Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat-zat

organik selama ribuan tahun yang tersimpan dilapisan bumi dalam jumlah yang
sangat besar. Minyak bumi terutama digunakan untuk menghasilkan berbagai
macam bahan bakar diantaranya LPG, gasoline, avigas, jet fuel, kerosin, solar, dan
bahan lain seperti aspal, minyak pelumas, bahan pelarut, lilin, dan bahan
petrokimia.
Minyak bumi mentah (crude oil) adalah cairan coklat kehijauan hingga
hitam yang terdiri dari karbon dan hidrogen. Minyak bumi merupakan campuran
yang sangat komplek, mengandung ribuan senyawa hidrokarbon tunggal mulai
dari yang paling ringan seperti metana sampai dengan aspal yang berat dan
berwujud padat. Produk sikomersial minyak bumi di mulai pada tahun 1857 dan
sejak itu produksi terus meningkat.
Berbagai teori bermunculan untuk menjelaskan asal minyak bumi. Teori
yang paling popular adalah organic source materials. Teori ini menyatakan bahwa
binatang dan tumbuhan-tumbuhan berakumulasi dalam tempat yang sesuai, jutaan
tahun yang lalu, seperti dalam swamps, delta atau shallow dalam laut. Disana
bahan organik akan terdekomposisi secara parsial dengan bantuan bakteri.
Karbohidrat dan protein dipecah menjadi gas-gas atau komponen yang larut dalam
air dan terbawa pergi oleh air tanah. Sedangkan lemak-lemak yang tertinggal dan
bahan-bahan yang terlarut, diubah secara perlahan-lahan menjadi minyak bumi
melalui reaksi yang menghasilkan bahan-bahan dengan titik didih rendah. Cairan
minyak bumi yang dihasilkan kemudian dapat berpindah ke pasir alam atau
reservoir batu kapur
1.2.

Sekilas Tentang PT. Pertamina Persero

I.2.1 Gambaran Umum PT. Pertamina (Persero)


Pertamina didirikan berdasarkan UU No. 08 tahun 1971 dengan nama
Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara. Bidang usahanya
1

adalah melaksanakan pengelolaan minyak dan gas bumi untuk memperoleh hasil
yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan negara serta memenuhi
kebutuhan bahan bakar migas dalam negeri.
Dalam bidang pengolahan minyak bumi, sampai saat ini Pertamina memiliki
tujuh unit pengolahan yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia, antara lain:
Tabel 1.2 Kapasitas Unit Pengolahan Pertamina di Indonesia
No.
1.

Unit Pengolahan
Unit Pengolahan (UP) I

Daerah
PangkalanBrandan

Kapasitas
(Barrel/hari)
5.000

Unit Pengolahan (UP)

2.

Dumai&SeiPakning
180.000
II
Unit Pengolahan (UP) Plaju&
Sungai
134.000
III
Gerong
Unit Pengolahan (UP)
Cilacap
300.000
IV
Unit Pengolahan (UP)
Balikpapan
252.000
V
Unit Pengolahan (UP)
Balongan
125.000
VI
Unit Pengolahan (UP)
KasimSorong
10.000
VII

3.
4.
5.
6.
7.

JUMLAH

1.010.000

Sumber :LitbangPE UP II Dumai


Note : UP I idle/ dihentikanproduksinya
1.2.2. Sejarah Pertamina Unit Pengolahan II Dumai
Saat ini, Pertamina UP II dumai mengoperasikan 2 buah kilang, dengan
kapasitas total sekitar 180 MBSD, yaitu :
1.

Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai, dengan kapasitas 130 MBSD

2.

Kilang Minyak Sei Pakning dengan kapasitas 50 MBSD


Pembangunan kilang Pertamina Unit Pengolahan II Dumai dilaksanakan

mulai bulan April 1969 dan merupakan hasil kerjasama Pertamina dengan Far
East Sumitomo Japan. Pembangunan kilang dikukuhkan dalam SK direktur utama

Pertamina No.334/Kpts/DM/1967. Pelaksanaan teknis pembangunan dilaksanakan


oleh kontraktor asing, yaitu:
1. IHI ( Ishikawajima-Harima Heavy Industries) untuk pembangunan mesin
dan instalasi.
2. TAISEI construction, Co, untukpembangunankonstruksikilang.
Unit yang pertama didirikana dalah Crude Distilation Unit (CDU/100)
yang selesai pada bulan Juni 1971. Unit ini dirancang untuk mengolah minyak
mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC) dengan kapasitas 100 MBSD. Tetapi
saat ini, Pertamina UP II Dumai beroperasi dengan menggunakan bahan baku
SLC 85 % dan Duri Crude Oil 15 %, dengan kapasitas pengolahan rata-rata 127
MBSD. Peresmian kilang ini dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 8
September 1971 dengan nama Kilang Putri Tujuh. Produk yang dihasilkan dari
kilang ini antara lain:

Naphtha

Kerosene

Solar/Automotive Diesel Oil (ADO)

Bottom Product berupa 55 % volume Low Sulphur Wax Residu (LSWR)


untuk diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat.
Pada tahun 1972, Kilang Putri Tujuh mengalami perluasan untuk

mengolah bottom product menjadi bensin premium dan komponen mogas dengan
mendirikan unit-unit baru seperti:
1. Platforming Unit.
2. Naphtha Rerun Unit.
3. Hydrobon Unit.
4. Mogas Component Blending Plant.
Perluasan selanjutnya dilakukan pada tanggal 2 April 1980 dengan
ditandatanganinya persetujuan perjanjian kerjasama antara Pertamina dengan
Universal Oil Product (UOP) dari Amerika Serikat dengan kontraktor utama
Technidas Reunidas Centunion dari Spanyol berdasarkan lisensi proses dari UOP.

Setelah proyek perluasan ini selesai dibangun, kilang baru ini diresmikan
oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Februari 1984. Proyek ini mencakup
beberapa proses dengan teknologi tinggi yang terdiridari unit-unit proses sebagai
berikut :
1. High Vacuum Distillation Unit (110)
2. Delayed Coking Unit (140)
3. Coke Calciner Unit (170)
4. Naphtha Hydrotreating Unit (200)
5. Hydrocracker Unibon(211/212)
6. Distillate Hydrotreating Unit (220)
7. Continous Catalyst Regeneration-Platforming Unit (300/310)
8. HydrobonPlatforming Unit/PL-1 (301)
9. Amine-LPG Recovery Unit (410)
10. Hydrogen Plant (701/702)
11. Sour Water Stripper Unit (840)
12. Nitrogen Plant (940)
13. Fasilitas penunjang operasi kilang (utilitas)
14. Fasilitas tangki penimbun dan dermaga baru.
Dibangunnya Kilang Hydrocracker Complex ini bertujuan untuk
memproses lebih lanjut LSWR (LowSulfur Waxy Residu) yang dihasilkan oleh
Crude Distilling Unit (CDU) Dumai dan CDU Sungai Pakning, sehingga dapat
menghasilkan produk-produk BBM yang siap pakai. Dari 100 persen minyak
mentah yang diolah (100 persen Crude Intake) hanya dapat dihasilkan sekitar
37,5persen produk BBM, 62 persen LSWR (Residu), dan sisanya sekitar 0,5
persen gas. Sedangkan dengan mengolah LSWR lebih lanjut di unit proses
produksi Hydrcocracker Complex dapatdihasilkan produk BBM sekitar 93,34
persen dan sisa berupa produk gas yang digunakan sebagai bahanbakar (fuel) di
unit-unit proses produksi kilang.
Selain itu dihasilkan produk padat berupa green coke dan calcined coke.
Produk ini digunakan kalangan industri untuk bahan elektroda dalam proses
peleburan biji alumunium. Kilang Dumai mengolah minyak mentah jenis
4

Sumatera Light Crude (SLC) dan jenis Duri Crude Oil (DCO) yang dihasilkan
oleh PT Caltex Pacific Indonesia. Kilang Dumai menghasilkan berbagai macam
produk BBM dan produk non BBM.
Kilang Sei Pakning terletak di tepi pantai Sungai Pakning dengan areal
seluas 40 hektare. Kilang minyak ini dibangun pada November 1968 oleh
Kontraktor Refican Ltd. (Refining AssociatesCanada Limited). Selesai dibangun
dan mulai berproduksi pada bulan Desember 1969. Pada awal beroperasi kapasitas
produksi 25.000 barel per hari.
Pada September 1975 seluruh operasi Kilang Sei Pakning beralih dari
Refican

kepada

Pertamina.

Selanjutnya

kilang

ini

mulai

mengalami

penyempurnaan secara bertahap sehingga kapasitas produksinya dapat lebih


ditingkatkan. Pada akhir 1977 kapasitas produksi meningkat menjadi 35.000 barel
per hari dan April 1980 naik menjadi 40 barel per hari. Kemudian mulai 1982
kapasitas produksi sesuai dengan design, yaitu 50.000 barel per hari.
Bagian operasi Kilang Sungai Pakning terdiri atas: CDU, ITP (Instalasi Tanki
danPengapalan), utilities,dan laboratorium.
ITP di Kilang Sei Pakning adalah untuk menangani pengoperasian tangki
crude dan produk. Juga untukproses loading (muat) dan unloading (bongkar)
minyak mentah atau produk. Selain itu, pengelolaanseparator (penampung
sementara buangan minyak).Faslitias utilities di Kilang Sei Pakning mengelola
water treatment plant(WTP) Sejangat dan Water IntakeSungai Dayang. Selain itu
pengoperasian boiler (penghasil steam), pengoperasian WDcP (WaterDecoloring
Plant) dan RO (Reverse Osmosis). Juga pengoperasian Power Plant (pembangkit
listrik) danpengoperasian udara kempa (compression air).Power plant sendiri di
Kilang Sei Pakning digunakan untuk menyuplai listrik.
Kilang minyak Sungai Pakning mengolah SLC (Sumatera Light Crude)
sekitar 83 persen; LCO (Lirik CrudeOil) sekitar 15 persen; juga SPC (Selat
Panjang Crude) dan Slop Oil masing-masing satu persen.Dari proses produksi
yang ada dihasilkanlah jenis-jenis produk gas & losses (1 persen); stright
runnaptha (SRN) sebesar 8 persen; kerosene (16 persen); solar/ADO (Automotive

Diesel Oil) (17 persen); danLSWR (58 persen).Naptha dari Sungai Pakning
dikirim ke Dumai dengan kapal laut untuk selanjutnya diolahdi Kilang Dumai
(Secondary Processing).Kerosene dan diesel dikirim dengan kapal ke Depot Siak
dan Tank Car ke Bengkalis dan sekitarnya. Disamping itu kadang dikirim juga ke
Belawan, Padang, Tembilahan, Krueng Raya, dan Tanjung Gerem.Sedangkan
produk LSWR dikirim dengan kapal laut ke Kilang Dumai untuk diproses di High
Vacuum Unit(HVU) dan selanjutnya diolah di Hydrocracker Unit (HCU).
Beberapa jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah diproduksi oleh
Kilang Pertamina UP II Dumai saat ini adalah :
1. Premium
2. Jet Petroleum Grade
3. Aviation Turbin.
4. Kerosin
5. Automotive Diesel Oil (ADO)
Sedangkan non-BBM antara lain :
1. LPG
2. Green Coke.
3. Calcined coke
1.3.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup makalah ini adalah penjelasan tentang proses,bahan dan

produk yang dihasilkan olehVacuum Distillation Unit (VDU) . Juga sekilas


gambaran Pertamina UP II Dumai, yang dilengkapi dengan flow chart Pertamina
UP II Dumai.
1.4.

Tujuan

1. Memahami dan dapat menggambarkan keluaran proses

yang mencakup

produk utama, produk samping, energi, dan limbah untuk industri proses
pengolahan minyak dan gas bumi.
2. Memahami dan dapat menggambarkan diagram alir proses dan sistem
pemroses yang digunakan di Pertamina UP II Dumai.

3. Mendapatkan gambaran tentang wujud pengoperasian sistem pemrosesan atau


fasilitas yang berfungsi sebagai sarana pengolahan minyak dan gas bumi.
4. Merupakan tugas kelompok yng diberikan oleh Ibu Nirwna selaku Dosen mata
kuliah Pengilangan Minyak Bumi dan Nabati.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Kandungan Crude Oil
Crude oil mengandung berbagai macam komponen yang mempunyai titik
didih berbeda-beda, seperti tergambar dalam gambar berikut :

Gambar 2.1 Komposisi Crude Oil


Seperti terlihat pada gambar di atas, crude oil mengandung komponen
yang mempunyai titik didih > 370 oC. Jika bottom CDU (Atmospheric residue
atau long residue atau reduced crude) pada tekanan atmosferis dipanaskan hingga
temperature > 370 oC untuk dapat menguapkan komponen vacuum gas oil yang
terkandung dalam long residue, maka akan terjadi thermal decomposition.
Dengan menurunkan tekanan, hingga < 1 psia, maka komponen vacuum
gas oil tersebut dapat dipisahkan dari bottom VDU (vacuum residue atau short
residue) tanpa mengalami thermal decomposition. Kemudian keduanya (vacuum
gas oil dan vacuum residue) dapat dipisahkan menjadi 2 stream yang berbeda
untuk dapat meningkatkan margin kilang.
2.2 Fungsi Vacuum Destilation Unit

VDU berfungsi untuk memisahkan umpan berupa Low sulphur waxy residue
(LSWR) yang berasal dari unit CDU menjadi fraksi yang lebih ringan berdasarkan
titik didihnya seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.1. Prinsip dasar operasi
unit ini adalah distilasi pada keadaan vakum. Keadaan vakum diperoleh dengan
cara menarik produk gas pada bagian atas kolom dengan menggunakan tiga buah
steam jet ejector yang disusun seri sehingga terjadi penururunan tekanan reaktor.
Keadaan vakum ini diperlukan untuk menurunkan titik didih LSWR
sehingga pemisahan fraksi-fraksi minyak mentah dapat berlangsung dengan lebih
baik tanpa terjadi thermal Cracking. Proses pemisahan berlangsung pada
temperatur 400oC dan tekanan 18-22 mmHg. Kapasitas pengolahan unit ini adalah
92,6 MBSD.
2.3 Perbedaan antara CDU dan VDU
Tabel 2.1. Perbedaan antara CDU dan VDU
Parameter
CDU
Flash
Zone 1 atm (760 mmHg)

30 mmHgA

Pressure
Flash

400-410 oC

Zone 330-350 oC

Temp.
Heater COT
Produk

VDU

330-350 oC
LPG, Naphtha,

416-427 oC
Light Vacuum Gas Oil, Heavy

Kerosene, Diesel,

Vacuum Gas Oil, Vacuum Residue

Atmospheric

(untuk VDU fuel type) dan Lube

Residue

Cut-1, Lube Cut-2, Lube-Cut-3


(untuk VDU lubes type; nama
tergantung viscosity atau viscosity
index-nya).

2.4 Peralatan-peralatan yang digunakan pada VDU


a) Vacuum tower (V-1), condensate receiver (V-2),
b) feed surge drum (V-3, V-4), 1st dan 2nd
c) stage desalter intermediet blowdown (V-9),

d) steam disengaging drum (V-10),


e) KO drum (V-11),
f)

Vacuum (V-5A, V-5B),

g) tempered Water expansion drum (V-6),


h) continue blowdown (V-8),
i)

heater (H-1A, H-1B),


j) heat exchanger (E-1AB, E-2ABC, E-3ABCD, E-4AB, E-52ABC, E-53, E54, E-5AB, E-6AB, E-7ABCD, E-8AB, E-9A-I, E-10, E-11ABCD, E-12,
E-13A-J, E-15, E-16)

k) ejektor (J-51, J-52, J-53),


l)

kompresor (C-1AB),
m) pompa (P-2AB, P-3ABC, P-4AB, P-5AB, P-6ABC, P-7, P-8AB, P-9AB,
P-10AB, P-11AB, P-12AB, P-13AB, P-14AB, P-15AB).

2.5 Produk yang dihasilkan VDU


a) Gas-gas yang dihasilkan sebagai fuel gas
b) LVGO (Light Vacuum Gas Oil) sebagai komponen blending Automotove
Diesel Oil (ADO)
c) HVGO (Heavy Vacuum Gas Oil) digunakan sebagai umpan ke unit HCU.

10

Gambar 2.2 Diagram alir proses di VDU


LSWR dari unit CDU ditampung di V-3 untuk dihilangkan gasnya yang
kemudian akan dibakar di flare. Umpan V-3 dialirkan ke V-5A dan V-5B, lalu
untuk menghilangkan kandungan garam digunakan air yang berasal dari unit
SWS. Yang telah ditampung di V-4. Keluaran V-5AB yang berupa brine akan
diolah kembali, sedangkan minyak yang sudah tidak mengandung garam akan
dialirkan ke V-1 yang sebelumnya telah dipanaskan dengan E-2, E-3, dan H-1AB.

11

Umpan masuk ke V-1 pada temperatur 400 oC. Sebelum masuk ke V-2,
Produk atas diserap dengan mengggunakan J-51, J-52, dan J-53 kemudian
didinginkan dengan E-52, E-53, dan E-54. Keluaran yang masih bisa diolah
sebagian dikembalikan ke V-1 dan sebagian lagi dialirkan ke slope tank. Gas yang
dihasilkan dimurnikan dari minyak di V-11.
Produk samping berupa LVGO dan HVGO yang masing-masing diambil
pada suhu 219oC dan 345oC. LVGO dipompakan dengan P-9AB dari V-1 dan
didinginkan dengan E-9A. Sebagian LVGO langsung diambil sebagai produk dan
sebagian lagi akan dikembalikan ke V-1 setelah dipanaskan terlebih dahulu
dengan E-10. HVGO dipompakan dengan P-6ABC dari V-1, sebagian
dikembalikan ke V-1 dan sebagian lagi digunakan untuk memanaskan umpan
melalui E-1AB dan E-2AB. Kemudian HVGO dilewatkan ke E-8AB untuk
pendinginan lebih lanjut. Keluaran E-8AB dibagi menjadi tiga aliran yaitu aliran
ke unit HCU 211 dan 212, serta aliran ke tangki HVGO. Produk bawah berupa
short residue diambil pada suhu 395 oC kemudan didinginkan dengan E-3.
Sebagian residu dikembalikan ke V-1 dan sebagian lagi akan diumpankan ke unit
DCU untuk diolah lebih lanjut. Residu juga sebagian dialirkan ke tangki
penyimpanan serta sebagian lagi dipanaskan dan diolah kembali di V-1.
2.6 Jenis Vacuum Distillation Unit
2.6.1 Fuel type
Vacuum Distillation Unit fuel type merupakan fraksinasi terbatas, yang
biasanya menghasilkan 3 macam produk, yaitu Light Vacuum Gas Oil
(LVGO), Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO), dan Vacuum Residue. Produk
Light Vacuum Gas Oil biasanya sudah memenuhi spesifikasi diesel dan dapat
langsung dikirim ke tangki penyimpanan. Produk Heavy Vacuum Gas Oil
biasanya dikirim ke unit Hydrocracker atau Fluid Catalytic Cracking / FCC.
Sedangkan vacuum residue dapat diolah di Delayed Coking Unit atau
Visbraker atau sebagai komponen blending Low Sulfur Waxy Residue (LSWR)
atau sebagai komponen blending fuel oil.
Feed VDU fuel type adalah atmospheric residue yang berasal dari
CDU (boiling range 370 s/d 540 oC), sedangkan produknya berupa Light

12

Vacuum Gas Oil (boiling range 243 s/d 382 oC), High Vacuum Gas Oil
(boiling range 365 s/d 582 oC), dan Vacuum Residue (boiling range 582 oC).
Aliran proses VDU Fuel Type secara umum dapat digambarkan sebagai
berikut :

Gambar 2.3 Diagram alir fuel type


2.6.2 Lubes type
Vacuum Distillation Unit lubes type memerlukan pemisahan yang baik
diantara lube cuts. Umpan VDU jenis ini sudah sangat tertentu karena produkproduk lubes cut mempunyai spesifikasi yang sangat sempit. VDU lubes type
biasanya mempunya pressure drop yang lebih tinggi dan cut point yang lebih
rendah daripada VDU fuel type. VDU lubes type biasanya memproduksi 3-4
macam lube base oil dengan spesifikasi yang jauh lebih ketat jika
dibandingkan produk VDU fuel type (terutama dalam hal spesifikasi viscosity
dan viscosity index).
Feed VDU lubes type berupa atmospheric residue yang berasal dari CDU
atau unconverted oil yang berasal dari unit Hydrocracker.
Produk-produk VDU lubes type tergantung jenis grade lube base oil yang
ingin dihasilkannya, biasanya ada 3 jenis grade yang dapat dihasilkan oleh
VDU lubes type.

13

Aliran proses VDU Lubes Type secara umum dapat digambarkan sebagai
berikut :

Gambar 2.4 Diagram alir lubes type


2.7. Variabel Proses Vacuum Distillation Unit
Variabel proses yang berpengaruh pada operasi Vacuum Distillation Unit
adalah tekanan kolom VDU, temperature flash zone, temperature draw off
produk (LVGO-HVGO untuk VDU fuel type atau Lube Cut-1, Lube Cut-2, Lube
Cut-3 untuk VDU lubes type).
a. Tekanan
Variabel proses utama yang mempengaruhi operasi VDU dan yield
produk gas oil adalah tekanan kolom VDU. Semakin vacuum tekanan kolom
VDU, maka semakin banyak yield produk gas oil dapat dihasilkan. Tekanan
kolom VDU yang dijadikan acuan adalah tekanan top kolom VDU. Biasanya
tekanan top kolom VDU diatur sekitar 15 mmHg untuk dapat memaksimalkan
yield produk. Semakin tinggi tekanan kolom maka yield produk gas oil akan
semakin sedikit dan yield produk vacuum bottom semakin banyak. Untuk
tekanan top kolom VDU sebesar 15 mmHg, maka tekanan bottom kolom
VDU/tekanan flash zone biasanya sekitar 30 mmHg (untuk kondisi tray yang
bersih).

14

b. Flash Zone Temperature


Setelah tekanan, maka temperatur flash zone menjadi variabel proses
lain yang penting. Semakin tinggi flash zone temperature maka semakin
banyak pula yield produk gas oil yang dihasilkan. Namun flash zone
temperature tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan
kecenderungan pembentukan coke pada sekitar flash zone (terutama di area
slop wax) menjadi tinggi. Best practice yang biasa dipakai adalah
temperature flash zone dijaga agar temperature draw off slop wax tidak lebih
dari 380 oC atau temperature stack slop wax tidak lebih dari 400 oC. Namun
jika kondisi packing tray sangat kotor maka best practice ini menjadi hampir
tidak mungkin dipakai, karena dengan menjaga kondisi operasi seperti ini
yield gas oil akan sangat rendah dan yield vacuum bottom akan menjadi
sangat tinggi. Best practice ini dapat sedikit diabaikan sambil menunggu
kedatangan packing tray dan plant stop untuk penggantian packing tray.
Kenaikan temperature draw off slop wax sebesar 10 oC akan menaikkan
kecepatan pembentukan coking sebanyak 2 kali lipat (UOP Engineering
Design Seminar, Des Plaines Materi Vacuum Unit Design). Biasanya flash
zone temperature dijaga antara 397 s/d 410 oC.
Flash zone temperature diatur secara tidak langsung, yaitu dengan
mengatur Combined Outlet Temperatur/COT fired heater.
c.

Temperatur Bottom Kolom VDU


Temperatur bottom kolom VDU harus dijaga antara 370-380 oC

dengan alasan yang sama seperti telah dijelaskan pada point V.2. Pengendalian
temperatur bottom kolom VDU ini dilakukan dengan mengatur jumlah produk
bottom kolom VDU yang dikembalikan lagi ke bottom kolom VDU setelah
sebagian panasnya diserap di feed/bottom heat exchanger.
d. Temperatur Slop Wax
Slop wax section pada kolom VDU berfungsi untuk menghilangkan
5% gas oil terberat dari aliran uap yang mengalir ke atas dari flash zone.
Kepentingan penghilangan 5% gas oil terberat adalah untuk menghilangkan

15

kandungan metal dan asphaltene yang biasanya terkandung di dalam fraksi


terberat gas oil. Pengaturan temperature slop wax tidak dilakukan secara
langsung tetapi dengan cara mengatur temperature flash zone/combined
outlet temperature fired heater. Best practice pengaturan temperature slop
wax adalah seperti telah dijelaskan pada point V.2.
e. Jumlah/Temperature Hot Reflux HVGO
Hot reflux HVGO biasa disebut juga sebagai HVGO wash karena
aliran reflux ini berfungsi untuk mencuci/membasahi packing tray yang
berada pada bagian bawah HVGO accumulator agar pada packing tray tidak
terjadi coking. Best practice UOP, jumlah hot reflux HVGO adalah 0,3-0,5
gpm/ft2 luas permukaan packing tray (2006 UOP Engineering Design
Seminnar, Des Plaines, USA).
f.

Jumlah/Temperature Cold Reflux HVGO


Cold reflux HVGO berfungsi untuk mengatur spesifikasi produk

HVGO. Semakin tinggi temperature cold reflux HVGO (dan/atau semakin


banyak jumlah cold reflux HVGO) maka semakin banyak fraksi yang lebih
berat yang terkandung di dalam produk HVGO sehingga akan berefek pada
kualitas HVGO seperti end point HVGO dan kandungan metal meningkat.
g. Residence Time Produk Bottom di Bottom Kolom VDU
Semakin tinggi level bottom kolom VDU maka semakin tinggi juga
residence time-nya. Biasanya level bottom kolom VDU dijaga sekitar 50 %
yang merupakan optimasi antara residence time dan menghindari terjadinya
loss suction pada pompa bottom kolom VDU.
h. Gas Oil Draw off Temperature
Gas oil draw off temperature diatur untuk dapat menghasilkan yield
produk gas oil (LVGO-HVGO untuk VDU fuel type atau Lube Cut-1, Lube
Cut-2, Lube Cut-3 untuk VDU lubes type). Untuk VDU fuel type dapat diatur
dengan memaksimalkan produk LVGO atau dengan memaksimalkan produk
HVGO. Jika spesifikasi produk LVGO sudah dapat memenuhi spesifikasi
produk

diesel,

maka

lebih

baik

unit

VDU

dioperasikan

dengan

memaksimalkan produk LVGO dan meminimalkan produk HVGO. Namun


jika spesifikasi produk LVGO tidak dapat memenuhi spesifikasi produk diesel

16

dan hanya digunakan sebagai salah satu komponen blending diesel, maka
lebih baik unit VDU dioperasikan dengan memaksimalkan HVGO, karena
HVGO dapat diolah di unit Hydrocracker yang akan meng-crack HVGO
menjadi produk-produk yang bernilai lebih tinggi, yaitu, LPG, Naphtha,
Kerosene, dan Diesel.
i. Titik-titik yang berbahaya (Danger points).
Terdapat dua catatan penting dimana setiap orang yang berhubungan
dengan operasi unit vakum harus selalu diingat pada setiap waktu :
1. Air yang meski dengan lambat (slugs) memasuki kolom vakum akan
menyebabkan kerusakan tray yang besar (extensive tray damage) karena
air akan melimpah dibawah kondisi operasi normal. Line injeksi steam
harus dengan hati-hati didrain dari semua kondensat sebelum diinjeksi
dengan steam.
2. Tidak ada peralatan, selama dibawah vacuum, dapat dibuka ke atmosfir
pada setiap keadaan. Gunakan hanya sample point yang sudah dirancang
pada bagian discharge dari pompa-pompa.
2.8 Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Vacuum Distillation Unit
Permasalahan

Penyebab

Troubleshooting

Pour Point LVGO

Adanya fraksi HVGO yang

Naikkan jumlah

tinggi.

terikut sebagai produk LVGO.

reflux LVGO,
dan/atau
Turunkan
temperature reflux

Yield produk gas

Terbentuk coking pada packing

LVGO.
Naikkan temperature

oil rendah/yield

tray sehingga proses kontak uap-

flash zone.

produk vacuum

cair dalam kolom VDU

Naikkan kevakuman

bottom tinggi

terganggu.

kolom VDU

Kevakuman kolom VDU kurang

(turunkan tekanan top

(tekanan top kolom VDU naik).

kolom VDU dengan

Temperature flash zone rendah.

mengatur operasi

17

Temperature draw off gas oil

steam ejector).

rendah.

Naikkan temperature
draw off gas oil.

Leaking pada

Kondensasi gas yang

Jika masih mungkin

downstream top

mengandung senyawa korosif.

mem-bypass

kolom VDU

Kebocoran pada sisi pendingin

condenser, maka

(biasanya di

yang medianya biasanya adalah

dilakukan bypass

daerah

air laut.

condenser dan

condenser).

kemudian dilakukan
perbaikan condenser.
Biasanya disain VDU
masih tersedia spare
untuk condenser,
sehingga dapat
dilakukan change
over condenser untuk
kemudian condenser
yang bermasalah
dilakukan perbaikan.
Jika tidak mungkin
mem-bypass
condenser atau tidak
ada spare condenser,
maka unit harus stop
untuk dilakukan
perbaikan.

Loss suction

Level indicator bottom VDU

Perbaiki level

pompa bottom

bermasalah.

indicator bottom

VDU.

VDU.
Jika perbaikan level
indicator bottom

18

VDU memakan
waktu lama atau
sudah tidak dapat
diperbaiki, maka
gunakan acuan
temperature pada
bottom kolom VDU
(biasanya bottom
kolom VDU didisain
memiliki 3 level
indicator).

BAB III
19

KESIMPULAN
Pada destilasi terdapat beberapa unit-unit proses, salah satunya adalah high
vacuum unit. High vacuum unit merupakan unit yang menghasilkan gas oil dari
reduced crude pada tekanan yang jauh dibawah atmosferik, biasanya kurang dari 1
psia dan pada temperatur dimana baik fraksi gas oil maupun asphalt tidak
mengalami dekomposisi thermal. Prinsip dasarnya adalah bahwa titik didih semua
meterial turun pada tekanan yang lebih rendah yang berfungsi untuk memisahkan
umpan LSWR (Low sulphur Waxy Residu) dari CDU berdasarkan perbedaan titik
didih.
Pengolahan tahap II dimulai dengan vakum long residu di high vacuum unit
(HVU), produk distilasi HVU ini adalah Low Vacuum Gas Oil (LVGO), Heavy
Vacuum Gas Oil (HVGO), dan short residu. HCGO dan short residu direngkah
kembali untuk menghasilkan BBM. HVGO direngkah secara katalik dalam,
hydrocracker unibon (HCU) menghasilkan LPG, naphtha, kerosene, avtur, dan
solar dengan menggunakan katalis dan hidrogen tekanan tinggi. Short residu
direngkah secara termal dalam Delayed Coking Unit (DCU) dengan pemanasan
sampai 490 0C untuk menghasilkan LPG, naphtha, solar dan coke. Produk-produk
rengkahan ini berkualitas rendah sehingga harus di-treating sebelum dipasarkan.

20

DAFTAR PUSTAKA
Eriyadi, Pemodelan dan Simulasi Steam Reformer Kilang Pertamina UP II Dumai,
Bandung
Noname.2001.HOC-Operating Manual High Vacuum RU II Dumai..
PT.Pertamina(Persero)
Ramadahan,Hapip.2009.Laporan Kerja Praktek PT.Pertamina RU II Dumai.
Pekanbaru:Fakultas Teknik Universitas Riau
Yunidar, Evaluasi Performance Heat Echanger E-1 s/d E-7 Train A (Pre Heater)
Crude Distilation Unit, Laporan Kerja Praktek Pertamina UP II Dumai,
Riau : Prodi D3 Teknik Kimia UNRI, 2004

21

Anda mungkin juga menyukai