Change
Management
Transkrip
Minggu
6:
Non-Finito
Video
1:
Di
Balik
Non-Finito
Video
2:
Memaknai
Kata
Krisis
Video
3:
N-Step
Video
4:
The
Burning
Platform
Video
5:
Koalisi
Perubahan
Video
6:
Membangun
Visi
Video
7:
Hope
Management
Video
8:
Uncertainty
Video
1
:
Risk
Types
in
Making
a
Change
Peserta
Indonesia
X,
kita
akan
membahas
kembali
tentang
Change
Management.
Kali
ini
saya
akan
membawa
oleh-oleh
dari
Italia.
Sebuah
era
dimana
pada
waktu
itu
terjadi
proses
renaissance
yang
begitu
dahsyat.
Dan
kita
sudah
tahu
dampak
renaissance
itu.
Ketika
itu
timbullah,
muncullah
ilmuwan-ilmuwan
baru
yang
mencoba
mengajak
melihat
dunia,
bahwa
dunia
ini
penuh
dengan
perubahan.
Dan
kemudian
hasilnya
adalah
sebuah
karya-
karya
yang
tidak
hanya
berupa
karya
seni
seperti
ini
yang
kita
saksikan,
tetapi
juga
adalah
ilmu
pengetahuan.
Ilmu
pengetahuan
begitu
cepat
berkembang
karena
di
Italia,
di
sebuah
kota
yang
kemudian
dikenal
dengan
nama
Florence,
itu
berkembang
karena
didukung
oleh
seorang
penyandang
dana
yang
terkenal
yaitu
keluarga
Medici.
Saya
sempat
mampir
ke
sebuah
kampus,
yang
pada
saat
itu
ada
wisuda.
Dan
saya
mendengar
setiap
tahun
hanya
beberapa
orang
yang
diterima
di
kampus
itu.
Di
Italia,
konon
hanya
ada
dua
universitas
yang
dianggap
hebat.
Yang
pertama
adalah
universitas
yang
terletak
di
Milan
dan
yang
kedua
adalah
universitas
yang
terletak
di
Florence.
Di
Florence
mereka
harus
mengambil
seluruh
mata
kuliah
yang
telah
ditentukan,
yang
untuk
membentuk
pengetahuan
seseorang.
Karena
peminatnya
sangat
banyak,
sedangkan
yang
diseleksi
sangat
sedikit,
maka
mereka
berhasil
mendapatkan
bibit-bibit
terbaik
yang
kemudian
menjadi
pemimpin
di
Italia.
Yang
menarik
perhatian
saya
adalah
peranan
keluarga
Medici
dimana
empat
dari
keturunannya
adalah
menjadi
Paus
di
Itali,
Paus
untuk
umat
Katolik
seluruh
dunia.
Dan
juga
salah
satu
keturunannya
menjadi
semacam
bupati
di
Florence.
Mereka
mewariskan
berbagai
hal
termasuk
karya-karya
seni
ini.
Yang
menarik
perhatian
saya
adalah
karya
seni
seperti
ini
adalah
biasa,
wajar,
utuh,
sempurna.
Indah
sekali.
Tetapi
saya
menemukan
karya
Michelangelo
yang
berbentuk
seperti
ini.
Ini
adalah
patung
yang
tidak
sempurna.
Lihat
ini,
tidak
sempurna.
Belum
selesai.
Ini
disebut
dengan
Non-Finito.
Ada
empat
buah
patung
dan
saya
sempat
membeli
dua.
Ini
adalah
karya
yang
dihasilkan
oleh
penduduk
asli
di
Florence
dan
mereka
membuat
seperti
Michelangelo
dalam
bentuk
miniatur.
Tingginya
sekitar
2,9-2,6
meter.
Tetapi,
untuk
karya
ini,
ini
adalah
replikasinya
dari
sebuah
marbel
yang
dipahat
oleh
penduduk
setempat,
dengan
mencoba
gaya
Michelangelo
Halaman
1
dari
14
RP101
memahat,
dibuat
replikasinya.
Keempat
patung
ini
disebut
sebagai
The
Naked
Slave.
Ya,
The
Naked
Slave.
Dan
empat-empatnya
tidak
lengkap.
Empat-empatnya,
dan
empat-
empatnya
tidak
selesai.
Inilah
aslinya,
empat-empatnya
yang
setinggi
2,6
sampai
3
meter
itu.
Ini
ada
yang
disebut
yang
pertama
ini
adalah
patung
Atlas;
yang
kedua
disebut
adalah
patung
The
Naked
Bearded
atau
Pria
yang
Berjanggut,
Pria
Berjanggut;
kemudian
di
sini
adalah
Young
Slave,
Budak
Muda;
dan
kemudian
yang
terakhir
adalah
Awakening
Slave.
Jadi
saya
memiliki
dua
di
antaranya.
Dan
saya
menjadi
sangat
tertarik
karena
ternyata
karya
ini
tidak
selesai,
tidak
tuntas.
Meski
tidak
tuntas,
di
Italia
atau
di
dalam
dunia
seni
karya
ini
tetap
diterima
sebagai
sebuah
karya
yang
lengkap,
namun
dikenal
sebagai
karya
Non-Finito.
Ada
sejumlah
teori
yang
menjelaskan
makna
teori
Non-Finito.
Dan
saya
akan
masuk
nanti
menjelaskan,
apa
hubungannya
dengan
proses
perubahan
yang
tengah
dialami
oleh
bangsa
ini.
Peserta
Change
Management,
saya
ingin
mengatakan
kepada
Anda
bahwa
keempat
karya
ini
adalah
karya
luar
biasa.
Teori
pertama
mengatakan
bahwa
ini
tidak
selesai
karena
Michelangelo
sudah
keburu
bosan.
Teori
yang
kedua
mengatakan,
eh
ini
bukannya
dia
bosan.
Tetapi
karena
dia
ingin
menunjukkan
walaupun
belum
jadi,
ini
sudah
kelihatan
indah.
Michelangelo
dikenal
dengan
mencari
anatomi
tubuh
manusia
sehingga
bisa
terlihat
itu
begitu
indah.
Dan
Michelangelo
ingin
menunjukkan
hal
itu.
Tapi
teori
lain
mengatakan,
jangan-jangan
Michelangelo
ini
mengalami
kesulitan.
Katakanlah
setelah
dia
membuat
patung
Dewa
Atlas
ini.
Ternyata
di
bagian
atas
dia
mengalami
kesulitan
karena
jenis
batu
ini
ternyata
tidak
bisa
dibentuk
sesuai
dengan
keinginannya.
Ini
adalah
batu
marbel
asli
yang
mempunyai
kelenturan
dan
kekuatan
yang
luar
biasa.
Tentu
tidak
mudah
untuk
dipahat.
Tapi
kemudian
ada
teori-teori
lain.
Teori
lain
mengatakan,
Michelangelo
itu
adalah
seorang
yang
senang
merantau.
Dan
ketika
patung
ini
baru
selesai
sebagian,
Michelangelo
sudah
tertarik
untuk
pindah
ke
kota
lain.
Dan
teori
terakhir
mengatakan,
Michelangelo
sesungguhnya
adalah
seseorang
yang
juga
bertarung
menghadapi
ketidakpastian.
Karena
ternyata
penyadang
dananya
meninggal
dunia
sebelum
patung
ini
selesai.
Artinya,
di
tengah-tengah
kontrak,
dana
tidak
ada
lagi.
Patung-patung
ini
adalah
patung
yang
dikenal
dengan
istilah
Non-Finito.
Keempat
patung
ini
tidak
selesai.
Setelah
menyaksikan
keempat
patung
ini
di
Florence,
saya
kemudian
berpikir
betapa
di
era
yang
penuh
ketidakpastian
di
abad
ini,
abad
ke-21.
Abad
dimana
Anda
sudah
mendengar
bahwa
populasi
penduduk
Indonesia
bergerak
begitu
cepat
menjadi
8
miliar
jiwa,
setiap
12
tahun
bertambah
1
miliar
jiwa.
Dengan
urbanisasi
yang
begitu
cepat
dan
terjadi
borderless
world,
dimana
kita
saling
terpengaruh
satu
sama
lain,
dollarnya
tiba-tiba
menguat
dan
seluruh
bangsa
lain
kemudian
terkapar.
Dan
kita
menyaksikan
ada
sebuah
era
yang
kita
sebut
uncertain,
sebuah
era
yang
tidak
pasti,
bergejolak
dan
tidak
pasti.
Di
era
yang
bergejolak
tidak
pasti
ini
tentu
ada
banyak
sebab
kenapa
menjadi
tidak
pasti.
Tetapi
hal
ini
mengakibatkan
akan
banyak
sekali
terjadi
orang
yang
atau
pemimpin
yang
mulai
mencoba
melakukan
perubahan,
tetapi
proyek-proyeknya
tidak
selesai.
Saya
memberikan
Anda
sebuah
ilustrasi
yang
sangat
mudah
sekali.
Kalau
Anda
berada
di
Jakarta,
maka
Anda
akan
melihat
beberapa
proyek
yang
tidak
selesai.
Di
zamannya
Bang
Yos,
Bang
Yos
adalah
orang
yang
visioner,
mencoba
untuk
membangun
Jakarta
dengan
penuh
kesungguhan,
namun
beberapa
di
antaranya
barangkali
tidak
kita
lihat
lagi.
Halaman
2
dari
14
RP101
Yang
pertama
adalah
waterway.
Transportasi
dengan
menggunakan
sungai.
Ini
tidak
kita
lihat
lagi
sekarang.
Yang
kedua
yang
juga
tidak
Anda
lihat
dan
Anda
saksikan
onggokannya
itu
adalah
tiang-tiang
monorel.
Begitu
membuat
Jakarta
macet
pada
saat
dibangun.
Tiang-
tiang
itu
berdiri
kokoh
melewati
jalan-jalan
utama
di
Ibu
kota.
Tetapi
penerusnya
kemudian
tidak
bermaksud
untuk
meneruskannya.
Itu
adalah
contoh
dari
Non-Finito.
Selebihnya
tentu
berhasil,
katakanlah
busway,
itu
saya
kira
warisan
dari
Bang
Yos
yang
sangat
luar
biasa.
Kemudian
juga
beberapa
jalan
layang
di
Jakarta,
non-tol.
Itu
juga
bisa
kita
nikmati
saat
ini
di
Jakarta.
Tetapi
Bang
Yos
menghadapi
ini
dalam
suasana
Non-Finito
karena
setelah
itu
gubernur
adalah
pilihan
rakyat
dan
setelah
itu
yang
menjadi
gubernur
adalah
penggantinya
dan
penggantinya
kemudian
mempunyai
cara
berpikir
yang
berbeda.
Saya
kira
ini
juga
kita
saksikan
sekarang
bagaimana
Gubernur
DKI,
Ahok,
atau
Basuki
Tjahaja
Purnama,
tengah
membangun
banyak
sekali
jalan
yang
membuat
Jakarta
macet,
termasuk
jalan
kereta
api
bawah
tanah
yang
kita
khawatirkan,
kalau
nanti
dia
kehabisan
waktu
dan
tidak
diteruskan
oleh
penggantinya,
maka
yang
terjadi
adalah
kita
akan
menyaksikan
tiang-tiang
lagi
yang
terus
berdiri
tegak
di
tengah
kota.
Saya
bisa
tunjukkan
Anda
contoh
yang
lain
lagi.
Kali
ini
adalah
sebuah
keributan
yang
ramai
menjelang
pilkada
serentak.
Contohnya
adalah
berita
ini.
Ini
adalah
berita
tentang
walikota
Surabaya
yang
pada
saat
akan
maju
pilkada
serentak
dari
Surabaya
untuk
meneruskan
kepemimpinan
pada
tahap
kedua,
ternyata
pada
tahap
menjelang
dimasukannya
dokumen,
salah
satu
peserta
pemilihan
walikota
mengundurkan
diri.
Sehingga
akibatnya
dia
tidak
mempunyai
lawan.
Dan
berakibat
bahwa
pilkada
di
Surabaya
dapat
ditunda.
Untunglah
kemudian
pilkada
itu
dapat
dilanjutkan
dan
saya
membaca
berita
di
sini,
pada
saat
Risma
tidak
mempunyai
lawan
dan
kemungkinan
besar
akan
tertunda
kepemimpinannya,
digantikan
oleh
PLT.
Ada
sebuah
wawancara
yang
bagus
yang
saya
saksikan,
saya
di
Kompas.com.
Di
sini
dikatakan,
Mimpi
saya
belum
terwujud.
Artinya
lagi-lagi
adalah
proyek-proyeknya
akan
menjadi
Non-Finito.
Di
sini
ada
beberapa
hal
yang
proyek-proyeknya
yang
dijalankan,
yang
tentunya
pada
ujungnya
adalah
dia
ingin
menyejahterakan
rakyat
di
Surabaya.
Dan
kalau
ini
terjadi,
maka
dia
tidak
bisa
meneruskan
mimpi-mimpinya.
Lagi-
lagi
adalah
Non-Finito.
Tapi
beruntunglah
suasananya
segera
berubah.
Dari
berbagai
contoh-contoh
ini
saya
ingin
mengatakan
kepada
Anda,
seorang
pemimpin
yang
bergerak
memimpin
untuk
sebuah
proses
yang
sifatnya
long
term.
Ingat
ya,
Indonesia
ini
masalahnya
banyak
sekali
pemimpin-pemimpin
yang
hanya
tertarik
untuk
menyelesaikan
proyek-proyek
yang
sifatnya
pendek-pendek.
Dan
akibatnya
menjadi
beban
bagi
pemimpin
berikutnya.
Dan
di
Indonesia
kalau
seorang
pemimpin
mau
memimpin
sesuatu
proyek-proyek
yang
sifatnya
jangka
panjang,
maka
pemimpin
itu
akan
menghadapi
situasi
yang
disebut
situasi
Non-Finito.
Karya-karyanya
kemungkinan
besar
tidak
selesai.
Video
2:
Memaknai
Kata
Krisis
Peserta
IndonesiaX
course
untuk
Change
Management,
saya
ingin
mengulangi
lagi
bahwa
topik
bahasan
kita
adalah
mengenai
Non-Finito.
Proyek-proyek
yang
jadinya
tidak
selesai
karena
pemimpin
kehabisan
waktu
dan
pemimpin
pun
bergulat
menghadapi
yang
disebut
uncertainties,
ketidakpastian.
Bukan
hanya
satu
ketidakpastiannya
tapi
ada
banyak.
Ketidak-ketidakpastian.
Banyak
sekali.
Begitu
kompleks
dunia
ini.
Dan
untuk
itulah
maka
diperlukan
sebuah
kemampuan
untuk
me-manage
sebuah
situasi.
Halaman
3
dari
14
RP101
Seperti
barangkali
krisis
saat
ini.
Krisis
saat
ini,
ini
disikapi
selalu
berbeda-beda
oleh
manusia.
Dan
response
kita
tidak
selalu
sama.
Kita
saksikan
ketika
dollar
menguat,
bangsa
kita
itu
seperti
tunggang-langgang
bergerak,
ngos-ngosan,
capek,
komplain,
sakit,
dan
lain
sebagainya.
Karena
kita
adalah
bangsa
konsumtif.
Selama
bertahun-tahun
pertumbuhan
ekonomi
kita,
kita
nikmati
dari
pertumbuhan
konsumsi
yang
luar
biasa.
Anda
lihat
peserta
kita
yang
ingin
pergi
mengikuti
ziarah
ibadah
ke
luar
negeri.
Apakah
itu
juga
umroh,
apakah
pergi
ke
Lourdes,
dan
sebagainya,
pesertanya
banyak
sekali.
Bahkan
pada
peak
season,
satu
hari
bisa
2.000
yang
pergi.
Kalau
Anda
ingin
pergi
naik
haji,
Anda
pun
sekarang
harus
antre
bahkan
ada
yang
10
tahun
di
sebuah
daerah
keberangkatan.
Peminatnya
banyak
sekali.
Anda
juga
saksikan
belakangan
ini
daging
sapi
dari
sapi
lokal
tidak
cukup,
kita
pun
harus
impor.
Garam
kita
impor,
ikan
kita
impor,
Anda
bisa
lihat
sepeda
motor
di
mana-mana,
mobil
di
mana
mana.
Kota
yang
tadinya
sepi
tiba-tiba
sekarang
Anda
lihat
menjadi
padat
sekali.
Kita
adalah
bangsa
yang
konsumtif
dan
ketika
dollar
menguat
kita
semua
cemas.
Karena
takut
tidak
bisa
terbeli.
Padahal,
ketika
mata
uang
lokal
mengalami
penurunan,
depresiasi,
artinya
Itu
kesempatan
bagi
kita
untuk
masuk
pasar
internasional.
China
misalnya,
sangat
khawatir
ketika
dollar
begitu
kuat
ternyata
mata
uangnya
ikut-
ikutan
kuat.
Dan
akhirnya
China
merasa,
saya
tidak
bisa
jualan
di
pasar
dunia.
China
cemas
ketika
mata
uangnya
menjadi
begitu
kuat
dan
kemudian
mereka
melakukan
intervensi,
melakukan
devaluasi.
Kenapa
China
melakukan
devaluasi?
Karena
China
adalah
bangsa
pedagang,
bukan
bangsa
konsumtif.
Ya
benar,
kalau
kita
saksikan
di
daerah
Shanghai
penduduknya
adalah
bergaya
hidup,
mereka
menikmati
produk-produk
gaya
hidup
sama
seperti
kita.
Tetapi
secara
keseluruhan
bangsa
itu
adalah
bangsa
pedagang
dan
ingin
berjualan.
Pernahkah
kita
merasakan
bahwa
dalam
situasi
yang
berubah
kita
pun
harus
beradaptasi.
Dan
krisis
itu
sebetulnya
baik
bagi
Indonesia.
Setiap
bangsa
mendefinisikan
krisis
berbeda-beda.
Dan
kalau
kita
membuka
kamus
maka
kita
akan
menemukan
jawabannya.
Dan
itulah
cerminan
cara
berpikir
kita
dalam
menghadapi
situasi
yang
berubah.
Di
kamus
bahasa
Inggris
saya
menemukan
definisi
mengenai
crisis,
ini
bagi
bangsa
Barat
yang
berbahasa
Inggris,
mereka
mengatakan,
crisis
is
a
turning
point,
titik
belok,
for
better
or
for
worse.
Jadi
titik
belok
bisa
ke
atas
menjadi
lebih
baik
lagi
atau
dia
akan
mati
terkubur
dan
kemudian
tersungkur
di
sana.
Titik
belok.
Jadi
kalau
Anda
me-manage
krisis
dengan
baik
maka
dia
bisa
belok
menjadi
lebih
baik.
Kemudian
saya
coba
lihat
lagi
dalam
kamus
yang
dianut
orang-orang
China.
Di
China
ternyata
mereka
mempunyai
sebuah
karakter
yang
pernah
diucapkan
oleh
John
F.
Kennedy
tahun
60-an.
Dia
mengatakan,
di
China
crisis
itu
adalah
wij,
yang
artinya
adalah,
nah
ini
bisa
dibalik,
bisa
melihat
pada
salah
satu.
Satu
orang
yang
pesimis
akan
mengatakan
itu
adalah
dangers
in
opportunity.
Sedangkan
orang-orang
yang
berjiwa
wirausaha,
para
wirausaha,
itu
membacanya
adalah
opportunity
in
dangers.
Peluang
dalam
bahaya.
Jadi
selalu
berdampingan
kata
peluang
dan
ancaman
ini,
peluang
dan
ancaman
berdampingan.
Tinggal
Anda
melihat
di
mana.
Sedang
di
kita,
itu
dipenggal
sehingga
menjadi
satu
kata
saja.
Dalam
kamus
bahasa
Indonesia,
kata
krisis
itu
adalah
suasana
yang
genting,
gawat,
kemelut.
Mengerikan
bukan?
Dan
karena
definisi
itulah
yang
merupakan
cermin
cara
berpikir
kita,
ditambah
kita
adalah
bangsa
yang
konsumtif,
maka
kita
takut
tidak
terbeli
barang-barang
yang
saya
sebutkan
tadi
dan
kemudian
kita
merasa
ini
kemelut.
Dan
kemudian
dialog-dialognya
adalah
dialog-
dialog
orang
panik,
saling
menyalahkan,
saling
menekan,
seakan-akan
besok
tidak
ada
Halaman
4
dari
14
RP101
kehidupan
lagi.
Padahal
krisis
atau
situasi
gawat
dari
luar
itu,
external
factors
adalah
pressure
agar
kita
berubah.
Itu
ada
peluangnya,
itu
ada
kesempatannya.
Saya
ingin
menunjukkan
kepada
Anda.
Ini
adalah
sebuah
realitas.
Ketika
penduduk
dunia
yang
saya
sebutkan
tadi
sudah
menjadi
8
miliar
jiwa.
Anda
saksikan.
Ini
pernah
terjadi
di
kereta
api
kita.
Dan
ketika
itu
ada
seorang
yang
hadir
menjadi
pimpinan
PT
Kereta
Api
Indonesia
dengan
visi
yang
luar
biasa.
Dia
berasal
dari
latar
belakang
korporasi,
memiliki
kemampuan
accounting
yang
baik,
Pak
Ignatius
Jonan.
Dan
dia
melihat,
Eh,
ini
ada
sense
of
urgensi-nya
nih
kalau
penduduk
seperti
ini.
Dia
kemudian
melakukan
perombakan
dan
akhirnya
Anda
bisa
saksikan,
kereta
api
kita
sekarang
sudah
jauh
lebih
manusiawi.
Dulu
seperti
ini
dan
sekarang
kita
sudah
tidak
pernah
lagi
menemukan
suasana
penumpang
kita
seperti
kereta
api
di
India,
Pakistan,
atau
Bangladesh.
Ini
adalah
sebuah
hal
yang
menarik
bagi
kita.
Sama
halnya
ketika
dulu
pada
saat
kita
merayakan
Idul
Fitri,
pulang
kampung
naik
kapal.
Anda
bisa
saksikan,
lihat
seperti
ini.
Seperti
ini.
Mereka
berebut
naik
kapal
dan
akhirnya
ini
menjadi
ancaman
bagi
safety,
ancaman
bagi
keselamatan.
Oleh
karena
itu
maka
setiap
pemimpin
yang
dibekali
dengan
keterampilan
change
management
maka
dia
akan
melihat,
selain
melihat
waktunya
tadi,
juga
dia
harus
melihat
apakah
ini
merupakan
sebuah
signal
bagi
kita
untuk
melakukan
perubahan.
Ini
semua
akan
membentuk
visi
seseorang.
Video
3:
N-Step
Sekarang
saatnya
pada
Anda
saya
akan
menjelaskan
delapan
langkah
yang
bisa
digunakan
bagi
seseorang
untuk
melakukan
perubahan
atau
me-manage
perubahan.
Delapan
langkah
atau
teori
N-Step,
N-nya
adalah
delapan.
Ini
berasal
dari
John
P
Kotter.
John
Kotter
ini
mengatakan
kalau
kita
mau
melakukan
perubahan,
maka
inilah
langkah-langkahnya.
Yang
pertama,
ciptakanlah
suasana
yang
mendesak,
atau
bahasa
Inggris-nya
sense
of
urgency,
suasananya
harus
urgent,
itu
harus
kita
create.
Yang
kedua,
bentuklah
koalisi
perubahan.
Anda
tak
bisa
melakukannya
sendiri.
Yang
ketiga,
Anda
harus
membangun
visi.
Keempat,
komunikasikan
visi
Anda.
Kelima,
dorong
para
pengikut
agar
bertindak
sesuai
visi
yang
sudah
dituliskan
tadi
dan
dikomunikasikan.
Dan
kemudian
yang
keenam,
raihlah
kemenangan-kemenangan
jangka
pendek.
Yang
ketujuh,
jangan
berhenti,
terus
lakukan
konsolidasi.
Dan
yang
terakhir
atau
kedelapan,
lembagakan
pendekatan-pendekatan
baru,
terapkan
perubahan
secara
struktural.
Kita
bahas
satu
per
satu.
Saudara-saudara
sekalian,
barangkali
saudara-saudar
sempat
belajar
mengenai
munculnya
kekuasaan
Islam
di
Eropa
yang
dikenal
dengan
kerajaan
atau
sebuah
dinasti
dari
Bani
Umayyah.
Bani
Umayyah
ini
adalah
sebuah
dinasti
yang
begitu
perkasa
yang
bahkan
berhasil
menjejakkan
kaki
Islam
di
benua
Eropa.
Saya
sempat
mampir
sebelum
pergi
ke
Florence,
saya
mampir
menelusuri
daerah-daerah
kekuasaan
Bani
Umayyah
di
Spanyol.
Dan
di
sana
saya
kemudian
melihat
jejak
sejarah
dari
seorang
tokoh
yang
pernah
menggunakan
kapal.
Dia
menggunakan
kapal,
kapal
kayu.
Dan
yang
pergi
itu
adalah
ratusan
kapal
kayu
membawa
pasukannya
ke
Eropa.
Tokoh
ini
adalah
seorang
yang
bernama
Thariq
bin
Ziyad.
Ini
Thariq
bin
Ziyad
sangat
terkenal
dalam
sejarah
Islam.
Thariq
bin
Ziyad
ini
membawa
rombongan
yang
terdiri
dari
kapal-kapal
seperti
ini,
kapal
perang.
Dan
kapal
itu
kemudian
mendarat
di
dataran
Spanyol.
Sampai
di
sana,
setelah
mereka
sampai
di
sana,
pada
saat
mereka
sangat
letih,
kemudian
mereka
beristirahat
sebentar,
Thariq
kemudian
berseru
kepada
pasukannya,
Kita
sudah
sampai
di
tanah
Eropa.
Tapi
sekarang
mari
kita
lakukan
sesuatu.
Mereka
diminta
mengumpulkan
semua
kapal
yang
ada
di
sana,
yang
dibawa
oleh
Halaman
5
dari
14
RP101
pasukannya,
dan
kemudian
ia
meminta
agar
kapal-kapal
itu
dibakar
bersama-sama.
Mereka
membakarnya.
Dan
kapal-kapal
kayu
seperti
ini
tentu
saja
tidak
terlalu
sulit
untuk
dibakar.
Saudara-
saudara
sekalian,
kapal-kapal
layar
atau
kapal-kapal
kayu
seperti
ini
ketika
merapat
ke
sana,
para
pasukan
berpikir,
Kalau
kita
sudah
menang,
nanti
kita
bisa
kembali
pulang
ke
sana.
Tetapi
Thariq
ingin
membawa
suasana
keterdesakkan.
Bahwa
ia
harus
memimpin
sebuah
pasukan
yang
akan
memenangkan
pertempuran,
merebut
Eropa.
Apa
yang
dilakukan
oleh
Thariq
bin
Ziyad
adalah
dengan
membakar
kapal-kapal
kayu
itu
tidak
lain
untuk
menunjukkan
kepada
anggotanya,
Kita
tidak
akan
pulang
kecuali
kita
menang.
Jadi
jangan
berpikir
pulang.
Kita
berpikir
untuk
menguasai
wilayah
ini
dan
kemungkinan
besar
kita
akan
tinggal
dengan
keturunan-keturunan
kita.
Bahkan
keturunan
kita
akan
meneruskan
keberadaan
kita
di
tempat
ini
selama
beberapa
ratus
tahun
ke
depan.
Itulah
yang
dilakukan
oleh
Thariq
bin
Ziyad.
Itulah
yang
disebut
dengan
sense
of
urgency.
Sebuah
rasa
atau
suasana
yang
mendesak.
Rasa
keterdesakan.
Tidak
banyak
orang
yang
mampu
membangun
suasana
yang
terdesak
ini
di
Indonesia
dalam
memimpin
perubahan.
Karena
mungkin
bangsa
kita
adalah
bangsa
yang
justru
kalau
terdesak
seringkali
menjadi
mudah
marah,
menjadi
reaktif,
bereaksi.
Walaupun
kita
semua
merasakan
bahwa
ini
sudah
harus
dilakukan.
Pemimpin-pemimpin
yang
hebat
adalah
pemimpin
yang
berhasil
menciptakan
suasana
yang
terdesak,
sehingga
kemudian
rakyatnya,
kemudian
para
pengikutnya,
pegawainya,
masyarakatnya,
kemudian
mengatakan,
Well,
we
dont
have
any
choice.
Kita
harus
melakukan
itu.
Kalau
tidak,
kita
akan
mati.
Sama
dengan
krisis.
Krisis
itu
adalah
suasana
yang
mendesak
yang
sebetulnya
bagus
bagi
kita
untuk
melakukan
perubahan.
Perubahan.
Saudara-saudara,
banyak
pemimpin
yang
lupa
untuk
menciptakan
suasana
keterdesakan
ini.
Sehingga
akibatnya
tampak
ia
sedang
bertempur
dengan
banyak
sekali
lawan-lawannya.
Dan
semua
orang
yang
harusnya
menjadi
suporternya,
kemudian
tiba-tiba
beralih
menjadi
lawan.
Menjadi
sebuah
kekuatan,
yang
seharusnya
kita
ajak
mereka
untuk
sama-sama
memerangi
keadaan
yang
sangat
mendesak
ini.
Saya
akan
melanjutkannya
dengan
menjelaskan
langkah
kedua
sampai
kedelapan
dalam
pertemuan
berikutnya.
Video
4:
The
Burning
Platform
Saudara-saudara
sekalian
saya
akan
mengulangi
delapan
langkah
yang
dapat
kita
lakukan.
Mengikuti
petuah
dari
John
P
Kotter
mengenai
cara
me-manage
perubahan.
Yang
pertama
adalah
ciptakan
suasana
yang
mendesak,
sense
of
urgency.
Yang
kedua
adalah
membentuk
koalisi
perubahan.
Yang
ketiga,
bangun
visi.
Dan
keempat,
komunikasikan
visi
itu.
Baru
kemudian
kita
dorong
pengikut
bertindak
sesuai
dengan
visi.
Raih
kemenangan-
kemenangan
jangka
pendek.
Kita
kemudian
meneruskan,
tidak
berhenti,
dan
melakukan
konsolidasi.
Dan
terakhir
yang
kedelapan
adalah
kita
lembagakan
pendekatan-pendekatan
baru
dan
terapkan
perubahan
secara
struktural
dan
berkelanjutan.
Saudara-saudara
sekalian,
saya
sudah
menjelaskan
tadi
dengan
mempunyai,
dengan
memberikan
Anda
contoh
yaitu
mengenai
apa
yang
dilakukan
oleh
Thariq
bin
Ziyad
ketika
menyerang
Eropa
dan
menciptakan
suasana
keterdesakan
dengan
membakar
kapal-kapal
yang
membawa
mereka
sampai
ke
daratan
itu,
sehingga
mereka
tidak
mempunyai
keinginan
untuk
pulang
kecuali
mereka
menang.
Hal
seperti
ini
kemudian
dikenal
dengan
istilah
The
Burning
Platform.
Ya,
The
Burning
Platform.
Kapal
dibakar,
burning.
Platform-nya
dibakar.
Kenapa
ini
disebut
The
Burning
Platform?
Ini
tidak
lain
adalah
untuk
menciptakan
suasana
bahwa
mereka
semua
paham
kita
hampir
Halaman
6
dari
14
RP101
mati,
kita
hampir
tenggelam.
Dan
satu-satunya
cara
supaya
kita
tidak
tenggelam
adalah
kita
harus
loncat
ke
dalam
sekoci
atau
kita
berenang.
Saudara-saudara
sekalian,
kondisi
inilah
yang
pernah
dilakukan
oleh
pemimpin
yang
namanya
Abdulgani
ketika
ia
memimpin
perubahan
di
PT
Garuda
Indonesia.
Garuda
Indonesia
suasananya
saat
itu
adalah
begitu
chaos.
Rugi.
Bahkan
utangnya
tak
terbayar,
cash
flow-nya
negatif.
Tetapi
asetnya
masih
banyak
dan
perusahaan
tidak
mampu
untuk
membayar
hal-hal
seperti
misalnya
gaji
dan
lain
sebagainya.
Kenikmatan
karyawan
juga
cukup
banyak
yang
diberikan
kepada
karyawan-karyawan
di
sebuah
perusahaan
milik
negara.
Tetapi
semua
karyawan
percaya
perusahaan
ini
tidak
akan
dibangkrutkan.
Kenapa?
Karena
ini
kan
milik
negara,
di
situ
ada
bendera
Merah
Putih,
dan
itulah
penghubung
Nusantara.
Bagaimana
mungkin
seorang
presiden,
seorang
kepala
negara,
atau
para
pemimpin
di
gedung
parlemen
akan
mematikan
perusahaan
yang
tentu
saja
dibutuhkan
untuk
menyatukan
Nusantara
ini?
Tidak
akan
mungkin.
Kalau
ini
adalah
perusahaan
swasta,
sudah
pasti
dia
akan
bangkrut
dan
kemudian
masuk
ke
pengadilan
untuk
kemudian
dilikuidasi.
Tetapi
karyawan
semua
merasa
tidak
akan
mungkin.
Dan
Abdulgani
kemudian
mengambil
langkah,
mengumpulkan
para
manajer,
para
karyawannya.
Dan
ia
mulai
mengambil
langkah
untuk
membukakan
mata
mereka
mengenai
sense
of
urgency
ini.
Saya
masih
ingat
ketika
itu
saya
diminta
untuk
menjadi
salah
satu
narasumber
untuk
menyampaikan
tentang
pentingnya
perubahan
di
hadapan
para
pimpinan
Garuda.
Para
pejabat
dan
manajer
Garuda
Indonesia
yang
begitu
gembira
diundang
di
sebuah
hotel
di
Bogor,
mereka
semua
saya
melihat
suasananya
adalah
tidak
ada
rasa
akan
dibubarkan.
Tidak
ada
rasa
perusahaan
ini
berada
dalam
situasi
yang
gawat.
Semuanya
merasa,
gaji
masih
ada,
uang
masih
ada,
orang
yang
mau
terbang
masih
ada.
Tapi
mereka
tidak
sadar,
semakin
sering
mereka
terbang,
maka
perusahaan
akan
semakin
besar
kerugiannya.
Karena
seringkali
pesawat
tidak
penuh,
bahkan
uangnya
seringkali
juga
tidak
masuk
ke
dalam
perusahaan.
Abdulgani
mengajak
saya
untuk
menciptakan
suasana
bahwa
perubahan
ini
adalah
a
must,
sebuah
keharusan
dan
kita
hampir
mati.
Ketika
saya
menjelaskan
proses
perubahan,
apa-apa
yang
terjadi,
suasananya
kelihatan
mulai
cair,
dan
mereka
mulai
paham
sedikit
demi
sedikit.
Tetapi
kemudian
langsung
dimasukan
data-data
oleh
pemimpin
perusahaan,
Bapak
Abdulgani.
Abdulgani
kemudian
menunjukkan
data,
mengajarkan
mereka
untuk
membaca
data.
Surprisingly,
dalam
tempo
yang
cukup
lama,
ternyata
para
manajer
tidak
terbiasa
bekerja
dengan
data.
Ini
adalah
ciri
sebuah
perusahaan
negara
di
masa
lalu.
Dimana
ketika
itu
para
manajer
tidak
dituntut
untuk
bertanggung
jawab
begitu
jauh,
tidak
dituntut
untuk
mencapai
kinerja
tertentu,
tidak
ada
balance
scorecard,
tidak
ada
penilaian
kerja,
yang
penting
dia
menjaga
baik-baik,
dan
melayani
atasan-atasannya
atau
para
pejabat
yang
akan
melakukan
bepergian
ke
kota
itu,
dan
pesawat
selalu
bisa
terbang.
Jadi
pada
saat
itu
perlahan-lahan
para
manajer,
para
eksektutif
dilatih
untuk
baca
data.
Dan
setelah
itu,
setelah
mereka
mengerti,
barulah
mereka
menyadari
ternyata
kapal
kita
dalam
kondisi
terbakar.
Abdulgani
berhasil
menciptakan
situasi
bahwa
para
eksekutif
tidak
mempunyai
pilihan
lain.
Apa
pilihannya?
Sangat
mudah,
change.
Mereka
semua
harus
meloncat
dari
kapal
induk
yang
sudah
terbakar,
the
burning
platform,
masuk
ke
dalam
sekoci,
dan
kemudian
harus
bersama-sama
untuk
menuju
cari
bantuan
lain
supaya
bisa
selamat,
menyelamatkan
Halaman
7
dari
14
RP101
perusahaan.
Itulah
yang
dilakukan
oleh
Abdulgani
ketika
memperbaharui
perusahaan
yang
kita
kenal
dengan
nama
Garuda
Indonesia,
yang
sekarang
berjaya
di
luar
negeri.
Saudara-saudara
sekalian,
tentu
banyak
lagi
contoh.
Di
Pertamina,
ini
juga
dilakukan
hal
yang
sama.
Di
banyak
perusahaan
milik
negara.
Bahkan
di
banyak
perusahaan
keluarga
yang
sudah
terkenal
mengalami
pertumbuhan
yang
baik.
Semua
mereka
memulainya
dengan
the
burning
platform,
menciptakan
suasana
yang
terdesak,
sense
of
urgency.
Video
5:
Koalisi
Perubahan
Saudara-saudara,
kita
sudah
membahas
mengenai
bagaimana
caranya
membangun
suasana
yang
terdesak,
sense
of
urgency.
Dan
sekarang
saya
ingin
mengajak
Anda
untuk
masuk
ke
tahap
kedua.
Yaitu
bagaimana
kita
membentuk
koalisi
perubahan.
Koalisi
perubahan
artinya
kita
harus
mempunyai
teman,
kita
harus
mempunyai
kawan.
Kita
tidak
sendirian
melakukan
perubahan.
Dari
awal
saya
sudah
menceritakan
kepada
Anda
bahwa
dalam
sejarah
kita
melihat
tokoh-
tokoh
yang
berjuang
sendirian.
Figurnya
dikenal
dalam
sejarah.
Dan
akhirnya
mereka
kemudian
mati.
Mereka
menderita
dan
karya
perubahannya
memang
bergulir.
Tetapi
pengorbanan
yang
diberikan
sangat
besar.
Oleh
karena
itu,
teori
manajemen
perubahan
mengatakan
bangunlah
koalisi
bersama
orang
lain.
Supaya
kalau
Anda
mendapatkan
serangan,
maka
Anda
merasa
bahwa
Anda
tidak
sendirian.
Minimal
pemimpin
itu
memerlukan
support
moril.
Ini
sangat
penting
sekali
support
moril.
Banyak
orang
bekerja
tanpa
dukungan
support
moril.
Karena
orang
yang
diubah
itu
akan
marah.
Dan
jangan
lupa,
masyarakat
kita
mendua.
Pada
saat
kita
melihat
situasi
yang
buruk,
semuanya
mengatakan,
Its
time
to
change.
Jakarta
dikelilingi
oleh
sungai-sungai
yang
bagus,
indah,
tiba-tiba
menjadi
kumuh,
sampah
dibuang
ke
sana,
penduduknya
padat
dan
tinggal
di
sana.
Sudah
dipindahkan,
tidak
mau
pindah,
balik
lagi.
Dikasih
apartemen,
balik
lagi.
Apartemennya
dijual,
balik
lagi
ke
sana.
Dan
kemudian
masyarakat
dan
para
elit
mengatakan,
Its
time
to
change.
Sama
juga
dengan
ketika
kita
melihat,
menyaksikan
berita
ada
seseorang
mati,
diperkosa,
dan
dibunuh.
Kemudian
kita
setiap
hari
menjadi
penasaran.
Dapatkah
polisi
menangkap
siapa
pembunuhnya?
Terus-menerus,
setiap
hari
teka-teki
itu
sampai
kemudian
akhirnya
ditemukanlah
penjahatnya.
Dan
pada
saat
kita
mendengar
cerita
bagaimana
kejamnya
si
penjahat
itu,
kemudian
kita
mengatakan,
Orang
ini
harus
dihukum
mati.
Dia
harus
diberikan
hukuman
seberat-
beratnya.
Harus
ada
efek
jera.
Tetapi
saudara-saudara,
itu
kan
berlangsung
pada
saat
orang
menyaksikan
atau
begitu
luka
mengenai
korban.
Nanti,
karena
waktunya
akan
panjang,
setelah
itu
dia
proses
dihukum,
dan
kemudian
dia
menjalankan
hukumannya,
katakanlah
dia
dihukum
mati.
Pada
saat
akan
dihukum
mati,
kemudian
suasana
mencekamnya
pun
berubah.
Orang
sudah
lupa
bahwa
kejadian
yang
lalu
itu
begitu
kejam,
begitu
menyengsarakan.
Dan
ketika
orang
penjahat
itu
akan
dihukum
mati,
kemudian
muncullah
kelompok
dalam
masyarakat
yang
mengatakan,
Hukuman
mati
itu
tidak
manusiawi.
Kita
menyalakan
lilin
beramai-ramai,
kita
membacakan
orasi,
kita
menuntut
pemerintah
tidak
lagi
menjalankan
hukuman
mati.
Kita
mempunyai
sikap
yang
mendua
ketika
kita
menjalankan
eksekusi.
Sama
sebetulnya
dengan
ketika
kita,
atau
para
gubernur,
walikota,
bupati,
atau
siapa
saja
para
pemimpin,
mengeksekusi
sesuatu
secara
tegas
dan
penuh
keberanian.
Katanya
Halaman
8
dari
14
RP101
perubahan
itu
membutuhkan
keberanian.
Tapi
begitu
kita
saksikan
pemimpin
dengan
penuh
keberanian
melakukan
eksesusi,
kita
hanya
mengatakan,
Pemimpin
itu
arogan,
pemimpin
itu
tidak
pantas,
pemimpin
itu
telah
melanggar
HAM,
pemimpin
itu
telah
melakukan
hal-hal
yang
tidak
dapat
dibenarkan.
Kita
mendua.
Dan
kita
kemudian
menghadapi
kecaman-kecaman
yang
begitu
luas
dari
masyarakat.
Bayangkan
kalau
Anda
bergerak
sendirian,
Anda
tidak
memiliki
support
moril,
Anda
tidak
mempunyai
teman,
tidak
ada
orang
yang
mendukung
Anda,
karyawan
Anda
pun
ketakutan.
Ada
orang
yang
membawa
golok,
ada
orang
yang
menekan,
ada
orang
yang
mengancam,
ada
orang
yang
kemudian
membawa
pengacara
dan
Anda
diancam
dengan
pasal-pasal
hukum.
Dan
keluarga
Anda
pun
ditekan.
Dan
kemudian
Anda
tidak
tidur,
tidak
bisa
tidur
nyenyak.
Satu
per
satu
teman-teman
kita
meninggalkan
kita
karena
mereka
resistant
to
lose,
resitensi
akan
kehilangan.
Mereka
mengukur
pemimpin
ini
berapa
lama
lagi
akan
berkuasa.
Setelah
itu
saya
akan
kerepotan
sendiri.
Saudara-saudara
sekalian,
pemimpin
perubahan
memerlukan
koalisi.
Dia
tidak
bisa
sendirian.
Dia
perlu
membangun
jejaring
dari
orang-orang
yang
membela
dia.
Apakah
orang-orang
itu
berada
di
media
massa,
apakah
itu
pasukan
cyber-nya,
apakah
itu
para
penegak
hukum,
apakah
itu
para
eksekutor,
apakah
itu
para
sponsor,
bankir,
apakah
itu
tokoh-tokoh
masyarakat.
Kita
harus
bekerja
dengan
membangun
jaringan
yang
ada
ikatannya
sehingga
kemudian
kita
bisa
melakukan
perubahan
dengan
baik.
Koalisi
perubahan
ini
tidak
dapat
kita
abaikan.
Seorang
teman
ketika
mencoba
memasarkan
produk
baru
dari
sebuah
perusahaan
listrik
negara
yang
belakangan
ketika
dia
coba,
ditolak.
Karena
ini
mengubah
kebiasaan
lama
terutama
untuk
metode
pembayaran.
Tetapi
dia
teringat
tentang
pesan
bagaimana
caranya
membentuk
koalisi
perubahan.
Ia
kemudian
menghubungi
tokoh-tokoh
masyarakat
di
daerah
setempat.
Ia
kemudian
memberikan
insentif
kepada
tokoh-tokoh
itu
dan
kemudian
mengajak
mereka
bersama-sama
untuk
memberikan
dukungan.
Hasilnya,
ketika
kecaman-
kecaman
terjadi
di
dalam
masyarakat,
bukannya
si
change
leader
inilah
yang
melakukan
jawaban,
memberikan
jawaban,
melainkan
mereka-mereka
yang
sudah
berada
dalam
koalisi
perubahan
itu.
Jadi
membangun
koalisi
perubahan
ini
adalah
merupakan
hal
yang
sangat
penting.
Langkah
kedua
adalah
membangun
koalisi
perubahan
yang
kokoh.
Dan
yang
ketiga
dan
keempat
ini
adalah
soal
visi.
Mengembangkan
atau
membangun
visi
dan
mengkomunikasikan
visi
itu.
Banyak
orang
yang
mencari
visi,
mempunyai
visi,
tetapi
tidak
mengkomunikasikannya.
Saya
akan
menjelaskannya
dalam
sesi
kita
berikutnya.
Video
6:
Membangun
Visi
Saudara-saudara
sekalian
kita
sudah
membahas
delapan
langkah
untuk
melakukan
perubahan.
Khususnya
adalah
pada
yang
pertama,
yaitu
bagaimana
kita
menciptakan
suasana
yang
mendesak,
sense
of
urgency.
Kemudian
yang
kedua
adalah
membentuk
koalisi
perubahan
yang
kokoh.
Kemudian
saya
katakan
ada
dua
step
berikutnya
yang
saling
berhubungan,
yaitu
membangun
visi
dan
kemudian
mengkomunikasikan
visi
itu
sendiri.
Ditambah
kalau
Anda
mau
tambahkan,
yang
kelima
yaitu
bagaimana
caranya
agar
mendorong
para
pengikut
agar
mereka
bertindak
sesuai
dengan
visi
yang
sudah
kita
gariskan.
Kita
bahas
dulu
adalah
visi.
Visi
adalah
kemampuan
untuk
melihat
jauh
ke
depan.
Sudah
pernah
saya
sampaikan
kepada
Anda,
ada
orang
yang
hanya
mampu
melihat
sejauh
mata
memandang.
Ada
orang
yang
mampu
melihat
lebih
daripada
mata
memandang.
Lebih
dari
Halaman
9
dari
14
RP101
yang
ada
di
dalam
ruangan
ini,
kita
bisa
lihat
di
depan
sana
karena
kita
sudah
mempunyai
sebuah
gambaran.
Ditambah
lagi
kita
mempunyai
kemampuan
GPS
di
otak
kita.
Kemampuan
ini
tentu
saja
dapat
diperkaya
kalau
Anda
memiliki
ilmu
pengetahuan
sehingga
Anda
bisa
memproyeksikan
apa
yang
terjadi.
Kalau
hujan
bentuknya
awannya
seperti
apa,
Anda
bisa
prediksi.
Sebentar
lagi
ada
hujan,
saya
tidak
pergi
sekarang.
Anda
mempunyai
pengetahuan
jam
berapa
sebaiknya
Anda
pergi,
jam
berapa
tidak
macet,
jam
berapa
macet,
dan
seterusnya.
Visi
seorang
pemimpin
dibentuk
oleh
kemampuannya
untuk
melihat
lebih
jauh
daripada
mata
memandang.
Ia
harus
memiliki
pengetahuan
yang
solid.
Ia
harus
memiliki
pengalaman
yang
memadai.
Ia
harus
memiliki
bacaan-bacaan
yang
mendukung,
bahkan
hubungan-hubungan
yang
yang
luas,
yang
kemudian
ditambah
dengan
kemampuan
menghubungkan
satu
dengan
yang
lain.
Dan
kemudian
melihat
realitas
yang
ada
di
depannya
sehingga
kemudian
dia
menyaksikan
atau
mengatakan,
Ini
ada
gap
antara
apa
yang
kita
lihat
sekarang
dengan
apa
yang
seharusnya
yang
kita
lihat
di
masa
depan.
Anda
menjembatani
dari
kondisi
sekarang
dengan
visi
Anda
di
masa
depan.
Dan
untuk
mencapai
dari
sini
ke
tempat
itu,
diperlukan
strategi.
Strategi
pada
dasarnya
adalah
sebuah
pilihan.
Pilihan
yang
kita
ambil
untuk
mencapai
tujuan
tertentu
sehingga
kita
dapat
menjembatani
gap
ini,
dari
A
ke
B.
Pilihannya
tentu
beragam.
Ada
yang
mengambil
langkah
garis
lurus.
Dari
sini
ke
sini
tarik
garik
lurus.
Ini
adalah
garis
yang
terdekat,
lurus,
mudah,
tidak
ada
rintangan.
Tetapi
ada
yang
mengatakan,
Tidak
bisa
kita
menempuh
dari
A
langsung
ke
B.
Kita
barangkali
perlu
melambung
dari
A
lewat
Selatan,
menuju
B.
Ada
lagi
yang
mengatakan,
Tidak
bisa
lewat
Selatan,
harus
lewat
Utara.
Ada
lagi
yang
mengatakan,
Tidak
bisa
lurus,
tidak
bisa
A
atau
B,
lewat
Selatan,
atau
lewat
Utara,
melambung.
Tetapi
harus
zig-zag,
harus
melingkar,
berputar.
Dan
ini
adalah
sebuah
pilihan.
Dulu
perusahaan-perusahaan
Korea
ketika
membuat
mesin,
mereka
memulai
membuat
otomotif
dengan
membuat
mesin.
Mesinnya
itu
tidak
kelihatan,
tidak
tampak.
Daewoo
misalnya,
membuat
mesin.
Dan
mesinnya
itu
dipakai
oleh
produsen-produsen
otomotif
bahkan
sampai
di
Amerika
Serikat.
Perusahaan-perusahaan
otomotif
di
Amerika
Serikat
sudah
tidak
layak
lagi
membuat
mesin
karena
terlalu
mahal
dan
keahliannya
sudah
bisa
diberikan
kepada
negara
lain,
bangsa
Korea.
Tetapi
selama
dia
hanya
menjadi
mesin,
di
dalam
mesin,
mereknya
tidak
kelihatan,
dan
orang
tidak
tahu
bahwa
dia
sudah
menjadi
produsen
otomotif.
Maka
kemudian
Daewoo
mengambil
langkah
zig-zag,
Ya
sudahlah,
tidak
apa-apa.
Yang
penting
kita
muncul
dulu,
punya
keahlian
mesin.
Dia
membuat
produk
yang
tidak
ada
mereknya,
tidak
dikenal.
Sampai
kemudian
satu
ketika
dia
membuat
lagi
alat-alat
penunjang
lainnya.
Dan
satu
ketika
mereka
mengatakan,
Semua
sudah
lengkap.
Kita
sudah
mempunyai
kandungan
lokal
yang
cukup
besar.
Kita
sudah
mempunyai
pabrik
logam
yang
besar
di
negara
kita.
Kita
sudah
memiliki
pabrik
baja
yang
kuat.
Kita
sudah
memiliki
disainer-desainer
memadai.
Kita
sudah
mempunyai
keahlian
membuat
mesin.
Kita
sudah
tahu
cara
merancang
sebuah
otomotif.
Maka
perlahan-lahan
perusahaan
Korea
pun
mulai
menggabungkan
keahliannya
dan
melengkapi
dengan
unsur
20%
dari
local
content
yang
sangat
penting
dan
sangat
mahal,
yaitu
desain.
Dan
mereka
kemudian
membuat
mobil-mobil
merek-merek
sendiri.
Ini
strategi
dari
A
ke
B
dengan
jalur
melingkar.
Sementara
yang
lain,
perusahaan
Jepang,
Halaman
10
dari
14
RP101
cukup
pergi
ke
Detroit.
Setelah
itu
Toyota
mengatakan,
Kita
bisa
juga
membuat
mobil
dengan
cara
kita.
Dari
A
ke
B.
Ini
adalah
contoh
bagaimana
mengembangkan
sebuah
visi.
Video
7:
Hope
Management
Saya
sudah
menjelaskan
bahwa
kita
harus
mengambil
langkah-langkah
dimulai
dari
membangun
suasana
keterdesakkan.
Dan
kemudian
yang
kedua
adalah
membangun
koalisi
yang
kokoh.
Ketiga,
kita
mengembangkan
visi.
Keempat,
kita
harus
mengkomunikasikan
visi
ini.
Visi
ini
tentu
saja
bukanlah
benda
mati,
kita
harus
sampaikan.
Jangan
sampai
kemudian
datang
orang
baru,
yang
belakangan
bergabung,
dan
kemudian
dia
tidak
tahu
visi
kita
mau
ke
mana.
Dan
akhirnya
kita
tidur
di
satu
kasur
yang
sama
tapi
mimpi
kita
tidak
sama
satu
sama
lain.
Seorang
pemimpin
tentu
saja
harus
memiliki
kemampuan
untuk
menyampaikan
visinya
kepada
anggota-anggotanya.
Wajarlah
kalau
seorang
pemimpin
itu
atau
para
pengikut
biasanya
tahap-tahap
awal
dia
bingung.
Dia
membaca
hal
yang
sama,
tapi
pikiran
tidak
sama.
Bilangnya
ya,
tapi
ya-nya
berbeda
artinya.
Oleh
karena
itu,
kita
harus
mengecek
mereka
apakah
mereka
memiliki
pandangan
yang
sama
dengan
menanyakan
kembali
kepada
mereka.
Visi
ini
harus
kita
komunikasikan
kepada
jajaran
kita,
staf-staf
kita.
Kemudian
tentu
saja
adalah
kepada
para
orang-orang
yang
akan
menjadi
korban
perubahan
atau
para
pengikut
kita
yang
harus
terlibat
melakukan
perubahan.
Setelah
kita
komunikasikan
visi
itu
langkah
berikutnya
yang
kelima
adalah
mendorong
para
pengikut
agar
bergerak
atau
bertindak
sesuai
dengan
visi
kita.
Ini
artinya
kita
harus
menciptakan
sebuah
alignment,
sebuah
keselarasan.
Jangan
sampai
yang
dari
atas
A
bilangnya,
kemudian
di
sini
bilangnya
A,
tapi
di
sini
ngomongnya
A
minus,
kemudian
A
minus
2,
A
minus
3,
dan
akhirnya
di
bawah
totally
different.
Anda
barangkali
pernah
melihat
sebuah
permainan,
hiburan
di
televisi.
Ada
seseorang
yang
menyampaikan
sebuah
kalimat
pendek,
kemudian
disampaikan
oleh
orang
pertama.
Orang
keduanya
tidak
mendengar.
Setelah
itu
dia
membaca
dan
setelah
itu
dia
menyampaikan
orang
kedua,
orang
kedua,
ketiga,
keempat,
dan
seterusnya.
Belakangan
ketika
kita
uji,
kita
tahu
persis,
bahwa
yang
disampaikan
di
sini,
yang
ditulis
di
sini,
berbeda
benar
dengan
yang
diterima
di
ujung
sana.
Seorang
pemimpin
harus
melakukan
alignment,
penyelarasan.
Alignment
dapat
berupa
alignment
vertikal,
atas-bawah,
bawah-atas.
Atau
kemudian
juga,
atau
yang
kedua
disebut
horisontal
alignment.
Horisontal
alignment
artinya
adalah
penyelarasan
ke
samping
antara
sesama
para
pemimpin.
Anda
bisa
saksikan
di
kabinet.
Anggota
baru
mempunyai
pandangan
yang
berbeda.
Maksud
hati
untuk
memperjuangkan
demi
kepentingan
rakyat.
Tapi
caranya
kan
tidak
sama.
Orang
butuh
waktu
untuk
memahami,
orang
butuh
waktu
untuk
menyelaraskan.
Mengikuti
logika
pemimpinnya.
Ini
harus
selaras
antara
atas-bawah,
bawah
dengan
di
atas,
dan
kemudian
juga
ke
samping.
Agar
kita
bertindaknya
menjadi
sinergi.
Inilah
saya
kira
yang
menjadi
persoalan
berat
di
negara
kita.
Kita
memiliki
pemimpin-
pemimpin
yang
kesulitan
untuk
menggerakkan
sebuah
gagasannya.
Karena
bangsa
kita
mulai
terpecah-pecah
dan
mudah
diajak
untuk
bertengkar,
senang
memberikan
komentar,
dan
merasa
dirinya
serba
tahu
sendiri.
Persoalannya
yang
dihadapi
oleh
bangsa
kita
adalah
koordinasi
menjadi
sangat
tidak
jalan,
karena
koordinasi
di
dalamnya
menyangkut
masalah
perspektif,
menyangkut
masalah
perspektif.
Perspektif
orang
yang
ilmunya
berbeda-beda,
adalah
berbeda,
tidak
sama.
Perspektif
orang
yang
agamanya
berbeda,
tidak
Halaman
11
dari
14
RP101
sama.
Orang
yang
dalam
agamanya
sama
pun
tetapi
kepentingan
dan
alirannya
berbeda,
perspektifnya
juga
berbeda.
Orang
yang
berada
dalam
satu
kementerian
tetapi
basic
ilmunya
berbeda,
mengakibatkan
mereka
melihat
dengan
cara
pandang
yang
berbeda.
Yang
satu
melihat
dari
pendekatan
strategic
management.
Yang
satu
melihat
dari
pendekatan
financial
management,
aspek
keuangan.
Yang
satu
melihatnya,
Eh
ini
bagus,
tapi
secara
accounting
enggak
bisa
nih.
Pencatatannya
jadi
kacau.
Yang
satu
lagi
melihat
dari
kaca
mata
auditing,
Bagaimana
kalau
kita
diperiksa?
Yang
satu
melihat
dari
kaca
mata
compliance,
aspek
hukum.
Yang
satu
lagi
melihat
dari
aspek
teknis,
produksi,
dan
lain
sebagainya.
Ini
perspektif
yang
sangat
beragam.
Menyatukan
perspektif
yang
berbeda
adalah
alat
perubahan
yang
sangat
penting
khususnya
di
Indonesia.
Selain
mengomunikasikan
dan
mendorong
para
pengikut
untuk
bergerak
sesuai
dengan
visi,
maka
kita
memerlukan
langkah
berikutnya
yang
juga
sangat
penting,
hope
management.
Atau
yang
tadi
saya
sampaikan
adalah
meraih
kemenangan-kemenangan
jangka
pendek.
Mengapa
kita
memerlukan
kemenangan-kemenangan
jangka
pendek?
Memang
betul
bahwa
Anda
mencapai
sesuatu
ini
jangka
panjang,
lama
loh
ke
sananya.
Pemerintahan
Jokowi
misalnya
ingin
membangun
infrastruktur.
Itu
jaraknya
lama
sekali.
Anda
tidak
mungkin
membangun
pelabuhan
hari
ini,
bulan
depan
sudah
jadi.
Anda
harus
mulai
planning,
Anda
harus
menghitung.
Setelah
itu
kemudian
Anda
menetapkan
anggarannya.
Dan
setelah
itu
Anda
melakukan
pembebasan
lahan.
Desainnya
bagaimana?
Setelah
itu,
melakukan
tender,
dan
seterusnya.
Anda
memerlukan
2-3
tahun.
Itu
pun
Anda
harus
mencari
lagi
mitra
untuk
membiayai
anggaran
yang
tidak
cukup.
Kalau
Anda
lakukan
ini
bertahun-tahun
dan
ketika
sesuatu
jadi,
orang
hanya
melihat,
Kok
tidak
jalan-jalan?
Kok
katanya
mau
bebaskan
tanah,
kok
enggak
datang-datang
lagi
ini
orang?
Ini
jangan-jangan
cuma
janji,
omong
kosong.
Dan
banyak
orang
kemudian
mengalami
hal
seperti
itu.
Saudara-saudara
sekalian,
tugas
pemimpin
adalah
menyalakan
lilin
di
dalam
terowongan
yang
gelap.
Bukan
untuk
memaki-maki
atau
mencaci-maki
kegelapan
itu
sendiri.
Banyak
orang
yang
ketika
berada
di
ruang
gelap,
katakanlah
Anda
nonton
di
bioskop
dengan
pasangan
Anda,
Anda
begitu
enjoy,
menikmati,
gelap
selama
hampir
dua
jam.
Anda
begitu
enjoy
di
dalamnya,
tapi
selama,
dalam
dua
jam
itu
ketika
Anda
hanyut
untuk
menyaksikan
sesuatu
fokus
ke
depan,
tiba-tiba
ada
seseorang
yang
menyalakan
atau
membuka
jendela,
cahaya
masuk
dari
luar.
Atau
ada
seorang
yang
menyalakan
senter,
menyalakan
lilin
di
dalam
ruangan,
Anda
pun
akan
marah.
Orang-orang
yang
terbiasa
berada
dalam
ruang
gelap
akan
kesulitan
untuk
melihat
cahaya.
Maka
itu
ketika
kita
menyalakan
cahaya,
kita
akan
memberikan
jalan
kepada
orang
lain
untuk
menuju
titik
tertentu.
Bukan
untuk
menimbulkan
kehebohan.
Manusia
harus
diberikan
hope,
harapan.
Mencapai
dari
A
ke
B
yang
cukup
jauh
itu,
akan
menimbulkan
keletihan-keletihan
dan
orang
kemudian
akan
tercecer
di
tengah
jalan,
kehilangan
harapan,
kehilangan
asa,
dan
kemudian
dia
akan
memutuskan
untuk
berhenti,
tidak
ikut
lagi.
Dan
kemudian
dia
diganti
orang
lain,
dan
lain
sebagainya.
Sehingga
akibatnya,
perjalanan
Anda
menjadi
semakin
berat
karena
setiap
tahap
Anda
harus
memulai
baru
lagi,
mengkomunikasikan
visi
Anda.
Oleh
karena
itu,
maka
seorang
pemimpin
yang
baik
adalah
pemimpin
yang
dapat
memberikan
kemenangan-kemenangan
jangka
pendek.
Kemenangan-kemenangan
jangka
pendek
ini
merupakan
harapan,
pembangkit
kegairahan.
Oh
ternyata
kita
telah
berada
di
trek
yang
benar.
Dan
kalau
kita
jalankan
ini,
jangan-jangan
Halaman
12
dari
14
RP101
kita
nanti
bisa
menjadi
juara
dunia,
jangan-jangan
nanti
kita
akan
bisa
menjadi
jauh
lebih
sejahtera.
Video
8:
Uncertainty
Saudara-saudara
peserta
kursus
Change
Management
dalam
IndonesiaX,
tadi
saya
sudah
memulai
dengan
patung
Michelangelo
yang
dikenal
dengan
nama
Non-Finito.
Karya-karya
yang
tidak
selesai
karena
salah
satu
teorinya
mengatakan
Michelangelo
pun
berhadapan
dengan
uncertainty.
Kita
semua
ketika
melakukan
perubahan
akan
menghadapi
suasana
yang
uncertain,
tidak
pasti.
Jangan-jangan
juga
tidak
selesai.
Tentu
saja
harapan
saya
ketika
Anda
memimpin
perubahan,
Anda
akan
mampu
menyelesaikannya.
Namun,
sekalipun
tidak
selesai,
tak
usah
khawatir.
Karena
perubahan
akan
bergulir
terus
sampai
suatu
ketika
ada
akan
orang-orang
lain
yang
menyelesaikan.
Di
Jakarta,
Bang
Yos
tidak
menyelesaikan
karena
habis
waktunya.
Tetapi,
penerus-
penerusnya
kemudian
mendapatkan
gagasan
yang
lebih
efisien,
paling
tidak
di
sana
telah
timbul
gagasan
bahwa
Jakarta
memerlukan
public
transport
yang
memadai.
Itu
adalah
salah
satu
indikasi
yang
penting.
Nah,
Saudara-saudara
sekalian,
saya
juga
sudah
membahas
delapan
langkah
yang
disarankan
oleh
John
Kotter
ketika
kita
melakukan
perubahan.
Saya
ulangi
lagi.
Yang
pertama
itu
adalah
menciptakan
suasana
yang
mendesak.
Kemudian
membangun
koalisi
perubahan.
Mengembangkan
visi.
Mengkomunikasikan
visi.
Dorong
para
peserta
atau
para
pengikut
Anda
agar
bergerak
sesuai
dengan
visi
itu.
Dan
kemudian
yang
keenam
adalah
meraih
kemenangan-
kemenangan
jangka
pendek
atau
hope
management.
Sekarang
ada
dua
langkah
lagi
yang
belum
kita
bicarakan.
Dua
langkah
itu
tentu
tidak
kalah
penting.
Yaitu
bagaimana
agar
proses
perubahan
seperti
Non-Finito
itu
akhirnya
menjadi
Finito,
menjadi
selesai.
Yang
ketujuh
itu
adalah
jangan
berhenti.
Jangan
berhenti.
Ini
menjadi
penting
bagi
Anda
yang
melakukan
perubahan.
Anda
melakukan
perubahan
tidak
hanya
berada
di
dalam
struktur.
Katakanlah
dalam
struktur
ya,
dan
Anda
kalah,
kemudian
setelah
itu
Anda
harus
berhenti,
Anda
harus
meninggalkan
lapangan.
Tetapi
kehidupan
kita
tidak
berakhir
hanya
dalam
struktur.
Kita
harus
melakukan
perubahan
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Saya
dibesarkan
di
kampus.
Pada
suatu
ketika,
saya
akan
berakhir
jabatan-jabatan
saya
dan
kemudian
generasi
muda
yang
sudah
saya
persiapkan
harus
kemudian
memimpin
sesuai
dengan
zaman
mereka.
Saya
tidak
bisa
ikut
campur
dalam
hal
yang
mereka
lakukan.
Tapi
andaikan
mereka
membelokkan
langkah
atau
strategi
yang
saya
anggap
baik
dan
mereka
tidak
bisa
membacanya,
saya
tetap
mempunyai
lahan
di
area
pendidikan,
di
dunia
pendidikan.
Saya
membangun
pendidikan
lewat
jalur
Rumah
Perubahan.
Dan
kemudian
saya
bisa
menyampaikan
gagasan-gagasan
saya
lewat
jalur
dari
luar
dan
akhirnya
kemudian
yang
di
dalam,
saya
harapkan
juga
akan
ikut
berubah.
Suatu
ketika
perubahan
itu
adalah
perubahan
yang
didorong
oleh
external
factors.
Banyak
contoh,
banyak
kasus.
Indonesia
tanpa
krisis,
tidak
akan
ada
pembaharuan.
Krisis
ini
baik
bagi
Indonesia.
Membuat
para
pemimpin
jadi
takut.
Membuat
para
menteri
jadi
takut.
Membuat
para
menteri
ada
yang
diganti.
Membuat
para
menteri
akhirnya
membuat
sistem-sistem
baru.
Membuat
para
menteri
harus
mempunyai
target
waktu,
tenggat
waktu.
Membuat
semua
orang
tahu
persis
bahwa
rupiah
ini
harus
dibangun
kembali
supaya
jadi
kuat.
Dan
kemudian
rakyatnya
yang
tadinya
tidak
menanam,
mulai
berpikir
untuk
menanam.
Eh
pangan
nih
berbahaya.
Tidak
ada
lagi
nanti.
Halaman
13
dari
14
RP101
Kemudian
kita
yang
tadinya
impor
sapi
mulai
berpikir,
Kalau
begitu,
harga
sapi
mahal,
kita
harus
beternak
sapi.
One
day
kita
semua
akan
mengalami
kesulitan.
Ini
menimbulkan
suasana.
Nah,
Saudara-saudara
sekalian,
langkah
ini
adalah
langkah
yang
perlu
kita
anjurkan
kepada
semuanya,
jangan
berhenti.
Tahun
98
ketika
terjadi
krismon
di
Indonesia,
saat
itulah
kita
mulai
memikirkan
tentang
kewirausahaan.
Saya
hadir
di
televisi,
saya
mendorong
para
wirausaha
muda
agar
jangan
meninggalkan
dunia
kewirausahaan.
Saya
memberikan
contoh
kepada
mereka,
ini
loh
contoh
wirausaha-wirausaha
lokal
dan
mereka
pun
juga
bisa.
Tadinya
kita
hanya
melihat
kewirausahaan
itu
hanya
dijalankan
oleh
para
pendatang.
Di
pulau
Jawa,
orang-orang
dari
Sumatera
Barat,
orang
Padang,
orang
Minang,
orang
Bugis
dari
Sulawesi,
inang-inang
atau
orang
dari
Sumatera
Utara,
dan
kemudian
kita
saksikan
juga
orang
Banjar,
dan
lain
sebagainya.
Atau
dari
luar
negeri,
orang
keturunan
India,
orang
keturunan
Tionghoa,
orang
keturunan
Arab,
orang
keturunan
Vietnam.
Itu
semua
adalah
wirausaha.
Karena
mereka
tidak
bisa
menjadi
PNS.
Mereka
tidak
bisa
menjadi
pegawai
swasta
tertentu
yang
di-protect
oleh
undang-undang.
Maka
mereka
mulai
berwirausaha.
Tetapi
tahun
98,
karena
mereka
terdesak,
dikeluarkan
dari
dunia
kerja,
ekonomi
hancur,
mereka
menganggur,
tidak
punya
masa
depan.
Masih
mempunyai
uang
pensiun
dini
dan
akhirnya
mereka
kemudian
pikir,
Eh,
kita
harus
menjadi
wirausaha.
Anda
masih
ingat
kan
artis-artis
kita
dulu
membuka
kafe
tenda,
di
Senayan,
di
Blok
M,
dan
sebagainya.
Sekarang
mereka
tidak
meneruskan
lagi.
Kenapa?
Karena
setelah
itu,
panggung
di
dunia
televisi
dan
di
dunia
off
air,
itu
begitu
menjanjikan
kembali.
Mereka
berhenti
menjadi
wirausaha.
Anak-anak
muda
yang
terinspirasi
ketika
menghadapi
tantangan,
juga
akan
berhenti
di
tengah
jalan.
Kalau
kita
melakukan
perubahan,
malu
kita
kalau
berhenti
di
tengah
jalan.
Kita
melakukan
perubahan
memang
kita
harus
beradaptasi.
Seperti
air
yang
mengalir,
yang
suatu
ketika
akan
berhenti,
ada
batu
karang,
kita
berbelok
dan
akhirnya
kemudian
menemukan
titik
yang
terendah,
dan
akhirnya
kita
masuk
lagi
ke
tempat
itu.
Jangan
berhenti.
Beradaptasi
boleh.
Tetapi
berhenti,
ini
tidak
disarankan.
Sering
dikatakan,
Winners
never
quit,
only
quitters
never
win.
Ya,
pemenang
itu
tidak
pernah
berhenti.
Perubahan
memerlukan
orang-orang
yang
anti
berhenti.
Tidak
jadi
quitters,
tidak
menjadi
campers.
Menikmati
suasana
yang
sudah
enak
di
tengah-tengah
padahal
masih
ada
puncak
di
atas
sana
yang
harus
kita
capai.
Dan
kemudian
yang
terakhir
adalah,
kalau
sudah
kita
lakukan
kerja
keras,
lakukan
ini
semua,
lembagakanlah
dalam
sebuah
kegiatan
yang
jauh
lebih
struktural.
Ikat
dengan
anggaran-anggaran
dan
kemudian
jadikan
sebuah
kultur
yang
adaptif.
Yang
siap
untuk
menghadapi
tantangan-tantangan
baru.
Dan
katakan
pada
diri
Anda,
apa
yang
sudah
saya
lakukan
ini
bukan
berarti
tidak
boleh
diubah
oleh
generasi
penerus
saya.
Pada
suatu
ketika,
apa
yang
kita
lakukan
ini
pun
akan
obsolete,
akan
tidak
cocok
lagi
dengan
zamannya.
Halaman 14 dari 14