Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Minyak Bumi


Minyak bumi atau minyak mentah merupakan cairan kompleks yang disusun oleh
berbagai macam zat kimia organik yang berubah secara alamiah dan tersimpan dalam
lapisan bumi selama ribuan tahun lamanya. Material ini ditemukan dalam jumlah besar di
bawah permukaan bumi dan digunakan sebagai bahan bakar atau sebagai bahan mentah
dalam berbagai industri kimia. Saat ini, minyak bumi dan turunannya telah dikenal
penggunaannya dalam berbagai industri, seperti pabrik obat-obatan, makanan, plastik,
bahan bangunan, cat, pakaian, pembangkit tenaga listrik dan lain-lain.
Minyak bumi terbentuk di bawah permukaan bumi oleh dekomposisi organisme
laut. Sisa mikroorganisme yang hidup di dalam laut, sampai tingkatan yang lebih tinggi
seperti organisme permukaan, terbawa ke dalam laut melalui arus sungai, serta tanaman
yang tumbuh di dasar laut, terjebak bersama pasir dan lumpur, kemudian mengendap di
dasar basin laut. Deposit yang kaya akan zat organik ini menjadi sumber daya batuan
untuk pembangkitan minyak mentah. Prosesnya dimulai jutaan tahun yang lalu. Endapan
tersebut kemudian menebal sedikit demi sedikit dan tenggelam ke dasar laut.
Sejalan dengan penambahan massa deposit, tekanan di bawah lapisan ini
meningkat ribuan kali disertai dengan kenaikan temperatur. Lumpur dan pasir mengalami
pengerasan menjadi serpihan dan batu pasir, endapan karbonat dan shells skeleton
mengeras menjadi limestone, sementara sisa organisme yang telah mati mengalami
perubahan menjadi minyak mentah dan gas alam. Pada saat minyak bumi terbentuk,
minyak ini mengalir ke atas lapisan bumi karena kerapatannya yang rendah dibandingkan
dengan air laut yang menjenuhkan celah serpih, pasir, dan batuan karbonat serta
mengangkat lapisan bumi. Minyak bumi dan gas alam naik ke dalam pori mikroskopik
pada sedimen yang lebih kasar yang terbentang di atasnya. Kerap kali zat yang mengalami
kenaikan ini bertemu dengan serpihan kedap air atau lapisan batuan yang rapat yang
mencegah migrasi lebih lanjut. Minyak menjadi terperangkap, dan terbentuklah
penampungan minyak. Sejumlah besar minyak yang bermigrasi ke atas tidak bertemu
dengan lapisan batuan kedap air tetapi mengalir keluar permukaan bumi atau menuju ke
dasar lautan.

Hydrocracking Unit (HCU) 1


Minyak bumi memiliki campuran yang sangat kompleks dan mengandung ribuan
senyawa tunggal seperti gas metana yang ringan, hingga bahan aspal yang berat dan padat.
Komposisi kimia minyak bumi pada dasarnya adalah hidrokarbon. Meskipun demikian,
sejumlah kecil belerang dan senyawa oksigen kerap kali hadir dalam minyak bumi.
Kandungan senyawa belerang ini biasanya bervariasi mulai kisaran 0,1 sampai 0,5 %
berat. Minyak bumi mengandung gas, cairan, dan elemen-elemen padat. Reliabilitas
minyak bumi bervariasi mulai dari cairan setipis bensin sampai cairan yang cukup tebal
dan sulit mengalir. Ketika senyawa ini hadir dalam jumlah yang besar, deposit minyak
bumi bergabung dengan deposit gas alam. Kondisi lingkungan seperti temperatur, tekanan,
senyawa logam dan mineral, serta letak geologis selama proses perubahan alamiah
senyawa penyusun minyak bumi, mengakibatkan komposisi minyak bumi yang terdapat di
setiap daerah berbeda-beda pula. Namun demikian, minyak mentah dapat digolongkan ke
dalam empat kelas utama sebagai berikut :
1. Minyak bumi tipe paraffin, disusun oleh atom karbon dan atom hidrogen
yang jumlahnya selalu dua lebih banyak dari dua kali jumlah atom
karbonnya (parrafine-base crude oil).
2. Minyak bumi tipe asphaltic (naphthenes), disusun oleh atom karbon dan
atom hidrogen yang kuantitasnya dua kali jumlah atom karbonnya
(naphthene-base crude oil).
3. Minyak bumi tipe aromatik, disusun oleh atom karbon dan hidrogen yang
melingkar (aromate-base crude oil).
4. Minyak bumi tipe campuran (mixed crude oil), disusun oleh minyak bumi
tipe paraffin , tipe asphaltic dan aromatik.
Hampir semua senyawa dalam minyak bumi disusun dari hydrogen dan karbon.
Bahan-bahan ini disebut hydrocarbon, juga terdapat senyawa-senyawa lain yang
mengandung sejumlah kecil belerang, oksigen, dan nitrogen. Dalam pengilangan, operasi
fisik seperti penguapan, fraksionasi, dan pendinginan terutama ditentukan oleh sifat-sifat
hidrokarbon dalam minyak mentah. Operasi treating dan penyaringan ditentukan oleh
adanya senyawa belerang, oksigen, nitrogen dan selebihnya sejumlah kecil hidrokarbon
reaktif yang mungkin ada.
Pengilangan minyak bumi berfungsi untuk mengubah atau mengkonversikan
minyak mentah dengan berbagai proses menjadi suatu produk yang ekonomis dan dapat
dipasarkan. Dalam kilang minyak bumi, dikenal beberapa proses pemisahan fisis, proses
konversi kimia dna proses treating. Proses pemisahan dan treating secara fisis pada

Hydrocracking Unit (HCU) 2


umumnya merupakan proses pengolahan pertama atau dikenal dengan Primary Processing,
sedangkan proses konversi dan treating yang disertai dengan perubahan kimia merupakan
proses lanjutan atau Secondary Processing. Salah satu perusahaan yang bergerak dalam
bidang pengilangan minyak bumi ini adalah PT. PERTAMINA (Persero).

1.2 Sejarah Pertamina (Persero) Pusat


PT Pertamina (Persero) adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki
pemerintah Indonesia (National Oil Company). Perusahaan ini berdiri sejak tanggal 10
Desember 1957 dengan nama PT PERMINA. Pada tahun 1961, perusahaan ini berganti
nama menjadi PN PERMINA. Setelah bergabung dengan PN PERTAMIN pada tahun
1968, nama perusahaan ini berubah menjadi PN PERTAMINA. Dengan bergulirnya
Undang-Undang No.8 Tahun 1971, sebutan perusahaan menjadi PERTAMINA. Sebutan
ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT.
PERTAMINA (PERSERO) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Berdasarkan UU No. 8 tahun 1971, Pertamina memiliki tugas utama sebagai
berikut:
1. Melaksanakan pengusahaan migas dalam arti seluas-luasnya guna memperoleh hasil
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan negara.
2. Menyediakan dan melayani kebutuhan bahan-bahan minyak dan gas bumi dalam
negeri yang pelaksanaannya diatur dengan aturan pemerintah.

Dalam KEPPRES No. 11 Tahun 1990, tugas pokok Pertamina adalah menyediakan
BBM serta gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, meliputi kebutuhan energi
dan bahan bakar industri. Untuk melaksanakan tugas tersebut, kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh Pertamina mencakup:
1. Eksplorasi dan Produksi
Kegiatan ini mencakup upaya menemukan lokasi yang berpotensi bagi
penambangan minyak dan gas bumi serta penambangan dan proses produksi menjadi
bahan baku untuk proses pengolahan.
2. Pengolahan
Kegiatan ini mencakup proses-proses untuk untuk memurnikan, menyuling dan
mengolah gas dan minyak mentah menjadi bahan bakar atau produk petrokimia.
3. Pembekalan dan Transportasi

Hydrocracking Unit (HCU) 3


Kegiatan ini terdiri dari kegiatan penampungan, penyimpanan, pendistribusian serta
pengapalan bahan baku ataupun produk akhir yang siap dikirim.
4. Penunjang
Kegiatan ini mencakup segala kegiatan yang dapat menunjang terselenggaranya
bagian-bagian di atas.

Dalam bidang pengolahan minyak bumi, saat ini PT Pertamina (Persero) memiliki
7 Refinery Unit yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Ketujuh Refinery Unit
tersebut antara lain:
1. Refinery Unit I di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara dengan kapasitas 5.000
Barrel/hari. Namun, Refinery Unit ini berhenti beroperasi sejak tahun 2007 karena
ada permasalahan pasokan umpan.
2. Refinery Unit II di Dumai-Sei.Pakning, Riau dengan kapasitas 170.000 Barrel/hari.
3. Refinery Unit III di Plaju, Sumatera Selatan dengan kapasitas 134.000 Barrel/hari.
4. Refinery Unit IV di Cilacap, Jawa Tengah dengan kapasitas 350.000 Barrel/hari.
5. Refinery Unit V di Balikpapan, Kalimantan Timur dengan kapasitas 252.000
Barrel/hari.
6. Unit Produksi VI di Balongan, Jawa Barat dengan kapasitas 125.000 Barrel/hari.
7. Refinery Unit VII di Sorong, Papua dengan kapasitas 10.000 Barrel/hari.

1.3 PT. PERTAMINA Refinery Unit (RU) II Dumai


PT. PERTAMINA RU II merupakan salah asatu dari tujuh unit pengilangan
minyak bumi yang ada di Indonesia. RU II memiliki dua kilang yang mengolah minyak
mentah dari sumber yang sama yaitu Kilang Dumai dan Sei Pakning.

1.3.1 Sejarah
Pertamina RU II Dumai terdiri dari 2 buah kilang dengan kapasitas total sekitar
170 MBSD, yaitu :
1. Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai, dengan kapasitas 120 MBSD
2. Kilang Minyak Sei Pakning dengan kapasitas 50 MBSD
Kilang minyak Pertamina Refinery Unit II Dumai dibangun pada bulan April 1969
atas kerjasama pemerintah Indonesia dengan Far East Sumitomo Japan. Pembangunan
kilang ini dikukuhkan dalam SK direktur utama Pertamina

Hydrocracking Unit (HCU) 4


No.334/Kpts/DM/1967.Pelaksanaan teknis pembangunan dilaksanakan oleh kontraktor
asing, yaitu:
1. IHHI ( Ishikawajima-Harima Heavy Industries) untuk pembangunan mesin dan
instalasi.
2. TAESEI construction, Co., untuk pembangunan konstruksi kilang.

Kilang Pertamina RU II Dumai selesai dibangun pada tanggal 8 September 1971


dengan nama Kilang Putri Tujuh. Unit yang pertama didirikan adalah Crude Distilation
Unit (CDU/100) yang dirancang untuk mengolah minyak mentah jenis Sumatera Light
Crude (SLC) dengan kapasitas 100 MBSD. Dari proses pengolahan tersebut dihasilkan
beberapa jenis produk BBM, seperti naphtha, kerosin, solar, dan bottom product berupa
55 %-volume Low Sulphur Wax Residu (LSWR) untuk diekspor ke Jepang dan Amerika
Serikat.
Pada tahun 1972, dilakukan perluasan Kilang Putri Tujuh untuk mengolah bottom
product menjadi bensin premium dan komponen mogas. Perluasan ini dilakukan dengan
mendirikan unit-unit baru, yaitu Platforming Unit, Naphtha Rerun Unit, Hydrocracker
Unibon Unit, dan Mogas Component Blending Plant.
Perluasan selanjutnya dilakukan pada tanggal 2 April 1980 dengan
ditandatanganinya persetujuan perjanjian kerjasama antara Pertamina dan Universal Oil
Product(UOP) dari Amerika Serikat dengan kontraktor utama Technidas Reunidas
Centunion dari Spanyol berdasarkan lisensi proses dari UOP. Tahap-tahap pelaksanaan
pembangunan proyek tersebut antara lain:
1. Survei tanah dilaksanakan oleh SOFOCO (Indonesia) dan dievaluasi oleh
HASKONING (Belanda).
2. Penimbunan area dilaksanakan oleh PT. SAC Nusantara (Indonesia). Pasir timbunan
diambil dari laut di Sekitar Pulau Jentilik ( 8 km dari area proyek) dengan cutter
section dredger.
3. Pemancangan tiang pertama dilaksanakan oleh PT. Jaya Sumpiles Indonesia dengan
jumlah tiang pancang 18.000 dan panjang 706 km.
4. Pembangunan konstruksi unit-unit proses beserta fasilitas penunjang dikerjakan oleh
kontraktor utama Technidas Reunmidas Centunion Spanyol yang bekerjasama
dengan Pembangunan Jaya Group, dengan subkontraktor:
a. DAELIM (Korea) mengerjakan konstruksi: High Vacuum Unit, HC Unibon
Unit, Hydrogen Plant Unit, Naphtha Hydrotreater Unit, CCR Platformer Unit,

Hydrocracking Unit (HCU) 5


Delayed Coking Unit, Distillate Hydrotreater Unit, dan Amine & LPG
Recovery Unit.
b. HYUNDAI (Korea) mengerjakan konstruksi unit penunjang dan Offsite
Facilities yang meliputi Power Plant, Boiler Unit, Coke Calciner Unit, Water
Treated Boile, Waste Water Treatment Unit, Tank Inter Connection dan Sewer
System.
c. Pembangunan tangki-tangki penyimpanan dikerjakan oleh Toro Kanetsu
Indonesia.
d. Pembangunan fasilitas jetty dikerjakan oleh PT. Jaya Sumpiles Indonesia.
e. Pembangunan sarana penunjang seperti pipa penghubung kilang lama dan
baru, gedung laboratorium, gudang Fire & Safety, perkantoran dan perumahan
karyawan dikerjakan oleh kontraktor-kontraktor Indonesia.
f. Pengawasan proyek dilakukan oleh TRC dan Pertamina dibantu oleh konsultan
CF Braun dari Amerika Serikat.
Setelah proyek perluasan ini selesai dibangun, kilang baru ini diresmikan oleh
Presiden Soeharto pada tanggal 16 Februari 1984 dan mencakup beberapa unit proses,
yaitu:
1. High Vacuum Unit (110)
2. Delayed Coking Unit (140)
3. Coke Calciner Unit (170)
4. Naphtha Hydrotreating Unit (200)
5. Hydrocracker Unibon (211/212)
6. Distillate Hydrotreating Unit (220)
7. Continous Catalyst Regeneration-Platforming Unit (300/310)
8. Amine-LPG Recovery Unit (410)
9. Hydrogen Plant (701/702)
10. Sour Water Stripper Unit (840)
11. Nitrogen Plant (940)
12. Fasilitas penunjang operasi kilang (utilitas)
13. Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru.

Pada bulan September 2006 di kilang Pertamina RU II Dumai dibentuk PT. Patra
SK yang merupakan perusahaan hasil kerjasama antara PT. Patra Niaga (anak perusahaan
Pertamina) dan SK Energy Asia (anak perusahaan SK Corporation). Pada bulan

Hydrocracking Unit (HCU) 6


November 2007 perusahaan tersebut melakukan proyek revamping unit HVU (dari
kapasitas 92,6 MBSD menjadi 106,0 MBSD) dan unit HCU (dari kapasitas 5,6 MBSD
menjadi 66,3 MBSD. Selain itu, dibangun juga LBO Plantyang terdiri dari unit VDU
(Vacuum Distillation Unit) dan CDW (Catalytic Dewaxing Unit).
Kilang Minyak Sei Pakning dibangun pada tahun 1968 oleh Refining Associater
(Canada) Ltd atau Refican dan selesai pada tahun 1969, dengan kapasitas desain 25
MBSD. Beberapa sejarah penting Kilang Sei Pakning:
1. Penyerahan kilang dari pihak Refican pada Pertamina pada tahun 1975
2. Peningkatan kapasitas produksi menjadi 35 MBSD pada tahun 1977
3. Peningkatan kapasitas produksi menjadi 40 MBSD pada tahun 1980
4. Peningkatan kapasitas produksi menjadi 50 MBSD pada tahun 1982

1.3.2 Lokasi
Pertamina UP II Dumai kilang Dumai terletak di kota Dumai provinsi Riau,
berjarak kurang lebih 180 km dari ibukota Riau, Pekanbaru, di pantai timur Sumatera.
Kilang Dumai berbatasan dengan selat Rupat di sebelah utara, perkampungan penduduk
di sebelah selatan, perkantoran pemerintah di sebelah barat, dan perkampungan
penduduk di sebelah timur.
Jarak berbagai divisi Pertamina UP II Dumai umumnya relative dekat dengan
kilang Dumai. Perumahan karyawan terletak di Bukit Datuk yang berjarak kurang lebih 8
km kearah selatan dari kilang.
Dumai dipilih sebagai kilang pengolahan minyak karena berdekatan dengan lokasi
pengeboran minyak PT Chevron Pacific Indonesia. Selain itu Dumai terletak di tepi pantai
dengan perairan yang relative dalam dan tenang sehingga kapal-kapal berat seperti
supertanker dapat berlabuh . Lokasi pantai yang berada di bagian barat perairan Indonesia
cukup strategis untuk transportasi laut. Dilihat dari sifat datarannya, Dumai merupakan
dataran rendah yang cukup stabil terhadap berbagai gangguan alam sehingga aman bagi
berlangsungnya proses pengilangan. Meskipun di sekitar kilang banyak daerah hutan lebat
namun secara keseluruhan tanah Dumai kurang subur sehingga perluasan kilang menjadi
lebih mudah dan tidak merugikan masyarakat karena sector pertanian dan perkebunan
tidak berkembang.

Hydrocracking Unit (HCU) 7


1.3.3 Tata Letak Kilang
Tata letak kilang minyak Dumai diatur sedemikian rupa sehingga membentuk
keteraturan. Unit-unit pengolahan dikelompokkan dalam kompleks-kompleks yang
disusun berdasarkan kedekatan bahan-bahan yang akan diolah serta keterkaitan proses
antar unit. Sebagai contoh unit NHDT dan PL-II terletak bersebelahan karena kedua unit
tersebut saling berkaitan dimana produk NHDT akan diumpankan menuju PL-II dan
sebagian kecil produk PL-II diumpankan kembali ke NHDT.
Sistem perpipaan disusun dengan rapi dalam jalur-jalur yang telah diatur.Dilihat
dari letaknya, system perpipaan terbagi menjadi dua yaitu jalur atas melalui rak pipa dan
jalur bawah melalui parit pipa. Pipa yang disusun di rak pipa umumnya adalah pipa yang
mengangkut fluida dari satu alat kealat lain sedangkan pipa yang disusun di parit pipau
mumnya adalah pipa yang mengangkut fluida dari tangki penyimpan ke alat tertentu, dan
sebaliknya. Kedua jalur tersebut disusun sedemikian rupa sehingga transportasi fluida
dalam pipa dapat berlangsung dengan optimal.
Jalan-jalan yang terdapat di dalam kilang dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
jalan utama dan jalan pendukung. Jalan utama adalah jalan yang membatasi suatu
kompleks tertentu sehingga terdapat batas yang jelas antara satu kompleks dengan
kompleks lain. Ukuran jalan utama cukup besar sehingga dapat dilewati oleh kendaraan
ringan dan kendaraan berat. Jalan pendukung adalah jalan yang terdapat di dalam suatu
kompleks yang berfungsi untuk menghubungkan satu unit dengan unit lain. Ukuran jalan
pendukung lebih kecil dibandingkan jalan utama sehingga kendaraan yang diperbolehkan
untuk melintasinya terbatas, misalkan mobil pick-up, sepeda motor, dan sepeda.
Unit pertangkian ditempatkan sedemikian rupa sehingga memudahkan transportasi
fluida antara tangki jika diperlukan. Tangki-tangki juga diletakkan berdekatan dengan laut
untuk memudahkan pengiriman produk kekapal tanker atau penerimaan bahan baku dari
kapal tanker.
Unit pengolahan limbah juga ditempatkan dekat dengan laut untuk memudahkan
pembuangan hasil pengolahan ke laut.

1.3.4 Bahan Baku Pertamina RU II Dumai


Bahan-bahan yang digunakan di kilang Pertamina (Persero) Refinery Unit II
Dumai ini terdiri dari bahan utama dan bahan penunjang. Bahan baku utama yang
digunakan di Pertamina RU II Dumai adalah Minas Crude Oil/ Sumatra Light Crude
(SLC) sebesar 80-85% volume dan Duri Crude oil sebesar 15-20% volume dengan

Hydrocracking Unit (HCU) 8


kapasitas rata-rata 120.000 BPSD. Kedua bahan utama tersebut dihasilkan oleh PT
Chevron Pacific Indonesia (PT CPI). Spesifikasi kedua bahan utama tersebut diperlihatkan
oleh Tabel 1.1 dan Tabel 1.2.
Tabel 1.1 Spesifikasi Sumatra Light Crude
Sifat Nilai
Gravity, API 35,3
Gravity SG 0,8482
Sulfur, wt% 0,09
Total Nitrogen, ppm 1160
Hydrogen, wt% 13,5
Acid Number, mg KOH/g 0,06
Pour Point, F / C 100 / 38
Charact. Factor (K-FACTOR) 12,6
Viscosity, cSt at 40C (104F) 19,2
Viscosity, cSt at 50C (122F) 14,1
Vanadium, ppm 0,13
Nickel, ppm 9,5
MCR, wt% 2,86
Ramsbottom Carbon, wt% 2,78
Asphaltenes, (H.C7) wt% 0,34
Sumber: Chevron Corporation (2008)

Tabel 1.2SpesifikasiDuri Crude Oil


Sifat Nilai
Gravity, API 20,8
Gravity SG 0,9293
Sulfur, wt% 0,20
Total Nitrogen, ppm 3560
Hydrogen, wt% 12,2
Acid Number, mg KOH/g 1,12
Pour Point, F / C 50 / 10
Charact. Factor (K-FACTOR) 12,0

Hydrocracking Unit (HCU) 9


Viscosity, cSt at 40C (104F) 300
Viscosity, cSt at 50C (122F) 175
Vanadium, ppm 1,1
Nickel, ppm 32
MCR, wt% 6,81
Ramsbottom Carbon, wt% 6,32
Asphaltenes, (H.C7) wt% 0,05
Sumber: Chevron Corporation (2008)

Proses pengolahan minyak bumi di kilang Pertamina Refinery Unit II Dumai juga
menggunakan bahan-bahan penunjang, yaitu gas hidrogen, katalis, gas nitrogen, air tawar,
air laut, larutan Benfield,monoetanolamin (MEA), dan soda kaustik.
1. Gas hidrogen (H2)
Gas hidrogen digunakan sebagai umpan dalam reaksi hydrocracking dan
hydrotreating. Gas ini diproduksi di H2Plant yang terdapat dalam Hydrocracker
Complex (HCC) dengan spesifikasi kadar H2 minimal 97 %, kadar CH4 maksimal
3%, kadar CO dan CO2 maksimal 50 ppm, serta bebas sulfur dan nitrogen.
2. Katalis
Katalis digunakan untuk meningkatkan laju reaksi dan mengatur selektivitas
reaksi. Katalis-katalis yang digunakan di PT PertaminaRU IIDumaiadalah:
a. KatalisCriterion DN-200 digunakan pada unit DHDT
b. KatalisCriterion DN-140 danTopsoe TK-10 yang berbasis magnesium alumina
spinel digunakan pada unit NHDT
c. Katalis Topsoe Hydrobon digunakan pada bagian Hydrobon, katalis UOP R-16F
(Pt) dan R-15F (Pt) digunakan pada bagian Platforming. Kedua bagian tersebut
terdapat pada unit Hydrobon Platforming PL-I
d. Katalis R-164 UOP digunakan pada unit CCR-Platforming II
e. Katalis DHC-8 digunakan pada unit Hydrocracker Unibon. Acid site pada
katalis ini adalah Al2O3. SiO2, sedangkan metal site-nya adalah Ni dan Wolfram
3. Gas nitrogen (N2)
Gas nitrogen digunakan sebagai carrier gas pada proses start updan shut down
pabrik serta media blanketting tangki. Gas ini dihasilkan oleh unit N2 Plant.

Hydrocracking Unit (HCU) 10


4. Air tawar
Air tawar digunakan untuk memproduksi steam, sebagai air pendingin, serta untuk
pengeboran dan pemotongan coke pada coke chamber unit DCU.Air tawar diperoleh
dari Sungai Rokan dan diolah terlebih dahulu di unit Water Treatment Plant (WTP).
5. Air laut
Air laut digunakan sebagai media pendingin di heat exchanger. Air laut diambil dari
perairan Selat Rupat, diolah di water pond, dan langsung dialirkan ke unit proses
yang membutuhkan.
6. LarutanBenfield
Larutan Benfield digunakan sebagai absorber CO2pada unit H2 Plant. Larutan ini
merupakan larutan elektrolit dengan komposisi 27 %-v K2CO3, 0,7 %-v V2O5, dan 3
%-v dietanolamin (DEA).
7. Soda Kaustik (NaOH)
Soda kaustik (NaOH) digunakanpada unit Sour Water Stripper (SWS) untuk
menetralkan air yang mengandung asam sehingga dapat dipergunakan kembali
dalam proses.

1.3.5 Produk Pertamina RU II Dumai


Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh Kilang
Pertamina RU II Dumai saat ini antara lain premium, jet petroleum grade, aviation turbin,
kerosin, dan Automotive Diesel Oil (ADO). Produk non-BBM yang dihasilkan Kilang
Pertamina RU II Dumai antara lain LPG dan Green Coke.
Produk-produk yang dihasilkan Pertamina RU II tersebut selanjutnya didistribusi
ke berbagai daerah, antara lain:
1. Produk LPG, premium, kerosene, dan solar didistribusikan ke wilayah pemasaran
UPMS I meliputi Propinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD), Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Riau, dan sebagian wilayah UPms II Jakarta.
2. Produk avtur didistribusikan ke wilayah UPms I Medan dan UPms III Jakarta.
3. Produk green coke didistribusikan untuk kebutuhan domestic dan ekspor.

Kontribusi kilang Pertamina RU II Dumai dan Sei Pakning terhadap kebutuhan


bahan bakar nasional mencapai 22-24%. Desain dan konstruksi Kilang Pertamina RU II
Dumai telah menggunakan teknologi tinggi sehingga aspek keselamatan kerja karyawan
dan peralatan produksi serta Refinery Unit limbah untuk program perlindungan

Hydrocracking Unit (HCU) 11


lingkungan, telah dibuat secara memadai dengan mengikuti standar internasional.
Pertamina RU II dumai telah memperoleh sertifikat ISO 14001 dan ISO 9001

Hydrocracking Unit (HCU) 12


BAB II
HYDROCRACKCING UNIT (HCU)

Hydrocrakcing Complex (HCC) merupakan salah satu proyek perluasan Kilang


Pertamina RU-II Dumai. HCC ini didesain oleh Universal Oil Product (UOP). Fungsi
utama bagian ini adalah melakukan perengkahan hidrokarbon dengan bantuan hydrogen
menghasilkan fraksi-fraksi yang lebih ringan. Bagian ini termasuk dalam new Plant, yang
terdiri dari lima unit operasi, antara lain:
1. Hydrocracker Unibon (HCU) - Unit 211 dan Unit 212
2. Amine and LPG Recovery - Unit 410
3. Hydrogen Plant Unit 701 dan Unit 702
4. Sour Water Stripper - Unit 840
5. Nitrogen Plant - Unit 300

2.1 Hydrocracker Unibon (HCU) - Unit 211/212

Unit Hydrocracker Unibon berfungsi mengolah Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO)
yang berasal dari HVU dan Heavy Cooker Gas Oil (HCGO) yang berasal dari DCU
menjadi fraksi yang lebih ringan melalui reaksi Hydrocracking dengan bantuan gas
Hidrogen (H2) yang berasal dari H2plant. Produk-produk yang dihasilkan unit ini
diantaranya off gas, LPG, Light naphtha, Heavy naphta, Light kerosene (sebagai
komponen blending kerosene/avtur/JP-5), Heavy kerosene (sebagai komponen
kerosin/avtur/JP-5), Automotive Diesel Oil (ADO), dan Bottom fractinator/recycle feed.
Hydrocracker Unibon Unit (HCU) dirancang untuk mengolah umpan Heavy
Vacuum Gas Oil (HVGO) dari High Vacuum Unit serta Heavy Coker Gas Oil (HCGO)
dari Delayed Coking Unit. Unit ini menggunakan lisensi proses dari Universal Oil Product
(UOP). HCU memiliki kapasitas produksi sebesar 27,9 MB per hari masing-masing unit
atau total 60 MB per hari. Pada unit HCU, umpan berupa campuran minyak berat HVGO-
HCGO mengalami perengkahan pada tekanan dan temperatur tinggi dengan bantuan
katalis dan gas hidrogen menjadi fraksi-fraksi ringan yang bernilai ekonomis lebih tinggi.
Gas hidrogen disuplai oleh Hydrogen Plant.
Katalis yang digunakan pada unit ini adalah Chevron 215 LT. Katalis ini terdiri
dari metal site Ni dan W untuk reaksi hidrogenasi dan acid site Al2O3.SiO2 sebagai power
cracking. Katalis mempunyai dua fungsi yaitu untuk membantu proses perengkahan

Hydrocracking Unit (HCU) 13


hidrokarbon yang memiliki berat molekul tinggi dan hidrogenasi unsaturated oil. Reaksi
hydrocracking dari parafin, naphthene dan aromatik terjadi melalui beberapa tahap, yaitu
tahap pembentukan olefin di pusat metal katalis, kemudian tahap pembentukan dan
perengkahan ion karbonium serta tahap hidrogenasi pada pusat acid katalis.
Secara umum, HCU dibagi menjadi dua area, yaitu Seksi Reaktor dan Seksi
Fraksionator. Pada Seksi Reaktor, terjadi reaksi kimia perengkahan umpan menjadi fraksi-
fraksi ringan di Reaktor Fresh Feed dan Reaktor Recycle Feed. Hasil dari proses
perengkahan tersebut dipisahkan di Seksi Fraksionator menjadi fraksi-fraksi produk
berdasarkan titik didihnya dalam kolom fraksinasi. Produk-produk yang dihasilkan dari
HCU antara lain adalah gas dan LPG yang akan diolah lebih lanjut di Unit Amine & LPG
Recovery, light naphtha yang akan digunakan sebagai komponen blending premium,
heavy naphtha yang akan digunakan sebagai umpan Unit NHDT, light dan heavy kerosene
yang akan dipakai sebagai komponen blending kerosin dan/atau avtur, serta gasoil yang
akan digunakan sebagai komponen blending ADO.
Peralatan-peralatan yang terdapat dalam HCU antara lain:
1. Fresh feed charge pump (P-1)
2. recycle feed charge pump (P-2)
3. recycle gas compressor (C-1)
4. make up gas compressor (C-2)
5. heater (H-1, H-2, H-3)
6. filter (F-1, F-2)
7. fresh feed reactor (V-1 dan V-2)
8. recycle feed reactor (V-3)
9. High Pressure separator (V-8)
10. Medium Pressure separator (V-9)
11. Low Pressure separator (V-10)
12. Debuthanizer (V-12)
13. Debuthanizer Overhead Receiver (V-13)
14. Product Fractionator (V-14)
15. diesel heavy kero & light kero strippers (V-16, V-17, & V-18)
16. fractionators receiver (V-19)
17. naphtha splitter (V-20)
18. light naphtha stripper (V-22)
19. naphtha splitter receiver (V-21, V-23),

Hydrocracking Unit (HCU) 14


20. fresh feed surge drum (V-24),
21. recycle feed surge drum (V-25),
22. backwash drum (V-26),
23. stage suction drum (V-27, V-28, V-29) ,
24. heat exchanger (E-1, E-2,E-3, E-4, E-21, E-24, E-25, E-28) dan fan (E-2&E-4)
Aliran proses yang terjadi pada unit ini dapat terbagi menjadi 4 bagian yaitu bagian
reaktor fresh feed, bagian reaktor recycle feed, bagian make up gas dan bagian
fraksionator.
1. Bagian reaktor fresh feed
Umpan HCU berupa HVGO berasal dari High Vacuum Unit (HVU) dan tangki
HVGO (TK-03 dan TK-04), sedangkan HCGO berasal dari Delayed Coking Unit (DCU).
Campuran umpan ini dilewatkan terlebih dulu ke filter (F-1) untuk menyaring pertikel-
partikel yang berukuran > 25 Micron kemudian ditampung di surge drum (V-24). Umpan
dari surge drum kemudian dicampur dengan aliran recycle gas dari recycle gas compressor
(C-1) dan dipompakan ke preheat exchanger (E-1A/B) dengan charge pump (P-1).
Preheat exchanger merupakan heat exhanger jenis shell and tube yang berfungsi untuk
mempertukarkan panas antara effluent reaktor dan combined feed. Combined feed dari
preheat exchanger masuk ke heater (H-1) untuk dipanaskan hingga temperatur reaksi.
Dari heater, combined feed masuk ke reaktor (V-1 dan V-2) untuk direaksikan menjadi
fraksi-fraksi ringan. Untuk menjaga temperatur masing-masing unggun katalis, di antara
bed 1 dan bed 2 pada V-1 serta bagian inlet V-2 dimasukkan recycle gas (quench gas)
yang berfungsi untuk menurunkan temperatur inlet unggun katalis.
Effluent dari reaktor V-2 kemudian didinginkan di preheat exchanger (E-1A/B)
dan finfan condenser (E-2) lalu masuk ke high pressure separator (V-8). Di separator ini,
terjadi pemisahan fraksi gas, liquid dan air. Gas dari V-8 disirkulasikan kembali ke aliran
menuju V-8 dengan bantuan recycle gas compressor (C-1), cairan hidrokarbon dialirkan
ke medium pressure separator di bagian fraksionator, sedangkan air dibuang ke Sour
Water Stripper (SWS).
2. Bagian Reaktor Recycle Feed
Cairan hidrokarbon yang tidak terkonversi dan terkumpul di bottom kolom
fraksionator (V-14) direaksikan kembali di reaktor recycle feed (V-3). Sebelum dialirkan
ke sistem reaktor, recycle feed terlebih dulu disaring melewati filter (F-2) untuk menyaring
pertikel-partikel yang berukuran > 25 Micron kemudian ditampung di surge drum (V-25).
Umpan dari surge drum kemudian dipompakan ke preheat exchanger (E-3A/B) dengan

Hydrocracking Unit (HCU) 15


charge pump (P-2). Sebelum masuk ke preheat exchanger, umpan ini dicampur dengan
aliran recycle gas dari recycle gas compressor (C-1). Combined feed dari preheat
exchanger masuk ke heater untuk dipanaskan hingga temperatur reaksi. Dari heater,
combined feed masuk ke reaktor (V-3) untuk direaksikan menjadi fraksi-fraksi ringan.
Effluent dari reaktor recycle feed V-3 kemudian didinginkan di preheat exchanger
(E-3A/B) lalu masuk ke hot separator (V-101) untuk memisahkan fraksi liquid dan gas.
Fraksi liquid dialirkan ke hot flash drum (V-102) yang berfungsi sama dengan hot
separator. Fraksi gas dari hot separator dikondensasikan di finfan condenser (E-4) lalu
bergabung dengan effluent reaktor fresh feed dan masuk ke high pressure separator (V-8).
Fraksi gas yang terbentuk di hot flash drum masuk ke medium pressure separator,
sedangkan liquid masuk ke debuthanizer di area fraksionasi.
3. Bagian Make Up Gas
Untuk mempertahankan konsentrasi hidrogen dalam recycle gas dan menjaga
tekanan operasi di reaktor, dialirkan make up hidrogen yang disuplai oleh Hydrogen Plant.
Suplai gas hidrogen dari H2 Plant dengan tekanan 14 kg/cm2 dan konsentrasi H2 95%
dinaikkan tekanannya hingga mencapai 180 kg/cm2 menggunakan make up gas
compressor (C-2). Make up gas compressor merupakan kompresor reciprocating yang
terdiri dari tiga tahap kompresi dan dilengkapi dengan intercooler dan suction drum. Dari
make up gas compressor (C-2), gas hidrogen tersebut dialirkan ke sistem reaktor dan
bergabung dengan recycle gas dari recycle gas compressor (C-1).
4. Bagian Fraksinator
Pemisahan hidrokarbon menjadi fraksi-fraksi gas dan liquid dilanjutkan di medium
pressure separator dan low pressure separator yang masing-masing beroperasi pada
tekanan 30 kg/cm2 dan 6 kg/cm2. Dari separator ini, gas dialirkan ke Amine and LPG
Recovery Unit, sedangkan liquid masuk ke kolom debuthanizer (V-12). Dalam
debuthanizer, hidrokarbon dipisahkan antara hidrokarbon degan kandungan C4- dan
hidrokarbon C4+. Tekanan operasi dalam debuthanizer adalah 12 kg/cm2 dengan
temperatur 80oC (overhead). Fraksi ringan (C1-C4) dialirkan ke debuthanizer overhead
receiver (V-13). Dalam V-13 terjadi pemisahan antara fasa gas dan cairan hidrokarbon.
Fasa gas yang mengandung amin dan LPG dialirkan ke Amine and LPG Recovery Unit
sedangkan cairan hidrokarbon sebagian dialirkan sebagai refluks ke V-12 dan sebagian
lagi dialirkan ke Amine and LPG Recovery. Sebagian produk bawah V-12 dipanaskan
dalam heater (H-3) dan selanjutnya dialirkan ke kolom fraksionator (V-14), sedangkan
sebagian lainnya dipanaskan dalam H-2 dan dikembalikan ke V-12 sebagai refluks.

Hydrocracking Unit (HCU) 16


Di kolom fraksionator, hidrokarbon dipisahkan menjadi fraksi-fraksi naphtha, light
kerosene, heavy kerosene, diesel oil dan bottom product. Kolom fraksionator beroperasi
pada tekanan 0,6 kg/cm2 dan temperatur 100 oC (overhead). Produk atas V-14 berupa gas
dikondensasikan dan ditampung di fractionators receiver (V-19). Dari V-19, fasa gas
dibuang ke flare, sedangkan fasa cair kembali sebagai refluks dan sebagian lagi dialirkan
ke dalam naphta splitter (V-20). Produk atas V-20 berupa gas yang didinginkan dan
dialirkan ke V-21. Gas dari V-21 dialirkan ke fuel gas system atau dibuang ke flare,
sedangkan fasa cair sebagian dikembalikan sebagai refluks ke V-20 dan sebagian lagi
dialirkan ke light naphta stripper (V-22). Produk bawah V-20 adalah heavy naphta yang
sebagian dikembalikan ke kolom V-20. Naphtha splitter beroperasi pada tekanan 1,5
kg/cm2 (overhead) sedangkan light naphtha stripper beroperasi pada tekanan 3,5 kg/cm2
(overhead).
Produk atas V-22 dipisahkan di naphta splitter receiver (V-23). Fraksi gas
dialirkan ke fuel gas system atau dibuang ke flare, sedangkan fraksi cair sebagian dialirkan
ke LPG & Amine Recovery Unit dan sebagian lagi dikembalikan sebagai refluks. Produk
bawah V-22 adalah light naphta.
Aliran samping dari V-14 kemudian dialirkan ke kolom V-18 untuk dipisahkan.
Fasa gas dari V-18 dikembalikan ke V-14, sedangkan fasa cairnya diambil sebagai produk
berupa light kero dan sebagian dikembalikan ke kolom V-18. Aliran samping kedua
diambil dan dialirkan ke kolom V-17 untuk dipisahkan. Produk atas V-17 dikembalikan ke
kolom V-14, sedangkan produk bawahnya sebagian dikembalikan ke kolom V-17 dan
sebagian lagi diambil sebagai produk berupa heavy kerosene. Aliran samping ketiga
dialirkan ke kolom V-16. Produk atas berupa gas dari V-16 dikembalikan ke V-14, produk
bawahnya sebagian dikembalikan ke kolom V-14 dan sebagian diambil sebagai produk
berupa minyak diesel (solar). Produk bawah V-14 dialirkan ke V-103 & V-104 dan
digunakan sebagai recycle feed untuk reaktor V-3.
Produk yang dihasilkan dari pengolahan di unit HCU antara lain adalah:
Offgas dan LPG yang diolah lebih lanjut di unit Amine & LPG Recovery,
light naphtha sebagai komponen blending gasoline,
heavy naphtha yang akan diumpankan ke unit NHDT,
light kerosene dan heavy kerosene sebagai komponen blending kerosin atau avtur,
tergantung pada permintaan pasar,
Automotive Diesel Oil (ADO),

Hydrocracking Unit (HCU) 17


Bottom fractinator dialirkan sebagai umpan LBO Plant.

REACTOR CHARGE FRESH FEED RECYCLE HP RECYCLE 1ST 2ND 3RD STAGE MP HP
HEATER REACTORS REACTOR SEPARATOR COMPRESSOR SUCTION DRUMS FLASH DRUM FLASH DRUM

FLARE AMINE LPG AMINE LPG

C-1
V-8 V-9 V-10

V-27 V-28 V-29

To
V-1 V-2 V-3 Debut Column
at Fract.Section
H-1
E-4
POWER
RECYCLE
TURBIN
P-3
E-3
E-1
CATALYST : DHC-8
CoMo&Tungsten on
C-2 C-2 C-2 Silica Alumina Base
E-1 E-2
Flare

Filter BACKWASH
V-26 DRUM
FRESH
V-25 V-24 FEED sws H2 Make Up
SURGE
from Hydrogen Plants
DRUM HVGO & HCGO
Feed Properties
Grav 31 S 0.31%
From Aromatics 0.06%
Bott. Fractionator BR, HVGO 690 - 1080F (362-576)
RECYCLE FEED HC UNIBON/UNIT 211-212
HCGO 585 - 930 F (304-494)
SURGE DRUM
REACTOR SECTION
rs/pe-enj.bang

Gambar 3.7 Diagram Alir Hydrocracker Unibon- Unit Reactor Section

2.2 Amine dan LPG Recovery - Unit 410


Unit ini berfungsi untuk menghilangkan senyawa sulfur dari gas LPG yang
dihasilkan di unit-unit lain untuk mencegah rusaknya katalis di H2 plant serta mencegah
terjadinya korosi ditangki LPG, dan untuk mendapatkan produk-produk LPG degan kadar
C3 dan C4 yang diinginkan. Proses ini menggunakan absorbent MEA (Mono Ethanol
Amine). Pemilihan larutan ini berdasarkan pada kemampuan aktivitas MEA yang tinggi
tehadap H2S serta kelarutan terhadap hdrokarbon yang rendah.
Umpan berasal dari Platforming unit, NHDT, DHDT, dan HCU serta Debutenizer
liquid dari CCR-Platforming dengan produk berupa LPG. Kapasitas pengolahan unit ini
sebesar 1,7 MBSD dan dibagi menjadi 2 bagian :
Absorben Section(off gas amine absorberand LPG amine absorber), untuk
menghilangkan H2S dari off gas dan LPG.
Amine Regeneration (vapor amine stripper), untuk merecovery lean amine dan
rich amine.

Hydrocracking Unit (HCU) 18


Gas dari umpan unit-unit ditampung di drum V-1 untuk memisahkan cairan yang
terbawa bersama gas. Cairan dialirkan ke Sour Water Stripper (SWS) sistem sedangkan
gas dipanaskan di E-3 kemudian dipanaskan lebih lanjut di H-1 sebelum masuk bagian
atas recycle V-3. Hasil reaksi dialirkan dari bawah untuk pemanasan di E-3 dan
didinginkan di E-4 dan masuk ke pemisah tekanan tinggi V-8. Cairan low pressure
dimasukkan ke Debutanizer untuk menghilangkan gas hidrogen.
Bottom product Debutanizer sebagian dikembalikan ke Naphtha Splitter. Hasil
bawah splitter dedinginkan dan diambil sebagai produk Naphtha berat dari Splitter Drum
LPG dialirkan ke soda wash drum V-11, gas dicuci dengan larutan soda kaustik. LPG
yang telah ditreating di deetanizer didinginkan. Produk dasar dialirkan ke sphere tank
sistem dengan terlebih dahulu membersihkan panas untuk memanasi umpan di deetanizer
feed/bottom exchanger dan selanjutnya di pendingin E-15.

2.3 Hydrogen Plant (H2 Plant) - Unit 701/702


Hydrogen Plant adalah salah satu yang menghasilkan hidrogen dengan
menggunakan sistem reforming dan gas yang kaya hidrogen. Unit ini terdiri dari 2 buah
train dan dibangun untuk memenuhi kebutuhan hidrogen yang diperlukan pada proses
Hydrocracking Unit. Umpan yang diolah berasal dari :
H2 rich gas dari Platformer (70-80% H2 dan sedikit methane).
Saturated gases dari recovery (30-50% H2 dan sedikit methane dan ethane).
LPG (propane dan butane).
Tahapan yang terjadi di Hydrogen Plant adalah desulfurisasi, steam reforming,
shift convention, absorbsi CO2 dan metanasi. Kapasitas unit ini sebesar 43.914 Nm3/hr
setiap satu train per hari. Produk yang dihasilkan adalah gas hydrogen.
a. Desulfurisasi
Feed hidrokarbon harus dihilangkan sifatnya untuk melindungi katalis di
reformer. Tipe dari desulfurisasi dipengaruhi oleh feed stock dari senyawa sulfur pada
feed. Hydrogen sulfida dan komponen sulfur reaktif dapat dihilangkan dengan absorbsi
karbon aktif atau absorbsi Zinc Oksida panas. Komponen sulfur yang tidak reaktif
pada feed stock dapat dihilangkan dengan hidrogenasi menjadi hidrogen sulfida
memakai Zinc Oksida. Katalisator Zinc Oksida sangat baik untuk penghilangan
senyawa sulfur pada feed stock. Adapun reaksinya sebagai berikut :
ZnO + H2S ZnS + H2O

Hydrocracking Unit (HCU) 19


Katalis Zinc Oksida digunakan pada suhu sampai 454oC, tatapi paling efektif
pada suhu 340oC dan tekanan atmosfer sampai 50 kg/cm2. Sedangkan space velocity
antara 200/jam sampai 2000/jam dan kandungan H2S maksimum 50 ppm.

b. Steam Hydrocarbon Reforming


Hidrokarbon setelah diproses pada desulfurizer dicampur dengan steam dan
selanjutnya diproses pada reformer dengan bantuan katalis nikel dan alumina yang
ditempatkan didalam tube reformer. Adapun reaksinya sebagai berikut:

CnHm + nH2O nCO2 + m(n+2)H2

CO + H2O CO2 + H2

CO + 3H2 CH4 + H2O

Burner digunakan untuk memanaskan feed sampai mencapai suhu reaksi. Suhu
operasi 850 oC dan tekanan 18 kg/cm2, sedangkan steam/ carbon sebasar 2,5-8 mol.
Jika umpannya methane, diperlukan steam carbon ratio yang lebih kecil dibandingkan
dengan buthane. Disamping kebutuhan steam untuk kebutuhan proses I Shift Catalyst.
Kebutuhan steam harus seimbang agar effluent dari reformer jangan ada yang
terbentuk methane.
a. Shift Converter
Karbon monoksida pada reformer tidak akan terabsorb pada absorbersystem dan
karbon monoksida ini harus dikonversi menjadi karbon dioksida pada Shift Converter.
Ini merupakan fungsi dari Shift Converter untuk mereaksikan karbon monoksida
dengan steam menjadi bentuk tambahan antara hidrogen dengan karbon dioksida.
Reaksi pada shift converter adalah:

CO + H2O CO2 + H2 + Heat

Walaupun reaksi ini eksotermis, namun berlangsung pada suhu rendah,


konsentrasi steam yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh tekanan. Reaction rateakan
terjadi pada suhu yang lebih tinggi, jika suhunya rendah konversinya lebih sempurna
tetapi reaction rate lambat. Oleh sebab itu dibutuhkan dua stage konversi, yaitu :

Hydrocracking Unit (HCU) 20


High Temperature Shift Converter (HTSC) dengan suhu operasi 330-510oC dan
tekanan 50 kg/cm2, tetapi pada tekanan pada 121 kg/cm2masih memungkinkan
untuk beroperasi , sedangkan normal wet gas space velocity antara 1000 hingga
5000 per jam.
Low Temperature Shift Converter (LTSC) yang beroperasi pada suhu 193-250oC
dan tekanan 51 kg/cm2. Katalis memiliki thermal stability yang tinggi tetapi sangat
dipengaruhi oleh senyawa sulfur dan klorida serta normal wet gas space velocity
antara 2000-5000 per jam.

b. CO2 Absorbtion
Beberapa sistem absorbsi yang digunakan untuk menghilangkan CO 2 dari
produksi gas, yaitu :
a. Mono Ethanol Amine (MEA)
b. UCAR Amine Guard System (Actived MEA)
c. Hot Potassium Carbonat seperti Vetrocoke, Catacarb, Benfield process
d. Sulfinol process

Hot Potassium Carbonat dioperasikan pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan
MEA dan Sulfinol, oleh sebab itu biayanya lebih murah dibandingkan MEA dan
sulfinol.MEA dan Sulfinol solution mengabsorb pada suhu 35 oC sedangkan Hot
Potassium Carbonate pada suhu 125oC. Untuk memilih proses yang mana yang
dipakai, tergantung pada spefikasi produk dan steam balance. Reaksi yang terjadi pada
Potassium Carbonate (K2CO3) dan CO2 sebagai berikut :

K2CO3 + CO2 + H2O 2KHCO3

Reaksi ini terjadi 2 langkah :


1. Hydrolisis Potassium Carbonate
K2CO3 + H2O KOH + KHCO3
2. Potassium Hydroxide direaksikan dengan CO2 menjadi Potassium
Bicarbonate.
KOH + CO2 KHCO3

Hydrocracking Unit (HCU) 21


Untuk menaikkan aktivitas dari Potassiun Carbonate digunakan amine borate
dimana proses ini disebut Catacarb, sedangkan proses benfield menggunakan Hot
Potassium Carbonate dengan actived agent DEA.

e. Methanation
Sisa-sisa dari karbon oksida yang keluar dari absorber sistem dirubah ke bentuk
methane dengan bantuan katalis. Karbon oksida dihidrogenasi menjadi methane tejadi
pada reaksi yang mana keduanya secara eksotermis.
Adapun reaksinya adalah :

CO + 3H2 CH4 + H2O

CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O

Sisa karbon oksida bisa dikurangi sekitar 5-10 ppm pada proses methanasi. Suhu
operasi antara 232-454oC dan tekanan hingga 60 kg/cm2, namun bisa beroperasi
hingga 250 kg/cm2. Katalis harus dilindungi dari sulfur, chlorine, dan arsenic.Space
velocity 5000-12000 volume gas pada STP per jam, per volume katalis.

2.4 Sour Water Stripper (SWS) - Unit 840


Unit Sour Water Stripper berfungsi untuk mereuse air dari refinery sour water
dengan menurunkan kadar kontaminan berupa H2S dan NH3 yang terkandung di
dalamnya. Sejumlah 97 % volume H2S dan 90 volum NH3 dari umpan dengan kapasitas
pengolahan 10.3 MBSD dapat dihilangkan dalam unit ini. Umpan unit Sour Water
Stripper berasal dari Hydrocracker Unibon, Delayed Coking Unit, Distillate
Hydrotreating Unit, Naphtha Hydrotreating Unit, dan Vacuum Distillation Unit.
Sebelum masuk ke SWS, umpan unit ini dipanaskan terlebih dahulu dengan low
pressure steam (LPS). Dalam unit SWS terjadi proses pemanasan dalam kolom pada
tekanan 0,6 kg/cm2 sampai mencapai temperatur 120 oC. Di tahap selanjutnya, sebelum
dibuang ke alam bebas (laut), air diproses terlebih dahulu di biotreatment.

2.5 Nitrogen Plant - Unit 300


Nitrogen Plant berfungsi menghasilkan nitrogen yang diperlukan pada proses start
up dan shut down unit-unit proses, regenerasi katalis dan media blanketting tangki-tangki.

Hydrocracking Unit (HCU) 22


Kapasitas pengolahan nitrogen plant sebesar 12.000 Nm3/hari.Prinsip operasinya adalah
pemisahan oksigen dan nitrogen dari udara berdasarkan titik embunnya.Pemisahan ini
berlangsung pada temperatur operasi -180 oC.
Proses ini menggunakan molecular sieve absorber untuk menyerap uap air dalam
udara. Udara bebas bersama udara recycle dihisap dengan screw compressor C-81A/B
yang masing-masing terdiri dari dua stage. Udara yang telah dimanfaatkan kompresor
stage satu didinginkan di intercooler kemudian di stage kedua dimanfaatkan hingga
tekanannya mencapai 6 kg/cm2, selanjutnya udara dialirkan ke cooler.System Fresh
Refrigerant di E-94 dengan media pendingin air garam menurunkan suhu udara.Embun
yang dihasilkan dipisahkan dalam pemisah V-84.
Sebelum diumpankan ke kolom udara, udara didinginkan pada pendingin udara E-
58. Di dalam pendingin ini udara proses dibagi 2: pertama; udara tekanan tinggi keluar
dari E-85 dialirkan menuju engine turbine untuk diambil tenaga kinetiknya. Kedua; keluar
dari E-85 pada titik cairnya temperatur mencapai 160 oC dan diumpankan ke kolom
rektifikasi (V-83) dari bagian bawah kolom. Nitrogen yang mempunyai titik didih lebih
rendah dari oksigen akan menguap, dan mengalir kebagian atas kolom dan oksigen akan
mengumpul didasar kolom sebagai cairan.
Oksigen dari dasar kolom dialirkan ke HE (E-86) untuk didinginkan.Cairan dingin
ini kemudian mengalir masuk ke E-95 untuk diembunkan.Nitrogen cair dikembalikan ke
kolom sebagai refluks, sebagian lagi diambil sebagai produk yang dialirkan ke tangki
penyimpanan nitrogen cair keluar pengembun E-95 (tangki V-18A/B).Sebelum dikirim ke
unit yang memerlukan, N2 cair diuapkan terlebih dahulu dalam penukar panas.

Hydrocracking Unit (HCU) 23


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Hydrocracking Unit (HCU) berfungsi mengolah Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO)
yang berasal dari HVU dan Heavy Cooker Gas Oil (HCGO) yang berasal dari DCU
menjadi fraksi yang lebih ringan melalui reaksi Hydrocracking dengan bantuan gas
Hidrogen (H2) yang berasal dari H2plant.
HCU memiliki kapasitas produksi sebesar 27,9 MB per hari masing-masing unit atau
total 60 MB per hari.
Umpan berupa campuran minyak berat HVGO-HCGO mengalami perengkahan pada
tekanan dan temperatur tinggi dengan bantuan katalis dan gas hidrogen menjadi fraksi-
fraksi ringan yang bernilai ekonomis lebih tinggi.
HCU terdiri dari dua area, yaitu seksi reaktor dan seksi fraksionator. Dimana pada
seksi reaktor, terjadi reaksi kimia perengkahan umpan menjadi fraksi-fraksi ringan
kemudian dipisahkan di seksi fraksionator menjadi fraksi-fraksi produk berdasarkan
titik didihnya dalam kolom fraksinasi.
Produk yang dihasilkan dari pengolahan di unit HCU antara lain adalah:
Offgas dan LPG yang diolah lebih lanjut di unit Amine & LPG Recovery,
light naphtha sebagai komponen blending gasoline,
heavy naphtha yang akan diumpankan ke unit NHDT,
light kerosene dan heavy kerosene sebagai komponen blending kerosin atau avtur,
tergantung pada permintaan pasar,
Automotive Diesel Oil (ADO),
Bottom fractinator dialirkan sebagai umpan LBO Plant.

Hydrocracking Unit (HCU) 24

Anda mungkin juga menyukai