Anda di halaman 1dari 6

Bidara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Bidara

Ziziphus mauritiana di savana Bekol,


Taman Nasional Baluran, Jawa Timur
Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Rosales
Famili: Rhamnaceae
Genus: Ziziphus
Spesies: Z. mauritiana
Nama binomial
Ziziphus mauritiana
Lam.
Sinonim
Rhamnus jujuba L. (1753),
Ziziphus jujuba (L.) Gaertn. (1788) non
Miller (1768)

Bidara atau widara (Ziziphus mauritiana) adalah sejenis pohon kecil penghasil buah yang
tumbuh di daerah kering. Tanaman ini dikenal pula dengan pelbagai nama daerah seperti
widara (Sd., Jw.) atau dipendekkan menjadi dara (Jw.); bukol (Md.); bkul (Bal.); ko (Sawu);
kok (Rote); kom, kon (Timor); bdara (Alor); bidara (Mak., Bug.); rangga (Bima); serta
kalangga (Sumba)[1].

Sebutan di negara-negara lain di antaranya: bidara, jujub, epal siam (Mal.); manzanitas (Fil.)
zee-pen (Burma); putrea (Kamboja); than (Laos); phutsaa, ma tan (Thai); tao, tao nhuc
(Vietnam)[2]. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Jujube, Indian Jujube, Indian plum, atau
Chinese Apple; serta Jujubier dalam bahasa Prancis.

Daftar isi
1 Pengenalan
2 Kegunaan
3 Ekologi dan penyebaran
4 Jenis serupa
5 Kedudukannya dalam agama Islam
6 Catatan kaki
7 Pranala luar

Pengenalan

Daun dan perbungaan

Perdu atau pohon kecil, biasanya bengkok, tinggi hingga 15 m dan gemang batang hingga 40
cm. Cabang-cabang menyebar dan acap menjuntai, dengan ranting-ranting tumbuh simpang
siur dan berambut pendek. Selalu hijau atau semi menggugurkan daun.[2]

Daun-daun penumpu berupa duri, sendirian dan lurus (57 mm), atau berbentuk pasangan
dimorfis, di mana yang kedua lebih pendek dan melengkung, kadang-kadang tanpa duri.[2]

Daun-daun tunggal terletak berseling. Helai daun bundar telur menjorong atau jorong
lonjong, 29 cm x 1.55 cm; bertepi rata atau sedikit menginggit; gundul dan mengkilap di
sisi atas, dan rapat berambut kempa keputihan di sisi bawahnya; dengan tiga tulang daun
utama yang nampak jelas membujur sejajar; bertangkai pendek 815 mm.[2]

Perbungaan (close up)

Perbungaan berbentuk payung menggarpu tumbuh di ketiak daun, panjang 12 cm, berisi 7
20 kuntum. Bunga-bunga berukuran kecil, bergaris tengah antara 23 mm, kekuningan,
sedikit harum, bertangkai 38 mm; kelopak bertaju 5 bentuk delta (menyegitiga), berambut di
luarnya dan gundul di sisi dalam; mahkota 5, agak seperti sudip, cekung dan melengkung.[2]
Buah batu berbentuk bulat hingga bulat telur, hingga 6 cm 4 cm pada kultivar-kultivar yang
dibudidayakan, namun kebanyakan berukuran jauh lebih kecil pada pohon-pohon yang
meliar; berkulit halus atau kasar, mengkilap, tipis namun liat, kekuningan, kemerahan hingga
kehitaman jika masak; daging buahnya putih, mengeripik, dengan banyak sari buah yang
agak masam hingga manis rasanya, menjadi menepung pada buah yang matang penuh. Biji
terlindung dalam tempurung yang berbingkul dan beralur tak teratur, berisi 12 inti biji yang
coklat bentuk jorong.[2]

Kegunaan

Buah yang muda


Bidara buah segar
Nilai nutrisi per 100 g (3.5 oz)
Energi 24.76 kJ (5.92 kcal)

Karbohidrat 17 g

- Gula 5.4-10.5 g

- Serat pangan 0.60 g

Lemak 0.07 g

Protein 0.8 g

Air 81.6-83.0 g
Tiamina (Vit. B1) 0.02-0.024 mg (-2%)
Riboflavin (Vit. B2) 0.02-0.038 mg (-3%)
Niasin (Vit. B3) 0.7-0.873 mg (-5%)
Kalsium 25.6 mg (3%)
Besi 0.76-1.8 mg (-14%)
Fosfor 26.8 mg (4%)
[3]

Persentase merujuk kepada rekomendasi Amerika Serikat untuk


dewasa.
Sumber: Data Nutrisi USDA
Buah bidara kultivar unggul diperjual belikan sebagai buah segar, untuk dimakan langsung
atau dijadikan minuman segar. Di beberapa tempat, buah ini juga dikeringkan, dijadikan
manisan, atau disetup. Buah muda dimakan dengan garam atau dirujak.[2] Buah dari pohon
yang meliar kecil-kecil dan agak pahit rasanya[1]. Buah bidara merupakan sumber karoten,
vitamin A dan C, dan lemak.[4]

Daun-daunnya yang muda dapat dijadikan sayuran. Daunnya yang tua untuk pakan ternak.[2]
Rebusan daunnya diminum sebagai jamu. Daun-daun ini membusa seperti sabun apabila
diremas dengan air, dan digunakan untuk memandikan orang yang sakit demam.[1] Di Jakarta,
daun-daun bidara digunakan untuk memandikan mayat.

Buah masak berjatuhan di pasir pantai

Selain daun, buah, biji, kulit kayu, dan akarnya juga berkhasiat obat, untuk membantu
pencernaan dan sebagai tapal obat luka. Di Jawa, kulit kayu ini digunakan untuk mengatasi
gangguan pencernaan; dan di Malaysia, kulit kayu yang dihaluskan dipakai sebagai obat sakit
perut.[2] Kulit kayu bidara diyakini memiliki khasiat sebagai tonikum, meski tidak terlalu
kuat, dan dianjurkan untuk penyakit lambung dan usus. Kulit akarnya, dicampur dengan
sedikit pucuk, pulasari, dan bawang putih, diminum untuk mengatasi kencing yang nyeri dan
berdarah.[1]

Kayunya berwarna kemerahan, bertekstur halus, keras, dan tahan lama. Kayu ini dijadikan
barang bubutan, perkakas rumah tangga, dan peralatan lain.[2] Di Bali, kayu bidara
dimanfaatkan untuk gagang kapak, pisau, pahat, dan perkakas tukang kayu lainnya.[1] Berat
jenis kayu bidara berkisar antara 0,54-1,08. Kayu terasnya yang bervariasi dalam warna
kuning kecokelatan, merah pucat atau cokelat hingga cokelat gelap, tidak begitu jelas
terbedakan dari kayu gubal. Kayu ini dapat dikeringkan dengan baik, namun kadang-kadang
sedikit pecah. Di samping penggunaan di atas, kayu bidara juga cocok digunakan untuk
konstruksi, furnitur dan almari, peti pengemas, venir dan kayu lapis.[4]

Bidara menghasilkan kayu bakar yang berkualitas baik; nilai kalori dari kayu gubalnya adalah
4.900 kkal/kg. Kayu ini juga baik dijadikan arang. Ranting-rantingnya yang menjuntai mudah
dipangkas dan dipanen sebagai kayu bakar.[4]

Kulit kayu dan buah bidara juga menghasilkan bahan pewarna[2]. Bahan-bahan ini
menghasilkan tanin dan pewarna coklat kemerahan atau keabuan dalam air[4]. Di India, pohon
bidara juga digunakan dalam pemeliharaan kutu lak; ranting-rantingnya yang terbungkus
kotoran kutu lak itu dipanen untuk menghasilkan sirlak (shellac)[2].

Ekologi dan penyebaran


Buah kultivar unggul yang diperdagangkan

Tanaman ini terutama tumbuh baik di wilayah yang memiliki musim kering yang jelas.
Kualitas buahnya paling baik jika tumbuh pada lingkungan yang panas, kaya cahaya
matahari, dan cukup kering; namun hendaknya mengalami musim hujan yang memadai untuk
menumbuhkan ranting, daun dan bunga, serta untuk mempertahankan kelembaban tanah
selama mematangkan buah. Bidara berkembang luas pada wilayah dengan curah hujan 300
500 mm pertahun. Untuk keperluan komersial, pohon bidara dapat dikembangkan hingga
ketinggian 1.000 m dpl.; akan tetapi di atas ketinggian ini pertumbuhannya kurang baik.[4]

Tahan iklim kering dan penggenangan, bidara mudah beradaptasi dan kerap tumbuh meliar di
lahan-lahan yang kurang terurus dan di tepi jalan. Tumbuh di pelbagai jenis tanah: laterit,
tanah hitam yang berdrainase baik, tanah berpasir, tanah liat, tanah aluvial di sepanjang aliran
sungai (riparian).[5]

Bidara diperkirakan memiliki asal usul dari Asia Tengah, dan menyebar alami di wilayah
yang luas mulai dari Aljazair, Tunisia, Libia, Mesir, Uganda dan Kenya di Afrika;
Afganistan, Pakistan, India utara, Nepal, Bangladesh, Cina selatan, Vietnam, Thailand,
Semenanjung Malaya, Indonesia, hingga Australia. Kini bidara telah ditanam di banyak
negara di Afrika, dan juga di Madagaskar.[4] Namun yang mengembangkannya secara
komersial hanyalah India, Cina, dan sedikit di Thailand[2].

Jenis serupa
Bidara acap dipertukarkan identitasnya dengan bidara cina (Ziziphus zizyphus; sinonim Z.
jujuba Miller, Z. vulgaris Lamk.). Bidara yang terakhir ini dibudidayakan di Cina bagian
utara.[2]

Ziziphus spina-christi, atau dikenal sebagai Christ's Thorn Jujube ("bidara mahkota duri
Kristus"), tumbuh di daerah Afrika utara dan tropis serta Asia Barat, termasuk di
Israel/Palestina. Diyakini merupakan bahan membuat mahkota duri yang ditaruh di kepala
Yesus Kristus menjelang penyaliban-Nya.[6]

Kedudukannya dalam agama Islam


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sidratul Muntaha

Bidara atau Sidr (bahasa Arab: ( )bahasa Inggris: Lote tree) memiliki kedudukan di
dalam agama Islam. Pohon ini disebutkan di beberapa surah dalam Al-Qur'an, yaitu:

Sebagai Pohon bidara yang sedikit jumlahnya (sidrin qolil) (QS.34. Saba':16),
Sebagai Pohon bidara yang tak berduri (sidr makhdud) (QS.56. Al-Waqiah:28),
Sebagai Pohon bidara perbatasan akhir (sidratul muntaha) dan Pohon bidara yang
diliputi (sidrata ma yaghsya) (QS.53. An-Najm: 13-16)

Pohon ini selain disebutkan di dalam Al-Qur'an juga terdapat anjuran penggunaannya di
dalam hadits. Dia digunakan dalam berbagai prosesi ibadah, misalnya daunnya disunnahkan
untuk digunakan ketika mandi wajib bagi wanita yang baru suci daripada haid.[7] Juga ketika
memandikan jenazah dan menghilangkan najis dari tubuh mayat, jenazah disarankan
dimandikan dengan air yang dicampur daun bidara.[8] Daun bidara juga kadang kala
dipergunakan dalam proses Ruqyah untuk mengobati orang yang kesurupan.

Catatan kaki
1. ^ a b c d e HEYNE, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3: 1270. Yay. Sarana
Wana Jaya, Jakarta. (sebagai Zizyphus Jujuba Lamk.)
2. ^ a b c d e f g h i j k l m n LATIFF, A.M.. 1991. Ziziphus mauritiana Lamk. In: Verheij,
E.W.M. and Coronel, R.E. (Editors). Plant Resources of South-East Asia No. 2:
Edible fruits and nuts. Pudoc, Wageningen, The Netherlands, pp. 310-312
3. ^ "Morton, J. 1987. Indian Jujube. p. 272275. In: Fruits of warm climates. Julia F.
Morton, Miami, FL". Department of Horticulture and Landscape Architecture at
Purdue University. 1999-04-02. Diakses tanggal 2009-07-17.
4. ^ a b c d e f ICRAF AgroForestryTree Database. Ziziphus mauritiana. Diakses pada
30/09/2011.
5. ^ "ISSG database - Ecology of Ziziphus mauritiana.". Invasive Species Specialist
Group (ISSG) - Global Invasive Species Database . Diakses tanggal 2009-07-17.
6. ^ Catholic Encyclopedia
7. ^ Dari Aisyah bahwa Asma binti Syakal bertanya kepada Rasulullah tentang
mandi haidh: Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya
(daun pohon bidara) kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian
dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat
sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke seluruh
badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi
kasturi, kemudian dia bersuci dengannya. Maka Asma berkata: Bagaimana aku
bersuci dengannya? Dia bersabda: Maha Suci Allah maka Aisyah berkata kepada
Asma: Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kain/kapas itu). (HR.
Muslim)
8. ^ Telah berkata Ummu 'Athiyyah: Rasulullah masuk (menengok) anak
perempuannya yang wafat, lalu berkata: "Mandikanlah ia tiga kali, lima kali, atau
lebih --kalau kau fikir perlu-- dengan air dan bidara, dan diakhir sekali campurlah
dengan kapur barus. Maka apabila selesai, beritahukanlah kepadaku." Sesudah selesai
lantas kami beritahukan kepadanya. Lalu ia berikan kepada kami kainnya, sambil
berkata: "Pakaikanlah kain ini di badannya." (SR. Bukhari - Muslim)

Pranala luar

Anda mungkin juga menyukai