ABSTRAK - Saat ini teknologi penginderaan jauh semakin maju, salah satunya dengan banyak dikembangkannya
platform unmanned aerial vehicle (UAV) / drone untuk berbagai bidang antara lain pemetaan wilayah. Drone memiliki
banyak keunggulan jika dibandingkan dengan platform penginderaan jauh lain seperti pesawat dan satelit antara lain
menghasilkan citra bebas awan serta menghasilkan resolusi spasial yang lebih tinggi. Meskipun hasil pemetaan
menggunakan drone telah digunakan secara luas untuk klasifikasi penggunaan lahan, tetapi jarang diterapkan dengan
kombinasi object-based image analysis (OBIA). Artikel ini bertujuan 1) menganalisis hubungan antara ketinggian drone
dan resolusi spasial yang dihasilkan, dan 2) melihat apakah ketinggian drone mempengaruhi jumlah obyek dalam
klasifikasi penggunaan lahan. Drone yang digunakan yaitu DJI Phantom 4 Pro yang diterbangkan pada ketinggian 90,
110, 130, dan 150 meter untuk menghasilkan 4 resolusi spasial yang berbeda. Setiap citra dari berbagai ketinggian
dimasukkan ke dalam perangkat lunak eCognition dan disegmentasi dengan 5 parameter skala menggunakan algoritma
multi-resolution segmentation (MRS). Secara visual, citra yang diambil dari drone dengan ketingian 90 meter
memberikan visualisasi yang lebih jelas daripada yang diambil dari drone dengan ketinggian yang lebih tinggi. Hasil
penelitian menunjukan bahwa ketingian terbang 90, 110, 130 dan 150 meter menghasilkan resolusi spasial 2.40, 2.97,
3.52 dan 4.09 cm. Berdasarkan pengolahan klasifikasi lahan menggunakan algoritma MRS pada ketinggian terbang
drone berbeda, ketingian drone yang terbang lebih rendah menghasilkan lebih banyak objek daripada drone yang
terbang lebih tinggi. Uji statistik menggunakan F ANOVA menunjukkan bahwa tinggi terbang drone secara signifikan
mempengaruhi jumlah objek dalam klasifikasi pengunaan lahan menggunakan OBIA.
Kata kunci: DJI Phantom 4 Pro, ketinggian terbang drone, resolusi citra, OBIA, ANOVA
ABSTRACT – Nowadays, remote sensing development has been applied extensively especially with the wide
application of unmanned aerial vehicle (UAV)/ drone such as regional mapping. Drone has many advantages when
compared with another remote sensor platform such as airplane and satellite. Drone operation offers many advantages
especially because its images are free from cloud. Although drones have been frequently used in land use land cover
(LULC) classification, but rarely applied with the use of object-based image analysis (OBIA). This artcle has 2
objectives; (1) to analyze the relationship between drone flying height and resulted spatial resolution, and (2) to
observe whether drone height has influence to LULC classification. Herein, DJI Phantom 4 Pro was flown at 90, 110,
130, and 140 meters height to provide 4 different spatial resolution. Each of raw image from every height was input
into eCognition software and segmented with 5 scale parameters using multi-resolution segmentation (MRS). Visually,
images from 90 meters height provide clearer images than others. Study result shows that drone heights of 90, 110, 130
dan 150 m generate 2.40, 2.97, 3.52, 4.09 cm spatial resolution. Based on LULC classification using MRS at different
level of heights, lower drone height generated more objects than higher height. Results from ANOVA F statistical test
suggest that drone flying height is significantly influence the number of objects in land use clasification using OBIA.
Keywords: DJI Phantom 4 Pro, drone height, image resolution, OBIA, ANOVA
99
Analisis Tinggi Terbang Drone dan Resolusi Untuk Pemetaan Penggunaan Lahan Menggunakan DJI Phantom 4 Pro
(Hernina, dkk)
1. PENDAHULUAN
Aplikasi penginderaan jauh dengan menggunakan unmanned aerial vehicle (UAV)/ drone telah
mengalami perkembangan yang pesat. Penerapan drone diantaranya adalah untuk klasifikasi penggunaan
lahan, diantaranya dengan menggunakan object-based image analysis (OBIA). Sun dkk, (2018) telah
menggunakan metode klasifikasi OBIA untuk mengidentifikasi lubang hewan pengerat pada lahan rumput di
Xinjiang, Tiongkok dengan tingkat akurasi 80%. Pada penelitian tersebut, DJI Phantom 3 diterbangkan pada
4 ketinggian, yaitu 3 m, 6 m, 24 m, dan 30 m, sedangkan citra masing-masing ketinggian terbang
diklasifikasi dengan metode OBIA dengan skala yang bervariasi. Kajian korelasi antara tinggi terbang drone
dengan resolusi spasial juga pernah dilakukan di sekitar kompleks perkantoran Parangtritis Geomaritime
Science Park (PGSP) menggunakan DJI Phantom 3, dengan menerbangkan drone pada ketinggian 50 m
hingga 150 m maka resolusi yang dihasilkan berkisar antara 2,1 cm hingga 6 cm (Putra dkk, 2016).
Berdasarkan research gap dari penelitian terdahulu, maka artikel ini bertujuan untuk menganalisis ketinggian
terbang DJI Phantom 4 Pro dengan resolusi spasial yang dihasilkan dan melihat pengaruhnya terhadap
klasifikasi penggunaan lahan dengan metode OBIA. Selain itu, dengan mengetahui spesifikasi tinggi terbang
dan resolusi spasialnya, akan diketahui standar mutu DJI Phantom 4 Pro yang berada di Departemen
Geografi FMIPA Universitas Indonesia sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan peralatan baik
untuk praktikum maupun pengabdian masyarakat.
Provinsi
Lampung
Provinsi
DKI Jakarta
Samudera Kota
Provinsi Depok
India Banten
Provinsi
Jawa Barat
Kampus Universitas
Indonesia
100
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019
2. METODE
Secara umum alur kerja studi dapat dilihat pada Gambar 2. Pada penelitian ini, masing-masing citra
hasil pemotretan drone pada ketinggian yang berbeda dilakukan proses orthofoto mengunakan software
Agisoft Photoscan. Citra foto yang telah terkoreksi di lakukan pengolahan menggunakan metode object-
based classification. Pemilihan skala multi-resolution sementation (MRS), compactness, dan shape dilakukan
secara seragam pada 4 citra dengan ketinggian yang berbeda (Tabel 2). Klasifikasi penggunaan lahan yang
dihasilkan dari metode OBIA dpindahkan ke format peta pada software ArcGIS untuk penghitungan jumlah
objek yang dihasilkan. Selanjutnya untuk menganalisis pengaruh ketinggian terhadap hasil klasifikasi
penggunaan lahan dilakukan dengan metode ANOVA.
2.1 Pengolahan Foto Udara Hasil Pemotretan Drone
Pengolahan citra hasil pemotretan drone pada masing-masing ketinggian yang berbeda dilakukan
menggunakan software Agisoft Photoscan. Foto hasil pemotretan drone di import terlebih dahulu dan
dimasukkan dalam satu project. Kemudian melakukan proses align photos untuk menghasilkan model 3D
awal. Langkah berikutnya membuat Dense Point Clouds. Dense Point Clouds adalah kumpulan titik tinggi
dalam jumlah ribuan hingga jutaan titik yang dihasilkan dari pemrosesan fotogrametri foto udara atau
LIDAR. Proses selanjutnya yaitu Build Mesh, yang merupakan adalah salah satu keluaran utama dari
pemrosesan foto udara di Agisoft Photoscan. Sedangkan proses Model texture berfungsi untuk melihat model
fisik 3D dari kenampakan - kenampakan yang ada di area liputan foto.
Sedangkan untuk mengambil keputusan hipotesis, maka kaidah yang dilakukan adalah jika dalam F
hitung > F critical maka H0 ditolak. Rumus untuk menghitung F (Sulivan, 2019) adalah:
101
Analisis Tinggi Terbang Drone dan Resolusi Untuk Pemetaan Penggunaan Lahan Menggunakan DJI Phantom 4 Pro (Studi Kasus
Kampus UI) (Hernina, R., dkk.)
(1)
Dimana nj=jumlah sampel di kelompok jth, 𝑋𝑗 =rata-rata sampel dalam kelompok jth, 𝑋 =rata-rata sampel
keseluruhan, X=sampel, N=total sampel, k=banyaknya kelompok. Nilai F critical yang digunakan adalah
3.10 yang berasal dari tabel nilai krtikal F (df1=3, df2=20).
produk
proses
Gambar 2. Kerangka kerja
Selama proses pengolahan citra drone mulai dari Agisoft kemudian rektifikasi pada ArcGIS dan proses
OBIA pada software eCognition terjadi peningkatan resolusi spasial untuk semua ketinggian drone kecuali
pada ketinggian 150 m (Tabel 1).
Ground Sampling Distance (GSD) adalah jarak antara 2 pusat piksel yang diukur pada permukaan objek.
Semakin besar nilai GSD pada citra, maka semakin rendah resolusi spasial pada citra dan semakin sedikit
detail yang dapat terlihat. Misalkan GSD 5 cm maka 1 piksel pada citra merepresentrasikan citra sebesar 5 x
5 = 25 cm2 pada permukaan objek (Pix4D, 2019). Dari Tabel 1 terlihat bahwa perbedaan GSD awal dan
resolusi spasial akhir pada citra drone berkisar antara 0,05-0,03 cm/piksel yang relatif sangat kecil dan tidak
mengurangi kualitas citra. Hasil orthophoto yang telah direktifikasi dapat dilihat pada Gambar 3, dimana
secara visual tidak menunjukkan perbedaan citra yang berarti.
102
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019
(g) (h)
Gambar 4. Hasil pengolahan citra drone berbagai ketinggian dengan algoritma MRS menggunakan software
eCognition: (a) ketinggian 90 m skala segmentasi 1000, (b) ketinggian 90 m skala segmentasi 1500, (c) ketinggian
110 m skala segmentasi 1000, (d) ketinggian 110 m skala segmentasi 1500, (e) ketinggian 130 m skala segmentasi
1000, (f) ketinggian 130 m skala segmentasi 1500, (g) ketinggian 150 m skala segmentasi 1000, (h) ketinggian 150
m skala segmentasi 1500
103
Analisis Tinggi Terbang Drone dan Resolusi Untuk Pemetaan Penggunaan Lahan Menggunakan DJI Phantom 4 Pro (Studi Kasus
Kampus UI) (Hernina, R., dkk.)
Citra yang telah direktifikasi kemudian diproses dengan algoritma MRS menggunakan software
eCognition. Gambar 5 menunjukkan bahwa umumnya jumlah objek yang dihasilkan semakin menurun
ketika ketinggian drone diturunkan. Namun demikian pada ketinggian drone 130 m, jumlah objek dari MRS
skala 1000 lebih kecil dari jumlah objek pada ketinggian drone 150 m dan pada skala 1100 jumlah objeknya
lebih banyak dari ketinggian 110 m.
Untuk penghitungan nilai F dilakukan dari data drone pada Tabel 2. Dimana nilai F dari persamaan (1)
adalah = (46.365/3) : (26.271/20) =11.77, dengan demikian F hitung (11.77) > F critical (3.1) maka H0
ditolak. Oleh karena itu dapat diindikasikan bahwa ketinggian terbang berpengaruh secara signifikan
terhadap jumlah objek yang dihasilkan melalui algoritma MRS.
4. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukan bahwa ketingian terbang 90, 110, 130 dan 150 meter menghasilkan resolusi
spasial 2.40, 2.97, 3.52 dan 4.09 cm. Semakin tinggi ketinggian terbang drone maka jumlah objek yang
dihasilkan semakin kecil. Dapat disimpulkan bahwa ketinggian terbang drone berpengaruh secara signifikan
terhadap jumlah objek dari citra yang diklasifikasikan menggunakan algoritma MRS.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Kepala Departemen Geografi - FMIPA - Universitas
Indonesia Dr. Supriatna, M.T yang telah mengijinkan penggunaan drone DJI Phantom 4 Pro dalam penelitian
ini.
104
Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019
6. DAFTAR PUSTAKA
Chen, Y., Lu, Y., Zhou, J., dan Cheng, M. (2015). ANOVA for Spatial Data after Filtering out the Spatial
Autocorrelation. 4th National Conference on Electrical, Electronics and Computer Engineering (NCEECE 2015).
Pix4D. (2019). Ground sampling distance (GSD). Diunduh 29 Juni 2019 dari https://support.pix4d.com/hc/en-
us/articles/202559809-Ground-sampling-distance-GSD.
Putra, A. S., Ambarwulan, W., Maulana E., Wulan, T. R., Maulia, N., Putra, M. D., Wahyuningsih, D. S., Ibrahim, F.,
Tri Raharjo, T. (2016). Kajian Korelasi Antara Tinggi Terbang Dan Resolusi Foto Udara Hasil Akusisi Dengan
Uav Di Kawasan Pesisir (Studi Kasus : Pemotretan di Kantor Parangtritis Geomaritime Science Park). Prosiding
Seminar Nasional Kelautan 2016. Universitas Trunojoyo. Madura.
Shang, M., Wang, S., Zhou, Y., Du, C., dan Liu, W. (2018). Object-based image analysis of suburban landscapes using
Landsat-8 imagery. International Journal of Digital Earth, 1-17.
Sullivan, L. (2019). Hypothesis Testing - Analysis of Variance (ANOVA). Boston University School of Public Health
module. Diunduh 29 Juni 2019 dari http://sphweb.bumc.bu.edu/otlt/MPH-Modules/BS/BS704_HypothesisTesting-
ANOVA/BS704_HypothesisTesting-Anova_print.html.
Sun, D., Zheng, JH., Ma, T., Chen, JJ., dan Li, X. (2018). The Analysis Of Burrows Recognition Accuracy In Xinjiang's
Pasture Area Based On Uav Visible Images With Different Spatial Resolution. The International Archives of the
Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-3, 2018. Paper presented at
ISPRS TC III Mid-term Symposium “Developments, Technologies and Applications in Remote Sensing”, 7–10
May, Beijing, China.
105