada waktu itu pemilih sebanyak 2. 027 orang, dan yang hadir
dan memberikan suaranya pada waktu ialah sebyak 1887 orang, dan tidak hadir pada waktu
pelaksanaan pemilihan Kepala Desa sebanyak 140 orang. Calon yang hanya satu orang mendapatkan
sebanyak 1677 suara dari total pemilih 1887 oarang, jadi dapat disimpulkan calon menang mutlak
sekitar 80%. Mungkin salah satu alasan mengapa calon menang mutlak adalah karena tidak ada lawan
yang sangat berarti pada waktu pelaksanaan pemilihan Kepala Desa dikaranakan calon hanya satu
atau tunggal.
Dari hasil wawancara (interview) dilapangan kepada masyarakat yang akan memilih dan
menentukan pilhinnya dalam memilih dan alasan-alasan kenapa mereka memilih. Banyak alasan yang
beragam dari masayarakat yang didapat dari hasil wawancara dilapangan. Dari 10 orang yang
wawancarai, mengapa alasan mereka memilih dan kenapa mereka memilih sang calon alasan mereka
kebanyakan adalah factor internal dari sang calon, factor internal dari sang calon misalkan ialah
kepribadian sang calon, latar belakang sang calon dan kehidupan sang sehari-hari sang calon di
masyarakat. Pemilih lebih cenderung kefaktor internal sang calon dari pada faktor eksternal misalkan
program yang akan di jalankan apabila sang calon terpilih menjadi Kepala Desa tidak banyak yang
menjadi latar belakang memilih sang calon.
Jadi kalau kalau dikaitkan dengan kerangka pemikiran dalam penelitian ini masyarakat desa
Wonekerto memilih sang calon yang mengikuti pemiliha Kepala Desa cenderung kearah
pendekatan party identification menekankan pentingnya keluarga dalam sosialisasi politik terhadap
anak, hingga mentransmisikan apa yang disebut dengan psychological attachment (kedekatan
psikologis) antargenerasi. Nilai-nilai kesetiaan terhadap partai atau figur tertentu ditransmisikan
kepada anak pada saat usianya masih sangat belia (antara 10-11 tahun). Pengaruh keluarga ini terus
berlangsung hingga anak dewasa meskipun berjalan sangat cair dengan lingkungannya sepanjang
masa. Hingga akhirnya, sang anak memahami politik sebagaimana orang tua mereka. Masa anak-anak
hingga remaja dan dewasa inilah yang diklaim pendekatan ini menentukan perilaku memilih dan
pilihan politik seseorang.
Perilaku memilih masyarakat desa Wonekerto cenderung kearah prilaku pendekatan yang
psikologis dikarenakan alsan-alasan masyarakat lebih cenderung pada faktor internal sang calon,
misalkan latar belakang sang calon, dan kepribadian sang calon. Ada juga sebagain pemilih kearah
yang sosiologis dan ada juga kearah yang rasional. Akan tetapi faktor yang lebih banyak
mempengaruhi adalah pendekatan psikologis.
Pada waktu pelaksanaan pemilihan berlagsung juga terdapat sekitar 140 orang yang tidak
hadir dan tidak mengikuti pelaksanaan pemilahan Kepala Desa. Ketidak hadiran masyarakat tersebut
bukan dikarenakan sang calon akan tetapi dikarenakan pemilih tidak berada di desa tersebut. alasan
teksnis yang menyebabkan mereka tidak menentukan pilihan mereka dikarenakan kebyakan
masarakat sekitar bekerja di luar kota yang menyebabkan tidak menentukan pilihannya dalam
pelaksanaan pilkades.
Jadi perilaku memilih masarakat desa Wonokerto kecamatan Karang Tengah kabupaten
Demak pada waktu pelaksanaan Pilkades lebih cenderung bersifat psikologis dibandingkan sosiologis
atau rasional chois.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uarai diatas dan dari hasil penelitian di lapangan yang dilakuakan dan dari hasil pemilihan
kepala desa yang dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2008. Dengan kemengangan mutlak sang
calon tunggal yang memperoleh sekitar 80% suara dari pelaksanaan Pilkades dapat ditarik kesimpulan
bahwa.
Dalam pemiliha Kepala Desa di desa Wonekerto kecamatan Karang Tengah Kabupaten Demak
dapat di tarik kesimpulan, prilaku memilih masayarakat desa Wonekerto lebih cenderung kearah
psikologis dikarenakan faktor internal sang calon tersebut dan dikarenakan latar belakang
kepribadian sang calon yang membuat masayarakat menjadi tertarik memilih sang calon sebagai
kepala desa.
Alasan-alasan tersebut menjadi latar belakang seorang memilih alasan dan kenapa mereka
memilih. Hampir dari semua warga yang di wawancarai berpendapat bahwa mereka memilih sang
calon karena dilaterbelakangi oleh faktor internal sang calon yang dapat di simpulakn bahwa
kecenderungan perilaku memilih masarakat desa Wonokerto lebih cenderung ke alasan yang bersifat
psikologis.

Anda mungkin juga menyukai