Anda di halaman 1dari 10

PEMROGRAMAN MODEL FARBSTEIN DAN

PENERAPANNYA UNTUK BANGUNAN RUMAH


SAKIT

Disusun oleh :
Kelompok 14

Denis Aldi Septiyono 463173


Desintya Romadhona N.B. 456691
Dian Nafiatul Awaliyah 456041
Diva Amanda 463174
Nabiha Abrar Caesaderiyan 463184

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


DEPARTEMEN TEKNIK ARSITEKTUR DAN PERENCANAAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2021
BAB I.
PENDAHULUAN

Jay Farbstein adalah seorang arsitek asal California, Amerika Serikat. Pilihannya menjadi
arsitek diawali ketika ia melihat sketsa arsitektur milik Calvin Straub yang sedang mendesain
rumah impian orang tua Farbstein saat ia berumur 11 tahun. Farbstein saat itu sangat terpukau
bahwa bangunan yang ada di pikiran manusia dapat direalisasikan di atas kertas dan secara fisik
menjadi bangunan yang nyata.

Farbstein was so struck that an imagined building could be realized on both paper and land that
it primed him for a career as an architect. (Craig, 2016)

Farbstein memulai studinya di University of California Los Angeles (1963-1965). Lalu


setelah mendapat gelar Master di Harvard Graduate School of Design (1967-1969), ia bekerja di
Milan dan London’s Barlett School of Architecture dimana ia mendapat gelar Ph.D. Farbstein
sekarang banyak mendesain untuk perencanaan fasilitas sistem keadilan seperti gedung
pengadilan, penjara, dan lain sebagainya.

Salah satu penghargaan yang diterima Jay Farbstein adalah Edra Career Award pada
tahun 2008. Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai dewan direksi Edra dari tahun 1981-1984
sebagai ketua dan wakil ketua. Farbstein telah melakukan penelitian di berbagai bidang penting
seperti evaluasi pasca-hunian, pemrograman arsitektur, dan penilaian kebutuhan.

Sekarang ia mengepalai Farbstein Associates di San Luis Obispo, California dan menjadi
mentor bagi arsitek-arsitek muda. Farbstein Associates menekankan pada penggabungan
lingkungan dan penelitian perilaku pada dunia arsitektur. Karyanya telah diakui oleh US Postal
Service, National Arts Awards, dan American Institute of Architects pada Architecture of Justice.

Karyanya untuk badan-badan federal Amerika tersebut menghasilkan pedoman estetika


baru terhadap bangunan baru. Selain itu, bukunya, Correctional Facility Planning and Design,
telah digunakan baik pemerintah maupun desainer di dunia arsitektur.
BAB II.
KAJIAN PUSTAKA

Metode pemrograman desain Farbstein adalah metode dua arah yang melibatkan
pemrogram dan klien. Dalam metode ini, klien menjadi titik berat dalam menentukan kualitas
desain sehingga membutuhkan standar tertentu dan kajian mendalam.

2.1 Dasar-Dasar Metode Pemrograman Farbstein

Gambar 2 Diagram Pemrograman Farbstein


Sumber : Metode Penyusun Program Desain Arsitektur

Ada 5 dasar metode Farbstein yang salin berkaitan satu sama lain, jadi apabila ada satu dasar
yang tidak digunakan dalam pemrograman Farbstein, maka hasil tidak cukup kuat untuk
dipaparkan. 5 dasar tersebut meliputi :

1. Literature Survey

Pada metode Farbstein, Literature Survey merupakan tahap pendahuluan yang bersumber
dari literatur, studi, hasil penelitian, guideline design, maupun standar yang ditetapkan oleh
para praktisi professional. Melalui tahap ini, pemrogram dapat berfokus pada isu-isu dan
mencari alternatif yang muncul di dalam survey. Tahap ini bertujuan mencari sumber yang
relevan dengan isu yang ada, seperti mengetahui perilaku pengguna,cara mengakomodasi
kebutuhan pengguna, dan menemukan berbagai alternatif untuk menyelesaikan isu-isu
terkait. Hal utama yang dituju adalah data standar yang berlaku seperti ruang dan fasilitas.

2. User Description

Merupakan tahap identifikasi yang bersumber dari klien itu sendiri. Tujuan dari tahap ini
adalh menggali mengenai standar tertentu terutama yang berasal dari klien, misalnya
keinginan pribadi klien. Kebiasaan sosial maupun budaya yang akan berpengaruh pada
karakter pemrograman desain. Dengan tahap ini pemrogram juga dapat mengidentifikasi
potensi yang ada dengan beberapa pertimbangan lalu dipilih dalam bentuk
aktivitas-aktivitas, sikap, dan perilaku. Selain perilaku dan segala pertimbangan klien. Pada
tahap ini juga dilakukan identifikasi terhadap lingkungan social maupun fisik papatapak
sebagai sumber dasar pertimbagaan pemrograman.

3. Performance

Tahap performance berupa tahap proses pemrograman desain. Pada tahap ini
dikembangakan segala kumungkinan dan alternatif fasilitas sebagai penyelesaian masalah
dan isu yang telah diidentifikasi. Performance suatu bangunan dikatakan baik apabila
pendekatan yang dilakukan sebelum rancangan dibangun sesuai dengan kondisi keadaan
nyata setelah dibangun. Hal yang dibandingkan dapat berupa scenario ruang, aktivitas
pengguna, hubungan antar ruang, dan dampak terhadap lingkungan.

4. Program Option and Cost

Tahap penentuan dan evaluasi dimana setiap pertimbangan alternatif memiliki Batasan.
Pada tahap ini pilihan-pilihan yang ada ditilik dari segi biaya, keefektifan, dan manfaat yang
diberikan oleh rancangan program desain fasilitas.

5. Space specification

Merupakan tahap dimana programmer mempresentasikan spesifikasi dari setiap


alternatif yang dirancang dan menghasilkan rekomendasi spesifikasi ruang dan karakteristik
lingkungan terbaik. Spesifikasi yang dimaksud yaitu :
a. Beberapa ikhtisar program untuk setiap lingkup aktivitas
b. Spesifikasi tiap ruang pada fasilitas
c. Hubungan antar ruang satu dengan ruang lainnya

Rekomendasi tersebut termasuk penjelasan area penggunaan dengan kegiatannya, tujuan


atau keinginannya dan fisik yang diinginkan, juga rekomendasi untuk konfigurasi peralatan,
mebel, dan pelaku kegiatan. Namun demikian, keseluruhan rekomendasi hanya sebatas saran dan
bukan merupakan hasil yang sifatnya hanya akan menutup kemungkinan adanya alternatif
pemecahan lain.

Dapat disimpulkan bahwa model program yang dikemukakan oleh Jay Farbstein
memisahkan secara tegas antara programming dengan designing, dalam artian selama proses
programming ia tidak memasukkan langkah langkah design. Pada gambar tersebut menunjukkan
bahwa dalam proses programming arsitektur perlu adanya studi awal yaitu survei literatur dan
gambaran tentang gambar, tentang user atau owner yang akan mendukung dalam mengerjakan
dan menyelesaikan. Sehingga dalam setiap tahapan programing ia selalu mengadakan konsultasi
dengan klien dalam artian selalu melibatkan klien.

2.2 Prosedur dan Proses Pemrograman Farbstein


Secara prosedural model Farbstein sangat linier, namun dengan melibatkan klien dan
programmer pada setiap tahap nya memungkinkan adanya kegiatan evaluasi dan literasi untuk
mengulang dan memperbaiki setiap tahap sebelum melangkah ke tahap berikutnya.

Menekankan pada pemilihan berbagai kriteria dalam hasil pemrogramannya


menunjukkan bahwa model ini sangat tidak terkait dengan proses perancangan nya artinya tidak
ada upaya merancang fasilitas selama tahapan-tahapan pemrograman berlangsung. setiap
permasalahan yang timbul akan dijabarkan dalam berbagai alternatif pilihan penyelesaian.

Awal proses pemrograman dengan cara survei literatur menunjukkan bahwa Farbstein
bekerja tidak dari permasalahan dalam pengertian permasalahan nya dicari setelah hasil survei
literatur (tahap 1) dan dipadukan dengan user description (tahap 2) yaitu hasil dari
menerjemahkan tujuan yang ingin dicapai oleh fasilitas. Mulai tahap kedua ini evaluasi oleh
klien mulai diterapkan sehingga mulai pada tahap ini pula kemungkinan terjadi perubahan
perubahan secara siklik untuk kemudian jika disetujui akan dilanjutkan pada tahap berikutnya.

Proses pengembangan model ini dapat menjadi sangat sederhana atau sangat kompleks
tergantung dari kompleksitas fasilitas yang di programnya atau dihadapinya. namun demikian
secara umum tetap berada pada jalur seperti digambarkan pada gambar diatas dan tetap
mengutamakan lain hal ini seperti ditegaskan oleh Farbstein sendiri dalam Preiser (1985,14).

2.3 Kelebihan Metode Fabstein


● Terletak pada urutan tahap pemrograman yang logis, berpikir secara bertahap, dan teratur
dari hal yang paling sederhana yaitu literatur untuk menentukan masalah kemudian
menemukan ‘kondisi’. penggunaan lalu menetapkan kriteria tampilan yang sesuai dengan
tahap sebelumnya, menentukan program program terpilih serta diakhiri oleh spesifikasi
alternatif ruang dalam bentuk alternatif usulan penyelesaian masalah.
● Keterlibatan klien dengan urutan tersebut dimungkinkan pemrograman dilakukan secara
bersama sama dan evaluasinya dilakukan langsung pada setiap tahap.
● Tidak ada proses perancangan atau selama pemrograman dilakukan hingga produknya akan
berupa alternatif usulan pemecahan masalah yang pada akhirnya memungkinkan tidak
tunggal

2.4 Kekurangan Metode Farbstein


Model yang berjenjang dan memisahkan setiap tahap tanpa ada alur feedback yang akan
memungkinkan setiap tahap berikutnya hanya tergantung dari tahap sebelumnya. Selain itu
penetapan masalah bukan merupakan bagian tampaknya hanya terjadi pada tahap kedua saja.
BAB III.

PENERAPAN PEMROGRAMAN

Bangunan yang proses desainnya dapat menggunakan pemrograman Farbstein antaralain


adalah rumah sakit. Berikut ini adalah poin-poin penting pemrograman Farbstein terhadap
bangunan rumah sakit:
● Dasar pertama metode Farbstein adalah Literature Survey, yang merupakan tahap
pendahuluan yang bersumber dari literatur, studi, hasil penilitan, guideline design maupun
standar yang diterapkan praktisi professional. Dalam pembuatan proses desain rumah sakit,
melakukan riset literatur akan memberikan sumber yang relevan tentang detail-detail
pemrograman yang cocok untuk bangunan rumah sakit, atau peraturan tentang
pembangunan rumah sakit yang bisa dijadikan dasar proses desain.

Sumber-sumber yang dapat digunakan untuk menjadi literature survey antara lain
peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Klasifikasi Perizinan Rumah Sakit; Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2016
Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit, dan lain sebagainya.
Pada peraturan-peraturan tersebut dinyatakan beberapa peraturan seperti rumah sakit dapat
dibagi menjadi 2, yaitu rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Dimana rumah sakit
umum harus dapat memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
Selain itu, peraturan-peraturan yang ada juga menyatakan standar tentang siapa saja yang
akan menjadi user dari bangunan rumah sakit (seperti tenaga medis, tenaga farmasi, staff
kebersihan, dan lain-lain)

● Dasar kedua dari metode pemrograman Farbstein adalah User Description, yang
merupakan tahap identifikasi yang bersumber dari klien itu sendiri. Sebagai contoh, terdapat
Rumah Sakit Dr.Oen di Surakarta, Jawa Tengah yang owner nya adalah Perkumpulan Hua
Chiao Tsing Nien Hui (HCTNH), yang artinya lembaga penolong kehidupan, Perkumpulan
HCTNH tidak langsung membangun sebuah rumah sakit, tetapi poliklinik yang nantinya
berkembang menjadi Rumah Sakit Dr. Oen Kandang Sapi, Solo. Setelah mengalami banyak
perkembangan dari poliklinik menjadi rumah sakit, pada tanggal 28 Desember 1965,
Yayasan yang ada berubah nama menjadi Yayasan Kesehatan Panti Kosala, yang artinya
sejahtera/ teduh, sehingga Panti Kosala dapat diartikan sebagai tempat yang sejahtera/
teduh.

Dengan informasi di atas, dapat diketahui bahwa pemrograman desain yang


dilakukan desainer akan berdasar pada user description yang berupa keinginan user untuk
membuat yayasan rumah sakitnya memiliki tema/ nuansa yang sejahtera/teduh.

Yayasan Panti Kosala juga mendirikan Rumah Sakit Dr. Oen yang berada di daerah
Solo Baru, Sukoharjo, Jawa Tengah, yang nuansa sejahtera/teduh pada desainnya sangat
terlihat dengan jelas. Di bangunan rumah sakit Dr. Oen Solo Baru, karena keinginan klien
(Yayasan Panti Kosala) yang ber moto Teduh untuk Sembuh, rumah sakit Dr. Oen memiliki
area hijau terbuka luas yang berada di tengah-tengah area rumah sakit dimana pasien-pasien
dapat menikmati udara segar (keteduhan) tanpa harus keluar area rumah sakit.
● Tahap pemrograman Farbstein selanjutnya adalah tahap Performance. Pada tahap
ini, dikembangkan segala kemungkinan alternatif fasilitas sebagai penyelesaian
masalah dan isu yang telah diidentifikasi. Tahap ini berkaitan dengan scenario
ruang, aktivitas pengguna, hubungan antar ruang, dan dampak terhadap lingkungan.

Skenario ruang pada bangunan rumah sakit dapat berupa emergency room yang
diletakkan di bangunan yang paling dekat dengan akses keluar masuk, lalu
dilanjutkan dengan pelayanan administrasi dan ruang ICU. Space area yang
berada di area lebih dalam adalah ruang pasien yang dikategorikan sesuai
pelayanan yang dibutuhkan. Contohnya area ruang pasien penyakit biasa pada
bangunan sayap A, penyakit dalam pada bangunan sayap B, area bangsal ibu dan
anak pada sayap C, dan seterusnya.

Jika melanjutkan bahasan Rumah Sakit Dr. Oen poin sebelumnya, adanya area
hijau di tengah-tengah bangunan rumah sakit dapat dikaitkan dengan aktivitas
pengguna, dimana area hijau yang ada dapat dimanfaatkan sebagai area bagi
pasien untuk menghirup udara segar. Adanya area hijau akan menimbulkan
pertimbangan tentang siapa yang akan menjadi pengguna utama area tersebut.
Apakah pasien yang menmiliki penyakit yang parah dan sudah menghabiskan
waktu lama di rumah sakit sehingga membutuhkan akses keluar yang besar, atau
bisa saja area hijau tersebut hanya diperuntukan bagi pasien yang sanggup
membeli pelayanan VIP atau VVIP. Pada kasus Rumah Sakit Dr. Oen ini diambil
keputusan bahwa area hijau yang ada dapat diakses oleh setiap pengguna rumah
sakit, karena hal ini sejalan dengan prinsip mulia dari Yayasan Panti Kosala
(owner).
BAB IV.
KESIMPULAN

Pemrograman model Farbstein ini memiliki 5 dasar utama yang saling berkaitan satu
sama lain, yaitu literature survey, user description, performance, options and costs, serta space
specification. Kelima dasar ini melibatkan pemrogram dan klien dalam setiap prosesnya dan
klien dalam hal ini berperan sebagai owner, bukan sebagai user. Pemrograman model Farbstein
lebih mementingkan kuantitas dibandingkan dengan kualitas karena prosesnya cenderung cepat
dan bersifat umum yang bersumber dari literatur teori dan standar-standar yang sudah ada, dan
sedikit melibatkan survey kepada user atau penggunanya, atau bahkan tidak sama sekali
sehingga tidak terlalu mempertimbangkan keadaan khusus penggunanya.
Metode pemrograman ini juga tidak menggunakan orientasi filosofis tertentu. Contoh
tipologi bangunan yang cocok diprogram dengan model pemrograman Farbstein adalah
bangunan-bangunan publik yang tidak digunakan langsung oleh pemilik bangunan sehingga
metode pemrograman ini sering diaplikasikan pada bangunan komersial yang bersifat umum dan
cenderung digunakan dalam hal bisnis atau mencari keuntungan. Bangunan yang bersifat publik
dan komersial sangat cocok untuk mengaplikasikan pemrograman model Farbstein karena
pemrograman ini berfokus pada klien sebagai owner, bukan sebagai user seperti rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai