Anda di halaman 1dari 8

TUGAS FOTOGRAMETRI

SEJARAH UAV/DRONE

Dibuat oleh :
Daud Saifulloh Yusuf
Kelas/Absen :
C/15

PROGRAM STUDI DIPLOMA I PENGUKURAN DAN PEMETAAN KADASTRAL


SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL
YOGYAKARTA
2022
SEJARAH UAV/DRONE

Pada tahun 1849, rancangan pesawat tanpa pilot sudah direncanakan


pengembangannya untuk kebutuhan militer. Pertama kali digagas oleh Negara Austria untuk
menerbangkan banyak balon tak berawak yang dibekali dengan bahan peledak untuk
menhancurkan kota Venesia di Italia. Hanya beberapa balon saja yang tepat sasaran, sebagian
yang lain justru terjebak oleh angin dan sebaliknya malah berubah arah. Bisa dikatakan
penggunaan drone sederhana ini tidak sepenuhnya berhasil dan menimbulkan keinginan
untuk menciptakan pesawat nirawak yang dapat diterbangkan lebih mudah dan lebih ringan
oleh Santos-Dumont pada tahun 1899 dan Zeppelin 1900-1909, serta pesawat nirawak yang
dapat dikontrol dari jarak jauh oleh Otto Lilienthal 1890-1896, dan terus dikembangkan
secara pesat pada saat Perang Dunia I dan Perang Dunia II (Noor, 2020).

Kendaraan udara tanpa awak memiliki banyak sebutan lain sepanjang sejarah, yaitu;
Drone, UAV (Unmanned Aerial Vehicle), RPV (Remotely Piloted Vehicle), UCAV
(Uninhabited Combat Aerial Vehicle), UCAV/S (Uhinhabited Combat Aircraft
Vehicles/System), RPA (Remotely Piloted Aircraft), RPH (Remotely Piloted Helicopter),
Aerial Robotics, dan MAV (Micro Aerial Vehicle). Berbeda dengan ide asal penciptaan
drone yang dirancang untuk keperluan militer, kini seiring dengan perkembangan zaman,
drone sudah mulai dipakai dalam berbagai hal seperti kebutuhan umum, bisnis, industri dan
logistik.

Teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV) yang lebih dikenal dengan sebutan drone
adalah sebuah mesin terbang atau pesawat tanpa awak yang dapat dikendalikan dari jarak
jauh oleh pilot mengggunakan remote control atau mampu mengendalikan dirinya sendiri.
Drone dapat terbang karena menerapkan hukum aerodinamika untuk mengangkat dirinya,
yang bisa digunakan berkali-kali selagi belum mengalami kerusakan. Drone dapat
dikendalikan secara otomatis menggunakan remot control yang tersambung dengan media
transmisi gelombang radio atau Wi-fi yang sebelumnya sudah dirancang melalui program
komputer sebelum digunakan, sehingga dapat dikendalikan dari jarak jauh oleh pilot yang
berada di dataran atau tempat lainnya. Selain itu drone juga dapat dikendalikan menggunakan
smartphone maupun joystick (Suroso, 2016).
1.1.JENIS-JENIS DRONE
Berdasarkan bentuk fisik dan cara kerjanya, drone terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
• Fixed wing adalah drone yang bentuknya sangat mirip dengan pesawat terbang
biasa namun dengan ukuran yang jauh lecih kecil termasuk dilengkapi oleh sistem
sayap. Drone jenis fixed wing memeliki waktu terbang lebih lama bisa mencapai
1,5 jam, sehingga bisa merekam wilayah dan area yang lebih jauh dan lebih luas
dibandingkan dengan drone jenis multicopter, namun kelemahan dari drone jenis
fixed wing ini tidak dapat diterbangkan secara vertikal.
• Multicopter yaitu jenis drone yang memanfaatkan putaran baling-baling untuk
terbang. Biasanya, drone ini menggunakan setidaknya empat rotor untuk
membuatnya tetap terbang. Drone jenis multicopter ini bisa diterbangkan dengan
durasi waktu selama 40 menit dengan area cover seluas 100-400 Ha dan dapat
terbang secara vertikal mencapai ketinggian 300 meter. Penggunaan drone jenis
multicopter ini sangat sesuai untuk pemetaan infrastruktur, pemetaan daerah
pertanian, dan pemetaan wilayah hutan.
Contoh populer drone multicopter adalah drone Phantom yang sering atau banyak
digunakan. Multicopter terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
• Single-rotor yang bentuknya mirip dengan helikopter yang menggunakan
balingbaling tunggal
• Multi-rotor menggunakan tiga sampai dengan delapan baling-baling.
Selain itu, yang harus diperhatikan dari drone adalah tingkat otonomi, ukuran,
berat, dan sumber daya, spesifikasi ini sangat penting untuk mengetahui jarak jelajah
drone, durasi penerbangan maksimum, dan kapasitas pemuatan. Jenis sensor yang
digunakan misalnya kamera, sniffer, dan sensor meteorologi (Vergouw et al. 2016).

1.2.SISTEM UAV
Dalam kongres ISPRS (International Society for Photogrammetry and Remote
Sensing), UAV memberikan platform baru dan terkendali untuk proses akuisisi data tanpa
menimbulkan dampak berbahaya ataupun kerusakan lingkungan. Bahwa UAV dapat
melewati daerah berbahaya seperti aktivitas vulkanik gunung berapi, tumpahan racun dan
tebing yang curam. Pesawat udara tanpa awak yang mengeluarkan biaya operasional yang
rendah serta kemampuan terbang yang fleksibel ini dapat memberikan data dengan cepat
dan dapat memperbarui data secara real time tanpa menunggu jangka waktu panjang
seperti citra satelit.
Sistem navigasi pada UAV disebut juga Autonomous Navigation System karena
diterbangkan dengan menggunakan GPS (Global Positioning System) dan pengecekan
telemetri di GCS (Ground Control Station) untuk memantau dan menavigasi UAV saat
pengambilan data. Data yang diterima akan diproses di tempat atau di lab. Pergerakan
UAV disimpan di unit aircraft dan GCS mendapatkan data untuk pemrosesan gambar
yang telah diambil.
Teknologi terbaru ini adalah inovasi untuk survei fotogrametri. Sistem ini
menggunakan perangkat lunak pengguna yang lebih mudah dan ramah lingkungan seperti
perencanaan penerbangan, GSC serta perangkat lunak sistem pemantauan dan telemetri.
Fotogrametri pesawat terbang menggunakan kamera matriks yang sudah dikalibrasi dan
memiliki parameter yang diketahui. Pada UAV, sensor dapat menggunakan kamera saku,
camcorder, kamera digital SLR dan sensor penginderaan jauh seperti UltraCAM dan
membutuhkan parameter untuk mengontrol distorsi lensa. Sistem UAV ini berpotensi
untuk pengambilan fotogrametri yang mencakup area kecil untuk mendapatkan gambar
dengan resolusi tinggi. Sistem ini mampu terbang di dekat objek dalam ketinggian dan
posisi yang realtif rendah. Ketinggian terbang UAV berada dalam 100 hingga 300m di
atas tanah dan terbang di bawah awan. Ketinggian terbang yang sesuai berdasarkan
medan bumi penting untuk menghindari distorsi pada gambar yang diambil. Beberapa
perhitungan harus dilakukan untuk mendapatkan ketinggian yang sesuai sebelum terbang.

1.3.TEKNOLOGI DRONE/UAV UNTUK PEMETAAN FOTOGRAMETRI


Proses pemetaan yang digunakan menggunakan teknologi digital, kamera yang
digunakan dapat berupa kamera metrik maupun non metric. Tinggi terbang untuk
pemotretan mengunakan teknologi UAV yang tidak terlalu tinggi dapat dibuat untuk
pembuatan peta skala besar. Selain terkait dengan skala peta, maka tinggi terbang juga
akan mempengaruhi resolusi spasial yang dihasilkan dari suatu kegiatan pemotretan
udara. Hubungan antara tinggi terbang, panjang fokus kamera, kemampuan kamera dalam
merekam obyek dan resolusi spasial yang dihasilkan ditunjukkan oleh nilai Ground
Sample Distance (GSD). Nilai GSD sebuah foto udara digital sebelum dan sesudah
menjadi ortho foto berbeda. Wilayah dengan topografi yang berbeda akan menghasilkan
keragaman nilai GSD.
Secara matematis dapat dilihat pada rumus dibawah ini :
 Ground Sample Distance (GSD) = tinggi sensor / panjang fokus x (dikali) ukuran
piksel
Keterangan :
GSD = The linear dimension of a sample pixel’s footprint on the ground.
Tinggi Sensor = Tinggi terbang UAV.
Panjang focus = Panjang focus kamera yang digunakan dalam pemotretan.
Ukuran Piksel = ukuran piksel kamera digital yang digunakan dalam
pemotretan.

Ground Sampel Distance (GSD) menunjukkan resolusi spasial dari citra/foto yang
dihasilkan. Hal ini akan terkait dengan ketelitian peta foto yang akan dihasilkan, baik
ketelitian geometri peta foto maupun ketelitian secara visual untuk dapat melakukan
identifikasi obyek yang akan difoto secara tepat dan akurat. Dari nilai Ground Sample
Distance ini dapat digunakan digunakan untuk menentukan skala peta foto yang akan
dibuat, dengan mengunakan rumus sebagai berikut :
 Resolusi Piksel = skala peta foto / resolusi scanner Keterangan :
Resolusi Piksel = resolusi spasial dari hasil pemetaan fotogrametri.
Skala Peta Foto = nilai Skala Peta Foto yang dihasilkan.
Resolusi Scanner = nilai resolusi printer/scanner yang digunakan, biasanya
nilai sebesar 200 dpi.
Pelaksanaan kegiatan pemetaan mengunakan moda UAV, tidak berbeda dengan
tahapan pemetaan secara fotogrametri pada umumnya. Perencanaan pemotretan harus
memperhitungkan
a. Cakupan wilayah yang akan dipetakan, akan menentukan desain jalur terbang.
b. Skala peta yang akan dihasilkan, hal ini terkait dengan rencana tinggi terbang.
c. Rencana tinggi terbang, diusahakan tidak lebih dari 150 meter.
d. Besaran GSD yang dihasilkan. Besaran Overlap dan Side Lap, untuk
memperkirakan jumlah foto yang dihasilkan dalam cakupan wilayah pemotretan
1.4.PTSL, PENGUKURAN DAN PEMETAAN METODE FOTOGRAMETRI
1.4.1. PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIK LENGKAP (PTSL)
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua obyek pendaftaran
tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan
atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan dan
penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa
obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya. Obyek pendaftaran
tersebut meliputi seluruh bidang tanah tanpa terkecuali, baik bidang tanah yang
belum ada hak atas tanahnya maupun bidang tanah hak, baik merupakan tanah
asset Pemerintah/Pemerintah Daerah, tanah Badan Usaha Milik Negara/Badan
Usaha Milik Daerah, tanah desa, Tanah Negara, dan lain-lain.
Kegiatan pengumpulan data fisik PTSL berupa kegiatan pengukuran dan
pemetaan batas bidang tanah dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi
survei dan pemetaan seperti drone, Global Positioning System (GPS),
Continuously Operating Reference Station (CORS), Total Station, Distometer dan
lainnya, serta memanfaatkan peta citra/peta foto dengan resolusi tinggi sebagai
dasar pembuatan peta pendaftaran. Dengan demikian pengukuran dan pemetaan
batas bidang tanah secara fotogrametri menggunakan wahana pesawat tanpa
awak/UAV/dronediperbolehkan.

1.4.2. PENGUKURAN DAN PEMETAAN METODE FOTOGRAMETRI UNTUK


PTSL
Fotogrametri adalah seni, ilmu dan teknologi untuk memperoleh informasi
terpercaya tentang obyek fisik dan lingkungan melalui proses perekaman,
pengukuran dan interpretasi gambaran fotografik dan pola radiasi tenaga
elektromagnetik yang terekam (Wolf, 1993). Pengukuran dan pemetaan bidang
tanah sistematis lengkap dalam rangka pendaftaran tanah dilaksanakan dengan
metode terestris, fotogrametri, pengamatan satelit dan kombinasi dari ketiga
metode tersebut.
• Hal yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan pengukuran dan pemetaan
bidang tanah harus disediakan Peta Kerja yang bersumber dari :
a. Peta Dasar Pendaftaran sesuai dengan standar yang berlaku (sesuai
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997). Peta
DasarPendaftaran berasal dari peta foto udara dari wahana pesawat udara
berawak dengan kamera metrik.
b. Data mentah CSRT (raw data) dan/atau peta foto udara dari wahana
pesawat udara nirawak (Unmanned Aerial Vehicle). Data mentah CSRT
(raw data) atau peta foto udara tersebut perlu dikoreksi secara geometrik
terlebih dahulu.
• Adapun Pelaksanaan Pengukuran bidang tanah dengan metode fotogrametri
mengikuti ketentuan sebagai berikut :
a. Pengukuran dilakukan dengan cara melakukan identifikasi batas bidang
bidang tanah dengan menggunakan Peta Kerja bersumber dari Peta
Dasar Pendaftaran yang berasal dari peta foto udara dari wahana pesawat
udara berawak dengan kamera metrik dan menarik garis ukur (delineasi)
untuk batas bidang tanah yang jelas dan memenuhi syarat. Metode ini
hanya dapat dilaksanakan untuk daerah terbuka, nonpemukiman non-
komersial, nonindustri.
• Pengukuran terestris dilaksanakan sebagai pengukuran suplesi dan/atau
pengukuran panjangan sisi bidang tanah sebanyak :
1. Minimal 1 (satu) sisi bidang tanah untuk pekerjaan dengan skala
petakerja paling kecil skala 1:2.500
2. Semua sisi bidang tanah untuk pekerjaan dengan skala peta kerja paling
besar skala 1:2.500
Sumber artikel :

Basyumi,MB,2021,Dalam Sistem Informasi Geografis Dan Aplikasinya Dalam Penelitian


Kehutanan,MENGENAL DRONE.

Park Ceuntry,Hotel,HC, 2017,Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka


Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia,PROSIDING.

Anda mungkin juga menyukai