PENYUSUN :
2017
BAB 1 : PROFIL JAY FARBSTEIN
Jay Farbstein mengenyam pendidikan di Harvard University dan mendapatkan gelar M.Arch pada
tahun 1967-1969 sebelum melanjutkan pendidikannya di University of London hingga menerima
gelar PhD, Architecture Barlett School of Architecture pada tahun 1971-1975 serta gelar Bachelorsof
Fine Arts, B.A., Fine Art dari University of California, Los Angeles. Jay juga sempat bertugas di Edra
Direksi pada tahun 1981-1984 sebagai Ketua dan Wakil Ketua, serta sebagai dewan direksi. Jay
Farbstein sendiri merupakan Arsitek, Programmer dan penulis buku serta artikel. Ia juga merupakan
penulis People in Places (1978), Correctional Facility Planning and Design (1986), Building Coalitions
of Urban Excellence (1996), Visions of Urban Excellence (1998), Urban Transformations (2009),
Challenging Conventions (2016), dan lain sebagainya. Bukunya yang berjudul Correctional Facility
Planning and Design sendiri telah digunakan secara luas oleh para pejabat pemerintah dan desainer.
Jay Farbstein, Ph.D, Faia. menerima Edra Karir Award di Edra 39 pada konferensi di Veracruz,
Meksiko pada tahun 2008. Sebagai seorang arsitek di negara bagian California, Jay memiliki karir
terhormat yang menjembatani kegiatan mengajar, praktik, penelitian, dan konsultasi. Pemikiran Jay
Farbstein pada bidang arsitektur salah satunya adalah menggabungkan lingkungan dan penelitian
perilaku di beberapa bidang utama termasuk evaluasi pasca-hunian, pemograman arsitektur dan
penilaian kebutuhan.
Jay Farbstein juga pemilik dan direktur dari Jay Farbstein & Associates, Inc di San Luis Obispo,
California, United State, dan juga ia menjabat sebagai mentor untuk seluruh generasi arsitek muda
dan perencana. Perusahaannya mencontohkan penggabungan lingkungan dan penelitian perilaku
dalam arsitektur dibidang perencaan induk, pemograman arsitektur, dan evaluasi pasca hunian.
Karya Jay Farbstein dengan badan-badan federal termasuk US Portal Service menjadi pedoman
estetika bagi bangunan-bangunan baru. Karyanya telah diakui oleh National Endowment for the
Arts, American Institute of Architects pada Komite Arsitektur untuk Keadilan dan US Portal Service.
1. Dasar Pemrograman
Metode pemrograman Farbstein adalah salah satu cara atau langkah dari proses pemrograman
yang melibatkan programmer dan klien agar terjadi hubungan timbal balik atau feedback. Dalam
hal ini, klien menjadi faktor yang cukup penting karena ikut menentukan kualitas desain.
Metode Linear
Tujuan: meningkatkan kualitas desain, terutama karena titik berat ada di klien sehingga
membutuhkan standar tertentu dan kajian mendalam.
Metode Farbstein dibagi menjadi 5 tahap:
a. Literature Survey
Adalah tahapan survey hasil penelitian atau kajian dari berbagai literature, studi, maupun
guideline design. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menemukan sumber yang relevan dengan
masalah yang ada, seperti mengetahui pola perilaku pengguna, cara mengakomodasi kebutuhan
pengguna, dan menemukan alternatif-alternatif
b. User Description
Adalah tahapan dalam proses pemrograman yang bertujuan untuk menemukan data atau
keterangan dari sumber lain (selain dari hasil literature survey) yaitu klien itu sendiri.
c. Performance
Adalah tahapan dalam proses pemrograman dengan fokus mengembangkan kriteria dan
berbagai kemungkinan atau alternatif dari fasilitas sebagai respon dari fasilitas terhadap user
dan aktifitasnya.
Tujuan:
Performance o Merespon user dan kebutuhan
atau aktivitasnya melalui
alternatif bentuk fasilitas.
Tahapan proses pemrograman yang berisi berbagai pertimbangan pemilihan jenis ruang dan
program ruang untuk mendapatkan sesuatu yang lebih spesifik sehingga hasil akhir dari program
mengenai fasilitas bisa didapat secara maksimal. Dalam proses ini, dikemukakan pula penafsiran
harga atau biaya dari alternatif yang dipilih.
Tujuan:
e. Space Spesifications
Programmer Programmer
Client
Client
Client
Client
Karakteristik:
a. Model linear
b. Tujuan pemrograman fasilitas diketahui setelah menggabungkan tahap literature
survey dan user description.
c. Setiap tahap melibatkan programmer dan klien (pengecualian pada fase
pendahuluan).
d. Klien memiliki peran penting dalam proses pengembangan kriteria fasilitas.
e. Setiap tahap memungkinkan adanya kegiatan evaluasi, iterasi, dan perbaikan.
f. Permasalahan ditemukan ketika survey
g. Output berupa alternatif penyelesaian masalah.
Kebutuhan dan kepentingan user serta owner sangat diutamakan dalam proses
Pemrograman Farbstein. Pada tahap pertama yaitu Literature Survey, meskipun user dan
owner tidak terlibat secara langsung, data-data yang dicari oleh programmer selalu relevan
dan sangat terkait dengan user dan owner. Programmer akan memfokuskan diri dalam
mencari isu-isu dan alternatif yang berkaitan dengan pengguna serta pemilik bangunan
nantinya.
Pada tahap kedua yaitu user description, user dan owner akan menjadi objek penelitian
utama yang nantinya akan didata kegiatan serta aktivitas kesehariannya. Hasil dari tahapan
ini adalah didapatkannya suatu identifikasi tujuan, kebijakan karakter sosial budaya, dan
kebutuhan masa depan para pengguna. Kemudian pada tahapan ketiga yaitu performance
kriteria, user dan owner akan menjadi patokan bagi programmer dalam menentukan fasilitas
yang akan dibangun supaya kebutuhan kedua pihak tersebut (user dan owner) dapat
direspon dan dipenuhi.
Selanjutnya, pada tahap keempat yaitu Program Options and Costs, owner akan
berperan sebagai penyalur dana bagi pembangunan fasilitas dan nantinya jumlah dana pada
anggaran akan mempengaruhi pemilihan program. Fasilitas yang akan dibagun nantinya
harus mampu memberikan performance secara efektif bagi user (pengguna) namun juga
tetap memperhatikan kemampuan pendanaan owner (pemilik). Seluruh tahapan-tahapan ini
nantinya akan berujung pada tahap Space Spesification untuk dihasilkan suatu spefisikasi
ruang yang memenuhi persyaratan serta kebutuhan pengguna dan dalam batas kemampuan
finansial pemilik.
Kelebihan :
Kekurangan :
a. Meskipun alur linear menghasilkan data yang urut dan mudah diproses, namun
keharusan menyelesaikan setiap tahapan sebelum melanjutkan pada tahapan
berikutnya akan menghabiskan terlalu banyak waktu. Keputusan yang telah diambil juga
sulit untuk diubah kembali karena alur program lurus ke depan.
b. Karena sangat berorientasi pada keinginan dan kepentingan klien, ada kemungkinan
program yang diajukan oleh Programmer akan sulit menemukan titik temu dengan
keinginan klien. Programmer akan terus mengubah program yang diajukan apabila klien
belum puas dan merasa belum terfasilitasi. Padahal, bisa jadi program yang diajukan
oleh Programmer merupakan opsi yang lebih baik untuk fasilitas tersebut ke depannya
daripada keinginan klien.
c. Studi di lapangan cenderung hanya mencangkup pola aktivitas pengguna dan tujuan di
dalam ruang tanpa memperhatikan masalah-masalah yang mungkin timbul. Meskipun
telah dilakukan studi literatur, tentu informasi yang didapat masih kurang lengkap.
Aplikasi model Farbstein cocok digunakan pada bangunan-bangunan yang memiliki pakem
tertentu. Karena model ini lebih menekankan pada survey literatur yang ada, maka aturan-aturan
pembangunan gedung tertentu akan selalu diutamakan dalam proses pemrogaman. Contoh gedung
yang memiliki aturan-aturan yang berikat khusus dan terikat adalah restoran Mc Donald, KFC,
puskesmas, dan perumnas. Dengan demikian, model Farbstein dapat disimpulkan cocok sebagai
metode pemrograman bangunan yang memiliki aturan-aturan dan standarisasi tertentu.
Dasar pemrograman model Farbstein adalah survey literasi dan timbal balik klien serta
programmer. Hasil desain tidak hanya dititikberatkan kepada keinginan klien, namun juga mengacu
kepada survey literasi yang telah dilakukan. Metode ini cocok dalam pemrograman puskesmas
karena puskesmas memiliki standar dan ketentuan tertentu yang harus diutamakan dibanding
dengan permintaan spesifik dari klien. Pembangunan puskesmas di tiap-tiap daerah di Indonesia
memiliki kesamaan dalam program ruang yang menyesuaikan standarisasi yang ada.
Prosedur dan proses model Farbstein memiliki sifat yang linier dan berurutan. Semua
prosedur harus dilakukan secara urut dan teratur sehingga prosedur yang dilakukan di awal akan
mempengaruhi pertimbangan dalam prosedur selanjutnya. Prosedur awal dalam model Farbstein,
yakni survey literatur, sangat mempengaruhi prosedur setelahnya. Dengan menggunakan model
Farbstein, prosedur setelah survey literature, yakni user description, performance, program and
option cost, dan space specification, akan selalu berkiblat pada prosedur survey literature.
Puskesmas kemungkinan menggunakan model Farbstein karena memiliki standar-standar tertentu
yang bersifat mengikat dan program ruang yang khas. Keinginan user dan klien dapat difasilitasi oleh
programmer, namun akan selalu dikembalikan kepada standar-standar puskesmas yang sudah ada.
2. Alur Pemrograman
Secara singkat Metode ini terbagi menjadi 5 proses yang berurutan. Dimulai dari literature survey,
user description, performance, program option and cost, dan yang terakhir adalah space
spesification.
a. Literature survey
Tahapan pertama ini telah dilakukan oleh sang programer saat sebelum bertemu
dengan sang klien. Pada proses ini sang programer mencari literatur tentang peraturan-
peraturan yang berlaku dan tata letak ruangan puskesmas yang akan dibangun. Hal ini
dimaksud agar programmer memiliki pegangan dan mengetahui panduan-panduan dasar
pemrograman puskesmas. Kemudian dilakukan survei lapangan ke puskesmas yang sekarang
telah berdiri yang bermaksud untuk mencocokkan data-data hasil riset dari literatur dan
menerapkannya di site yang ditentukan nantinya. Dengan ini, sang programer telah
mendapatkan guideline tentang mendesain bangunan puskesmas yang diminta oleh klien.
b. User description
Tahapan ini juga telah dilakukan dengan cara mewawancarai klien, beberapa pasien,
dan beberapa staff puskesmas yang (akan) bertugas. Pada tahap ini, programmer masih
memfokuskan programnya pada keinginan dan kepentingan klien. Klien akan mencocokkan
beberapa persepsi yang kurang cocok di antara programer dan klien. Setelahnya, diskusi
berlanjut untuk membahas keterkaitan antara keinginan dan kebutuhan.
c. Performance
Tahap ini juga telah dilakukan dengan cara mengobservasi, mewawancarai, dan
meneliti dari data yang didapat. Caranya dengan mengumpulkan kembali data dan
mewawancarai klien berupa beberapa pasien dan staff sebagai pengguna dengan cara
memberikan beberapa kuisioner. Setelahnya, didapatkan keinginan para pengguna tentang
puskesmas yang ideal baik dari sudut pandang pasien maupun pekerja di puskesmas
tersebut. Outputnya adalah bayangan tentang fasilitas yang akan disediakan di puskesmas
tersebut untuk merespon kebutuhan pengguna bangunan.
e. Space specification
Pada kasus ini, space specification dan program option and cost menjadi satu. Yang
mungkin kurang dari proses ini adalah pemaparan hasil yang telah disetujui klien dan
programer kepada khalayak umum dan kesepakatan tentang harga.
BAB 4 : KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan yang telah kami lakukan di atas, dapat disimpulkan bahwa :
Saifullah, Ahmad dan Wahyu, T. Yoyok. 2013. Metode Penyusunan Program Desain Arsitektur.
Yogyakarta : UGM.
Cherry, E. 1999, Programming For Design From Theory to Practice. Canada : John Wiley & Sons, Inc.
Dipetik 4 April 2017.
Palmer, Mickey A. 1981, The Architect's Guide to Facility Programming. Washington, D.C.: AIA.
Dipetik 5 April 2017.
Setiawan, Andi. 2013, Metode Pemrograman Farbstein, 4 Desember 2013. Available Form :
https://prezi.com/m/mwcb_ecsmmse/metode-pemrograman-farbstein/ [6 April 2017]