Anda di halaman 1dari 12

TRADISI BERTENUN PADA MASYARAKAT PANDAI SIKEK

(Studi Kasus: Nagari Pandai Sikek, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar)

Jonson Handrian Ginting


No. BP: 0910821001

Dibimbing oleh:
Dra. Ermayanti, M.Si
Lucky Zamzami, S.Sos, M Soc. Sc.

ABSTRAK
Pandai Sikek merupakan salah satu nagari di Sumatera Barat yang memiliki produk kerajinan
berupa kain tenun atau songket. Tenun atau songket merupakan pusako yang perlu dijaga
kelestariannya dan terus diregenerasikan agar tidak hilang atau diambil oleh orang lain.
Selain itu, banyak pihak seperti pemerintah dan turis asing - yang mengapresiasi aktifitas
ini, salah satunya adalah apresiasi pemerintah yang menetapkan gambar aktifitas menenun
pada uang Rp5.000, serta ditetapkannya Nagari Pandai Sikek sebagai salah satu dari 10 desa
wisata terbaik di Indonesia. Dewasa ini banyak generasi muda Nagari Pandai Sikek yang
tidak mewarisi kemahiran atau keahlian bertenun tersebut karena banyak faktor yang
mempengaruhinya. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana proses
belajar yang terjadi pada masyarakat dan menganalisa kendala yang menghambat proses
belajar tradisi bertenu di nagari Pandai Sikek. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
permasalahan proses belajar bertenun di Pandai Sikek merupakan permasalahan yang sangat
kompleks mulai dari alat-alat bertenun, motif-motif tenun dan aturan-aturan bertenun serta
proses belajar bertenun. Hasil tenun merupakan produk dari budaya yang bernilai ekonomis,
maka dari itu motivasi yang paling menonjol dalam mempertahankan aktifitas menenun
adalah motivasi ekonomi dan yang kedua adalah motifasi budaya. Hubungan antara induk
semang dengan anak tenun merupakan aspek yang mempengaruhi proses belajar tradisi
bertenun karena menyangkut faktor ekonomi. Apabila baik hubungan mereka maka baik pula
urusan bisnis mereka dan sebaliknya. Salah satu faktor penghambat proses belajar bertenun
adalah jam belajar pendidikan formal juga sangat mempengaruhi, terkait waktu yang
diluangkan untuk bertenun karena kurikulum dan jam belajar yang berubah setiap beberapa
kurun waktu. Pada suatu waktu tahun 1997 - harga atau upah bertenun jauh lebih kecil dari
pada upah bertani, maka dari itu banyak anak tenun yang beralih profesi menjadi petani atau
berladang. Banyak dari keluarga atau orang tua (terutama ibu) yang tidak mewajibkan
anaknya untuk bisa bertenun sehingga proses belajar sangat terhambat. Dalam hal ini,
pemerintah sudah mencanangkan dan melakukan banyak program dengan dana yang banyak
untuk keberlangsungan dari tenun Pandai Sikek itu sendiri namun sepertinya program-
program tersebut kurang tepat sasaran dan pendekatan yang dilakukan kepada masyarakat
tidak terlalu efektif sehingga hasilnya tidak begitu terlihat.

ABSTRACT
Pandai Sikek is one of the villages in West Sumatra have handicraft products such as cloth
weaving or songket. Weaving or songket is pusako that need to be preserved and
continuously regenerated from being lost or taken by someone else. In addition, many
parties - such as the government and foreign tourists - who appreciate these activities, one
of which is the government that sets the appreciation of picture activity Rp 5,000 weave on
the money, as well as the enactment of Nagari Pandai Sikek as one of the 10 best tourist

1
village in Indonesia. Today many young people Nagari Pandai Sikek who did not inherit the
skill or expertise to weave because of many factors that influence it. To that end, this study
aims to look how learning occurs in society and analyze the obstacles that hinder the
learning process traditional weaving in villages Pandai Sikek. The results of this study show
that the problem of learning to weave in Pandai Sikek is very complex problems ranging
from weaving tools, weaving motifs and weaving rules and the process of learning to weave.
Results of weaving has a economic value as a culture, and therefore the most prominent
motivation in maintaining is economic activity and the weave is a second motivation is
motivation of culture. The relationship between anak tenun and induk semang is an aspect
that affects the learning process because it involves the weaving tradition couse economic
factors. If they are good then better the relationship of their business affairs and vice versa.
One limiting factor process of learning to weave is formal education hours study and this
strongly influence, related time spent weaving as curriculum and teaching hours are
changed every few span of time. At one time - in 1997 - the price or wage weave is much
smaller than the wage farming, and therefore many children weaving turned-farmer or
farming. Many of the families or parents (especially mothers) who do not require their
children to be able to weave so that the learning process greatly hampered. In this case, the
government has launched many programs and perform with a lot of funds for the
sustainability of weaving its elf in Pandai Sikek but it seems these programs are less well
targeted and the approach taken to the community is not very effective, so the results are
not so visible.

Latar Belakang
Budaya Indonesia terkenal akan Tiongkok menyediakan benang sutera,
keragamannya. Setiap wilayah di sedangkan India menyediakan emas dan
Indonesia memiliki ciri khas seni budaya perak. Maka jadilah songket. Kain songket
masing masing, dimana tidak jarang ditenun pada alat tenun bingkai melayu.
hasil budaya ini merupakan paduan dari Sumatera Barat, merupakan salah satu
daerah lain. Akan tetapi keragaman inilah daerah penghasil tenunan yang masing-
yang membuat Indonesia kaya akan seni masing mempunyai ciri khas tersendiri di
budayanya. Keragaman ini tercermin setiap daerahnya, seperti tenun songket di
dalam banyaknya hasil budaya yang Silungkang, tenun songket di Kubang,
dihasilkan, seperti seni pahat, seni tari, tenun Balapak di Tanjung Sungayang,
seni lukis hingga seni tekstil. Seni tekstil tenun di Pandai Sikek dan daerah lainnya.
di Indonesia pun beragam sesuai dengan Di samping itu, tenun Pandai Sikek adalah
daerah nya masing masing. Banyak salah satu ikon Sumatera Barat yang
terdapat jenis tekstil di Indonesia, salah sangat terkenal.
satunya hasil tenun yang di Pandai Sikek
dan di Sumatera Barat pada umumnya - Kegiatan menenun di nagari Pandai
dikenal dengan istilah songket Sikek sudah berlangsung dari ratusan
tahun yang lalu, namun tidak ada satu
Songket merupakan salah satu kain referensipun yang menjelaskan sejarah
atau tekstil asli budaya Indonesia. Songket awal mula kegiatan menenun, kapan dan
adalah jenis hasil tenunan khas bagaimana di Pandai Sikek. Salah satu
Minangkabau di Indonesia, Malaysia, dan semboyan yang berkembang dan diyakini
Brunei. Secara historis, asal mula songket masyarakat serta menjadi buah bibir di
berasal dari perdagangan zaman dahulu nagari Pandai Sikek adalah sangat
antara suku Tiongkok dengan India. memalukan apabila wanita tidak bisa
menenun maka dari itu konsep proses

2
belajar tradisi bertenun merupakan suatu anak tenun Pandai Sikek kepada generasi
hal yang penting karena cara inilah penerus mereka. Berdasarkan hal tersebut
kegiatan kegiatan ini akan bisa tetap permasalahan yang ingin saya angkat
terjaga. adalah:
Dewasa ini, terjadi penurunan 1. Bagaimana tradisi menenun yang
penerus dari wanita-wanita anak tenun dilakukan oleh keluarga anak tenun
Pandai Sikek baik dipengaruhi secara kepada generasi penerus mereka
internal ataupun external seperti hingga bertahan sampai saat ini?
pendidikan formal, fashion, life style dll. 2. Apa saja kendala yang
namun demikian, apa yang terjadi menghambat jalannya tradisi
sekarang bahwa aktifitas itu terus bertenun di Pandai Sikek?
berlangsung sampai sekarang seakan-akan
hal ini tidak mempengaruhi aktifitas itu Tujuan
sendiri. Dari ulasan di atas, menarik
rasanya untuk melihat dan menganalisa Berdasarkan permasalahan yang telah
bagaimana proses belajar yang diuraikan tadi, maka penelitian ini
dilaksanakan dari satu generasi ke generasi bertujuan untuk:
serta melihat apa saja faktor penghambat
1. Mendeskripsikan tradisi bertenun
dari kegiatan menenun itu sendiri.
yang dilakukan oleh keluarga anak
Permasalahan tenun Pandai Sikek terhadap
generasi penerus mereka.
Kegiatan menenun merupakan 2. Menganalisis kendala yang
kegiatan yang diturunkan dari generasi ke menghambat jalannya tradisi
generasi di nagari Pandai Sikek sekaligus bertenun di Pandai Sikek
hasil tenunnya merupakan salah satu icon
Sumatera Barat. Sebagai industri yang Kerangka Konseptual
terkait dengan kerajinan, telah lama
Tenun adalah hasil kerajinan yang
tersedia industri kerajinan rumahan (home
berupa bahan kain yang dibuat dari benang
industry) di Pandai Sikek, di antara
(kapas, sutera, dan sebagainya) dengan
kerajinan-kerajinan tersebut, songket dan
cara memasukan benang lungsi. Menurut
tenunan merupakan hasil kerajinan yang
Ruswita (1990:21) tenun adalah proses
paling menonjol sejak dahulu bahkan
dari pembuatan pakaian. Kain tenun adalah
sebelum Indonesia merdeka dan
kain sutera atau benang tenun untuk
merupakan salah satu warisan budaya
pakaian atau maksud lain seperti kain
Pandai Sikek yang tetap dipertahankan
kepala, kain sarung, kain panjang dan
(Jagad, 2001).
sebagainya (Nusyirwan, 1982: 9).
Dewasa ini, terjadi peningkatan
Mengacu pada proses belajar
jumlah angkatan kerja anak tenun yang
tradisi bertenun, penting rasanya untuk
tidak diimbangi dengan jumlah penduduk
memahami apa yang di maksud dengan
yang siap bekerja terutama wanita. Hal ini
kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil
menghambat proses belajar tradisi
belajar manusia. Memahami budaya,
bertenun pada masyarakat Pandai Sikek.
prilaku dan tindakan manusia bukanlah hal
Sampai saat ini aktifitas menenun di nagari
yang mudah karena manusia merupakan
Pandai Sikek tetap berlangsung seakan
makluk yang memiliki kesadaran akan
faktor tersebut tidak lagi menjadi masalah.
keberadaan dirinya, lingkungan sosial dan
Maka dari itu menarik rasanya untuk
lingkungan budayanya serta merupakan
melihat bagaimana proses belajar tradisi
makhluk yang mampu berfikir, bersikap
bertenun yang dilakukan oleh keluarga
dan mengantisipasi hal-hal yang akan

3
dihadapinya (Koentjaraningrat, 2001:72). kesadaran diri itu dapat berfungsi, individu
Karena kebudayaan itu dipelajari dan harus dilengkapi dengan lingkungan
bukan diturunkan berdasarkan genetika sosialnya. Mula-mula anak mengetahui
atau secara lahiriah maka untuk itu perlu tentang objek-objek yang bukan dirinya
mendalami proses belajar baik dengan sendiri dan ini selalu dipahami menurut
media proses belajar, sosialisasi dan nilai kebudayaan ditempat seseorang
internalisasi. tumbuh dewasa. Bersamaan dengan itu
anak mendapat anak mendapat orientasi
Karena kata kunci yang dipakai yang bersifat ruang, waktu dan normatif.
adalah proses belajar maka dari itu ada Melalui studi, telah dibuktikan bahwa ada
beberapa konsep mengenai proses belajar, semacam hubungan tak acak (non
yaitu internalisasi. Internalisasi adalah random) antara proses belajar dan
proses yang berlangsung sepanjang hidup pertumbuhan kepribadian, meskipun juga
individu, yaitu saat mulai ia dilahirkan jelas bahwa setiap individu mulai dengan
sampai akhir hayat. Sepanjang hayatnya, potensi dan keterbatasan tertentu yang
seorang individu terus belajar untuk longgar yang diwarisinya secara genetik.
mengolah segala perasaan, hasrat, nafsu, Di dalam beberapa kebudayaan
dan emosi yang kemudian membentuk membesarkan anak dengan cara tertenu
kepribadiannya. Manusia memiliki bakat tampaknya meningkatkan pertumbuhan
yang terkandung dalam gennya tetapi kepribadian yang penurut, sedangkan
wujud dan pengaktifannya sangat dalam kebudayaan lain, kebiasaan yang
dipengaruhi oleh stimulasi lingkungan berbeda agaknya mempermudah
sosial, budaya dan sekitarnya. terbentuknya kepribadian yang lebih
bebas, yang percaya diri (Haviland,
Adapun proses belajar itu sendiri
1988:397).
adalah menyesuaikan alam pikiran serta
sikap terhadap adat, sistem norma, serta Metodologi Penelitian
semua peraturan yang terdapat dalam
kebudayaan seseorang. Dengan kata lain, Penelitian ini akan dilakukan di
proses belajar merupakan proses penerusan nagari Pandai Sikek Kecamatan X koto,
kebudayaan dari generasi yang satu kepada kabupaten Tanah Datar. Alasan utama
generasi berikutnya selama hidup seorang Lokasi ini dipilih karena terjadi
individu dimulai dari insttitusi keluarga peningkatan jumlah anak tenun dan jumlah
terutama tokoh ibu. Individu berkembang unit tenaga kerja namun tidak diimbangi
dengan ketertarikan terhadap objek lain dengan pertumbuhan jumlah penduduk
selain dirinya. Dengan pemahaman situasi yang siap bekerja karena berbagai hal,
yang ditanamkan orang-orang dewasa- di serta lokasi ini adalah salah satu sentral
sekitarnya menurut kebudayaanya tempat utama kegiatan menenun di Sumatera
individu tersebut tumbuh dewasa- Barat.
berkembang orientasi yang bersifat ruang,
waktu dan normatif. (Koentjaraningrat, Dalam melaksanakan penelitian ini,
2001: 65) motode penelitian yang digunakan adalah
metode kualitatif. Menurut Bogdan dan
Proses belajar merupakan proses Taylor metode kualitatif ini didefinisikan
penerusan kebudayaan dari generasi yang sebagai prosedur penelitian yang
satu ke pada generasi berukutnya. Dimulai menghasilkan data deskriptif berupa kata-
segera sesudah lahir, ketika kesadaran diri kata tertulis atau lisan dari orang-orang
kemampuan untuk melihat dirinnya dan prilaku yang bisa diamati (Moleong,
sendiri sebagai sebuah objek dalam waktu 1991:3). Di samping itu, Filstead (dalam
dan ruang untuk menilai perbuatan sendiri Chadwick, 1991) memberikan batasan
si bayi mulai berkembang. Agar penelitian kualitatif sebagai strategi

4
penelitian yang memungkinkan peneliti berdasarkan kajian teoritis yang relevan.
memperoleh informasi dari tangan pertama Selain itu, analisis data juga bertujuan agar
mengenai masalah sosial yang hendak si peneliti turun ke lapangan untuk
dipecahkan. Jadi penelitian dengan menambah data yang kurang dan
metode kualitatif ini tidak hanya mencari mendapatkan kesimpulan akhir yang
hubungan antar variabel, tetapi melihat bertujuan utnuk menjawab pertanyaan
suatu gejala yang ada dalam kehidupan penelitian. Selain itu peneliti mencoba
manusia. Metode ini dipakai untuk mencari hubungan antara klarifikasi dan
mengungkap realitas sosial. selanjutnya peneliti mengkonfirmasi lagi
kepada informan untuk mendapatkan
Teknik Pemilihan Informan : Dalam kebenaran data.
penelitian, yang menjadi informan terdiri
dari tiga kelompok, yaitu kelompok ibu Temuan Dan Analisis Data
yang mengajarkan bertenun, anak yang
belajar bertenun, dan tokoh masyarakat. PROSES BELAJAR TRADISI
Penarikan informan dilakukan secara BERTENUN PADA NAGARI PANDAI
purposive sampling, (sengaja) yaitu SIKEK
pemilihan informan yang dilakukan
dengan mengambil orang-orang yang A. Sejarah Awal Menenun
terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri 1. Masa Penjajahan.
spesifik yang dimiliki oleh sampel itu Masyarakat Pandai Sikek meyakini
(Mantra, 2004 : 121). sepenuhnya bahwa kegiatan menenun di
Analisa Data : Analisis data menurut nagari Pandai Sikek sudah berlangsung
proses penyederhanaan data kedalam ratusan tahun yang lalu walaupun memang
bentuk yang lebih mudah dibaca dan tidak ada satu referensipun yang berbicara
dikembangkan guna mencari makna dan dan mengulas mengenai sejarah bertenun
maksud dari hasil penelitian (Singarimbun, di Pandai Sikek. Salah satu referensi
1989 : 263). paling dekat yang bisa dijadikan acuan
Dalam proses penelitian dan setelah adalah sejarah Haji Miskin melawan
data dikumpulkan, proses penting Kolonial belanda di Pandai Sikek dan
selanjutnya adalah analisis data. Maka dari sejarah dibakarnya Semua rumah tenun
itu analisis data merupakan bagian penting pusako di 3 (tiga) Jorong oleh Jepang.
dari penelitian ilmiah, dengan adanya Kejadian ini berlangsung antara tahun
analisis data maka data akan menjadi 1800 sampai 1949.
berguna untuk memecahkan masalah Pada masa penjajahan, kegiatan
penelitian. Menyusun data berti proses menenun merupakan sumber ekonomi
pengorganisasian dan mengurutkan data sekunder atau sampingan dan sumber
kepada pola, kategori dan satuan uraian ekonomi masyarakat yang utama berasal
dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dari pertanian. Tidak diketahui secara pasti
dirumuskan hipotesis kerja. Seluruh data berapa persentase masayarakat yang
yang dikumpulkan dari observasi dan memilih bertani dan bertenun namun yang
wawancara disusun secara sistematis yang pasti kreatifitas dan aktifitas bertenun baru
disajikan secara deskriptif dan analisa menjadi sumber ekonomi sekunder dari
secara kualitatif. masyarakat.
Analisa data dilakukan dari awal 2. Zaman Reformasi dan Orde
penelitian sampai akhir penelitian. Data Baru
dapat diklarifikasikan secara sistematis dan
Kegiatan menenun yang sebelumnya
dapat dianalisa menurut kemapuan
menjadi kegiatan sampingan atan
interpretasi penulis dengan dukungan data
sekunder, kini pada zaman pasca
primer dan data sekunder yang ada
kemerdekaan kegiataan ini berubah

5
menjadi sektor industri yang sangat dengan surat keputusan bahwa nagari
menjanjikan serta menjadi sekrtor ekonomi Pandai Sikek adalah salah dewa wisata
masyarakat yang utama. Kegiatan terbaik di Indonesia dan maka dari itu
alternatif ini menjadi sekrot utama regenerasi aktifitas tersebut mesti dijaga.
masyarakat karena menyempitnya lahan
pertanian. Alat-Alat Tenun

Pada masa ini, permintaan hasil Alat-alat tenun sangat banyak


kerajinan bertenun bukannya untuk jumlahnya dan belum ada yang bisa
songket, kodek dan selendang melainkan memastikan berapa jumlah pasti dari alat
dikreasikan pada kebutuhan lainnya yang tenun itu sendiri, sekurang-kurangnya ada
berbahan kain seperti mukena, tas, dompet, dalam penelitian ini lebih dari 20 alat
dan jilbab. Kegiatan ini terus berlangsung tenun. Panta merupakan instrumen utama
sampai akhirnya berhenti pada masa-masa untuk bertenun, benang sebagai bahan
krisis pemerintahan dan ekonomi pada pembuatan kain, suri sebagai alat
tahun 1998. Pada masa ini jugalah merapatkan benang agar menjadi kain,
menurunnya angkatan kerja tenun. karok digunakan untuk mengatur benang
Menurut pengauan bapak Wali nagari agar rapi, tijak-tijak digunakan untuk
Pandai Sikek, bapak Alfiar bahwa kegiatan mengatur leatak karok, paso untuk
bertunun sempat berhenti karena menggulung hasil tenun yang sudah jadi,
menurunya harga jual dan masyarakat rajuik untuk menyimpan motif, palapah
kembali lagi bertani Barulah pada abad ke gadang dan palapah ketek untuk
20 kegiatan ini kembali hidup dan membentuk motif tenun, kasali untuk
mendapatkan tempat di hati masyarakat. pengait benang, turak sebagai wadah
kasali benang, tingau memiliki fungsi
3. Abad ke-21 yang sama sebagai kasali benang namun
tingau untuk motif di tengah kain, palapah
Pada era sesudah Orde Baru, Pandai pancukia untuk pola-pola motif tenun, lidi
Sikek kembali menjadi satu nagari, sesuai untuk mengatur deretan motif, tabung lidi
dengan program Kembali ka Nagari untuk wadah lidi yang selesai dipakai,
yang dicanangkan Pemerintah Daerah sangka untuk meregangkan kain, kampia
Sumatra Barat dan Undang-undang RI turak untuk tempat turak ketika tidak
tentang Otonomi Daerah. Pada hari Sabtu dipakai, lampu dipakai untuk menerangi
22 Desember 2001 Bpk. Harmen St. Rajo ketika hari gelap, tandaian untuk benang-
Malano dilantik oleh Bupati Tanah Datar benang yang belum dipakai, kincia alat
menjadi Wali Nagari Pandai Sikek. untuk memindahkan benang dari pemintal
benang. Ulang-aliang untuk merentangkan
Seakan mendapatkan angin segar, benang.
kegiatan menenun di nagari Pandai Sikek
meningkat kembali seiring berjalannya Motif-Motif Tenun
waktu walaupun grafiknya tidak setinggi
pada masa 1980an seperti yang Umumnya motif-motif Tenun
dikemukakan di atas. Namun demikian, Pandai Sikek yang berbentuk simbol
promosi terhadap tenun dan kain Pandai diambil dari nama-nama hewan (Flora),
Sikek terus gembor-gemborkan agar nama-nama tumbuhan (Fauna) serta nama-
menarik hati masyarakat baik dalam dan di nama benda lainnya dimana memiliki
luar Sumatera Barat untuk mengunjungi makna tersendiri sesuai dengan interpretasi
dan memiliki tenun-tenun Pandai Sikek. masyarakatnya. Dari inventarisasi Jasper
dan Mas Pirngadie (dalam Nusyirwan )
Kini nagari Pandai Sikek diseting mencatat ada 90 bentuk motif tenunan.
pemerintah menjadi desa wisata dan sesuai Namun pnelitian ini hanya membahas

6
yang dominan saja. selain itu, kini sudah secara struktur kemahiran itu harusnya
banyak motif-motif baru yang hanya menjadi milik Pandai Sikek secara
mengutamakan keindahan artistik dari keseluruhan dimana tidak ada masyarakat
motif tenun. Berikut adalah beberapa motif yang mengajarkan kepada orang lain
lama yang berhasil digali beserta dengan motif apapun.
maknanya. Kontrol sosial ini sudah berlangsung
ratusan tahun yang lalu, tidak diketahui
Itiak pulang patang melambangkan secara pasti siapa nama-nama nenek
solidaritas dalam kelompok, cukia bayam moyang yang menyatakan sumpah ini
melambangkan adabtasi, salapah gadang dahulu, namun yang jelas sumpah ini
atau ketek melambangkan tenggang rasa, sangat dijaga oleh masyarakat demi
saik kalamai melambangkan hemat, terjaganya identitas dan jati diti
pucuak rabuang melambangkan individu masyarakat nagari Pandai Sikek.
fungsional, saluak laka melambangkan
kekompakan, jariang labah 2. Proses Belajar
melambangkan kemandirian, barabah
mandi melambangkan hidup yang tidak Umumnya di Pandai Sikek anak-
ceroboh, balah kacang melambangkan anak mulai belajar bertenun dari umur 12
balas jasa, batang padi melambangkan tahun atau ketika sudah menamatkan
tawadhu, kunang-kunang melambangkan pendidikan sekolah dasar (SD) karena di
saling membantu, sirangkak samping kakinya belum sampai ke tijak-
melambangkan kewaspadaan. tijak yang ada di panta, waktu ini dipilih
agar waktu bermain anak tidak terganggu
D. Proses belajar Tradisi Bertenun semasa di sekolah dasar. Panjang kaki
1. Aturan Bertenun anak juga sangat menentukan. Biasanya
besar panta diseting untuk orang-orang
Menurut keyakinan masyarakat
dewasa. Dengan panta sebesar itu, orang
Pandai Sikek, nenek moyang mereka
tua biasanya menunggu saja agar kaki anak
zaman dahulu melakukan sumpah serapah
tersebut memanjang secara alamiah dari
melarang masyarakat asli Pandai Sikek
pada membeli panta baru yang harganya di
mengajarkan kemarihan bertenun dan
atas Rp1.000.000. namun pada hakikatnya
motifnya ke pada masyarakat
tidak ada batasan umur untuk memulai
Minangkabau di daerah lainnya terlebih
belajar bertenun. Diantara masyarakat
kepada masyarakat di luar Minangkabau
dulunya, umur 7 (tujuh) sudah mulai
itu sendiri. Masyarakat menyakini bahwa
belajar, ada juga yang berumur 8 tahun.
apabila sumpah nenek moyang ini
Hal ini karena besar postur badan dengan
dilanggar maka hidupnya tidak akan
umur yang sama antara anak-anak
tenang dan berkah. Begitulah cara nenek
sekarang dan 20 tahun yang lalu berbeda.
moyang dahulu menjaga pusako Pandai
Sikek ini agar tidak diambil oleh Masa belajar anak sangat bergantung
masyarakat lain di Sumatera Barat. pada seberapa sering dan lama waktu yang
diluangkan untuk belajar perharinya agar
Pengajaran dan pembinaan
ia memang benar-benar bisa bertenun.
kreatifitas menenun Pandai Sikek kepada
Tidak ada kesepakatan antara ibu-ibu atau
orang lain bukan tanpa alasan, salah satu
para anak tenun mengenai berapa banyak
alasan yang laing masuk akal adalah
waktu yang harus mereka luangkan untuk
kurangnya angkatan tenga kerja yang siap
belajar bertenun namun yang jelas semakin
di ajak bekerja di Pandai Sikek. Selain itu
sering meluangkan waktu maka semakin
motivasi ekonomi dimana ingin
besar pula kemungkinan bisa bertenun.
mendapatkan untuk dari sebelumnya juga
sangat mempengaruhi. Dengan demikian

7
Biasanya anak-anak belajar ketika selendang karena kain tenun biasanya
sore hari karena dari pagi sampai sore dijual sepaket, kodek dan selendang.
mereka menghabiskan waktu untuk belajar Kedua kain tenun tersebut berbeda ukuran
di sekolah sehingga waktu yang tersisa dan berbeda harga namun dijual dengan
hanya sore hari, ada beberapa anak yang satu paket. Karena ukuran dan bentuknya
putus sekolah dan kemudian waktunya berbeda, maka harga dan waktu atau masa
hanya dihabiskan untuk bertenun. pengerjaannya juga berbeda. Ukuran
kodek lebih besar dari pada ukuran
Ketika proses belajar berlangsung, selendang. Ukuran kodek biasanya 1meter
ada sesuatu yang menarik dimana menurut x 180 cm atau 200 cm tergantung pesanan
keyakinan masyarakat Pandai Sikek bahwa yang biasanya diselesaikan dengan waktu
anak-anak yang belajar harus disediakan minimal 15 hari. Sedangkan ukuran
sari pati. Sari pati ini terdiri dari beberapa selendang adalah 50 cm x 150 cm dengan
komponen yaitu uang, rokok, sirih dll. Hal masa pengerajaan 1 minggu. Dengan
ini sudah diajarkan secara turun temurunda begitu, maka harganyapun berbeda. Anak
dari nenek moyang mereka. Masyarakat tenun menjual selendang mereka ke induk
meyakini dengan adanya benda-benda semang dengan perkisaran harga
tersebut maka proses belajar bertenun akan Rp300.000 sampai Rp400.000 dan
semakin mudah dan semakin cepat. harganya sangat berfariatif tergantung
Namun demikian, tidak ada satu induk semangnya sendiri, sedangkan
masyarakatpun yang tau apa saja fungsi kodek atau songket dihargai dengan harga
tiap-tiap komponen tersebut. Ketika anak Rp700.000 Rp900.000 per helainya.
yang sedang belajar bertenun meresa mual Dengan kata lain harga terbesar atau paling
dan letih, dengan memakan segenggam tinggi yang didapat seorang anak tenun
beras yang ada pada sari pati tersebut dengan hasil produksinya yang berupa
maka rasa mual dan letih itu bisa teratasi. selendang dan kodek adalah Rp1.300.000
dengan masa waktu pengerjaan minimal
Kemahiran bertenun sama halnya
22 (3 minggu) hari apabila dikerjakan tiap
dengan kebudayaan dimana didapat
hari.
dengan cara belajar, artinya kemarihan
Motivasi ekonomi ini sangat menojol
bertenun tidak diturunkan secara bawaan
pada diri masyarakat karena dengan alasan
kepada generasi selanjutnya. Maka dari itu
yang krusial yaitu agar bisa bertahan hidup
apabila seorang ibu bisa bertenun, belum
(survive). Lebih lanjut lagi, motivasi
tentu anaknya juga bisa bertenun dan
ekonomi sangat mempengaruhi kerja
sebaliknya, apabila ada anak yang bisa
masyarakat. Semakin giat, rajin dan tekun
bertenenun, belum tentu ibunya juga bisa
masyarakat bertenun maka semakin cepat
bertenun.
pula kain selesai dan semakin cepat
FAKTOR PENGHAMBAT PROSES mendapatkan uang dan sebaliknya, apabila
BELAJAR TRADISI BERTENUN DI bermalas-malasan dan berleha-leha maka
NAGARI PANDAI SIKEK semakin lama pula kain selesai. Dari sini
terlihat jelas bahwa motivasi ekonomi
A. Motivasi Mempertahankan lebih menonjol dari pada motivasi budaya.
Bertenun
1. Motivasi Ekonomi 2. Motifasi Budaya
Motivasi ekonomi tidak terlepas dari Tidak bisa dipungkiri bahwa selain
faktor harga tenun itu sendiri. Biasanya motivasi ekonomi, motivasi budaya juga
anak tenun akan menyerahkan kain sangat berperan dalam keberlangsungan
tenunnya ke toko (induak semang) apa bila aktifitas bertenun di Pandai Sikek. Salah
sudah menyelesaikan songket (kodek) dan satu kontrol sosial yang berbentuk lisan

8
yaitu sangat memalukan apabila gadis- penting sebagai motivasi agar perbuatan
gadis Pandai Sikek Tidak Bisa bertenun individu dilakukan untuk kepentingan dan
sebenarnya sangat berpengaruh pada tidak untuk merugikan dirinya sendiri.
masyarakat itu sendiri. Semoyan yang
diyakini masyarakat ini menuntut Sebenanrya motivasi inilah yang
masyarakat Pandai Sikek terutama wanita paling penting untuk dijaga dan
untuk belajar dan harus bisa bertenun ditonjolkan, namun karena hasil tenun itu
walaupun kenyataannya sekarang tidak bernilai ekonomis maka yang yang
demikian karena masih banyak anak-anak menonjol adalah motivasi ekonominya.
yang belum bisa bertenun di atas umur 17 Maka apabila motivas budaya ini yang
tahun. dipakai sebagai alasan untuk terus
bertenun maka dengan kata lain kreatifitas
Masyarakat sepenuhnya sangat bertenun ini akan tetap ada dan muncul
khawatir apabila 20-30 tahun kemudian dalam rauang dan waktu dalam lingkup
tenun Pandai Sikek sudah tidak ada lagi budaya Minangkabau Masyarakat Pandai
atau anak tenun-anak tenun-anak tenunya Sikek karena menjadi keharusan, selain
adalah orang luar dari Pandai Sikek karena itu jati diri sebagai suku bangsa yang
menurut masyarakat tenun itu adalah meiliki kekhasan daerah tersendiri juga
pusako yang harus tetap dijaga. Maka dari terbentuk. Dengan demikian keberadaan
itu motif budaya juga sangat berperan tenun ini diakui oleh masyarakat luar
namun yang paling menunjol adalah motif Pandai Sikek maupun masyarakat luar
ekonomi karena memang tenun itu bernilai Minangkabau itu sendiri.
ekonomis. Maka akan sangat memalukan
apabila pusako itu hilang atau diambil oleh B. Hubungan Induk Semang dengan
orang lain, dengan kata lain masyarakat Anak Tenun
tidak bisa menjaga apa yang telah
Anak-anak tenun biasanya bekerja
dipesankan dan sumpah nenek moyang
pada salah seorang induk semang yang ada
terdahulu.
di Pandai Sikek. Maka dari itu ada
Motivasi budaya ini tidak hanya hubungan-hubungan yang dibangun untuk
bersumber dari budaya itu sendiri, tapi memperlancar sistem kerja, dalam hal ini,
bersumber dari diri sendiri, atau lebih apabila Anak tenun mempunyai hubungan
tepatnya dari kesadaran diri. Proses belajar yang baik dengan induk semang maka
sebenarnya mulai dengan tumbuhnya kemungkinan untuk bertahan hidup
kesadaran diri, yaitu kemampuan untuk semakin besar. Di Pandai Sikek sendiri ada
melihat diri sendiri sebagai objek, untuk 2 (dua) bentuk anak tenun yang bekerja
bereaksi terhadap dirinya sendiri dan untuk sama dengan induk semang. Pertama, anak
nilai diri sendiri. Manusia memang tidak tenun yang memiliki modal dan panta
memiliki kemampuan itu ketika lahir sendiri untuk membeli bahan-bahan tenun.
meskipun memang kemampuan seperti itu Kedua, anak tenun yang bahan dan
mutlak hukumnya untuk eksistensi di peralatannya dimodali oleh induk semang.
dalam masyarakat. Kesadaran diri sendiri
C. Pendidikan Formal
itulah yang membuat orang bertanggung
jawab atas prilakunya sendiri, dapat belajar Perubahan jumlah jam belajar ini
bagaimana harus menanggapi orang lain sangat mempengaruhi proses belajar yang
dan untuk menerima berbagai macam- terjadi pada masyarakat Pandai Sikek
macam tugas. Salah satu aspek penting dapam melaksanakan aktirifas bertenun
ialah pemberian nilai yang positif tergadap setiap harinya.
diri sendiri, artinya memiliki kemampuan
bertenun atau bisa bertenun di Pandai Hal ini lah yang menjadi dilema
Sikek adalah sesuatu yang posotif. Ini pada masyarakat Pandai Sikek terutama

9
generasi muda mengenai pendidikan Dalam hal ini pemerintah
formal sebagai salah satu penghambat kabupaten Tanah Datar sudah melakukan
berhasilnya proses belajar. Ada kasus beberapa program dan tindakan-tindakan
menarik dimana salah seorang Putri tertentu untuk keberlangsungan aktifitas
Daerah Pandai Sikek yang berinisial NL. bertenun di Pandai Sikek yang bertemakan
Tahun 2010 yang lalu ia sudah One Village One Produck atau yang
menamatkan pendidikan SMA-nya tanum dikenal dengan istilah OVOP (one fillage,
menganggur 1 (satu) tahun karena tidak one produck)
lulus dalam ujian SNMBPTN tahun itu.
banyak program yang dicanangkan
Inilah salah satu penghambat oleh pemerintah dengan dana yang cukup
berhasilnya proses belajar bertenun pada besar, Baik dari pemerintah kota atau
masyarakat Pandai Sikek. Namun Kementrian Perindustrian sendiri. Namun
demikian, hal ini tidak bisa dijadikan mungkin cara mensosialisasi program
alasan sepenuhnya karena dari sekian putra tersebut yang tidak terlalu efektif dan
dan putri daerah yang tidak bisa bertenun kondusif sehingga program-program yang
dengan alasan pendidikan formal, masih dicanangkan pemerintah tersebut tidak
banyak juga putri daerah dan putra daerah terlalu terlihat.
yang bisa bertenun dengan jam belajar
yang sama dengan orang-orang yang tidak 2. Masyarakat
bisa bertenun. Maka dari itu kesadaran dan
Dari semua informan yang ditanya
kesungguhan yang terpancar dari dalam
peneliti, hampir semua informan mengakui
diri merupakan aspek yang sangat penting
bahwa kemarihar bertenunnya diajarkan
juga demi terwujudnya proses belajar
oleh ibunya sendiri atau dari keluarga
bertenun itu sendiri.
luasnya seperti tente ataupun kakaknya.
D. Usaha Mempertahankan Aktifitas Artinya upaya untuk mempertahankan
Bertenun aktifitas bertenun ini masih ada dan
1. Pemerintah muncul dalam diri masyarakat baik apakah
anak tersebut diajari secara paksa oleh
Aktifitas bertenun di Pandai Sikek orang tuanya ataupun muncul dari keingin
memang harus di pertahankan dan sendiri.
diregenerasikan dari tahun ke tahun. Untuk
itu perlu dukungan dan usaha tertentu dari Ibu Mainar merupakan salah
semua aspek dan lini masyarakat yang ada seorang ibu rumah tangga yang
seperti pemerintah, tetua adat, masyarakat mewajibkan seluruh anaknya untuk bisa
itu sendiri dan ibu-ibu rumah tangga, agar bertenun, ibu Mainar mengajari anaknya
proses tersebut tetap berjalan dan bertenun Mulai dari Kelas 5 SD. Anak-
konsensus dari satu gererasi ke generasi. anaknya terdiri dari tiga orang laki-laki
dan dua orang perempuan. Ibu Mainar
Salah pemilik peran yang penting mengakui hampir semua anaknya diajari
dan sangat mempengaruhi adalah secara paksa bahkan anak-anak
pemerintah. Pemerintah - dalam hal ini - perempuannya pernah sesekali
berfungsi untuk menstimulasi masyarakat mengeluarkan air mata sebelum memulai
untuk tetap dan terus bertenun dengan bertenun. Namun demikian, ibu yang
cara-cara yang kreatif dari segi ketenaga berumur 56 tahun itu bangga karena
kerjaan, ekonomi, stabilitas harga dan anaknya bisa bertenun semuanya. Kata
sumber daya manusia agar masyarakat beliau walaupun nanti mereka anak-
menyadari betul pentingnya regenerasi dan anaknya - tidak dapat kerjaan, maka anak-
proses belajar tradisi bertenun di nagari anaknya itu bisa menjalankan dan
Pandai Sikek. merenuskan usaha ibunya sebagai Anak

10
tenun. Walaupun memang hanya sekarang hanya itu, pendidikan formal merupakan
hanya anak-anak gadisnya saja yang salah satu faktor yang menghambat proses
membantu beliau bertenun karena anak belajar karena waktu yang disediakan
laki-lakinya sudah menikah dan tinggal untuk bertenun menjadi berkurang terkait
didaerah kerabat istrinya. Selain anak- perubahan jam-jam belajar anak di
anaknya, Ibu Mainar Juga Pernah pendidikan formal. Faktor lain yang
Mengajari kerabat-kerabatnya bertenun, memperngaruhi proses belajar itu adalah
beliau mengakui lebih dari 15 orang peran penguhasa songket sebagai idnuk
kerabat dekat ataupun jauh yang sudah ia semang, apabila baik hubungan mereka
ajari untuk bertenun. maka akan tercipta kesepakatan-
kesepakatan antara kedua belah pihak yang
Selain ibu Mainar, ada juga ibu menguntungkan satu sama lain dan bisa
Rahma yang mewajibkan anak-anaknya jadi sebaliknya.
untuk bertenun, namun ia sendiri tidak bisa
bertenun. Hal ini cukup menarik dimana Jika segenap lapisan masyarakat
anak-anaknya belajar bertenun kepada (pengrajin, anak tenun, pedagang
kerebat-kerabat terdekatnya. Ibu Rahma &pengusaha songket) ikut merasakan
mengakui bahwasanya aktifitas bertnenun manfaat penggunaan teknologi tenun
di Pandai Sikek Merupakan Sesuai yang tradisional, yaitu Tingkat upah harus lebih
mahal dan bergarga maka ia mewajibkan tinggi dari tingkat upah petani atau upah
anak-anaknya utnuk bertenun. pekerja seni ukir/pahat, hal ini akan
menyemangati pengrajin sekaligus akan
KESIMPULAN memotivasi orang tua untuk mengajarkan
skill bertenun pada putra-putri nya sejak
Permasalahan mengenai proses
usia tamat sekolah dasar, seperti zaman
belajar tradisi bertenun di Pandai Sikek
sebelum era reformasi sehingga tujuan
merupakan masalah yang sangat
proses belajar dapat tercapai.
kompleks, bukan hanya mengenai
keinginan anak untuk belajar tapi Tenun Pandai Dikek merupakan
menyangkut banyak hal dari segi tool Pusako yang harus tetap dijaga serta di
(peralatan) yang dipakai untuk bertenun, ajarkan terus dari satu generasi ke generasi
makna motif-motif dari kain tenun itu yang lain agar pusako tersebut tidak hilang
sendiri dan cara anak belajar bertenun dan atau diambil oleh orang lain, untuk itu
lain-lain. masyarakat dan pemerintah harus bahu
membahu untuk menjaga keberlangsungan
Motivasi terbesar dan yang paling
dari tenun dan aktifitas bertenun di Pandai
menonjol masyarakat untuk tetap
Sikek.
mempertahankan dan terus bertenun
adalah motivasi ekonomi, maka semakin SARAN
banyak permintaan atau semakin besar
harga upah tenun maka semakin besar Dari kesimpulan di atas, penulis
pula keinginan masyarakat untuk bertenun mengusulkan beberapa saran, yaitu
dan sebaliknya, apabila permintaan atau Pengusaha menyadari Pentingnya
upah untuk bertenun kecil maka keinginan menaikkan upah anak tenun mengingat
masyarakat untuk bertenun menjadi harga jual kain tenun yang sangat
menurun. Dengan kata lain, motivasi tinggi sehingga gaji anak tenun berada
budaya mepakan motivasi yang dinomor di atas UMR Sumatera Barat
duakan dalam hal bertenun sehingga yang Orang tua berkewajiban untuk
menjadi acuan adalah harga dan mensosialisasikan dan mewajibkan
permintaan bukan kewajiban untuk anaknya untuk belajar bertenun sejak usia
meregenerasikan skill tersebut. Bukan tamat SD (sekolah dasar) sebagaimana

11
dulu pendidikan ini sudah berjalan dengan Nusyurwan, A. 1982. Ragam Hias Songket
baik Minangkabau. Proyek
Sekolah Dasar memasukkan Pembinaan Permesiuman
kegiatan bertenun dalam kegiatan Adityawarman Sumatera
tambahan ataupun ekstrakulikuler Parat, Padang.
sehingga anak-anak selalu belajar
bertenun. Navis, AA. 1984. Alam Terkembang Jadi
Program-program yang Guru: Adat dan Kebudayaan
dicanangkan tepat sasaran dan efisian Minangkabau. Jakarta:
dalam melaksanakan program sehingga Grafiti Pers
program tersebut dapat berjalan dengan
lancar. Dari Skripsi
Wali Nagari membuat sebuah
koperasi agar mengakomodasi kebutuhan Meyliona, Geby. 2013. Studi tentang
pengerajin tenun dan sebaiknya bisa tenunan Pandai Sikek Di Rumah Tenun
mengokoordinir pengusaha untuk Pusako Kecamatan X koto
menaikkan tingkat upah anak tenun. Kabupaten Tanah Datar. Padang: Skripsi.
Jurusan Kesejahteraan Keluarga Fakultas
DAFTAR PUSTAKA Teknik Universitas Negrri Padang
A. Haviland, William. 1988. Antropologi Dari Internet
Jilid I. Jakarta: Erlangga
Bungin, Burhan. 2001.Metode Penelitian Anwar, Adyan. 2008. Sejarah Tenun
Kualitatif. Jakarta: Raja Pandai Sikek. Online.
Grafindo Persada. (http://tenunpusako.com/id/pustaka/sejarah
-tenun-pandai-sikek, diakses 14 Maret
Dharmawati. 2011. Proses Produksi 2013).
Songket Pandai Sikek
Ditinjau Dari Pemberdayaan Inilah.com. Sabtu 7 Juni 2008.
Perempuan di Pandai Sikek. Selamatkan Tenun Pandai Sikek. Online.
Sumatera Barat. (http://gayahidup.inilah.com/read/detail/32
171/selamatkan-songket-pandai
Koentjaraningrat. 2001. Pengantar sikek#.UlLGSFCl68A (diakses 14 Maret
Antropologi 1. Jakarta: Rineka 2013).
Cipta.
Makmur, Drs Eman. 1892. Tenun
Tradisional Minangkabau.
Proyek Pengetahuan
Permesiuman Sumatera Barat
Padang.

Maleong, Lexy. 1996. Metode Penelitian


Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosda Karya.

Nasution. S. 1989. Metode Penelitian


Kualitatif/Naturalistik.
Bandung: Tarsito

12

Anda mungkin juga menyukai