Anda di halaman 1dari 10

Available online at Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea

www.jurnal.balithutmakassar.org eISSN: 2407-7860


pISSN: 2302-299X
Vol. 5 Issue 2 (2016) 185-194
Accreditation Number: 561/Akred/P2MI-LIPI/09/2013

MODEL PENDUGA KUALITAS TEMPAT TUMBUH JATI (Tectona grandis)


MENGGUNAKAN CITRA RESOLUSI SANGAT TINGGI PESAWAT TIDAK
BERAWAK DI KPH NGANJUK

(Estimation Model of Site Quality of Teak (Tectona grandis) Using Very High-
Resolution Imagery from Unmanned Aerial Vehicle in KPH Nganjuk)

Kusnadi1*, I Nengah Surati Jaya2, Nining Puspaningsih2, Makin Basuki3, dan Lukman Hakim3
1Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Jl. lingkar Akademik, Kampus IPB Dramaga, PO Box 168, Bogor 16680, Jawa Barat, Indonesia
2Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Jl. lingkar Akademik, Kampus IPB Dramaga, PO Box 168, Bogor 16680, Jawa Barat, Indonesia.
3KPH Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, Nganjuk

*E-mail: ins-jaya@ipb.ac.id; ins-jaya@apps.ipb.ac.id


Diterima 5 Februari 2016; revisi terakhir 9 Agustus 2016; disetujui 11 Agustus 2016

ABSTRAK
Kualitas tempat tumbuh merupakan salah satu informasi utama yang dibutuhkan dalam pengelolaan
tegakan hutan. Kelas kualitas tempat tumbuh tegakan (bonita) perlu dievaluasi setiap periode tertentu karena
kualitas tegakan hutan dapat berubah akibat pengelolaan yang diterapkan. Penelitian ini menggunakan citra
resolusi sangat tinggi yang diperoleh dari pesawat tidak berawak untuk menduga kualitas tempat tumbuh jati
(Tectona grandis). Citra UAV (Unmanned Aerial Vehicle) yang digunakan direkam pada ketinggian 400 m di atas
datum (ketinggian rata-rata permukaan lahan) dengan resolusi spasial 15 cm. Model penduga kualitas tempat
tumbuh dibangun menggunakan analisis diskriminan. Penelitian ini menunjukkan nilai akurasi dari fungsi
diskriminan menggunakan peubah ganda kerapatan tajuk (C) dan rata-rata diameter tajuk (D c ) yaitu sebesar
60,94%.

Kata kunci: Citra UAV, bonita, penutupan tajuk, jati (Tectona grandis)

ABTRACT
Site quality is one of the main information needed in forest stand management. Site quality classes need to be
evaluated every certain period because the quality of forest stands may change as a result of management applied.
This study describes the use of very high-resolution imagery derived from unmanned aerial vehicle (UAV) for
estimating the site quality of teak (Tectona grandis). The UAV imagery used was taken from 400 m above datum
(the average land surface elevation) with ground spatial resolution of 15 cm. Site quality estimation models was
built using discriminant analysis. The study found that the best accuracy from discriminant function using multiple
variables canopy density (C) and average of crown diameter (D c ) is 60.9%.

Keywords: UAV image, site quality, canopy density, teak (Tectona grandis)

I. PENDAHULUAN pengelolaan hutan berbasis kayu


Jati merupakan tanaman unggulan Perum mencerminkan potensi produksi kayu pada
Perhutani dalam pembangunan hutan tanaman. suatu tegakan (Upadhyay et al., 2005).
Penanaman jati telah dilakukan sejak jaman Kualitas tempat tumbuh suatu tegakan
penjajahan Belanda yang kemudian dilanjutkan bersifat spesifik pada jenis dan lokasi tertentu
oleh Perum Perhutani secara teratur dengan (Simarmata, 2015), sehingga diperlukan
membagi areal yang dikelola ke dalam petak pengukuran pada setiap petak tegakan.
tertentu berdasarkan kelas kualitas tempat Pengukuran langsung di lapangan pada
tumbuh tegakan atau bonita (Riyanto dan umumnya terkendala biaya, waktu dan tenaga.
Pahlana, 2012). Kendala ini dapat diatasi dengan penggunaan
Kualitas tempat tumbuh merupakan hal aplikasi penginderaan jauh (Marini et al., 2014).
yang sangat penting dalam penanaman jati Aplikasi penginderaan jauh dalam inventarisasi
karena mempengaruhi pertumbuhan tanaman. hutan menurut McRoberst dan Tomppo (2007)
Kualitas tempat tumbuh dalam konteks memiliki keuntungan pada biaya perolehan

JPKW-2016. Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.18330/jwallacea.2016.vol5iss2pp185-194


185
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 5 No.2, Agustus 2016: 185-194

data dan interpretasinya yang lebih murah Kehutanan Institut Pertanian Bogor mulai
dibanding biaya perjalanan, serta perolehan bulan April sampai dengan Oktober 2015.
data yang lebih cepat dan lebih mudah.
B. Data Sekunder
Perkembangan terakhir aplikasi
Data utama yang digunakan pada
penginderaan jauh dalam pemantauan sumber
penelitian ini adalah citra UAV resolusi spasial
daya hutan adalah penggunaan pesawat tidak
15 cm yang direkam pada bulan Juli 2013. Data
berawak (unmanned aerial vehicle/UAV) untuk
lainnya mencakup peta petak dan anak petak,
pengambilan potret udara yang mulai
tahun tanam serta bonita. Kelas bonita yang
menggeser peranan citra satelit resolusi sangat
digunakan oleh Perum Perhutani dalam
tinggi karena beberapa alasan (Rokhmana,
penelitian ini disebut sebagai bonita lapangan
2015): efisiensi biaya, dihasilkan dengan cepat,
(peta bonita). Data sekunder tersebut diperoleh
mudah dioperasikan, dan akurasi geometri
dari Perum Perhutani.
yang baik. Sistem pesawat tidak berawak
Citra direkam dari wahana pesawat tanpa
memiliki potensi yang besar pada pemantauan,
awak yang berkecepatan terbang antara 40 dan
penilaian, dan beragam kegiatan lain dalam
60 km/jam. Sensor UAV yang digunakan adalah
pengelolaan sumber daya alam (Rango dan
kamera digital Sony RX100 dengan panjang
Laliberte, 2010).
fokus 28 mm dan resolusi 20 mp. Citra yang
Pendugaan kualitas tempat tumbuh
dihasilkan memiliki resolusi (ground
menggunakan peubah dari citra telah dilakukan
resolution) sebesar 15 cm. UAV terbang rendah
oleh peneliti lainnya. Wahyuni (2012)
pada ketinggian terbang 420 m dengan
melakukan pendugaan bonita jati di KPH
interval jalur pemotretan sekitar 200 m. Citra
Madiun menggunakan peubah dari citra UAV
UAV tersebut merupakan foto udara non-
dan menemukan bahwa kualitas tempat
metrik skala kecil. Citra UAV non-metrik skala
tumbuh jati dapat diduga menggunakan peubah
kecil telah direkomendasikan oleh Jaya dan
kerapatan tajuk, diameter tajuk dan jumlah
Cahyono (2001) untuk pengukuran peubah
pohon. Hayat (2015) menyatakan bahwa
tegakan seperti diameter tajuk dan kerapatan
peubah normalized difference vegetation index
tajuk. Peubah tegakan yang diperoleh dari citra
(NDVI), persentase penutupan tajuk, salinitas,
UAV skala kecil dapat digunakan untuk
dan kerapatan tegakan yang diperoleh dari
menduga kualitas tempat tumbuh (Wahyuni,
citra Landsat dapat digunakan untuk menyusun
2012), estimasi biomassa (Septyawardani,
model pendugaan bonita pada kawasan
2012), dan untuk menaksir volume tegakan
mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk
(Dhani, 2012).
menyusun model penduga kualitas tempat
tumbuh jati dengan menggunakan peubah- C. Pengukuran Lapangan
peubah tegakan yang dihasilkan dari citra Unit contoh untuk penyusunan model
pesawat tidak berawak (UAV). penduga kualitas tempat tumbuh tegakan jati
adalah plot contoh seluas 0.1 ha yang berbentuk
II. METODE PENELITIAN lingkaran dengan jari-jari 17.8 m. Plot contoh
diambil secara merata mewakili semua umur
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
tanaman, yaitu jati umur 4, 7, 10, 11, 25, 35, 38,
Pengamatan lapangan dilaksanakan pada 39, 40, 41, 42, 43, 45, 50, 52, dan 56 tahun. Pada
tegakan hutan jati yang berada pada wilayah setiap umur tanaman dibuat masing-masing
Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Cabean, empat plot contoh sehingga secara keseluruhan
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) pengamatan dilakukan pada 64 plot contoh.
Ngluyu, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Keempat plot contoh pada setiap umur
Nganjuk, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. tanaman ditempatkan secara sengaja dengan
Pengamatan tersebut dilakukan pada bulan menjaga jarak antar plot contoh tidak kurang
Februari sampai Maret 2015. Secara dari 100 meter. Suatu plot contoh ditempatkan
administratif, lokasi penelitian terletak di Desa di arah utara, selatan, barat, atau timur dari plot
Sugihwaras Kecamatan Ngluyu Kabupaten contoh lainnya tergantung pada kondisi
Nganjuk Provinsi Jawa Timur. Sedangkan lapangan. Keseluruhan plot contoh (64 plot)
secara geografis, lokasi penelitian ini terletak di membentuk pola yang tidak beraturan karena
antara 1115430.38BT dan 1115604.36BT menyesuaikan dengan sebaran umur tanaman.
serta 72644.81LS dan 72750.92LS (Gambar Pengukuran tinggi total pohon (h)
1). Pengolahan data dan analisis citra UAV dilakukan pada semua pohon yang terdapat
dilakukan di Laboratorium Fisik Penginderaan dalam setiap plot contoh. Pengukuran tinggi
Jauh dan Sistem Informasi Geografis, Fakultas menggunakan clinometer pada skala persen

186
Model Penduga Kualitas Tempat Tumbuh Jati (Tectona grandis) Menggunakan Citra ...
Kusnadi et al.

dengan alat bantu galah setinggi 3,5 m dan Kualitas tempat tumbuh umumnya
batas bawah (pangkal) 1 m. Tinggi total pohon ditentukan menggunakan indeks tinggi pohon
dihitung menggunakan persamaan Jaya et al. atau peninggi yang diperoleh dari rata-rata 100
(2010): pohon tertinggi pada areal seluas 1 hektar
%Ht-%Hb (Hartati, 2008). Pada penelitian ini peninggi
h= [( ) X 2.5] +1 (1) diperoleh dari rata-rata 10 pohon tertinggi
%Hp-%Hb
Keterangan: dalam setiap plot contoh. Peninggi tersebut
h = Tinggi total pohon disesuaikan dengan grafik indeks bonita Von
Ht = Bacaan pada tinggi total Wulfing untuk mendapatkan kelas bonita setiap
Hp = Bacaan pada ujung galah plot contoh yang kemudian disebut sebagai
bonita peninggi.

Gambar 1. Peta Lokasi penelitian di KPH Nganjuk, Jawa Timur


Figure 1. Map of study area in KPH Nganjuk, East Java

D. Survei Pendahuluan sebesar 23.7% di BKPH Dungus.


Kajian pendahuluan menunjukkan bahwa Kesesuaian bonita tersebut
kelas bonita peninggi berbeda dengan kelas mengindikasikan bahwa KPH Nganjuk dan
bonita yang digunakan oleh KPH Nganjuk mungkin juga KPH lainnya di Pulau Jawa perlu
(Tabel 1). Bonita peninggi yang dihitung memperbaharui kelas bonita yang digunakan.
berdasarkan 10 pohon tertinggi dalam suatu Salah satu bukti bahwa kelas bonita perlu
plot contoh terdiri dari 5 kelas yaitu bonita 2.5, diperbaharui adalah temuan Suranto et al.
3.0, 3.5, 4.0, dan 4.5. Pada areal yang sama, KPH (2015) bahwa dimensi lebar lingkaran tahun
Nganjuk menggunakan 4 kelas bonita yaitu 2.5, pohon jati di KPH Kendal Jawa Tengah semakin
3.0, 3.5, dan 4.0. Kesesuaian bonita lapangan kecil seirama dengan semakin tingginya kelas
dengan bonita peninggi sangat rendah yaitu bonita yang digunakan.
hanya sebesar 25%. Kesesuaian yang rendah Banyak peneliti menduga bahwa sistem
juga ditemukan oleh Wahyuni (2012) di BKPH pengelolaan hutan untuk produksi kayu tanpa
Dagangan KPH Madiun yaitu sebesar 28.9% dan pertimbangan daya dukung tegakan berpotensi

187
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 5 No.2, Agustus 2016: 185-194

menurunkan kualitas tempat tumbuh tegakan. bahwa pemanfaatan hutan untuk


Pembangunan hutan tanaman jati menurut mengoptimalkan hasil kayu yang intensif secara
Riyanto dan Pahlana (2012) cenderung tidak terus menerus dapat menyebabkan ekosistem
memperhatikan prinsip konservasi tanah hutan kehilangan hara dan ketersediaan hara
sehingga mengakibatkan penurunan kualitas yang optimal hanya untuk beberapa rotasi saja.
tempat tumbuh. Hartati (2008) menyatakan

Tabel 1. Kesesuaian antara bonita peninggi dan bonita lapangan tahun 2015 di RPH Cabean
Table 1. Suitability betweenheightsite quality and field site quality year of 2015 at RPH Cabean
Bonita lapangan (Field site quality)/Petak ukur
Bonita peninggi (Height site quality)
2.5 3.0 3.5 4.0
2.5 4 16 0 0
3.0 8 12 8 0
3.5 4 0 0 0
4.0 0 4 0 0
4.5 0 4 0 4
Jumlah contoh (Number of sample) 16 36 8 4
Jumlah benar (Number of true) 4 12 0 0
Kesesuaian (Suitability) % 25.0 33.3 0.0 0.0
Keterangan: Remarks:
Total contoh = 64 Jumlah benar = 16 OA = 25.0% Total Sample = 64 Correct amount=16 Overall Accuracy = 25.0%
0 berarti tidak terdapat petak ukur 0 means that there are no plots

KPH Nganjuk yang menjadi lokasi Peubah-peubah tersebut diasumsikan memiliki


penelitian ini menerapkan sistem tebang habis hubungan yang erat dengan tinggi total pohon,
sesuai dengan daur yang telah ditentukan. sehingga ketiganya dapat digunakan untuk
Sistem tebang habis menurut Daniel et al. menduga bonita.
(1992) memiliki peluang besar untuk merubah Persentase penutupan tajuk (percentage
keseimbangan hara di lantai tegakan. Mereka canopy cover) merupakan perbandingan luas
menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat proyeksi tutupan tajuk pada suatu plot contoh
pemanfaatan yang diterapakan maka semakin dengan luas plot contoh yang dihitung
banyak hara yang keluar dari suatu tempat menggunakan persamaan Pretzsch (2009):
tumbuh. situasi tersebut memerlukan Persentase penutupan tajuk (%)=
luas proyeksi penutupan tajuk
x 100 (2)
luas plot contoh
penaksiran yang lebih baik terhadap kualitas
tempat tumbuh. Tanah hutan bekas tebangan
Dc adalah rata-rata diameter tajuk pohon (Dc)
dengan intensitas tinggi menurut Sihombing pada suatu plot contoh. Dc diperoleh dari rata-
(2015) dapat mengalami penurunan kualitas. rata diameter tajuk pohon pada citra yang
Kenyataan-kenyataan tersebut menyiratkan diukur dari arah Utara ke Selatan (Dus) dan
bahwa kelas bonita yang digunakan saat ini diameter pohon dari arah Barat ke Timur (Dbt).
oleh Perum Perhutani perlu untuk di evaluasi. N adalah jumlah pohon yang terdapat dalam
Evaluasi terhadap bonita sangat suatu plot contoh.
memungkinkan dengan menggunakan peubah-
peubah pengukuran tegakan yang diperoleh F. Penyusunan Model
dari citra UAV seperti yang dilakukan pada Model penduga kualitas tempat tumbuh
penelitian ini. tegakan jati dibangun menggunakan analisis
diskriminan pada perangkat lunak XLSTAT
E. Pengolahan Citra UAV 2014. Analisis diskriminan pada perangkat
Pengolahan citra dilakukan menggunakan lunak ini dapat dijalankan dengan mudah dan
perangkat lunak ArcGis 9.3. Pengolahan citra output yang dihasilkan telah dilengkapi dengan
berupa interpretasi visual dilakukan melalui kesesuaian fungsi diskriminan yang terbentuk.
on-screen digitizing untuk mendapatkan Analisis diskriminan merupakan salah satu
peubah-peubah tegakan yang terdapat pada teknik klasifikasi tempat tumbuh baik dengan
citra UAV. Peubah-peubah tegakan yang menggunakan peubah tunggal maupun peubah
menjadi peubah pendugaan kualitas tempat ganda. Analisis diskriminan menurut Andriani,
tumbuh yang diperoleh dari citra UAV adalah et al. (2011) adalah teknik statistik yang
persentase penutupan tajuk (C), rata-rata digunakan pada hubungan dependensi pada
c ), dan jumlah pohon (N).
diameter tajuk (D kasus dimana peubah tidak bebas adalah data

188
Model Penduga Kualitas Tempat Tumbuh Jati (Tectona grandis) Menggunakan Citra ...
Kusnadi et al.

kualitatif dan peubah bebas berbentuk data diskriminan bonita dibangun menggunakan
kuantitatif. persamaan Supranto (2002):
Analisis diskriminan menggunakan data
Di = bi0 + bi1xi1 + bi2xi2 + + bikxik (3)
bonita yang diperoleh dari hasil pengukuran
peninggi (bukan bonita yang digunakan oleh Keterangan:
KPH Nganjuk) sebagai peubah terikatnya, Di = Nilai skor dari fungsi diskriminan bonita ke-i.
sedangkan peubah bebasnya diperoleh dari bi = Konstanta
pengamatan citra (C,
Dc , dan N). Peubah ganda bk = Koefisien diskriminan variabel ke-i
xik= Peubah ke-k dari responden ke-i
digunakan dalam analisis ketika antar peubah
tidak memiliki korelasi yang kuat. Hubungan Identifikasi bonita dilakukan dengan
antar peubah tersebut ditentukan dengan pendekatan peluang maksimum. Nilai
menggunakan nilai koefisien korelasi Pearson. diskriminan yang terbesar menyatakan hasil
Fungsi diskriminan bonita yang dibangun analisis yang sesuai untuk tegakan yang
adalah fungsi diskriminan model linear dan dimaksudkan. Ilustrasi proses klasifikasi
fungsi diskriminan model kuadratik. Fungsi tersebut seperti Wahyuni (2012):

D1
X D2 Max (D1, D2, Dn) Bonita terpilih
Dn

Bonita yang diperoleh dari fungsi UAV untuk penyusunan model penduga
diskriminan selanjutnya disesuaikan dengan kualitas tempat tumbuh tegakan jati adalah
bonita peninggi. Persentasi kesesuaian tersebut persentase penutupan tajuk (C), rata-rata
dihitung menggunakan persamaan: diameter tajuk (Dc ), dan jumlah pohon (N).
N Koefisien korelasi Pearson antar peubah
PC = ( c ) x 100% (4)
Nt
menunjukkan hubungan yang berbeda seperti
Keterangan: pada Gambar 2 sampai dengan Gambar 4.
PC = Proporsi benar Peubah C memiliki korelasi yang rendah dengan
Nc = Jumlah benar
Dc dan N yaitu koefisien korelasi dan R2
Nt = Total contoh berturut-turut sebesar 0.37 dan 13.5% serta -
0.22 dan 5.2%. Korelasi yang kuat terdapat
III. HASIL DAN PEMBAHASAN pada hubungan antara peubah Dc dan N yang
A. Hubungan Antar Peubah menunjukkan nilai koefisien korelasi Pearson
Peubah tegakan yang diperoleh dari citra yang tinggi sebesar -0.93 dan R2 90.7%.

Gambar 2. Hubungan antara peubah persentase penutupan tajuk (C) dan


c )
rata-rata diameter tajuk (D
Figure 2. Relationship between variables percentage canopy cover (C) and
crown diameter average (D c )

189
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 5 No.2, Agustus 2016: 185-194

Gambar 3. Hubungan antara peubah persentase penutupan tajuk (C) dan jumlah pohon (N)
Figure 3. Relationship between variables percentage canopy cover (C) and number of trees (N)

Gambar 4. Hubungan antara peubah rata-rata diameter tajuk (D c ) dan jumlah pohon (N)
Figure 4. Relationship between variables crown diameter average (D c ) and number of trees (N)

Nilai koefisien korelasi antara peubah masing-masing sebanyak 25 fungsi. Model


tersebut menentukan peubah yang digunakan penduga kualitas tempat tumbuh yang
dalam analisis diskriminan. Berdasarkan dihasilkan dari persamaan linear disajikan
korelasi antar peubah, peubah citra yang pada Tabel 2, sedangkan fungsi diskriminan
digunakan pada analisis diskriminan untuk kualitas tempat tumbuh dengan menggunakan
menduga kualitas tempat tumbuh jati adalah model kuadratik disajikan pada Tabel 3.
peubah tunggal C,
Dc , dan N serta peubah ganda Fungsi diskriminan model linear dengan
CDc dan CN. Satu pasangan peubah ganda peubah kerapatan tajuk menunjukkan
lainnya yaitu Dc N tidak digunakan karena kesesuaian bonita paling rendah sebesar
kedua peubah memiliki korelasi yang kuat. 43.75%. Kesesuaian analisis diskriminan
dengan satu peubah tersebut lebih rendah
B. Model Penduga Kualitas Tempat dibanding dengan peubah rata-rata diameter
Tumbuh Jati tajuk yaitu sebesar 50.00% maupun peubah
Model penduga kualitas tempat tumbuh jumlah pohon sebesar 48.44%. Akurasi paling
jati menggunakan analisis diskriminan dengan tinggi dari penggabungan kerapatan tajuk dan
5 peubah (C, c , dan CN) terhadap 5
Dc , N, CD jumlah pohon sebesar 54.69%, sedangkan nilai
kelas bonita peninggi yang diperoleh pada kesesuaian fungsi diskriminan menggunakan
penelitian pendahuluan menghasilkan fungsi kerapatan tajuk dan rata-rata diameter tajuk
diskriminan model linear dan model kuadratik sebesar 48.44% (Tabel 2).

190
Model Penduga Kualitas Tempat Tumbuh Jati (Tectona grandis) Menggunakan Citra ...
Kusnadi et al.

Tabel 2. Model linear pendugaan kualitas tempat tumbuh jati di RPH Cabean
Table 2. Linear models to estimate site quality of teak in RPH Cabean
Peubah Bonita Fungsi diskriminan(Discriminant Kesesuaian (Suitability)
(variables) (SQ) function) %
2.5 D2.5 = 0.566C21.349
3.0 D3.0 = 0.574C21.587
C 3.5 D3.5 = 0.613C26.435 43.75%
4.0 D4.0 = 0.523C20.045
4.5 D4.5 = 0.607C25.285
2.5 c 14.995
D2.5 = 5.284D
3.0 c 15.292
D3.0 = 5.404D

Dc 3.5 c 17.627
D3.5 = 5.476D 50.00%
4.0 c 8.186
D4.0 = 3.306D
4.5 c 8.395
D4.5 = 3.571D
2.5 D2.5 = 0.144N3.988
3.0 D3.0 = 0.156N4.147
N 3.5 D3.5 = 0.147N5.714 48.44%
4.0 D4.0 = 0.344N18.842
4.5 D4.5 = 0.303N14.552
2.5 c 23.667
D2.5 = 0.442C+2.577D
3.0 c 24.089
D3.0 = 0.445C+2.677D
c
CD 3.5 c 28.517
D3.5 = 0.495C+2.442D 48.44%
4.0 c 20.052
D4.0 = 0.517C+0.139D
4.5 c 25.300
D4.5 = 0.617C0.209D
2.5 D2.5 = 0.753C+0.337N34.629
3.0 D3.0 = 0.77C+0.354N36.200
CN 3.5 D3.5 = 0.809C+0.355N41.123 54.69%
4.0 D4.0 = 0.832C+0.557N56.292
4.5 D4.5 = 0.903C+0.535N58.633

Kesesuaian bonita hasil analisis 81.6% di BKPH Dungus KPH Madiun dengan
diskriminan dengan bonita peninggi yang menggunakan peubah citra UAV yaitu
paling baik diperoleh dari fungsi diskriminan persentase penutupan tajuk (C), diameter tajuk
model kuadratik. Hasil tersebut ditunjukkan pohon (Dc), dan jumlah pohon (N). Peubah Dc
oleh nilai akurasi dari fungsi diskriminan berbeda dengan peubah rata-rata diameter
menggunakan peubah ganda kerapatan tajuk tajuk yang diperoleh dari keseluruhan pohon
(C) dan rata-rata diameter tajuk (D c ) yaitu pada suatu plot contoh karena peubah Dc
sebesar 60.94%. merupakan diameter tajuk pohon yang sama
Bonita jati dengan menggunakan analisis dengan pohon yang digunakan sebagai
diskriminan dalam penelitian ini ditentukan peninggi.
oleh nilai dari kelima fungsi diskriminan Hasil yang diperoleh menjelaskan bahwa
dengan peubah CD c . Nilai kerapatan tajuk dan kualitas tempat tumbuh jati yang ditentukan
rata-rata diameter tajuk yang diperoleh dari oleh hara di lantai hutan dapat diduga dengan
citra UAV dimasukkan kedalam kelima fungsi menggunakan persentase penutupan tajuk dan
diskriminan untuk menentukan bonita tegakan. ukuran diameternya. Penutupan tajuk
Nilai paling besar dari kelima fungsi mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena
diskriminan tersebut menunjukkan bonita faktor persaingan mendapatkan sinar matahari.
tegakan jati. Di sisi lain, persentase penutupan tajuk
Wahyuni (2012) mendapatkan model menurut Wijayanto dan Rhahmi (2013) juga
penduga kualitas tempat tumbuh dengan mempengaruhi panjang dan kedalaman akar
akurasi sebesar 68.4% di BKPH Dagangan dan tanaman.

191
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 5 No.2, Agustus 2016: 185-194

Tabel 3. Model kuadratik pendugaan kualitas tempat tumbuh di RPH Cabean


Table 3. Quadratic models to estimate site quality of teak in RPH Cabean
Peubah Kesesuaian
Bonita
(varia Fungsi diskriminan(Discriminant function) (Suitability)
(SQ)
bles) %
2.5 D2.5 = 0.44C0.003C219.407
3.0 D3.0 = 0.488C0.003C220.977
C 3.5 D3.5 = 2.87C0.019C2115.272 40.63%
4.0 D4.0 = 9C0.068C2300.769
4.5 D4.5 = 2.215C0.014C285.152
2
2.5 c 1.012D
D2.5 = 10.598D c 28.550
3.0 2
c 0.282D
D3.0 = 3.022D c 9.202
3.5 2
Dc c 2.317D
D3.5 = 25.135D c 70.185 57.81%
4.0 2
c 6.061D
D4.0 = 39.697D c 66.529
4.5 c 2 129.860
c 10.332D
D4.5 = 73.1D
2.5 D2.5 = 0.521N0.007N213.538
3.0 D3.0 = 0.084N0.001N25.721
N 3.5 D3.5 = 2.143N0.027N247.093 45.31%
4.0 D4.0 = 1.382N0.007N269.478
4.5 D4.5 = 0.876N0.005N240.452
2.5 c +0.052CD
D2.5 = 0.248C+8.827D c 2 35.23
c 0.004C21.198D
3.0 2
c +0.068CD
D3.0 = 0.471C+0.242D c 0.006C20.484D
c 21.023
c 3.5 2
CD c +0.024CD
D3.5 = 3.013C+27.113D c 0.019C22.325D
c 193.56 60.94%
4.0 2
c +44.52CD
D4.0 = 170.4C1543.55D c 2.39C2212.9D
c 3095.4
4.5 2
c +1.313CD
D4.5 = 0.25C+67.95D c 0.032C223.798D
c 131.727
2.5 D2.5 = 0.377C+0.389N+0.002CN0.003C 0.007N226.893
2

3.0 D3.0 = 0.953C+0.404N+0.004CN0.005C20.002N249.251


CN 3.5 D3.5 = 2.566C+1.226N+0.015CN0.020C20.029N2129.484 54.69%
4.0 D4.0 = 27.578C+8.174N+0.076CN0.155C20.017N21297.707
4.5 D4.5 = 2.08C+0.834N+0.001CN0.014C20.005N2120.057

Model pendugaan kualitas tempat tumbuh Peubah tegakan yang diperoleh dari citra
yang dihasilkan dibangun menggunakan UAV dalam penelitian ini terbukti dapat
peubah tegakan yang diukur secara tidak digunakan untuk menduga kualitas tempat
langsung. Pengamatan persentase penutupan tumbuh. Hasil penelitian mendukung Wallace et
tajuk secara tidak langsung dengan al. (2012) yang menyatakan bahwa sistem UAV
menggunakan citra UAV dalam inventarisasi adalah flatform yang sesuai untuk menilai
hutan menurut Chianucci et al. (2016) dapat tegakan hutan dan individu pohon. Sari dan
menggantikan kebutuhan pengukuran Kushardono (2014) juga membenarkan bahwa
langsung di lapangan. Pengukuran tidak UAV merupakan wahana yang diharapkan
langsung memiliki banyak keunggulan dapat digunakan untuk memperoleh informasi
dibanding pengukuran secara langsung. spasial skala rinci yang semakin dibutuhkan.
Pengamatan peubah pada citra dapat menjamin Senada dengan hal tersebut di atas, Mesas-
kecukupan sampel dan keakuratan data (Pan et Carrascosa et al. (2014) menyimpulkan bahwa
al., 2011). Disamping itu pengamatan tidak citra resolusi sangat tinggi yang diperoleh dari
langsung dengan menggunakan citra UAV UAV dapat dijadikan sebagai bahan
membutuhkan biaya yang relatif lebih rendah pengambilan kebijakan pada suatu tegakan
dibandingkan pengukuran langsung hutan.
(Shofiyanti, 2011) dengan tidak kehilangan
keakuratan data (Rokhmana, 2015).

192
Model Penduga Kualitas Tempat Tumbuh Jati (Tectona grandis) Menggunakan Citra ...
Kusnadi et al.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN II Jawa Timur. [skripsi]. Bogor: Institut


Pertanian Bogor.
A. Kesimpulan
Kualitas tempat tumbuh tegakan jati di Hartati, W. (2008). Evaluasi distribusi hara tanah dan
tegakan mangium, sengon dan leda pada akhir
RPH Cabean KPH Nganjuk dapat diklasifikasi daur untuk kelestarian produksi hutan
menggunakan peubah ganda yang diperoleh tanaman di UMR Gowa PT Inhutani I Unit III
dari citra UAV yaitu kerapatan tajuk dan rata- Makassar. Jurnal Hutan dan Masyarakat, 3(2),
rata diameter tajuk ganda CDc . Akurasi model 199219.
pendugaan yang dihasilkan tidak terlalu tinggi
Hayat, S. N. (2015). Pembangunan kelas kualitas
yaitu sebesar 60.94% diperoleh dari fungsi tempat tumbuh mangrove menggunakan citra
diskriminan model kuadratik. satelit resolusi sedang di IUPHHKHA PT
Kandelia Alam Kalimantan Barat. [skripsi].
B. Saran
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini menggunakan citra resolusi
sangat tinggi yang diperoleh dari pesawat tidak Jaya, I. N. S., & Cahyono, A. B. (2001). Kajian teknis
berawak dengan kamera biasa. Meskipun pemanfaatan potret udara non-metrik format
resolusi spasial yang diperoleh dari kamera kecil pada bidang kehutanan. Jurnal
Manajemen Hutan Tropika, 7(1), 5564.
tersebut termasuk sangat tinggi, model
pendugaan yang dihasilkan memiliki akurasi Jaya, I. N. S., Samsuri, Lastini, T., & Purnama, E. S.
yang tidak terlalu tinggi. Perolehan model (Eds.). (2010). Teknik Inventarisasi Sediaan
pendugaan yang lebih akurat sangat Ramin di Hutan Rawa Gambut. Bogor: ITTO
CITES Project dan Kementerian Kehutanan.
memungkinkan dengan menggunakan kamera
yang mampu memperoleh citra dengan resolusi Marini, Y., Emiyati, Hawariyah, S., & Hartuti, M.
spasial yang lebih tinggi. (2014). Perbandingan metode klasifikasi
supervised maximum likelihood dengan
klasifikasi berbasis objek untuk inventarisasi
UCAPAN TERIMA KASIH
lahan tambak di Kabupaten Maros. Makalah
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dipresentasikan pada Seminar Nasional
Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan Penginderaan Jauh tanggal 21 Maret 2014 di
yang telah membiayai penelitian ini. Ucapan Bogor, Indonesia.
terima kasih juga penulis sampaikan kepada
McRoberts, R. E., & Tomppo, E. O. (2007). Remote
Kesatuan Pemangkuan Hutan Nganjuk Perum sensing support for national forest inventories.
Perhutani Unit II Jawa Timur atas fasilitasi Remote Sensing of Environment, 110(4), 412
dalam pelaksanaan penelitian. Terakhir penulis 419.
menyampaikan penghargaan kepada Bapak
Mesas-Carrascosa, F. J., Notario-Garca, M. D., Meroo
Dasar Santoso serta staf Resort Pengelolaan
de Larriva, J. E., Snchez de la Orden, M., &
Hutan Cabean yang telah membantu dalam Garca-Ferrer Porras, A. (2014). Validation of
pengumpulan data lapangan. measurements of land plot area using UAV
imagery. International Journal of Applied Earth
DAFTAR PUSTAKA Observation and Geoinformation, 33, 270279.
Andriani Y, Cahyawati D, Gusmaryanita V. (2011).
Pan, Y., Zhang, J., & Shen, K. (2011). Crop area
Analisis diskriminan untuk mengetahui faktor
estimation from UAV transect and MSR image
yang mempengaruhi pilihan program studi
data using spatial sampling method: a
matematika di FMIPA dan FKIP Universitas
simulation experiment. Procedia
Sriwijaya. Jurnal Penelitian Sains, 14(4), 914.
Environmental Sciences, 7, 110115.
Chianucci, F., Disperati, L., Guzzi, D., Bianchini, D.,
Pretzsch, H. (2009). Forest Dynamics, Growth and
Nardino, V., Lastri, C., . . . Corona, P. (2016).
Yield. Heidelberg: Springer.
Estimation of canopy attributes in beech
forests using true colour digital images from a Rango, A., & Laliberte, A. S. (2010). Impact of flight
small fixed-wing UAV. International Journal of regulations on effective use of unmanned
Applied Earth Observation and Geoinformation, aircraft systems for natural resources
47, 6068. applications. Journal of Applied Remote Sensing,
4, 112.
Daniel, T. W., Helms, J. A., & Baker, F. S. (1992).
Principles of Silviculture. Yogyakarta: Gajah Riyanto, H. D., & Pahlana, U. W. H. (2012). Kajian
Mada University Press. evaluasi lahan hutan jati sistem bonita di
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu.
Dhani, F. A. R. (2012). Penggunaan citra resolusi
Jurnal penelitian Hutan Tanaman, 9(1), 8393.
tinggi untuk pendugaan sediaan tegakan jati
(Tectona grandis, Linn.F) dengan teknik double Rokhmana, C. A. (2015). The Potential of UAV-based
sampling di KPH Madiun Perum Perhutani Unit Remote Sensing for Supporting Precision

193
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 5 No.2, Agustus 2016: 185-194

Agriculture in Indonesia. Procedia Suranto, Y., Prayitno, T. A., Marsono, D., & Sutapa, J. P.
Environmental Sciences, 24, 245253. G. (2015). Pengaruh umur pohon, bonita dan
Sari, N. M., & Kushardono, D. (2014). Klasifikasi posisi aksial batang terhadap struktur
penutup lahan berbasis obyek pada data foto makroskopis dan kualitas kayu jati sebagai
UAV untuk mendukung penyediaan informasi bahan furnitur. Jurnal Manusia dan
penginderaan jauh skala rinci. Jurnal Lingkungan, 22(1), 8493.
Penginderaan Jauh, 11(2), 114127. Upadhyay, A., Eid, T., & Sankhayan, P. L. (2005).
Septyawardani, E. (2012). Penyusunan model Construction of site index equations for even
penduga sediaan tegakan dan biomassa hutan aged stands of Tectona grandis (teak) from
jati (Tectona grandis Linn.F) menggunakan permanent plot data in India. Forest Ecology
citra dijital non-metrik resolusi tinggi. [skripsi]. and Management, 212, 1422.
Bogor: Institut Pertanian Bogor. Wahyuni, S. (2012). Identifikasi kualitas tempat
Shofiyanti, R. (2011). Teknologi pesawat tanpa awak tumbuh (bonita) menggunakan citra dijital non
untuk pemetaan dan pemantauan tanaman dan metrik resolusi tinggi di KPH Madiun Perum
lahan pertanian. Informatika Pertanian, 20(2), Perhutani Unit II Jawa Timur. [skripsi]. Bogor:
5864. Institut Pertanian Bogor.
Sihombing, B. H. (2015). Tinjauan konsep dan Wallace, L., Lucieer, A., Watson, C., & Turner, D.
implementasi sistem silvikultur TPTII. Jurnal (2012). Development of a UAV-LiDAR System
AGRIFOR, 14(1), 2738. with Application to Forest Inventory. Remote
Simarmata, M. M. (2015). Model penyusunan kualitas Sensing, 4(12), 1519-1543.
tempat tumbuh Eucalyptus urophylla pada Wijayanto, N., & Rhahmi, I. (2013). Panjang dan
hutan tanaman. Jurnal Elektronik AKAR, 1(1), kedalaman akar lateral jabon (Anthocephalus
110. cadamba (Roxb.) Miq.) di Desa Cibening,
Supranto. (2002). Analisis Multivariat. Arti & Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa
Interpretasi. Jakarta: Rineka Cipta. Barat. Jurnal Silvikultur Tropika, 4(1), 2329.

194

Anda mungkin juga menyukai