Anda di halaman 1dari 20

KRITERIA RUJUKAN KE RS

1. Tuberkulosis
a. Dewasa
1) Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak
menunjukkan perbaikan setelah pengobatan dalam jangka
waktu tertentu
2) Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)
3) Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu
tertentu
4) TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
5) Suspek TB MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR.
b. Anak anak
1) Tidak ada perbaikan klinis dalam 2 bulan pengobatan.
2) Terjadi efek samping obat yang berat.
3) Putus obat yaitu bila berhenti menjalani pengobatan
selama >2 minggu.

2. TB dengan HIV
a. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak
menunjukkan perbaikan setelah pengobatan dalam jangka waktu
tertentu
b. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/ meragukan)
c. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu
tertentu
d. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
e. Suspek TBMDR harus dirujuk ke pusat rujukan TBMDR

3. Morbili
Perawatan di rumah sakit untuk campak dengan komplikasi
(superinfeksi bakteri, pneumonia, dehidrasi, croup,
ensefalitis)

4. Varisela
a. Terdapat gangguan imunitas
b. Mengalami komplikasi yang berat seperti pneumonia,
ensefalitis, dan hepatitis.

5. Malaria
a. Malaria dengan komplikasi
b. Malaria berat, namun pasien harus terlebih dahulu diberi
dosis awal Artemisinin atau Artesunat per Intra Muskular
atau Intra Vena dengan dosis awal 3,2mg /kg BB

6. Leptospirosis
Pasien segera dirujuk ke pelayanan sekunder (spesialis
penyakit dalam) yang memiliki fasilitas hemodialisa setelah
penegakan diagnosis dan terapi awal.

7. Filariasis
Pasien dirujuk bila dibutuhkan pengobatan operatif atau bila
gejala tidak membaik dengan pengobatan konservatif.

8. Infeksi Pada Umbilikus


a. Bila intake tidak mencukupi dan anak mulai tampak tanda
dehidrasi
b. Terdapat tanda komplikasi sepsis

9. Kandidiasis Mulut
Bila kandidiasis merupakan akibat dari penyakit lainnya,
seperti HIV.

10. Lepra
a. Terdapat efek samping obat yang serius.
b. Reaksi kusta dengan kondisi:
1) ENL melepuh, pecah (ulserasi), suhu tubuh tinggi,
neuritis.
2) Reaksi tipe 1 disertai dengan bercak ulserasi atau
neuritis.
3) Reaksi yang disertai komplikasi penyakit lain yang berat,
misalnya hepatitis, DM, hipertensi, dan tukak lambung
berat.

11. Keracunan Makanan


a. Gejala keracunan tidak berhenti setelah 3 hari ditangani
dengan adekuat.
b. Pasien mengalami perburukan. Dirujuk ke pelayanan kesehatan
sekunder dengan spesialis penyakit dalam atau spesialis
anak.

12. Alergi Makanan


Pasien dirujuk apabila pemeriksaan uji kulit, uji provokasi
dan eliminasi makanan terjadi reaksi anafilaksis

13. Syok
Setelah kegawatan pasien ditangani, pasien dirujuk ke
pelayanan kesehatan sekunder.

14. Reaksi Anafilaktik


Kegawatan pasien ditangani, apabila dengan penanganan yang
dilakukan tidak terdapat perbaikan, pasien dirujuk ke layanan
sekunder.

15. Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue


a. Terjadi perdarahan masif (hematemesis, melena).
b. Dengan pemberian cairan kristaloid sampai dosis 15 ml/kg/jam
kondisi belum membaik.
c. Terjadi komplikasi atau keadaan klinis yang tidak lazim,
seperti kejang, penurunan kesadaran, dan lainnya.

16. Anemia Defisiensi Besi


a.Anemia tanpa gejala dengan kadar Hb < 8 gr/dl
b.Anemia dengan gejala tanpa melihat kadar Hb segera dirujuk.
c.3Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb < 7 gr/dl)
d.Anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter
layanan primer misalnya anemia aplastik, anemia hemolitik
dan anemia megaloblastik.
e. Jika didapatkan kegawatan (misal perdarahan aktif atau
distres pernafasan) pasien segera dirujuk.

17. HIV/AIDS tanpa Komplikasi


a. Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk
ke Pelayanan Dukungan Pengobatan untuk menjalankan
serangkaian layanan yang meliputi penilaian stadium klinis,
penilaian imunologis dan penilaian virologi.
b. Pasien HIV/AIDS dengan komplikasi

18. Lupus Eritematosus Sistemik


a. Setiap pasien yang di diagnosis sebagai LES atau curiga LES
harus dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam atau
spesialis anak untuk memastikan diagnosis
b. Pada pasien LES manifestasi berat atau mengancam nyawa perlu
segera dirujuk ke pelayanan kesehatan tersier bila
memungkinkan

19. Limfadenitis
a. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dirujuk untuk
mencari penyebabnya (indikasi untuk dilaksanakan biopsi
kelenjar getah bening)
b. Biopsi dilakukan bila terdapat tanda dan gejala yang
mengarahkan kepada keganasan, KGB yang menetap atau
bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis
belum dapat ditegakkan.

20. Ulkus Mulut (Aftosa, Herpes)


Dokter di pelayanan kesehatan primer perlu merujuk ke layanan
sekunder, bila ditemukan:
a. Gejala-gejala ekstraoral yang mungkin terkait penyakit
sistemik yang mendasari, seperti:
1) Lesi genital, kulit, atau mata
2) Gangguan gastrointestinal
3) Penurunan berat badan
4) Rasa lemah
5) Batuk kronik
6) Demam
7) Limfadenopati, Hepatomegali, Splenomegali
b. Gejala dan tanda yang tidak khas, misalnya:
1) Onset pada usia dewasa akhir atau lanjut
2) Perburukan dari aftosa
3) Lesi yang amat parah
4) Tidak adanya perbaikan dengan tatalaksana kortikosteroid
topikal
c. Adanya lesi lain pada rongga mulut, seperti:
1) Kandidiasis
2) Glositis
3) Perdarahan, bengkak, atau nekrosis pada gingiva
4) Leukoplakia
5) Sarkoma Kaposi
21. Refluks Gastroesofageal
a. Pengobatan empirik tidak menunjukkan hasil
b. Pengobatan empirik menunjukkan hasil namun kambuh kembali
c. Adanya alarm symptom:
1) Berat badan menurun
2) Hematemesis melena
3) Disfagia (sulit menelan)
4) Odinofagia (sakit menelan)
5) Anemia
22. Gastritis
a. Bila 5 hari pengobatan belum ada perbaikan.
b. Terjadi komplikasi.
c. terdapat alarm symptoms

23. Intoleransi Makanan


Perlu dilakukan konsultasi ke layanan sekunder bila keluhan
tidak menghilang walaupun tanpa terpapar.

24. Malabsorbsi Makanan


Perlu dilakukan konsultasi ke spesialis penyakit dalam untuk
mencari penyebab malabsorbsi kemudian ditatalaksana sesuai
penyebabnya.

25. Demam Tifoid


a. Demam tifoid dengan keadaan umum yang berat (toxic typhoid).
b. Tifoid dengan komplikasi.
c. Tifoid dengan komorbid yang berat.
d. Telah mendapat terapi selama 5 hari namun belum tampak
perbaikan

26. Gastroenteritis (kolera dan giardiasis)


a. Dewasa
1) Tanda dehidrasi berat
2) Terjadi penurunan kesadaran
3) Nyeri perut yang signifikan
4) Pasien tidak dapat minum oralit
5) Tidak ada infus set serta cairan infus di fasilitas
pelayanan
b. Anak
1) Anak diare dengan dehidrasi berat dan tidak ada fasilitas
rawat inap dan pemasangan intravena.
2) Jika rehidrasi tidak dapat dilakukan atau tercapai dalam
3 jam pertama penanganan.
3) Anak dengan diare persisten
4) Anak dengan syok hipovolemik

27. Disentri Basiler dan Disentri Amuba


Pada pasien dengan kasus berat perlu dirawat intensif dan
konsultasi ke pelayanan kesehatan sekunder (spesialis penyakit
dalam).

28. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


a. Terhadap pasien yang diduga kuat karena ruptura varises
esophagus di rujuk ke pelayanan kesehatan sekunder
b. Bila perdarahan tidak berhenti dengan penanganan awal di
layanan primer
c. Bila terjadi anemia berat

29. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah


a. Perdarahan saluran cerna bagian bawah yang terus menerus
b. Rujuk ke pelayanan kesehatan sekunder untuk diagnosis
definitif bila tidak dapat ditegakkan di pelayanan kesehatan
primer
30. Hepatitis A
a. Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan penunjang
laboratorium
b. Penderita Hepatitis A dengan keluhan ikterik yang menetap
disertai keluhan yang lain.
c. Penderita Hepatitis A dengan penurunan kesadaran dengan
kemungkinan ke arah ensefalopati hepatik.

31. Hepatitis B
a. Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan penunjang
laboratorium di pelayanan kesehatan sekunder
b. Penderita hepatitis B dengan keluhan ikterik yang menetap
disertai keluhan yang lain

32. Kolesistitis
Pasien yang telah terdiagnosis kolesistitis dirujuk ke layanan
sekunder (spesialis penyakit dalam) sedangkan bila terdapat
indikasi untuk pembedahan pasien dirujuk pula ke spesialis
bedah.

33. Apendisitis Akut


Pasien yang telah terdiagnosis harus dirujuk ke layanan
sekunder untuk dilakukan operasi cito

34. Peritonitis
Rujuk ke layanan sekunder yang memiliki dokter spesialis bedah

35. Parotitis
a. Parotitis dengan komplikasi
b. Parotitis akibat kelainan sistemik, seperti HIV,
tuberkulosis, dan Sjogren syndrome.

36. Askariasis (infeksi cacing gelang)


- Tidak ada
-
37. Ankilostomiasis (infeksi Cacing Tambang)
- Tidak ada

38. Skistosomiasis
Pasien yang didiagnosis dengan skistosomiasis (kronis)
disertai komplikasi.

39. Taeniasis
Bila ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada sistiserkosis.

40. Strongiloidiasis
Pasien strongyloidiasis dengan keadaan imunokompromais seperti
penderita AIDS

41. Mata Kering/Dry Eye


Dilakukan rujukan ke spesialis mata jika keluhan tidak
berkurang setelah terapi atau timbul komplikasi.

42. Buta Senja


- Tidak ada keterangan rujukan

43. Hordeolum
a. Bila tidak memberikan respon dengan pengobatan konservatif
b. Hordeolum berulang

44. Konjungtivitis
a. Jika terjadi komplikasi pada kornea
b. Bila tidak ada respon perbaikan terhadap pengobatan yang
diberikan

45. Blefaritis
Pasien dengan blefaritis perlu dirujuk ke layanan sekunder
(dokter spesialis mata) bila terdapat minimal satu dari
kelainan di bawah ini:
a. Tajam penglihatan menurun
b. Nyeri sedang atau berat
c. Kemerahan yang berat atau kronis
d. Terdapat keterlibatan kornea
e. Episode rekuren
f. Tidak respon terhadap terapi

46. Perdarahan Subkonjungtiva


Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis
mata jika ditemukan penurunan visus

47. Benda asing di konjungtiva


a. Bila terjadi penurunan visus
b. Bila benda asing tidak dapat dikeluarkan, misal: karena
keterbatasan fasilitas

48. Astigmatisme
Pasien perlu dirujuk ke layanan sekunder bila: 1. koreksi
dengan kacamata tidak memperbaiki visus, atau 2. ukuran lensa
tidak dapat ditentukan (misalnya astigmatisme berat)

49. Hipermetropia
Rujukan dilakukan jika timbul komplikasi.

50. Miopia Ringan


1. Kelainan refraksi yang progresif
2. Kelainan refraksi yang tidak maju dengan koreksi atau tidak
ditemukan ukuran lensa yang memberikan perbaikan visus
3. Kelainan yang tidak maju dengan pinhole.

51. Presbiopia
-

52. Katarak pada Pasien Dewasa


a. Katarak matur
b. Jika pasien telah mengalami gangguan penglihatan yang
signifikan
c. Jika timbul komplikasi
53. Glaukoma Akut
Pada glaukoma akut, rujukan dilakukan setelah penanganan awal
di layanan primer

54. Glaukoma Kronis


Pada glaukoma kronik, rujukan dilakukan segera setelah
penegakan diagnosis

55. Trikiasis
a. Bila tatalaksana di atas tidak membantu pasien, dapat
dilakukan rujukan ke layanan sekunder
b. Bila telah terjadi penurunan visus
c. Bila telah terjadi kerusakan kornea
d. Bila pasien menghendaki tatalaksana langsung di layanan
sekunder

56. Episkleritis

57. Trauma Kimia Mata


Setelah penanganan awal dengan irigasi, rujuk pasien ke dokter
spesialis mata
untuk tatalaksana lanjut

58. Hifema
Semua pasien yang didiagnosis dengan hifema perlu
dirujuk ke dokter
spesialis mata

59. Retinopati Diabetik


Setiap pasien diabetes yang ditemukan tanda-tanda
retinopati diabetik
sebaiknya dirujuk ke dokter mata

60. Otitis Eksterna


a. Otitis eksterna dengan komplikasi
b. Otitis eksterna maligna

61. Otitis Media Akut


a. jika terdapat indikasi miringotomi.
b. Bila terjadi komplikasi dari otitis media akut

62. Otitis Media Supuratif Kronik


a. OMSK tipe bahaya
b. Tidak ada perbaikan atas terapi yang dilakukan
c. Terdapat komplikasi ekstrakranial maupun intrakranial
d. Perforasi menetap setelah 2 bulan telinga kering

63. Benda Asing di Telinga


Bila benda asing tidak berhasil dikeluarkan.

64. Serumen Prop


Bila terjadi komplikasi akibat tindakan pengeluaran serumen

65. Angina Pektoris Stabil


Dilakukan rujukan ke layanan sekunder (spesialis jantung
atau spesialis
penyakit dalam) untuk tatalaksana lebih lanjut.

66. Infark Miokard


Segera dirujuk ke layanan sekunder dengan spesialis
jantung atau spesialis penyakit dalam.

67. Takikardia
Segera rujuk setelah pertolongan pertama dengan
pemasangan infus dan
oksigen.

68. Gagal Jantung Akut dan Kronik


a. Pasien dengan gagal jantung harus dirujuk ke
fasilitas peayanan kesehatan sekunder yang memiliki
dokter spesialis jantung atau spesialis penyakit dalam
untuk perawatan maupun pemeriksaan lanjutan seperti
ekokardiografi.
b. Pada kondisi akut, dimana kondisi klinis mengalami
perburukan dalam waktu cepat harus segera dirujuk
layanan sekunder atau layanan tertier terdekat untuk
dilakukan penanganan lebih lanjut.

69. Cardiorespiratory Arrest


Setelah sirkulasi spontan kembali (Return of Spontaneous
Circulation/ROSC) pasien dirujuk ke layanan sekunder untuk
tatalaksana lebih lanjut

70. Hipertensi Esensial


a. Hipertensi dengan komplikasi
b. Resistensi hipertensi
c. Hipertensi emergensi (hipertensi dengan tekanan darah
sistole >180)

71. Fraktur Terbuka


Pasien segera dirujuk setelah kondisi lebih stabil
dengan tetap mengawasi tanda vital.

72. Fraktur Tertutup


Pasien segera dirujuk setelah kondisi lebih stabil
dengan tetap mengawasi tanda vital.

73. Polimialgia Reumatik


Setelah ditegakkan dugaan diagnosis, pasien dirujuk ke
pelayanan kesehatan Sekunder

74. Artritis Reumatoid


a. Tidak membaik dengan pemberian obat anti inflamasi dan
steroid dosis rendah.
b. RA dengan komplikasi.
c. Rujukan pembedahan jika terjadi deformitas.

75. Artritis, Osteoartritis


a. Bila ada komplikasi, termasuk komplikasi terapi COX 1
b. Bila ada komorbiditas
c. Bila nyeri tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
d. Bila curiga terdapat efusi sendi
76. Vulnus

77. Lipoma
a. Ukuran massa > 6 cm dengan pertumbuhan yang cepat.
b. Ada gejala nyeri spontan maupun tekan.
c. Predileksi di lokasi yang berisiko bersentuhan dengan
pembuluh darah atau saraf.

78. Tension Headache


a. Bila nyeri kepala tidak membaik maka dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter
spesialis saraf.
b. Bila depresi berat dengan kemungkinan bunuh diri maka
pasien harus dirujuk ke pelayanan sekunder yang memiliki
dokter spesialis jiwa.

79. Migren
80. Vertigo
a. Vertigo vestibular tipe sentral harus segera dirujuk.
b. Tidak terdapat perbaikan pada vertigo vestibular
setelah diterapi farmakologik dan non farmakologik.

81. Tetanus
a. Bila tidak terjadi perbaikan setelah penanganan pertama.
b. Terjadi komplikasi, seperti distres sistem pernapasan.
c. Rujukan ditujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan
sekunder yang memiliki dokter spesialis neurologi

82. Rabies
a. Penderita rabies yang sudah menunjukkan gejala rabies.
b. Dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder
yang memiliki dokter spesialis neurolog

83. Malaria Serebral


Pasien dengan Malaria Serebral agar segera dirujuk ke RS

84. Epilepsi
Setelah diagnosis epilepsi ditegakkan maka pasien segera
dirujuk ke pelayanan sekunder yang memiliki dokter spesialis
saraf

85. Transient Ischemic Attack (TIA)


Pasien segera dirujuk ke RS untuk penanganan lebih lanjut.

86. Stroke
Semua pasien stroke setelah ditegakkan diagnosis secara
klinis dan diberikan penanganan awal, segera mungkin
harus dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder
yang memiliki dokter spesialis saraf, terkait dengan
angka kecacatan dan kematian yang tinggi. Dalam hal
ini, perhatian terhadap therapeutic window untuk
penatalaksanaan stroke akut sangat diutamakan

87. Bells Palsy


a. Bila dicurigai kelainan lain ( lihat diagnosis banding)
b. Tidak menunjukkan perbaikan
c. Terjadi kekambuhan atau komplikasi
88. Status Epileptikus
Semua pasien dengan status epileptikus setelah
ditegakkan diagnosis dan telah mendapatkan penanganan awal
segera dirujuk untuk:
a. Mengatasi serangan
b. Mencegah komplikasi
c. Mengetahui etiologi
d. Pengaturan obat

89. Delirium
Bila gejala agitasi telah terkendali, pasien dapat segera
dirujuk ke fasilitas pelayanan rujukan sekunder untuk
memperbaiki penyakit utamanya.

90. Kejang Demam


a. Apabila kejang tidak membaik setelah diberikan obat
antikonvulsan sampai lini ketiga (fenobarbital)
b. Jika diperlukan pemeriksaan penunjang seperti EEG dan
pencitraan (lihat indikasi EEG dan pencitraan).

91. Tetanus Neonatorum


92. Gangguan Somatoform
93. Demensia
a. Pasien dirujuk untuk konfirmasi diagnosis dan
penatalaksanaan lanjutan.
b. Apabila pasien menunjukkan gejala agresifitas dan
membahayakan dirinya atau orang lain

94. Insomnia
Apabila setelah 2 minggu pengobatan tidak menunjukkan
perbaikan, atau apabila terjadi perburukan walaupun belum
sampai 2 minggu, pasien dirujuk kefasilitas kesehatan
sekunder yang memiliki dokter spesialis kedokteran jiwa.

95. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi


Pasien dapat dirujuk setelah didiagnosis mengalami gangguan
ini, terutama apabila
gejala progresif dan makin bertambah berat yang
menunjukkan gejala depresi seperti pasien menolak makan,
tidak mau merawat diri, ada ide/tindakan bunuh diri; atau jika
tidak ada perbaikan yang signifikan dalam 2-3 bulan terapi

96. Gangguan Psikotik


a. Pada kasus baru dapat dirujuk untuk konfirmasi
diagnostik ke fasyankes sekunder yang memiliki
pelayanan kesehatan jiwa setelah dilakukan
penatalaksanaan awal.
b. Kondisi gaduh gelisah yang membutuhkan perawatan inap
karena berpotensi membahayakan diri atau orang lain
segera dirujuk setelah penatalaksanaan awal.

97. Influenza
Bila didapatkan tanda-tanda pneumonia (panas tidak turun
5 hari disertai batuk purulen dan sesak napas)

98. Faringitis Akut


a. Faringitis luetika
b. Bila terjadi komplikasi

99. Laringitis Akut


Indikasi rawat rumah sakit apabila:
a. Terdapat tanda sumbatan jalan nafas atas.
b. Usia penderita dibawah 3 tahun.
c. Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau exhausted.
d. Ada kecurigaan tumor laring.

100. Tonsilitis Akut


Segera rujuk jika terjadi:
a. Komplikasi tonsilitis akut: abses peritonsiler,
septikemia, meningitis, glomerulonephritis, demam rematik
akut.
b. Adanya indikasi tonsilektomi.
c. Pasien dengan tonsilitis difteri.

101. Asma Bronkial (Asma Stabil)


a. Dewasa
1) Bila sering terjadi eksaserbasi.
2) Pada serangan asma akut sedang dan berat.
3) Asma dengan komplikasi.
b. Anak
1) Asma eksaserbasi sedang-berat
2) Asma tidak terkontrol
3) Asma mengancam jiwa
4) Asma Persisten

102. Status Asmatikus (Asma Akut Berat)


Tidak respons dengan pengobatan, ditandai dengan:
a. Tidak terjadi perbaikan klinis
b. Bila APE sebelum pengobatan awal < 25% nilai
terbaik/ prediksi; atau APE pasca tatalaksana < 40% nilai
terbaik/ prediksi.
c. Serangan akut yang mengancam jiwa
d. Tanda dan gejala tidak jelas (atipik), atau masalah dalam
diagnosis banding, atau komplikasi atau penyakit
penyerta (komorbid); seperti sinusitis, polip hidung,
aspergilosis (ABPA), rinitis berat, disfungsi pita
suara, refluks gastroesofagus dan PPOK.
e. Dibutuhkan pemeriksaan/ uji lainnya di luar pemeriksaan
standar, seperti uji kulit (uji alergi), pemeriksaan
faal paru lengkap, uji provokasi bronkus, uji latih
(kardiopulmonary exercise test), bronkoskopi dan sebagainya.

103. Pneumonia Aspirasi


Penilaian status keparahan serupa dengan pneumonia biasa.

104. Pneumonia, Bronkopneumonia


a. Pneumonia Dewasa
1) Kriteria CURB (Conciousness, kadar Ureum, Respiratory
rate>30 x/menit, tekanan darah: sistolik <90 mmHg
dan diastolik <60 mmHg; masing masing bila ada
kelainan bernilai 1). Dirujuk bila total nilai 2.
2) Kriteria PORT (patient outcome research team)
b. Bronkopneumonia pada Pasien Anak
1) Pneumonia berat
2) Pneumonia rawat inap

105. Pneumotoraks
Segera rujuk pasien yang terdiagnosis pneumotoraks,
setelah dilakukan
penanggulangan awal.

106. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)


a. Untuk memastikan diagnosis dan menentukan derajat PPOK
b. PPOK eksaserbasi
c. Rujukan penatalaksanaan jangka panjang

107. Epistaksis
a. Bila perlu mencari sumber perdarahan dengan modalitas
yang tidak tersedia di layanan primer, misalnya naso-
endoskopi.
b. Pasien dengan epistaksis yang curiga akibat tumor di
rongga hidung atau nasofaring.
c. Epistaksis yang terus berulang atau masif

108. Benda Asing di Hidung


a. Pengeluaran benda asing tidak berhasil karena
perlekatan atau posisi benda asing sulit dilihat.
b. Pasien tidak kooperatif.

109. Furunkel Pada Hidung


110. Rinitis Akut
111. Rinitis Vasomotor
Jika diperlukan tindakan operatif

112. Rinitis Alergik


a. Bila perlu dilakukan Prick Test untuk mengetahui jenis
alergen.
b. Bila perlu dilakukan tindakan operatif

113. Sinusitis (Rinosinusitis)


Pada kasus RSA, rujukan segera ke spesialis THT dilakukan
bila:
a. Terdapat gejala dan tanda komplikasi, di antaranya: Edema /
eritema periorbital, perubahan posisi bola mata,
Diplopia, Oftalmoplegia, penurunan visus, sakit kepala
yang berat, pembengkakan area frontal, tanda-tanda
iritasi meningeal, kelainan neurologis fokal
b. Bila tidak terjadi perbaikan pasca terapi adekuat
setelah 10 hari (RSA viral), 14 hari (RSA pasca viral),
dan 48 jam (RSA bakterial).
114. Miliaria
Tidak ada indikasi rujukan

115. Veruka Vulgaris


Rujukan sebaiknya dilakukan apabila:
a. Diagnosis belum dapat ditegakkan.
b. Tindakan memerlukan anestesi/sedasi

116. Herpes Zoster


Pasien dirujuk apabila:
a. Penyakit tidak sembuh pada 7-10 hari setelah terapi.
b. Terjadi pada pasien bayi, anak dan geriatri
(imunokompromais).
c. Terjadi komplikasi.
d. Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka.

117. Herpes Simpleks


Pasien dirujuk apabila:
a. Penyakit tidak sembuh pada 7-10 hari setelah terapi.
b. Terjadi pada pasien bayi dan geriatrik (imunokompromais).
c. Terjadi komplikasi.
d. Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka

118. Moluskum Kontagiosum


a. Tidak ditemukan badan moluskum.
b. Terdapat penyakit komorbiditas yang terkait dengan kelainan
hematologi.
c. Pasien HIV/AIDS

119. Reaksi Gigitan Serangga


Jika kondisi memburuk, yaitu dengan makin bertambahnya
patch eritema, timbul bula, atau disertai gejala sistemik
atau komplikasi.

120. Skabies
Pasien skabies dirujuk apabila keluhan masih dirasakan
setelah 1 bulan paska terapi.

121. Pedikulosis Kapitis


Apabila terjadi infestasi kronis dan tidak sensitif terhadap
terapi yang diberikan.

122. Pedikulosis Pubis


123. Dermatofitosis
Pasien dirujuk apabila:
a. Penyakit tidak sembuh dalam 10-14 hari setelah terapi.
b. Terdapat imunodefisiensi.
c. Terdapat penyakit penyerta yang menggunakan multifarmaka

124. Pitiriasis Versikolor/ Tinea Versikolor


Sebagian besar kasus tidak memerlukan rujukan.

125. Pioderma
Pasien dirujuk apabila terjadi:
a. Komplikasi mulai dari selulitis.
b. Tidak sembuh dengan pengobatan selama 5-7 hari.
c. Terdapat penyakit sistemik (gangguan metabolik endokrin dan
imunodefisiensi)

126. Erisipelas
Jika terjadi komplikasi

127. Dermatitis Seboroik


Pasien dirujuk apabila tidak ada perbaikan dengan pengobatan
standar

128. Dermatitis Atopik


a. Dermatitis atopik luas dan berat
b. Dermatitis atopik rekalsitran atau dependent steroid
c. Bila diperlukan skin prick test/tes uji tusuk
d. Bila gejala tidak membaik dengan pengobatan standar selama 4
minggu
e. Bila kelainan rekalsitran atau meluas sampai eritroderma

129. Dermatitis Numularis


a. Apabila kelainan tidak membaik dengan pengobatan topikal
standar.
b. Apabila diduga terdapat faktor penyulit lain, misalnya
fokus infeksi pada organ lain, maka konsultasi danatau
disertai rujukan kepada dokter spesialis terkait
(contoh: gigi mulut, THT, obgyn, dan lain-lain) untuk
penatalaksanaan fokus infeksi tersebut

130. Liken Simpleks Kronik (Neurodermatitis Sirkumkripta)


Rujukan dilakukan dengan tujuan untuk mengatasi penyebab
lain yang mendasari penyakit dengan berkonsultasi kepada
psikiatri atau dokter spesialis kulit.

131. Dermatitis Kontak Alergik


a. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test.
b. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu setelah
pengobatan standar dan sudah menghindari kontak.

132. Dermatitis Kontak Iritan


a. Apabila dibutuhkan, dapat dilakukan patch test
b. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan
standar dan sudah menghindari kontak

133. Napkin Eczema (Dermatitis Popok)


Bila keluhan tidak membaik setelah pengobatan standarselama 2
minggu.

134. Dermatitis Perioral


Pasien dirujuk apabila memerlukan pemeriksaan mikroskopik
atau pada pasien dengan gambaran klinis yang tidak biasa dan
perjalanan penyakit yang lama

135. Pitiriasis Rosea


Tidak perlu dirujuk
136. Eritrasma
-
137. Skrofuloderma
138. Hidradenitis Supuratif
Pasien dirujuk apabila penyakit tidak sembuh dengan
pengobatan oral atau lesi kambuh setelah dilakukan insisi
dan drainase.

139. Akne Vulgaris Ringan


Akne vulgaris sedang sampai berat.

140. Urtikaria
a. Rujukan ke dokter spesialis bila ditemukan fokus infeksi.
b. Jika urtikaria berlangsung kronik dan rekuren.
c. Jika pengobatan first-line therapy gagal.
d. Jika kondisi memburuk, yang ditandai dengan makin
bertambahnya patch eritema, timbul bula, atau bahkan
disertai sesak.

141. Exanthematous Drug Eruption


a. Lesi luas, hampir di seluruh tubuh, termasuk mukosa
dan dikhawatirkan akan berkembang menjadi Sindroma Steven
Johnson.
b. Bila diperlukan untuk membuktikan jenis obat yang diduga
sebagai penyebab :
1) Uji tempel tertutup, bila negatif lanjutan dengan
2) Uji tusuk, bila negatif lanjutkan dengan
3) Uji provokasi
c. Bila tidak ada perbaikan setelah mendapatkan
pengobatan standar dan menghindari obat selama 7 hari
d. Lesi meluas

142. Fixed Drug Eruption


a. Lesi luas, hampir di seluruh tubuh, termasuk mukosa
dan dikhawatirkan akan berkembang menjadi Sindroma Steven
Johnson.
b. Bila diperlukan untuk membuktikan jenis obat yang diduga
sebagai penyebab:
1) Uji tempel tertutup, bila negatif lanjutkan dengan
2) Uji tusuk, bila negatif lanjutkan dengan
3) Uji provokasi.
c. Bila tidak ada perbaikan setelah mendapatkan pengobatan
standar selama 7 hari dan menghindari obat.
d. Lesi meluas.

143. Cutaneus Larva Migrans


Pasien dirujuk apabila dalam waktu 8 minggu tidak membaik
dengan terapi

144. Luka Bakar Derajat I dan II


Rujukan dilakukan pada luka bakar sedang dan berat

145. Ulkus Pada Tungkai


Respon terhadap perawatan ulkus tungkai akan berbeda.
Hal ini terkait lamanya ulkus, luas dari ulkus dan penyebab
utama

146. Sindrom Stevens-Johnson


Berdasarkan skoring SCORTEN pasien dengan skor 3 atau
lebih harus dirujuk ke fasiltas pelayanan kesehatan
sekunder untuk mendapatkan perawatan intensif

147. Obesitas
a. Konsultasi pada dokter spesialis penyakit dalam bila pasien
merupakan obesitas dengan risiko tinggi dan risiko absolut
b. Jika sudah dipercaya melakukan modifikasi gaya hidup
(diet yang telah diperbaiki, aktifitas fisik yang
meningkat dan perubahan perilaku) selama 3 bulan, dan tidak
memberikan respon terhadap penurunan berat badan, maka
pasien dirujuk ke spesialis penyakit dalam untuk
memperoleh obat-obatan penurun berat badan

148. Tirotoksikosis
Pasien dirujuk untuk penegakan diagnosis dengan
pemeriksaan laboratorium ke layanan sekunder.
149. Diabetes Mellitus Tipe 2
Untuk penanganan tindak lanjut pada kondisi berikut:
1. DM tipe 2 dengan komplikasi
2. DM tipe 2 dengan kontrol gula buruk
3. DM tipe 2 dengan infeksi berat

150. Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik]


Pasien harus dirujuk ke layanan sekunder (spesialis
penyakit dalam) setelah mendapat terapi rehidrasi cairan

151. Hipoglikemia
a. Pasien hipoglikemia dengan penurunan kesadaran harus
dirujuk ke layanan nsekunder (spesialis penyakit dalam)
setelah diberikan dekstrose 40% bolus dan infus dekstrose
10% dengan tetesan 6 jam per kolf.
b. Bila hipoglikemi tidak teratasi setelah 2 jam tahap pertama
protokol penanganan

152. Hiperurisemia-Gout Arthritis


1. Apabila pasien mengalami komplikasi atau pasien memiliki
penyakit komorbid
2. Bila nyeri tidak teratasi

153. Dislipidemia
1. Terdapat penyakit komorbid yang harus ditangani oleh
spesialis.
2. Terdapat salah satu dari faktor risiko PJK

154. Malnutrisi Energi Protein (MEP)


a. Bila terjadi komplikasi, seperti: sepsis, dehidrasi berat,
anemia berat, penurunan kesadaran
b. Bila terdapat penyakit komorbid, seperti: pneumonia berat

155. Infeksi Saluran Kemih


a. Jika ditemukan komplikasi dari ISK maka dilakukan
ke layanan kesehatan sekunder
b. Jika gejala menetap dan terdapat resistensi kuman,
terapi antibiotika diperpanjang berdasarkan
antibiotika yang sensitif dengan pemeriksaan kultur
urin

156. Pielonefritis Tanpa Komplikasi


Dokter layanan primer perlu merujuk ke layanan sekunder
pada kondisi-kondisi berikut:
a. Ditemukan tanda-tanda urosepsis pada pasien.
b. Pasien tidak menunjukkan respons yang positif
terhadap pengobatan yang diberikan.
c. Terdapat kecurigaan adanya penyakit urologi yang
mendasari, misalnya: batu saluran kemih, striktur, atau
tumor

157. Fimosis
Bila terdapat komplikasi dan penyulit untuk tindakan
sirkumsisi maka dirujuk ke layanan sekunder

158. Parafimosis 4A
Bila terjadi tanda-tanda nekrotik segera rujuk ke layanan
sekunder.

159. Kehamilan Normal 4A


Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 1 atau 2 bila
ditemukan keadaan
di bawah ini:
Kondisi Tindakan
Diabetes melitus Rujuk untuk memperoleh
pelayanan sekunder
Penyakit jantung Konsultasikan dan rawat
atas pengawasan dokter
ahli di tingkat sekunder
Penyakit ginjal Konsultasikan dan rawat
atas pengawasan dokter
ahli di tingkat sekunder
Epilepsi Nasehati untuk meneruskan
pengobatan
Pengguna narkoba, obat Rujuk untuk perawatan khusus
terlarang
dan bahan adiksi lainnya

Tanda anemia berat dan Naikkan dosis besi dan


Hb < 7 rujuk bila ibu hamil
g/l sesak
nafas
Primigravida Nasehati untuk melahirkan
di tempat pelayanan
kesehatan
Riwayat still birth/lahir Konsultasikan dan rawat
mati atas pengawasan dokter
ahli di tingkat sekunder
Riwayat (validated IUGR= Konsultasikan dan rawat
intra atas pengawasan dokter
uterin growth retardation) ahli di tingkat sekunder

Riwayat dirawat untuk Konsultasikan dan rawat


eklampsia atas pengawasan dokter
atau preeklampsia ahli di tingkat sekunder

Riwayat seksio sesaria Tekankan untuk melahirkan di


rumah sakit
Tekanan darah tinggi Rujuk untuk di evaluasi
(>140/90
mm Hg)

MUAC (lingkar perut Rujuk untuk


bagian evaluasi(pertimbangkan
tengah) standar ukuran
yang sesuai untuk kondisi
setempat)

Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 1 bila


ditemukan keadaan di bawah ini:
1. hiperemesis
2. perdarahan per vaginam atau spotting
3. trauma
Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 2 bila
ditemukan keadaan di bawah ini:
1. Gejala yang tidak diharapkan
2. Perdarahan pervaginam atau spotting
3. Hb selalu berada di bawah 7 gr/dl
4. Gejala preeklampsia, hipertensi, proteinuria
5. Diduga adanya fetal growth retardation (gangguan
pertumbuhan janin)
6. Ibu tidak merasakan gerakan bayi
Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 3 bila
ditemukan keadaan di bawah ini:
1. Sama dengan keadaan tanda bahaya pada semester 2 ditambah
2. Tekanan darah di atas 130 mmHg
3. Diduga kembar atau lebih

160. Hiperemesis Gravidarum (Mual dan Muntah Pada Kehamilan)


a. Ditemukan gejala klinis dan ada gangguan kesadaran (tingkat
2 dan 3).
b. Adanya komplikasi gastroesopagheal reflux disease
(GERD), ruptur esofagus, perdarahan saluran cerna atas
dan kemungkinan defisiensi vitamin terutama thiamine.
c. Pasien telah mendapatkan tindakan awal
kegawatdaruratan sebelum proses rujukan.

161. Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan


a. Pemeriksaan penunjang menentukan jenis anemia yang ibu
derita
b. Anemia yang tidak membaik dengan pemberian
suplementasi besi selama 3 bulan
c. Anemia yang disertasi perdarahan kronis, agar
dicari sumber perdarahan dan ditangani.
162. Pre-Eklampsia
a. Rujuk bila ada satu atau lebih gejala dan tanda-
tanda preeklampsia berat ke fasilitas pelayanan
kesehatan sekunder.
b. Penanganan kegawatdaruratan harus di lakukan menjadi
utama sebelum dan selama proses rujukan hingga ke
Pelayanan Kesehatan sekunder.

163. Eklampsia
Eklampsia merupakan indikasi rujukan yang wajib di lakukan.

164. Abortus
Abortus Insipiens, Abortus Inkomplit, perdarahan yang
banyak, nyeri perut, ada pembukaan serviks, demam, darah
cairan berbau dan kotor

165. Ketuban Pecah Dini (KPD)


Ibu hamil dengan keadaan ketuban pecah dini merupakan
kriteria rujukan ke pelayanan kesehatan sekunder.

166. Persalinan Lama


Apabila tidak dapat ditangani di pelayanan primer atau
apabila level kompetensi SKDI dengan kriteria merujuk (<3B)

167. Perdarahan Post Partum / Pendarahan Pascasalin


a. Pada kasus perdarahan pervaginam > 500 ml setelah
persalinan berpotensi mengakibatkan syok dan merupakan
indikasi rujukan.
b. Penanganan kegawatdaruratan sebelum merujuk dan
mempertahankan ibu dalam keadaan stabil selama
proses rujukan merupakan hal penting diperhatikan

168. Ruptur Perineum Tingkat 1-2


a. Kriteria tindakan pada Fasilitas Pelayanan Primer
hanya untuk Luka Perineum Tingkat 1 dan 2.
b. Untuk luka perineum tingkat 3 dan 4 dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan sekunder.

169. Mastitis
Jika terjadi komplikasi abses mammae dan sepsis.

170. Inverted Nipple


171. Cracked Nipple
Rujukan diberikan jika terjadi kondisi yang mengakibatkan
abses payudara

172. Fluor Albus / Vaginal discharge Non Gonore


Pasien dirujuk apabila:
1. Tidak terdapat fasilitas pemeriksaan untuk pasangan
2. Dibutuhkan pemeriksaan kultur kuman gonore
3. Adanya arah kegagalan pengobatan

173. Sifilis
Semua stadium dan klasifikasi sifilis harus dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki dokter spesialis
kulit dan kelamin.

174. Gonore
a. Apabila tidak dapat melakukan tes laboratorium.
b. Apabila pengobatan di atas tidak menunjukkan perbaikan
dalam jangka waktu 2 minggu, penderita dirujuk ke
dokter spesialis karena kemungkinan terdapat
resistensi obat.

175. Vaginitis
176. Vulvitis
Pasien dirujuk ke dokter spesialis kulit dan kelamin
jika pemberian salep kortison tidak memberikan respon.

Anda mungkin juga menyukai