Anda di halaman 1dari 11

RSU PURA PENYAKIT DALAM

RAHARJA
MEDIKA (GAGAL JANTUNG KONGESTIF)
No. Revisi : Halaman :
Nomor
Dokumen 1
Disusun Oleh : Diperiksa :

Tim Dokter RSPR


Ditetapkan
Standar Direktur RSU Pura Raharja Medika
Tanggal terbit :
Prosedur Oktober 2016
Operasional

dr. Rita Ivana Ariyani, MMR


PENGERTIAN Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya
ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
TUJUAN Memberikan acuan tatalaksana pengobatan gagal jantung kongestif
KEBIJAKAN Kebijakan Direktur tentang Standar Operating Prosedur (SOP)
Penanganan gagal jantung kongestif
PROSEDUR Manifestasi klinis
Manifest klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,
beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung
yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat
gangguan penampilan jantung.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :
1. Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea.
2. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,
muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.
3. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi
buruk sampai delirium. 1
Diagnosis

Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada


dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain
foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif 1, 9
Kriteria Major :
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronki paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekana vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
1. Edema eksremitas
2. Batuk malam hari
3. Dispnea deffort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2
kriteria minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif
berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain:

NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam


kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit
jantung seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar,
apabila melakukan kegiatan biasa.
NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat,
akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-
gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar,
sesak napas atau nyeri dada.
NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih
banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa
waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari
kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung seperti yang tersebut di atas.
NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik
apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila
mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
Pemeriksaan Penunjang

Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan.

1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin :


Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea
nitrogen (BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan
urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula darah, profil
lipid.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan
utama dari EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan
adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau riwayat MI
(ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya
menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik
pada LV.
3. Radiologi : Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna
mengenai ukuran jantung dan bentuknya, distensi vena
pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi pleura.
begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat
mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien.
Terapi Farmakologi
1. Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
2. Antagonis aldosteron Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal
jantung sedang sampai berat.
3. Obat inotropik Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah
jantung.
4. Glikosida digitalis
5. Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat) Mengurangi preload dan
afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena
menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena.
6. Inhibitor ACE Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi
dan mengurangi sekresi aldosteron sehingga menyebabkan
penurunan sekresi natrium dan air.
Terapi non farmakologi
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan
seperti: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak,
mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur
UNIT TERKAIT UGD
Rawat Jalan
Rawat Inap
RSU PURA BEDAH DIGESTIF
RAHARJA
MEDIKA (HERNIA)
No. Revisi : Halaman :
No. Dokumen:
1
Disusun Oleh : Diperiksa :

Tim Dokter RSPR dr. Rita Ivana Ariyani, MMR.

Ditetapkan
Standar Direktur RSU Pura Raharja Medika
Tanggal terbit :
Prosedur
Operasional

dr. Rita Ivana Ariyani, MMR


PENGERTIAN Hernia adalah penonjolan abnormal dari jaringan atau organ intra
abdominal melalui tempat yang lemah pada dinding abdomen.
TUJUAN Memberikan acuan tatalaksana pengobatan Hernia
KEBIJAKAN Kebijakan Direktur tentang Standar Operating Prosedur (SOP)
Penanganan Bedah Digestif (Hernia)
PROSEDUR Pemeriksaan dan diagnosis :
Umur
Seks
Lokasi terhadap lig.inguinale
Penekanan anulus internus (waktu mengejan)
Test invaginasi
Diagnosis banding :
Hidrokel testis/ funikuli
Varikokel
Limphadenopati inguinal
Abses inguonal
Penatalaksanaannya :
Hernia reponibilis dan irreponibilis dilakukan operasi elektif, sedangkan
untuk hernia inkarserata atau strangulata operasi darurat. Bila tidak ada
perforasi operasi berupa herniotomi, herniorafi dan hernioplasti.

Hernioplasti yang dipilih


Untuk hernia inguinalis lateralis
Umur dibawah 50 tahun : plasti secara bassini
Umur diatas 50 tahun : plasti secara halsteat
Untuk hernia inguinalis medialis
Plasti secara halsteat
Untuk hernia femoralis
Plasti dengan menutup anulus femoralis
Hernioplasti yang dilakukan di RS Pura Raharja Medika hampir semua
dengan metode Bassini
Diberikan hernia mess dilihat situasi dan kondisi pasien biasanya paling
sering dilakukan pada pasien gemuk
Obat-obatan :
Untuk herniotomi elektif
Simtomatis untuk rasa nyeri dapat dengan injeksi ketorolak
selama 24 jam, apabila pasien masih kesakitan diberikan
kombinasi dengan paracetamol 3x500 mg selama 2 hari.
Dilanjutkan asam mefenamat 3x500 mg per hari untuk 3 hari.
Untuk herniotomi darurat
Bila belum perforasi antibiotik Cefalosforin Generasi III
(misal Ceftri)
Bila sudah perforasi :
Cefalosforin Generasi III (misal Ceftri)
Metromidazol Infus, lama pemberian maksimal 4 hari
Antibiotika dapat dirubah sesuai dengan hasil sesitivitas test

UNIT TERKAIT UGD


Rawat Jalan
Rawat Inap

RSU PURA BEDAH DIGESTIF


RAHARJA
MEDIKA (CHOLELITHIASIS)
No. Revisi : Halaman :
No. Dokumen:
1
Disusun Oleh : Diperiksa :

Tim Dokter RSPR dr. Rita Ivana Ariyani, MMR.

Ditetapkan
Standar Direktur RSU Pura Raharja Medika
Tanggal terbit :
Prosedur
Operasional

dr. Rita Ivana Ariyani, MMR


PENGERTIAN Cholelithiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu dan/
atau di dalam saluran empedu.
TUJUAN Memberikan acuan tatalaksana pengobatan Cholelithiasis
KEBIJAKAN Kebijakan Direktur tentang Standar Operating Prosedur (SOP)
Penanganan Bedah (Cholelithiasis)
PROSEDUR Penderita batu empedu (10%) tanpa gejala, dan gejala-gejala yang dapat
timbul berupa :
a. Nyeri
Nyeri kolik di daerah epigastrium dan hipochondrium kanan, kadang
juga terasa di bahu kanan. Nyeri timbul karena rangsangan makanan
berlemak. Nyeri sering dirasakan sebagai rasa tidak enak di
epigastrium (samar-samar)
b. Febris
Timbul bila terjadi peradangan, dan sering disertai mengigil
c. Ikterus
Terjadi bila batu menyumbat saluran empedu utama (duktus hepatikus
kummunis atau duktus kholedokus)
d. Murphys sign positip
Bila terjadi cholecistitis akut. Nyeri pada penekanan hipochondrium
kanan, terutama waktu inspirasi
Laboratorium :
Bilirubin darah meninggi terutama bilirubin direk
Alkali fosfatase meninggi
Adanya bilirubin dalam urine
Feses acholik
Diagnosis banding
Gastritis
Ulkus peptikum
Pancreatitis
Diagnosis banding untuk obstruksi selain karena batu
Cholangio carsinoma
Carsinoma kaput pancreas
Komplikasi
Cholesistitis akut yang dapat berlanjut menjadi empyema
Cholangitis
Penatalaksanaan
Batu di kandung empedu : dirujuk untuk dilakukan Cholesistektomi
UNIT TERKAIT UGD
Rawat Jalan
Rawat Inap

RSU PURA BEDAH SARAF


RAHARJA
MEDIKA (CEDERA KRANIO SEREBRAL)
No. Revisi : Halaman :
No. Dokumen:
1
Disusun Oleh : Diperiksa : Diperiksa :

Tim Dokter RSPR


dr. Joko Suprapto, Sp.B

Ditetapkan
Standar Direktur RSU Pura Raharja Medika
Tanggal terbit :
Prosedur
Operasional
dr. Rita Ivana Ariyani, MMR
PENGERTIAN Cedera Kranio Serebral adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang
terjadi setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang
dan jaringan otak atau kombinasinya.
TUJUAN Memberikan acuan tatalaksana pengobatan Cedera Kranio Serebral
KEBIJAKAN Kebijakan Direktur tentang Standar Operating Prosedur (SOP) Bedah Saraf
(Cedera Kranio Serebral)
PROSEDUR Kausa
Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan kerja
Trauma pada waktu olah raga
Kejatuhan benda
Luka tembak
Klasifikasi
Cedera kulit keoala luka : sayat, kontusi, laserasi, avulsi
Cedera luka kepala
Fraktur linier sederhana
Fraktur yang menekan
Fraktur terbuka
Fraktur basis kranii
Cedera otak primer
Komosio
Kontusio
Laserasi
Kriteria diagnosis
a. Riwayat trauma
Sebab trauma, estimasi berat ringannya benturan
Adanya kelainan neurologik awal (kejang, kehilangan kesadaran,
kelemahan motorik, gangguan bicara)
Derajat ketidaksadaran
Amnesia retrograd-anterograd
Nyeri kepala, mual, muntah
b. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital (desakan darah, pola pernafasan, nadi, suhu)
Tingkat kesadaran (dinilai dengan Glasgow Coma Scale)
Cedera luar yang terlihat
Cedera pada kulit kepala
Perdarahan dari hidung, mulut, telinga
Hematoma periorbital dan retroaurikuler
Tanda-tanda neurologik lokal
Ukuran pupil dan reaksi cahaya
Gerakan mata
Pola aktivitas motorik
Fungsi batang otak
Refleks tendon
Sistem sensorik dan serebeler perlu diperiksa jika pasien sadar
Diagnosis banding
Hipertensif intraserebral hematom
Perdarahan subarahnoid spontan
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium darah rutin
Foto kepala (AP, lateral, towne)
Foto servikal bila ada tanda-tanda fraktur servikal
CT Scan
Arteriografi bila perlu
Burr holes (dilakukan bila keadaan pasien cepat memburuk disertai
dengan penurunan kesadaran, pupil anisokori hemiparesis
kontralateral)
Terapi umum :
Pada penderita dengan kesadaran baik, tanpa defisit neurologik, cukup
dilakukan observasi dan terapi simtomatik.
Pada penderita yang tidak sadar dengan atau tanpa defisit neurologik dapat
dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
1. Dilakukan tindakan resusitasi :
a. Airway : jalan nafas
Membebaskan jalan nafas dari sumbatan lendir, muntahan,
benda asing
Bila perlu dipasang pipa endotrakheal
b. Breathing : pernafasan
Bila pola pernafasan terganggu dilakukan nafas buatan atau
ventilasi dengan respirator
c. Circulation : peredaran darah
Mengatasi hipovolemik syok
Infus dengan cairan kristaloid :
- Ringer Laktat
- NaCl 0.9%, Dektrosa 5%, 0,45 Salin
- Infus dengan cairan koloid
- Tranfusi darah
d. Drug
e. Expose
f. F
2. Mengendalikan peninggian tekanan intrakranial
Mannitol 0,5-1 gr/kg BB, diberikan dalam waktu 20 menit,
diulang tiap 4-6 jam
Furosemid 1-2 mg/kg BB
Hiperventilasi, dengan mempertahankan PaCO2 25-30 mmHg
3. Koreksi gangguan elektrolit, asam basa
4. Antikonvulsan bila perlu
5. Antibiotik profilaksi
6. Nutrisi
Pembedahan
a. Koreksi impresi fraktur
b. Pada hematoma intracranial (epidural, subdural, intracerebral)
c. Pada perdarahan intraventrikuler dilakukan kraniectomi diikuti
dengan drainase ventrikel eksternal
d. Pada kontusio dan laserasi otak yang luas dapat dilakukan reseksi
Komplikasi
1. Trauma
a. Perdarahan intrakranial
Epidural
Subdural
Subarachnoid
Intraserebral
Intraventrikuler
Malformasi vaskuler
Fistula karotiko-kavernosa
Fistula cairan serebrospinal
Parese saraf kranial
Epilepsi
Hidrosefalus
Meningitis atau abses otak
Sindrom pasca trauma
b. Tindakan
Infeksi
Perdarahan ulang
Edema serebri
Pembengkakan otak
2. Outcome
Tergantung dari jenisnya lesi, lokasi, umur dan cepat lambatnya
dilakukan tindakan
UNIT UGD
TERKAIT Rawat Jalan
Rawat Inap

Anda mungkin juga menyukai