Anda di halaman 1dari 4

Kegiatan konservasi selalu membutuhkan informasi kondisi wilayah terbaru, misalnya pada kegiatan perencanaan

pengelolaan kawasan konservasi atau kegiatan monitoring kawasan. Penggunaan drone atau UAV (Unmanned
Aerial Vehicle) menjadi pilihan yang sangat efektif dalam membantu mendapatkan informasi terbaru mengenai suatu
kawasan.

Pengertian drone adalah sebuah mesin terbang yang berfungsi dengan kendali jarak jauh oleh pilot atau mampu
mengendalikan dirinya sendiri yang menggunakan hukum aerodinamika untuk mengangkat dirinya dan mampu
membawa muatan. Pada kebanyakan drone, muatan yang dimaksud adalah kamera yang digunakan untuk
pengambilan gambar, tetapi pada kegiatan konservasi bisa digunakan untuk membawa dan menyebarkan biji
tanaman.

Salah satu peran penggunaan drone untuk konservasi tidak terlepas dari peran drone dalam mendukung dan
mengambil data untuk pemetaan. Drone mampu memberikan data spatial update dalam rentang waktu yang lebih
cepat dibandingkan dengan satelit yang memerlukan durasi pengambilan gambar secara periode jangka waktu
tertentu. Aplikasi pemetaan dengan drone pada kawasan tertentu dan dilakukan secara berkala juga jauh lebih
murah jika dibandingkan dengan memperoleh data melalui citra satelit resolusi tinggi (misalnya Ikonos). Drone yang
digunakan dalam sektor kehutanan dapat melakukan proses monitoring kawasan hutan untuk mengkaji wilayah-
wilayah kelola konsesi serta mendapatkan gambaran mengenai kondisi tutupan lahan yang paling baru.

Di Indonesia, salah satu contoh penggunaan drone oleh komunitas Conservation Drone adalah monitoring kegiatan
konservasi orangutan. Drone digunakan untuk menghitung jumlah sarang orangutan serta mendukung kegiatan
pemetaan habitat orangutan. TNC sendiri sudah melakukan beberapa kegiatan yang akan sangat efektif didukung
oleh pemetaan dengan menggunakan drone, misalnya untuk kegiatan monitoring kawasan kelola HPH dalam skema
kerjasama RIL, monitoring kawasan hutan lindung, pengambilan data tutupan lahan untuk kegiatan hutan desa,
serta monitoring biodiversity di kawasan tertentu. Pilihan menggunakan drone dilakukan juga untuk kegiatan
seperti monitoring tutupan lahan untuk mendukung inisiatif hutan desa.

Drone adalah pesawat tanpa awak atau nirawak atau unmanned aerial vehicle (UAV) yang
dikendalikan dari jarak jauh oleh pilot atau mengendalikan dirinya sendiri (autopilot).
Drone terbang dengan menggunakan hukum aerodinamika untuk mengangkat dirinya.
Perkembangan teknologi penginderaan jauh (inderaja/remote sensing) yang cepat sangat
berguna dalam pengelolaan kawasan hutan, terutama untuk mendapatkan data dan
informasi yang mendekati waktu terkini (near real time) yang penting dalam proses
pengambilan keputusan. Kombinasi teknologi drone kini diterapkan dalam pembuatan peta
dan dokumentasi foto/video sebagai aplikasi untuk proses perencanaan evaluasi dan
pelaporan (PEP).

Kombinasi teknologi pesawat tanpa awak dan konsep pemetaan di bidang kehutanan bisa
memberikan masukan terkait investasi jangka panjang. Ini merupakan bentuk survei
berbiaya rendah (low cost survey) tetapi memberikan manfaat yang lebih banyak. Dengan
drone, informasi dari data dan fakta lapangan yang cepat dan tepat diharapkan membantu
pengelolaan hutan lebih baik.

Penggunaan drone sangat membantu untuk mengecek kondisi wilayah secara tepat waktu
dan presisi. Hasil dari potret areal yang dipakai oleh drone memiliki kelebihan dari citra
satelit yang umum digunakan. Dengan kemampuan droneterbang rendah di bawah awan,
maka distorsi gambar akibat tutupan awan –salah satu permasalahan yang sering terjadi
dalam hasil potret citra satelit– dapat dihindarkan.

Bahkan, drone dapat memotret secara detil obyek-obyek kecil di daratan dan karena
itu drone cocok untuk fungsi pemotretan detail di wilayah tertentu. Untuk area
jelajah, drone dapat diset untuk terbang mengikuti alur yang telah ditentukan. Dalam
waktu sekitar dua jam setelah penerbangan, seluruh data hasil terbang drone yang
diunggah ke komputer dapat muncul dalam bentuk tiga dimensi.
Sebelum adanya drone, pemantau kawasan Hutan Harapan hanya dilakukan dengan cara
manual oleh patroli tim pengamanan hutan yang bisa memakan waktu, biaya yang besar
dan sumber daya manusia yang banyak. Survei potensi, untuk mengumpulkan informasi
tentang kepadatan hutan dari posisi pohon besar dan potensi regenerasi, sekaligus
memperoleh informasi tentang lingkungan abiotik juga dilakukan dengan cara serupa.

Pemanfaatan drone di Hutan Harapan dimulai sejak awal 2014, yakni jenis Fix Wing dan
Quatcopter. Fix Wing merupakan jenis pesawat tanpa awak yang memiliki sayap. Karena
penggunaannya lebih rumit dibandingkan Quatcopter, Fix Wing jarang dipakai. Memang,
dengan Fix Wing wilayah jelajahnya lebih luas dan jam terbangnya lebih lama karena ia
menggunakan satu baling-baling dan bersayap. Baterainya juga lebih hemat. Hanya saja,
Fix Wing harus memliki landasan yang luas yang sulit ditemui di dalam kawasan hutan.
Saat ini Hutan Harapan mengoperasikan jenis Quatcopter untuk kegiatan GIS dan
pemantauan kawasan.

Agustiono salah satu pilot drone Hutan Harapan, menjelaskan Quadcopter yang digunakan
di Hutan Harapan adalah jenis Tarot Ironman 650 yang memiliki kemampuan terbang dan
mendarat dengan sistem autopilot. Drone jenis ini dapat terbang dengan durasi
penerbangan sekitar 40 menit dan mampu mencover areas seluas 25 hektare dalam sekali
terbang.

Agustiono menjelaskan, drone di Hutan Harapan dioperasikan untuk mengidentifikasi


perubahan tutupan lahan, derah terbuka yang disebabkan kebakaran hutan, perambahan
hutan, illegal loging dan identifikasi jenis vegetasi.
Lebih rinci Agus menjelaskasn, operasional drone diawali dengan penentuan petak luas
150 ha menjadi 6 grid terbang. Kemudian dibuatkan misi terbang dengan mission planner.
Jarak terbang, overlap foto, kecepatan terbang dan ketinggian drone pada tahap ini harus
ditentukan. Tahapan berikutnya adalah survei lokasi lepas landas dan operasional.

Tim drone Hutan Harapan, yang beranggotakan Habibi, Randi, Sarwo, Zelvin, dan
Agustiono menjalani pelatihan berbulan-bulan oleh Tom Swinfield, peneliti dari Royal
Society for the Protection of Birds (RSPB) yang pernah menjadi technical asssistant di
Hutan Harapan. Pelatihan juga meliputi bongkar pasang peralatan drone hingga belajar
misi terbang.

“Tidak semua orang mendapat kesempatan belajar dan mengoperasikan teknologi canggih
seperti drone ini. Dengan droneHutan Harapan bisa melakukan pemetaan dari atas dan
dapat membantu memonitor kondisi kawasan hutan,” ujar Habibi, salah satu pilot drone
Hutan Haraoan. Tidak jarang, kata dia menceritakan kisah yang tidak
menyenangkan, dronemengalami kecelakaan, jatuh dan di lain waktu cuaca mengagalkan
misi terbang. Menariknya, setiap kerusakan drone masing-masing anggota tim ikut
memperbaiki sendiri.

Tim drone Hutan Harapan telah melakukan memetakan areal seluas sekitar 200 hektare.
Dengan adanya tim ini, manajemen Hutan Harapan sangat terbantu dalam pemetaan dan
monitoring kawasan Hutan dan dapat menghemat sumber daya manusia dan
biaya. (Penulis: Agustiono, pilot drone HH; editor: Joni Rizal; foto-foto oleh: Tim
drone Hutan Harapan)

Anda mungkin juga menyukai