Anda di halaman 1dari 11

METODE PEMROGRAMAN FARBSTEIN

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS METODE PENYUSUNAN PROGRAM DESAIN


ARSITEKTUR (MPPDA)

Dosen Pengampu : Ir. T. Yoyok Wahyu S., M. Eng., Ph.D.

PENYUSUN :

KEMUNING ARUMINGTYAS A 16/394857/TK/44149


M. ANNAIL SYAHRU 16/394858/TK/44150
M. SABIQ AR RUSYDI 16/394859/TK/44151
MIFTAHURRAHMA RIDWAN 16/394860/TK/44152
MONIKA TERESA KEN R. D. 16/394861/TK/44153
MONIKA LISTANIA Y. 16/394860/TK/44154

DEPARTEMEN TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2017
BAB 1 : PROFIL JAY FARBSTEIN

Jay Farbstein mengenyam pendidikan di Harvard University dan mendapatkan gelar M.Arch pada
tahun 1967-1969 sebelum melanjutkan pendidikannya di University of London hingga menerima
gelar PhD, Architecture Barlett School of Architecture pada tahun 1971-1975 serta gelar Bachelorsof
Fine Arts, B.A., Fine Art dari University of California, Los Angeles. Jay juga sempat bertugas di Edra
Direksi pada tahun 1981-1984 sebagai Ketua dan Wakil Ketua, serta sebagai dewan direksi. Jay
Farbstein sendiri merupakan Arsitek, Programmer dan penulis buku serta artikel. Ia juga merupakan
penulis People in Places (1978), Correctional Facility Planning and Design (1986), Building Coalitions
of Urban Excellence (1996), Visions of Urban Excellence (1998), Urban Transformations (2009),
Challenging Conventions (2016), dan lain sebagainya. Bukunya yang berjudul Correctional Facility
Planning and Design sendiri telah digunakan secara luas oleh para pejabat pemerintah dan desainer.

Jay Farbstein, Ph.D, Faia. menerima Edra Karir Award di Edra 39 pada konferensi di Veracruz,
Meksiko pada tahun 2008. Sebagai seorang arsitek di negara bagian California, Jay memiliki karir
terhormat yang menjembatani kegiatan mengajar, praktik, penelitian, dan konsultasi. Pemikiran Jay
Farbstein pada bidang arsitektur salah satunya adalah menggabungkan lingkungan dan penelitian
perilaku di beberapa bidang utama termasuk evaluasi pasca-hunian, pemograman arsitektur dan
penilaian kebutuhan.

Jay Farbstein juga pemilik dan direktur dari Jay Farbstein & Associates, Inc di San Luis Obispo,
California, United State, dan juga ia menjabat sebagai mentor untuk seluruh generasi arsitek muda
dan perencana. Perusahaannya mencontohkan penggabungan lingkungan dan penelitian perilaku
dalam arsitektur dibidang perencaan induk, pemograman arsitektur, dan evaluasi pasca hunian.

Karya Jay Farbstein dengan badan-badan federal termasuk US Portal Service menjadi pedoman
estetika bagi bangunan-bangunan baru. Karyanya telah diakui oleh National Endowment for the
Arts, American Institute of Architects pada Komite Arsitektur untuk Keadilan dan US Portal Service.

BAB 2 : METODE PEMROGRAMAN FARBSTEIN

1. Dasar Pemrograman

Metode pemrograman Farbstein adalah salah satu cara atau langkah dari proses pemrograman
yang melibatkan programmer dan klien agar terjadi hubungan timbal balik atau feedback. Dalam
hal ini, klien menjadi faktor yang cukup penting karena ikut menentukan kualitas desain.

Metode Linear

Diinginkan adanya feedback dari klien

Tujuan: meningkatkan kualitas desain, terutama karena titik berat ada di klien sehingga
membutuhkan standar tertentu dan kajian mendalam.
Metode Farbstein dibagi menjadi 5 tahap:

a. Literature Survey

Adalah tahapan survey hasil penelitian atau kajian dari berbagai literature, studi, maupun
guideline design. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menemukan sumber yang relevan dengan
masalah yang ada, seperti mengetahui pola perilaku pengguna, cara mengakomodasi kebutuhan
pengguna, dan menemukan alternatif-alternatif

Tujuan: mencari standar- standar


fase pendahuluan Literature Survey yang berlaku (standar ruang dan
standar kualitas).

Contoh kasus: pemrograman


Sumber: Puskesmas

o Literatur Tahap literature survey dilakukan


o Hasil kajian dengan mencari literatur mengenai
o Guideline design standar- standar ukuran ruang,
dimensi tiap elemen, maupun standar
mengenai kualitas ruang yang
digunakan pada puskesmas.

b. User Description

Adalah tahapan dalam proses pemrograman yang bertujuan untuk menemukan data atau
keterangan dari sumber lain (selain dari hasil literature survey) yaitu klien itu sendiri.

Contoh kasus: pemrograman Tujuan:


puskesmas
User Description o Untuk mengetahui
Tahapan ini memungkinkan dialog standar- standar
antara programmer dengan klien, tertentu.
misal mengenai kebutuhan ruang o Menyesuaikan dengan
Sumber:
yang efisien dan cepat. Dengan keinginan klien.
adanya dialog, bisa saja timbul o Klien o Menemukan potensi
keterangan tambahan seperti
yang ada.
potensi positif maupun negatif
o Mengetahui keadaan
dari sumber daya yang ada.
lingkungan sosial
maupun fisik pada
tapak.

c. Performance

Adalah tahapan dalam proses pemrograman dengan fokus mengembangkan kriteria dan
berbagai kemungkinan atau alternatif dari fasilitas sebagai respon dari fasilitas terhadap user
dan aktifitasnya.
Tujuan:
Performance o Merespon user dan kebutuhan
atau aktivitasnya melalui
alternatif bentuk fasilitas.

d. Program Options and Cost

Tahapan proses pemrograman yang berisi berbagai pertimbangan pemilihan jenis ruang dan
program ruang untuk mendapatkan sesuatu yang lebih spesifik sehingga hasil akhir dari program
mengenai fasilitas bisa didapat secara maksimal. Dalam proses ini, dikemukakan pula penafsiran
harga atau biaya dari alternatif yang dipilih.

Fase penentuan dan evaluasi Program Options


and Cost

Tujuan:

o Penjelasan hasil programming dan


alternatifnya.
o Penentuan keputusan mengenai program
yang dipilih.
o Evaluasi
o Kesepakatan tafsiran harga.

e. Space Spesifications

Tahapan proses pemrograman di mana programmer akan mengemukakan semua spesifikasi


dari alternatif yang sebelumnya dipilih atau bahkan semua spesifikasi dari semua alternatif.

Space Spesifications Spesifikasi:

o Ikhtisar program untuk lingkup


aktivitas.
o Spesifikasi ruang yang ada dalam
fasilitas.
o Spesifikasi mengenai hubungan antar
ruang.
2. Alur Pemrograman

Programmer Programmer

Literature Survey User Description

Client

Programmer Programmer Programmer

Performance Program Options and Space Spesifications


Cost

Client
Client
Client

3. Prosedur dan Proses Pemrograman Model Farbstein

Karakteristik:

a. Model linear
b. Tujuan pemrograman fasilitas diketahui setelah menggabungkan tahap literature
survey dan user description.
c. Setiap tahap melibatkan programmer dan klien (pengecualian pada fase
pendahuluan).
d. Klien memiliki peran penting dalam proses pengembangan kriteria fasilitas.
e. Setiap tahap memungkinkan adanya kegiatan evaluasi, iterasi, dan perbaikan.
f. Permasalahan ditemukan ketika survey
g. Output berupa alternatif penyelesaian masalah.

4. Peran dan Posisi User dan Owner dalam Pemrograman Farbstein

Kebutuhan dan kepentingan user serta owner sangat diutamakan dalam proses
Pemrograman Farbstein. Pada tahap pertama yaitu Literature Survey, meskipun user dan
owner tidak terlibat secara langsung, data-data yang dicari oleh programmer selalu relevan
dan sangat terkait dengan user dan owner. Programmer akan memfokuskan diri dalam
mencari isu-isu dan alternatif yang berkaitan dengan pengguna serta pemilik bangunan
nantinya.

Pada tahap kedua yaitu user description, user dan owner akan menjadi objek penelitian
utama yang nantinya akan didata kegiatan serta aktivitas kesehariannya. Hasil dari tahapan
ini adalah didapatkannya suatu identifikasi tujuan, kebijakan karakter sosial budaya, dan
kebutuhan masa depan para pengguna. Kemudian pada tahapan ketiga yaitu performance
kriteria, user dan owner akan menjadi patokan bagi programmer dalam menentukan fasilitas
yang akan dibangun supaya kebutuhan kedua pihak tersebut (user dan owner) dapat
direspon dan dipenuhi.

Selanjutnya, pada tahap keempat yaitu Program Options and Costs, owner akan
berperan sebagai penyalur dana bagi pembangunan fasilitas dan nantinya jumlah dana pada
anggaran akan mempengaruhi pemilihan program. Fasilitas yang akan dibagun nantinya
harus mampu memberikan performance secara efektif bagi user (pengguna) namun juga
tetap memperhatikan kemampuan pendanaan owner (pemilik). Seluruh tahapan-tahapan ini
nantinya akan berujung pada tahap Space Spesification untuk dihasilkan suatu spefisikasi
ruang yang memenuhi persyaratan serta kebutuhan pengguna dan dalam batas kemampuan
finansial pemilik.

5. Peran dan Posisi Programmer dan Desainer dalam Pemrograman Farbstein

Seperti layaknya Pemrograman pada umumnya, Programmer merupakan pelaku yang


terjun langsung dalam kegiatan programming. Kegiatan ini dapat dilakukan secara langsung
di lapangan maupun secara kajian literasi. Pada tahap pertama Pemrograman Farbstein
yaitu Literature Survey, Programmer berperan sebagai pihak yang melakukan penelitian
awal untuk mengetahui isu-isu serta alternatif-alternatif bagi klien. Programmer melalui
tahap pertama sebelum nantinya melanjutkan ke tahapan berikutnya untuk melengkapi
kekurangan data. Kemudian, pada tahap User Description, Programmer melakukan
pengamatan secara langsung maupun tidak langsung terhadap pengguna dan pemilik
fasilitas untuk mengetahui gambaran aktivitas dan kegiatan pelaku di dalam ruang.

Pada tahap Performance, Programmer akan berusaha menanggapi kebutuhan dan


kepentingan para pengguna serta pemilik ruang agar nantinya dapat dihasilkan suatu
fasilitas yang menunjang kegiatan secara optimal. Selanjutnya, pada tahap Program Options
and Costs, Programmer berunding dengan owner untuk memilih alternatif program yang
sesuai dengan budget yang dimiliki oleh owner dan tetap memperhatikan kebutuhan
pengguna fasilitas.

Setelah dilakukan berbagai evaluasi untuk menyempurnakan program yang dilakukan,


seluruh data yang didapatkan oleh Programmer nantinya akan digunakan oleh Desainer
untuk menghasilkan rancangan ruang. Desainer akan memperhatikan berbagai
pertimbangan dari pemilik dan pengguna fasilitas agar nantinya dapat dihasilkan bangunan
yang efektif dan efisien baik dalam hal pemanfaatan maupun dalam pembiayaan.

6. Kelebihan dan Kekurangan Metode Farbstein

Kelebihan :

a. Tahapan-tahapan pemrograman jelas dan sangat teratur, setiap tahapan harus


diselesaikan secara matang terlebih dahulu sebelum melanjutkan pada tahapan
berikutnya. Hal ini menghasilkan data yang urut dan terarah serta tidak berbelit-belit
tahapannya.
b. Klien berperan langsung hampir di setiap tahap pemrograman. Keinginan dan
kepentingan klien dapat terpenuhi dan ditanggapi sepenuhnya oleh programmer untuk
menghasilkan rancangan yang optimal.
c. Adanya berbagai pilihan alternatif dengan mempertimbangkan biaya menghasilkan
keputusan yang fleksibel namun tetap fokus. Artinya, dapat terjadi perubahan pada
program, namun perubahan tersebut tetap dalam batas pilihan alternatif yang diajukan
oleh programmer sehingga tidak melenceng terlalu jauh dari alternatif awal.
d. Pemrograman ini sangat berorientasi pada keinginan dan kepentingan klien sehingga
tingkat kepuasan klien cenderung tinggi.

Kekurangan :

a. Meskipun alur linear menghasilkan data yang urut dan mudah diproses, namun
keharusan menyelesaikan setiap tahapan sebelum melanjutkan pada tahapan
berikutnya akan menghabiskan terlalu banyak waktu. Keputusan yang telah diambil juga
sulit untuk diubah kembali karena alur program lurus ke depan.
b. Karena sangat berorientasi pada keinginan dan kepentingan klien, ada kemungkinan
program yang diajukan oleh Programmer akan sulit menemukan titik temu dengan
keinginan klien. Programmer akan terus mengubah program yang diajukan apabila klien
belum puas dan merasa belum terfasilitasi. Padahal, bisa jadi program yang diajukan
oleh Programmer merupakan opsi yang lebih baik untuk fasilitas tersebut ke depannya
daripada keinginan klien.
c. Studi di lapangan cenderung hanya mencangkup pola aktivitas pengguna dan tujuan di
dalam ruang tanpa memperhatikan masalah-masalah yang mungkin timbul. Meskipun
telah dilakukan studi literatur, tentu informasi yang didapat masih kurang lengkap.

BAB 3 : ANALISIS MODEL FARBSTEIN

Model Farbstein lebih menekankan metode pemrograman berdasarkan data kuantitatif


dibandingkan data kualitatif. Artinya, metode Farbstein cocok digunakan pada bangunan yang
dibangun secara massal dan dalam jumlah yang banyak serta memiliki keseragaman program ruang
di antara tiap bangunannya. Selain itu, pada metode ini, survey literatur dilakukan sebelum
dilakukannya deskripsi oleh klien. Terlebih lagi model Farbstein menggunakan metode linier yang
tidak memiliki feedback ke tahap sebelumnya, sehingga tahap sebelumnya selalu menjadi dasar
tahapan selanjutnya. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa survey literature pada metode Farbstein
menjadi pondasi paling utama dalam model pemrograman ini.

Aplikasi model Farbstein cocok digunakan pada bangunan-bangunan yang memiliki pakem
tertentu. Karena model ini lebih menekankan pada survey literatur yang ada, maka aturan-aturan
pembangunan gedung tertentu akan selalu diutamakan dalam proses pemrogaman. Contoh gedung
yang memiliki aturan-aturan yang berikat khusus dan terikat adalah restoran Mc Donald, KFC,
puskesmas, dan perumnas. Dengan demikian, model Farbstein dapat disimpulkan cocok sebagai
metode pemrograman bangunan yang memiliki aturan-aturan dan standarisasi tertentu.

Contoh Pengaplikasian Model Farbstein adalah pada pemrograman pembangunan puskemas


daerah. Saat melakukan pemrograman puskesmas tersebut, programmer menggunakan metode
survey literature, metode user description (berupa wawancara dengan staff dan pegawai
puskesmas), metode performance ( berupa observasi, wawancara dan penelitian), dan metode
program option and cost ( digunakan untuk mencari alternatif pemecahan masalah melalui biaya
dan pemrogramannya). Namun belum dapat ditemukan pengaplikasian metode space spesification
dalam pemrograman puskesmas.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam pemrogaman puskesmas, para


programmer kemungkinan besar menggunakan model pemrograman Farbstein. Model Farbstein
dipilih sebagai model pemrogaman puskesmas tersebut karena model tersebut memiliki beberapa
keunggulan tersendiri dalam pemrogaman puskesmas. Untuk lebih jelasnya, hubungan antara
pemrograman puskesmas dengan alur pemrograman Farbstein dapat dipaparkan sebagai berikut :

1. Dasar dan Prosedur Pemrograman

Dasar pemrograman model Farbstein adalah survey literasi dan timbal balik klien serta
programmer. Hasil desain tidak hanya dititikberatkan kepada keinginan klien, namun juga mengacu
kepada survey literasi yang telah dilakukan. Metode ini cocok dalam pemrograman puskesmas
karena puskesmas memiliki standar dan ketentuan tertentu yang harus diutamakan dibanding
dengan permintaan spesifik dari klien. Pembangunan puskesmas di tiap-tiap daerah di Indonesia
memiliki kesamaan dalam program ruang yang menyesuaikan standarisasi yang ada.

Prosedur dan proses model Farbstein memiliki sifat yang linier dan berurutan. Semua
prosedur harus dilakukan secara urut dan teratur sehingga prosedur yang dilakukan di awal akan
mempengaruhi pertimbangan dalam prosedur selanjutnya. Prosedur awal dalam model Farbstein,
yakni survey literatur, sangat mempengaruhi prosedur setelahnya. Dengan menggunakan model
Farbstein, prosedur setelah survey literature, yakni user description, performance, program and
option cost, dan space specification, akan selalu berkiblat pada prosedur survey literature.
Puskesmas kemungkinan menggunakan model Farbstein karena memiliki standar-standar tertentu
yang bersifat mengikat dan program ruang yang khas. Keinginan user dan klien dapat difasilitasi oleh
programmer, namun akan selalu dikembalikan kepada standar-standar puskesmas yang sudah ada.

2. Alur Pemrograman

Secara singkat Metode ini terbagi menjadi 5 proses yang berurutan. Dimulai dari literature survey,
user description, performance, program option and cost, dan yang terakhir adalah space
spesification.

a. Literature survey
Tahapan pertama ini telah dilakukan oleh sang programer saat sebelum bertemu
dengan sang klien. Pada proses ini sang programer mencari literatur tentang peraturan-
peraturan yang berlaku dan tata letak ruangan puskesmas yang akan dibangun. Hal ini
dimaksud agar programmer memiliki pegangan dan mengetahui panduan-panduan dasar
pemrograman puskesmas. Kemudian dilakukan survei lapangan ke puskesmas yang sekarang
telah berdiri yang bermaksud untuk mencocokkan data-data hasil riset dari literatur dan
menerapkannya di site yang ditentukan nantinya. Dengan ini, sang programer telah
mendapatkan guideline tentang mendesain bangunan puskesmas yang diminta oleh klien.

b. User description
Tahapan ini juga telah dilakukan dengan cara mewawancarai klien, beberapa pasien,
dan beberapa staff puskesmas yang (akan) bertugas. Pada tahap ini, programmer masih
memfokuskan programnya pada keinginan dan kepentingan klien. Klien akan mencocokkan
beberapa persepsi yang kurang cocok di antara programer dan klien. Setelahnya, diskusi
berlanjut untuk membahas keterkaitan antara keinginan dan kebutuhan.

c. Performance
Tahap ini juga telah dilakukan dengan cara mengobservasi, mewawancarai, dan
meneliti dari data yang didapat. Caranya dengan mengumpulkan kembali data dan
mewawancarai klien berupa beberapa pasien dan staff sebagai pengguna dengan cara
memberikan beberapa kuisioner. Setelahnya, didapatkan keinginan para pengguna tentang
puskesmas yang ideal baik dari sudut pandang pasien maupun pekerja di puskesmas
tersebut. Outputnya adalah bayangan tentang fasilitas yang akan disediakan di puskesmas
tersebut untuk merespon kebutuhan pengguna bangunan.

d. Program option and cost


Pada proses ini, programmer lebih terfokus pada pemaparan hasil data yang telah
diperoleh kepada klien tentang survei yang telah diterapkan kepada pasien dan staff
puskesmas. Programmer juga memberikan pemaparan tentang hasil programing yang telah
didapat dari survei dan memberikan beberapa alternatif kepada klien yang juga
menunjukkan fleksibilitas sang programer terhadap kecocokan klien. Pada setiap hasil dan
alternatif juga telah dipaparkan total biaya keseluruhan yang nantinya akan menyesuaikan
kemampuan atau keinginanan dari pemilik fasilitas. Sang klien pun akan mengevaluasi dan
memilih salah satu dari beberapa alternatifnya yang ditawarkan oleh programmer.
Kemudian akan terjadi kesepakatan anggaran untuk membangun puskesmas.

e. Space specification
Pada kasus ini, space specification dan program option and cost menjadi satu. Yang
mungkin kurang dari proses ini adalah pemaparan hasil yang telah disetujui klien dan
programer kepada khalayak umum dan kesepakatan tentang harga.

3. Peran dan Posisi User dan Owner dalam Pemrograman


User sangat berperan dalam penjabaran alur kegiatan dan kebutuhan ruang pada
puskesmas ini. Melalui tahapan pendataan, dalam kasus ini programmer mendapatkan
informasi berupa perbedaan aktivitas dan perilaku antara karyawan atau staf ahli puskesmas
dengan staf non-ahli, dan aktiivitas pasien yang berada di puskesmas tersebut. Melalui
perbedaan aktivitas tersebut muncul pola-pola kegiatan ruang yang menjadi dasar
programmer untuk memrogram sistem ruang di puskesmas. Pada tahap performance, user
memiliki peran dalam hal merevisikan program untuk lebih menyesuaikan dengan pola
kegiatan yang dijalankan.
Dalam kasus pemrograman puskesmas, sang owner berperan dalam penjelasan
permasalahan yang terjadi. Penjelasan permasalahan ini diikuti oleh pilihan dan keinginan
owner terhadap pemrograman. Sang owner pada kasus ini juga berperan dalam melakukan
pemilihan alternatif yang ditawarkan oleh programmer dan pendanaan setelah terjadi
kesepakatan dengan programmer untuk membangun puskesmas.
4. Peran Programmer dan Desainer dalam Pemrograman
Peran programmer dimulai dari proses survey literatur dengan mencari data
mengenai peraturan-peraturan dan standar program ruang yang terkait dengan proses
perancangan dan pembangunan puskesmas di daerah tersebut. Setelah itu, sang
programmer mencari data mengenai kebutuhan klien dan user terhadap puskesmas
tersebut hingga meneliti kondisi tapak pada bangunan puskesmas yang sudah ada. Pada
proses pencarian data ini, sang programmer mengumpulkan data sebanyak-banyaknya
mengenai aktivitas ruang yang terjadi sehari-hari. Setelah semua data didapatkan, kemudian
programmer menganalisis permasalahan yang ada berdasarkan ketidakcocokan dengan
karakteristik kebutuhan ruang yang diinginkan beserta dengan waktu dan biaya yang
dikeluarkan. Kemudian data-data yang sudah didapat dikelola dalam kelompok-kelompkok
data yang ada.
Desainer disini berperan dalam merancang hasil pemrograman yang sudah dianalisis
oleh programmer dengan menggunakan identifikasi kinerja standar untuk mendapatkan
hasil rancangan ruang yang sesuai dengan keinginan klien.

BAB 4 : KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan yang telah kami lakukan di atas, dapat disimpulkan bahwa :

1. Metode Pemrograman Farbstein bersifat linear, mengutamakan kepentingan klien, dan


mempertimbangkan data-data penunjang.
2. Metode ini terdiri dari 5 tahapan, yaitu : Literature Survey, User Description, Performance,
Program Options and Costs, dan Space Specifications. Kelimanya berjalan secara berurutan
dan melibatkan klien di semua tahapannya selain tahap Literature Survey.
3. Metode Pemrograman Farbstein cocok diaplikasikan pada pembangunan fasilitas yang
memiliki syarat atau ketentuan-ketentuan tertentu seperti Puskesmas, Penjara, dan
Bangunan Sarana Transportasi.
SUMBER REFERENSI

Saifullah, Ahmad dan Wahyu, T. Yoyok. 2013. Metode Penyusunan Program Desain Arsitektur.
Yogyakarta : UGM.

Cherry, E. 1999, Programming For Design From Theory to Practice. Canada : John Wiley & Sons, Inc.
Dipetik 4 April 2017.

Palmer, Mickey A. 1981, The Architect's Guide to Facility Programming. Washington, D.C.: AIA.
Dipetik 5 April 2017.

Setiawan, Andi. 2013, Metode Pemrograman Farbstein, 4 Desember 2013. Available Form :
https://prezi.com/m/mwcb_ecsmmse/metode-pemrograman-farbstein/ [6 April 2017]

Anda mungkin juga menyukai