Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Crustacea adalah suatu kelompok terbesar dari Filum arthropoda,
terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya
disebut sebagai suatu subfilum. Dalam bahasa Latin, crusta berarti cangkang.
Sehingga Crustacea disebut juga hewan bercangkang. Crustacea telah dikenal
kurang lebih 26.000 jenis. Jenis crustacea yang paling umum adalah udang
dan kepiting.
Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti
lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Mayoritas merupakan
hewan air, baik air tawar maupun laut, walaupun beberapa kelompok telah
beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Kebanyakan
anggotanya dapat bebas bergerak, walaupun beberapa takson bersifat parasit
dan hidup dengan menumpang pada inangnya.Dari komunitas plankton,
hewan-hewan kelas Crustaceamerupakan yang menonjol karena jumlahnya
sangat banyak.
Crustacea terdiri atas 2 bagian pokok, yaitu: sefalothoraks (kepala dan
dada yang menyatu) dan badan bagian belakang (abdomen atau perut). Setiap
ruas tubuhnya terdapat sepasang kaki. Pada bagian perut, terdapat 5 kaki
renang. Pada bagian sefalothoraks terdapat sepasang antena, sepasang rahang
atas (maksila), dan sepasang rahang bawah (mandibula). Di bagian kepala -
dada terdapat 5 pasang kaki (1 pasang capit dan 4 pasang kaki jalan).
Memiliki kulit keras (karapaks) di daerah kepala. Di bagian anterior terdapat
sepasang mata majemuk yang bertangkai. Badan belakang pada udang
melengkung diakhiri dengan ekor. Sistem pencernaannya dimulai dari mulut
ke kerongkongan ke lambung lalu usus dan yang terakhir ke anus. Crustacea
bernapas dengan insang.

1
1.2 Rumusan Masalah
1 Bagaimana klasifikasi dan morfologi udang?
2 Bagaiman hormon pada crustacea (Udang-udangan) yang membantu
reproduksi?
3 Bagaimana peranan hormon molting pada crustacea?
4 Bagaimana reproduksi pada udang?

1.3 Tujuan
1 Mengetahui klasifikasi dan morfologi udang.
2 Mengetahui hormon pada crustacea (Udang-udangan) yang membantu
reproduksi.
3 Mengetahui peranan hormon molting pada crustacean.
4 Mengetahui reproduksi pada udang

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Udang

Penggolongan udang vaname menurut ilmu taksonomi adalah sebagai berikut


(Wyban dan Sweeney 2000) :

Filum : Anthropoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Eumalacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopnaeus vannamei
Udang vaname digolongkan ke dalam famili Peneidae, genus Litopenaeus
pada filum Anthropoda. Ada ribuan spesies di filum ini. Namun, yang mendominasi
perairan berasal dari kelas Crustacea. Ciri-ciri kelas Crustacea yaitu memiliki 3
pasang kaki berjalan yang berfungsi untuk mencapit, terutama dari ordo Decapoda,
seperti Litopenaeus chinensis, L. indicus, L. japonicus, L. monodon, L. stylirostris,
dan Litopenaeus vannamei (Haliman dan Dian, 2005).

Udang vaname merupakan organisme akuatik asli pantai pasifik meksiko,


Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Bagian tubuh udang vaname terdiri dari
kepala yang bergabung dengan dada (chepalothorax) dan perut (abdomen). Kepala
udang vaname terdiri dari antenula, antena, mandibula, dan sepasang maxillae.
Kepala udang vaname juga dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan (periopod) yang
terdiri dari 2 pasang maxillae dan 3 pasang maxiliped. Perut udang vaname terdiri dar
6 ruas dan juga terdapat pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropod (mirip
ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson. Sifat udang vaname aktif pada

3
kondisi gelap dan dapat hidup pada kisaran salinitas lebar dan suka memangsa
sesama jenis (kanibal), tipe pemakan lambat tapi terus menerus (continous feeder)
serta mencari makan lewat organ sensor. Spesies ini memiliki 6 stadia naupli, 3 stadia
zoea, 3 stadia mysis dan stadia post larva dalam siklus hidupnya. Stadia post larva
berkembang menjadi juvenil dan akhirnya menjadi dewasa (Haliman dan Dian, 2005)

Udang ini berwarna putih sehingga sering disebut udang putih dan bentuk
tubuhnya bercorak agak kebiru-biruan, memiliki kromatophor dominan biru yang
terpusat dekat dengan batas uropod dan telson (Haliman dan Dian, 2005).

2.2 Hormon pada Crustacea (Udang-Udangan) yang Membantu Reproduksi

Mekanisme neurosekresi pada udang-udangan sangat kompleks dan sangat


erat hubungannya dengan sistem saraf dan ganglionnya. Diantaranya hormon yang
penting adalah:

1) Beberapa Neurohormon Tangkai Mata

Terdapat beberapa neurohormon yang berasal dari ganglia optik yang letaknya pada
tangkai mata:

Hormon Pigmen Retina

Kromatorotrofin

Hormon Hiperglikemik

Hormon Inhibitor Ovarium

Hormon Inhibitor Pengelupasan (Moulting)

2) Organ Y

3) Kelenjar Androgen Pada Jantan

4) Ovarium

4
Pada Crustaseae (udang, kepiting, dll) ada 2 faktor yang mempengaruhi
pergantian kulit yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal
diantaranya: adanya stressor/tekanan lingkungan, nutrisi, photoperiodisme dan
temperatur. Sedangkan faktor internal terkait dengan produksi hormon ekdisteroid
dan Molt Inhibiting Hormon (MIH)/hormon penghambat pergantian kulit.

2.3 Peranan Hormon Molting pada Crustacea

Pertumbuhan dan reproduksi krustasea diatur oleh kombinasi hormon


neuropeptida, ecdysteroids (hormon molting) dan metil farnesoate isoprenoid (MF).
Molting pada decapoda crustacea dikendalikan oleh kelenjar kompleks pada tangkai
mata (X-organ/sinus), yang menghasilkan moulting inhibiting hormon (MIH), sebuah
neuropeptida yang menghambat produksi ekdisteroid oleh sepasang Y-organ (Yos)
yang terletak di cephalothorax.

Y-organ merupakan sumber hormon molting, disekresikan sebagai ecdysone,


prekursor, untuk hemolymph yang akan dikonversi menjadi hormon yang aktif, 20-
OH-ecdysone, oleh aktivitas 20-hidroksilase pada epidermis, jaringan serta organ
lainnya (Huberman 2000). Pengaruh MIH di organ Y decapoda crustacea telah
banyak diteliti, termasuk pada kepiting pantai Eropa (Carcinus maenas), kepiting
tanah punggung hitam (Gecarcinus lateralis), dan lobster berduri Afrika Selatan
(Jasus lalandii)

Reproduksi pada udang dikendalikan oleh berbagai hormon yang dihasilkan oleh
tangkai mata, otak, ganglion toraks, ovari, dan diduga juga dipengaruhi oleh
ekdisteroid. Kecepatan perkembangan dan pematangan ovari akan dipengaruhi oleh
aktifitas kerja hormon tersebut. Berikut adalah hormon-hormon yang berperan dalam
perkembangan ovari udang :

Gonad Inhibiting Hormone (GIH)

Gonad inhibiting hormone merupakan hormon yang hanya ada pada krustase. Pada
Homarus americanus, GIH disintesis dalam sel neuroendokrin organ-X, tepatnya di

5
dalam medula terminal yang berada di tangkai mata. Neuropeptida hasil sintesis
ditransportasikan melalui axon ke kelenjar sinus untuk ditampung dan disekresikan.
GIH mempunyai peranan dalam pematangan gonad baik jantan maupun betina, hal
ini dikarenakan GIH merupakan hormin yang dapat menghambat perkembangan
gonad. Sekresi GIH dikendalikan oleh methionin enkephalin (Met-Enk) dan dopamin.

Mandibular Organ Inhibiting Hormone (MOIH)

Mandibular organ inhibiting hormone (MOIH) merupakan hormon yang disintesis


dan disekresi oleh komplek kelenjar sinus organ-X pada tangkai mata (Tarsim 2007).
MOIH berfungsi untuk menghambat proses sintesis methyl farnesoate olehorgan
mandibular (Huberman 2000).

Gonad Stimulating Hormone (GSH)

Gonad stimulating hormone (GSH) ditemukan pada otak dan thoracic ganglion.
Implantasi thoracic ganglion pada Procambarus clarkia dapat menstimulasi
perkembangan gonad. Fungsi dari GSH adalah menghambat awal pergantian kulit
oleh organ-Y dan merangsang hormon androgen dalam pembentukan sperma dan
memelihara pengeluaran telur pada individu betina.

Methyl Farnesoate (MF)

Struktur MF mirip dengan juvenile hormone III pada serangga yang disintesis oleh
mandibular organ (MO) (.Methyl farnesoate berperan dalam reproduksi krustase
seperti gonadotropin dan juga berperan dalam morfogenesis. Berdasarkan uji secara
in vitro pada betina Libina emarginata, tingkat produksi MF oleh mandibular organ
tinggi saat perkembangan oosit dan oogenesis. Implantasi MO pada juvenil betina
berpengaruh terhadap perkembangan gonad. Analisis in vitro pada udang vaname
menunjukkan bahwa MF menyebabkan peningkatan ukuran oosit secara signifikan.
MF berpengaruh terhadap peningkatan fekunditas udang vaname, selain itu MF juga
berperan merangsang organ-Y untuk mensintesis ecdysteroid.

6
Androgen Hormone (AH)

Hormon androgen dihasilkan oleh kelenjar androgen yang terdapat hanya pada
individu jantan. Kelenjar androgen mengeluarkan hormon yang berfungsi untuk
menentukan kelamin, tingkah laku, perkembangan testes, saluran sperma, dan proses
pembelahan normal spermatogenesis.

Female Hormone (FH)

Sumber dari FH kemungkinan di ovary, yang berfungsi untuk mengontrol


perkembangan karakter seks betina kedua pada decapoda. FH secara langsung
maupun tidak langsung dipengaruhi oleh GIH yang berperan penting pada decapoda,
dimana GIH memerlukan tingkat optimum untuk menghasilkan FH dan juga
diperlukan untuk menghasilkan AH. Fungsi FH adalah berperan penting didalam
rangsangan oogensis.

2.4 Reproduksi Udang

Pada system endokrin Udang, Hanstrom adalah orang pertama yang


menemukan organ endokrin pada crustaceae yang disebut kelenjar sinus dan organ-X.
Organ-X merupakan sumber penghasil bahan-bahan sekresi yang terdapat pada
kelenjar sinus organ-X dan terdiri dari sekelompok sel syaraf penghasil hormon.
Organ-X pada Brachyura terletak pada bagian dorsolateral tangkai mata, antena
medula eksternal dan medula internal, sedangkan pada Natania organ-X berada
didekat kulit luar dan biasanya dekat bagian distal dari medula terminalis.

Pada umumnya tingkat kematang telur diukur berdasarkan perkembangan


ovari yang terletak dibagian punggung atau dorsal dari tubuh udang, mulai dari
carapace sampai kepangkal ekor (telson). Ovari tersebut berwarna hijau sampai hijau
gelap makin matang ovari makin gelap warnanya dan tampak melebar serta
berkembang kearah kepala (carapace).

7
Proses terjadinya matang gonad diakibatkan adanya rangsangan dari luar,
susnan syaraf pusat memerintah x-organ, untuk menghasilkan Gonad Inhibiting
Hormon (GIH) yang disimpan didalam sinus gland yang terletak pada tangkai mata
dan berfungsi menghambat perkembangan Androgenic Gland pada individu jantan
dan ovari pada individu betina(Hendri,2008)

Adapun teknik untuk mempercepat kematangan gonad, yakni dengan cara


ablasi mata.Teknik percepatan kematangan gonad yang paling sering digunakan di
Indonesia adalah teknik ablasi mata. Manipulasi hormon dengan cara ablasi mata
pada udang telah dimulai oleh Perkins pada tahun 1992. Didalam tangkai mata
terdapat suatu tempat yang memproduksi dan menyimpan hormone penghambat
ovary yang mencegah tingkat kedewasaan dari ovary atau kandungan telur. Tujuan
ablasi mata adalah menghilangkan atau mengurangi hormon penghambat kematangan
gonad. Ablasi mata dapat merangsang perkembangan telur pada krustase, akibat
dihilangkannya kelenjar sinus.

Ablasi mata dilakukan dengan cara memotong tangkai mata udang. Proses
ablasi ini hanya dilakukan pada induk udang betina dengan menggunakan gunting
yang dipanasi terlebih dahulu. Pemotongan tangkai mata dilakukan dengan hati-hati
tidak boleh ada pemutusan tangkai secara paksa karena dapat merusak jaringan yang
lain. Induk udang yang sudah diablasi akan pulih setelah 3-7 hari dan sudah siap
untuk dipijahkan.

Namun penggunaan teknik ablasi mata mulai ditentang oleh sebagian besar negara
importir udang Indonesia. Hal ini terkait dengan isu animal welfare yang sedang
marak.

Antidopamin

Penambahan hormon antidopamin dapat dijadikan sebagai teknik baru dalam


percepatan kematangan gonad udang. Teknik ini diadopsi dari teknik percepatan
kematangan gonad ikan. Antidopamin adalah bahan kimia yang dapat menghentikan

8
kerja dopamin, sedangkan dopamin merupakan neurotransmitter yang berperan dalam
menghambat pematangan gonad udang. Dopamin menghambat pematangan gonad
dengan menstimulasi sekresi hormon penghambat perkembangan gonad (GIH)). Anti
dopamin yang terkandung dalam ovaprim berfungsi untuk memblok dopamin
sehingga menstomilasi sekresi. Metode yang dilakukan adalah dengan
mencampurkan antidopamin pada pakan, sehingga teknik perangsangan ini tidak
menyakiti induk udang.

Gonad Inhibiting Hormon (GIH) menghambat kegiatan Y-organ pada bagian


kepala. Y-organ penghasil Gonad Stimulating Hormon (GSH) yang berfungsi
merangsang pembentukan sperma dan telur. Agar perkembangan telur pada induk
betina lebih baik maka perkembangan Gonad Inhibiting Hormon (GIH) di putus.

Kontrol hormonal pada reproduksi udang belum mengalami perkembangan


yang signifikan. Pada umunya untuk mempercepat kematangan Gonad induk udang
digunakan tehnik ablasi. Mekanisme dan peranan hormon pada proses reproduksi
udang belum banyak diketahui. Keberadaan hormon steroid pada krustase telah
ditemukan oleh beberapa peneliti, tetapi peranannya belum banyak diketahui.

Pada umunya pemberian hormon pada udang dapat dilakukan dengan


penyuntikan hormone pada udang secara langsung atau dengan pemberian pakan
pada udang. Umumnya hormone yang diberikan adalah HCG progesteron dan
hormone estradiol-17. Pada estradiol-17 berpengaruh positif pada perkembangan
Gonad.

Gonad somatic index (GSI) dan rata-rata diameter oosit pada perlakuan relatif
lebih tinggi dibandingkan control. Penyuntikan ganda memberikanganda memberikan
pengaruh paling besar dengan peningkatan GSI dan rata-rata diameter oosit. Oosit
pada gonad hanya mampu berkembang hingga tahap previtelogenesis.

9
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun simpulan pada tentang pematangan gonad udang dengan


menggunakan hormone adalah pada udang terdapat hormon penghambat pematangan
gonad pada udang sehingga perlu dihilangkan serta peningkatan kematangan gonaf
yang terjadi cukup sinkron serasi antara pertambahan bobot tubuh dan gonad, serta
kualitas telur yang dihasilkan.

Terdapat beberapa neurohormon yang berasal dari ganglia optik yang letaknya pada
tangkai mata:

Hormon Pigmen Retina

Kromatorotrofin

Hormon Hiperglikemik

Hormon Inhibitor Ovarium

Hormon Inhibitor Pengelupasan (Moulting)

3.2 Saran

Dengan adanya pembuatan artikel ini penulis menyadari bahwa dalam


pembuatan artikel ini terdapat kesalahan yang baik dilakukan sengaja maupun tidak
disengaja, maka dari itu diperlukan adanya saran yang membangun dalam penulisan
ini sehingga dapat menjadi lebih baik.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ahmaddin, Prastino Balian. 2010. Pemercepat Kematangan Gonad Induk Udang


Dengan Hormon. Fakultas Pertanian Perternakan Universitas Muhammadiyah
Malang. http://amykhaifa.blogspot.com/2012/01/hormon-pada-hewan.html.
Yang diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Kementrian Kelautan dan Prikanan.2010.


Rencana Strategi Budidaya Udang. Jakarta.

Haliman RW dan Dian A. 2005. Udang vaname.Penebar Swadaya. Jakarta. 75 hal

Hendri, 2008. Kematangan Gonad Udang tanpa Metode Ablasi


(online)http://erabaru.net/iptek/55-iptek/16394-kematangan-gonad-udang-
tanpa-metode-ablasi, diakses pada tanggal 15 Desember 2014.

Wyban JA and Sweeney JN. 2000. Intensive shrimp production technology. The
Oceanic Institute. Honolulu, Hawai, USA. Hal. 13-14

11

Anda mungkin juga menyukai