Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan laboratorium merupakan salah satu sarana untuk

mengetahui serta memonitoring kondisi kesehatan. Salah satu

pemeriksaan yang sering dilakukan adalah pemeriksaan hematologi

rutin. Pemeriksaan hematologi rutin ini terdiri dari beberapa jenis

pemeriksaan, diantaranya sebagai berikut; pemeriksaan hemoglobin,

hitung jumlah eritrosit, jumlah trombosit, jumlah lekosit, hitung jenis

lekosit, hematokrit, laju endap darah, retikulosit dan pemeriksaan

hemostasis (FK UNDIP, 2010).

Retikulosit adalah Sel Darah Merah (SDM) yang masih muda

yang tidak berinti dan berasal dari proses pematangan normoblas di

sumsum tulang. Sel ini mempunyai jaringan organela basofilik yang

terdiri dari RNA dan protoforpirin. Jumlah ini penting karena dapat

digunakan sebagai indikator produktivitas dan aktivitas eritropoiesis di

sumsum tulang dan membantu untuk menentukan klasifikasi anemia

sebagai hiperproliferatif, normoproliferatif, atau hipoproliferatif (Ketut

Suega, 2011).

Pemeriksaan laboratorium untuk memeriksa retikulosit

didasarkan pada temuan adanya protein RNA pada sitoplasma dari

retikulosit. Sejak tahun 1940 sampai awal 1980 pemeriksaan


retikulosit seluruhnya ditentukan dengan pemeriksaan mikroskop pada

hapusan darah tepi, dimana retikulosit diwarnai dengan pewarna

supravital (Ketut Suega, 2011).

Pemeriksaan retikulosit dapat menggunakan dua cara yaitu

dengan sediaan basah dan sediaan kering. Untuk sediaan dengan cara

basah biasa dipakai dalam pemeriksaan laboratorium rutin karena

memiliki keuntungan, yaitu tidak memerlukan waktu yang lama.

Sedangkan sediaan kering memiliki keuntungan, yaitu pada proses

pembacaan dan perhitungan yang mudah namun memerlukan waktu

pemeriksaan yang lebih lama (Subowo, 2002).

Selain menggunakan zat pewarna Methylene Blue,

pemeriksaan retikulosit dapat dilakukan dengan zat pewarna Toulidin.

Toluidine blue adalah pewarna metachromatic thiazine dasar dengan

afinitas tinggi untuk komponen jaringan asam, sehingga jaringan

pewarnaan kaya akan DNA dan RNA. Ini telah menemukan aplikasi

yang luas baik sebagai pewarnaan vital dalam jaringan hidup dan

sebagai noda khusus karena sifat metachromatic-nya. Toluidine blue

telah digunakan secara in vivo untuk mengidentifikasi displasia dan

karsinoma rongga mulut. Penggunaan blue toluidine di bagian jaringan

dilakukan dengan tujuan untuk menyoroti komponen, seperti butiran

sel mast, mucins, dan cartilage. Artikel ini memberikan gambaran

umum tentang teknik kimia, teknik, dan berbagai aplikasi toluidine

blue.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu permasalahan,


yaitu :

1. Apakah toulidin blue dapat dijadikan pewarnaan Retikulosit

2. Pada konsentrasi berapa toluidin blue dapat mewarnai retikulosit

secara optimal

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan

retikulosit antara penggunaan pewarna Brom Crecyl Blue dengan Toluidin

Blue?

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Akademi

Menambah perbendaharaan Karya Tulis Ilmiah dan

memberikan informasi serta masukan bagi pembaca di perpustakaan

Sekolah Tinggi Analis Bakti Asih.

1.4.2 Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan tentang darah dan khususnya

tentang retikulosit secara umum baik definisi maupun cara

pemeriksaan.
1.4.3 Bagi Tenaga Laboratorium

Memberikan informasi tentang perbandingan hasil

pemeriksaan retikulosit antara penggunaan pewarna Brom Crecyl Blue

dengan Toluidin Blue.


BAB II

TINAJUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Darah

Dalam sistem sirkulasi, darah merupakan bagian penting dari

sistem dan transport dan merupakan unit fungsional seluler pada manusia

yang berperan dalam proses fisiologi. Darah terdiri dari bagian padat dan

cair, bagian padat terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih

(leukosit) dan keeping darah (trombosit), sedangkan bagian cair terdiri

dari plasma dan serum (Depkes RI, 1989)

Darah pada tubuh manusia terdiri 45% komponen sel dan 55%

plasma, volume darah manusia 7% - 10% berat badan normal yaitu

sekitar 5 liter.Keadaan jumlah darah pada vtiap-tiap orang tidak sama,

bergantung pada usia, pekerjaan, serta keadaan jantung dan pembuluh

darah (Handayani, W dan Haribowo, A. S 2008)

Darah merupakan cairan yang sangat penting bagi manusia.

Secara umum darah berfungsi untuk mengangkut zat makanan dan

oksigen ke seluruh tubuh serta mengangkut sisa-sisa metobolisme ke

organ yang berfungsi untuk pembuangan, mempertahankan tubuh dari

serangan bibit penyakit, mengedarkan hormone-hormon untuk membantu


proses fisologis, menjaga kesetimbangan asam basa jaringan tubuh untuk

menghindari kerusakan (Aryulina, D., dkk 2004)

2.1.2 Pembentukan Sel Darah

Pembentukan sel dan perkembangan semua jenis sel darah

disebut hematopoisis. Selama perkembangan masa Janis, hematopoisis

pertama kali terjadi di yolk sac kemudian pindah ke hati, limpa dan pada

akhirnya ke tulang. Dari masa bayi sampai dewasa terjadi perubahan

progresif dan sumsum tulang produktif untuk menempati kerangka

bagian sentral terutama sternum, iga, korpus vertebrata, tulang panggul,

dan bagiam proksimal tulang-tulang panjang (Sacher, R.A dan

McPheron, R.A, 2004).


Gambar 2.1 Stem cell

2.1.3 PENGERTIAN RETIKULOSIT

Retikulosit merupakan eritrosit muda yang tidak berinti dan

berasal dari proses pematangan normoblas di sumsum tulang. Sel ini

mempunyai jaringan organela basofilik yang terdiri dari RNA dan

protoforpirin yang dapat berupa endapan berwarna biru apabila dicat

dengan pengecatan BCB (Suega, 2010).

Retikulosit yang belum matang memiliki benang-benang atau

retikulum didalamnya. Sisa RNA tadi akan menghilang dalam 1-2 hari
pertama setelah berada diluar sumsum tulang, dan eritrosit yang belum

matang kemudian menjadi eritrosit yang matur atau matang (Hiru, 2012).

Jumlah retikulosit menggambarkan aktivitas sumsum tulang.

Kegiatan sumsum tulang yang meningkat ditandai dengan peningkatan

retikulosit, sedangkan penurunan atau tidak adanya retikulosit

menunjukkan kegagalan fungsi sumsum tulang (Hiru, 2012). Selain itu

jumlah retikulosit juga menggambarkan produksi eritrosit di sumsum

tulang yang digunakan untuk mendiagnosis adanya penyakit anemia.

Nilai normal retikulosit adalah 0,5-1,5 % dari jumlah eritrosit atau bisa

juga ditulis dalam jumlah eritrosit per ul darah (Gandasoebrata, 2011).

Karakteristik retikulosit memiliki ciri khas, yaitu berbentuk bulat

dengan ukuran 8 12 mm. Situplasma retikulosit berwarna pucat dan

memiliki granul tunggal atau multipel, pekat, lembayung serta adanya pita

RNA.

2.2 Retikulosit pada pembesaran 1000x


2.1.4 Perkembangan Dan Pematangan Retikulosit

Pematangan eritrosit memerlukan waktu beberapa hari untuk

sel berisi hemoglobin ini menyingkirkan sisa RNA sitoplasma setelah

nukleus dikeluarkan. Fase terakhir pada proses pematangan, retikulosit

yang mengandung RNA berukuran sedikit besar daripada sel matang.

Sel ini mengandung fragmen mitokondria, organel sel yang lain, dan

RNA ribosomal (Sacher, 2004).

Eritrosit yang beredar sebagai retikulosit sekitar 0,5-2,5%.

Jumlah tersebut menunjukkan aktivitas sumsum tulang yang normal

apabila kadar hemoglobin (Hb) normal. Peningkatan hitung retikulosit

pada kadar Hb yang normal menunjukkan kerusakan pada eritrosit,

tetapi sumsum tulang telah meningkatkan kadar eritrositnya untuk

mengompensasi. Sedangkan, pada kadar Hb yang rendah dan retikulosit

normal terjadi gangguan atau penurunan produksi sumsum tulang

(Sacher, 2004).

Tingkatan maturasi pada retikulosit terdapat beberapa tingkatan

yaitu dengan adanya rangsangan eritropoiesis seperti pada proses

perdarahan atau hemolisis. Jumlah dan proporsi dari retikulosit muda

akan meningkat baik didalam sumsum tulang maupun darah tepi. Masa

hidup antara retikulosit normal dan imatur terdapat perbedaan.

Retikulosit imatur lebih kaku dan tidak stabil karena masih mempunyai

reseptor untuk protein adhesif. Sedangkan, retikulosit normal telah


kehilangan reseptor ketika sel bermigrasi ke perifer. Waktu pematangan

retikulosit sekitar 2-5 jam tergantung pada metode yang dipakai, spesies

yang dipelajari, dan juga tingkat stimulasi proses eritropoiesis (Suega,

2010).

2.1.5 Pewarnaan Retikulosit

Adanya RNA pada retikulosit hanya dapat dinyatakan untuk

eritrosit yang masih hidup. Sedangkan eritrosit yang telah mengering

pada kaca objek atau yang telah mati (terlalu lama) tidak dapat dipulas

vital (Gandasoebrata, 2011). Apabila sel yang masih hidup tersebut diberi

pewarna khusus dengan brilliant cresyl blue yang berguna untuk

mengikat ribosom, maka disebut pewarnaan supravital (Subowo, 2002).

Retikulosit mengandung sitoplasma yang dapat menyerap

pewarnaan tertentu seperti azure B, briliiant cresyl blue, atau new

methylene blue. Inkubasi antara darah dan pewarna tersebut dalam

keadaan supravital secara mikroskopik akan tampak sebagai presipitat

yang berwarna biru tua didalam sitoplasma, baik hanya mengandung

beberapa granula maupun sebagai filamen. Filamen terjadi akibat

terbentuknya kompleks dye ribonucleoprotein (Rodak & Bell, 2002).

Inkubasi antara darah dengan pewarna membantu dalam proses

penyerapan, sehingga dalam pewarnaan supravital membuat benang-


benang retikulum dalam eritrosit akan terlihat jelas dan mudah dihitung

(FK UNDIP, 1995).

Pewarnaan retikulosit digunakan larutan pewarna brilliant cresyl

blue dengan komposisi sebagai berikut pewarna brilliant cresyl blue

sebagai larutan 1% dalam metilalkohol atau juga sebagai larutan 1%

dalam NaCl 0,85%. Pembuatan larutan NaCl perlu dilakukan pemanasan

(Gandasoebrata, 2011).

Pengecatan BCB tidak hanya retikulosit yang ditemukan, tetapi

ada struktur lain yaitu Badan Hemoglobin H (HbH) dan Badan Heinz.

HbH berupa titik-titik yang berwana biru pucat dan ukurannya bervariasi.

2.1.6 Hitung Retikulosit

Saat ini, hitung retikulosit masih didasarkan pada penilaian

semikuantitatif terhadap sel dengan pewarnaan supravital yang

memperlihatkan serat-serat retikulum. Hitung retikulosit metode manual

memiliki ketidaktepatan mencapai 25%, hal ini akan berkurang secara

signifikan sesuai peningkatan jumlah retikulosit (Bakta, 2006).

Prinsip dalam menghitung retikulosit yaitu darah ditambah

larutan brilliant cresyl blue dengan perbandingan tertentu selama

beberapa menit. Apusan dibuat kemudian retikulosit dilihat dibawah

mikroskop dengan perbesaran kuat, prosentase jumlah retikulosit

ditentukan terhadap eritrosit (Riswanto, 2013).


Pemeriksaan secara mikroskopik menggunakan lensa objektif

perbesaran 1000 kali. Kemudian mengamati bagian ujung apusan tempat

eritrosit-eritrosit terpisah satu sama lain dan eritrosit akan berwarna biru

pucat. Beberapa ahli hematologi menganjurkan agar jumlah retikulosit

dilaporkan dalam satuan konsentrasi (jumlah retikulosit per liter darah),

sementara beberapa ahli yang lain menganjurkan untuk dilaporkan dalam

fraksi jumlahnya (proporsi retikulosit terhadap eritrosit) (trans. Chairlan

& Lestari Estu, 2011).

Sistem satuan konvesional retikulosit dilaporkan dalam bentuk

prosentase, yaitu proporsi dalam angka persen retikulosit terhadap

eritrosit (trans. Chairlan & Lestari Estu, 2011). Perhitungan retikulosit

dapat dihitung dengan rumus: (jumlah retikulosit / jumlah 1000 eritrosit)

x 100% (Gandasoebrata, 2011).

Hitung retikulosit merupakan pemeriksaan untuk menunjukkan

peningkatan eritropoiesis. Teknik dengan hitung elektronik maka

reliabilitas pemeriksaan makin meningkat. Angka normal retikulosit 0,5-

1,5 % tetapi angka normal yang lebih teliti adalah 0,3-2,5 % pada pria

dan 0,8-4,1 % pada wanita. Peningkatan retikulosit sebanding dengan

beratnya proses hemolisis (Bakta, 2006).

2.1.7 Metode Pemeriksaan Mikroskopis

2.1.7.1 Sediaan Basah


Pemeriksaan retikulosit metode basah yaitu dengan

meletakkan satu tetes BCB dalam alkohol atau NaCl ditengah-

tengah kaca objek. Kemudian, meletakkan satu tetes darah diatas

zat warna dan dicampur memakai sudut kaca objek lain.

Selanjutnya ditutup dengan deck glass dan diamati pada

mikroskop dengan menggunakan minyak imersi (Gandasoebrata,

2011).

2.1.7.2 Sediaan Kering

Pemeriksaan retikulosit metode kering yaitu

mencampurkan darah dan zat warna BCB dengan perbandingan

1:1 didalam tabung kecil. Kemudian diinkubasi selama 5 menit.

Setelah itu, campuran tadi diambil setetes untuk dibuat sediaan

apus. Lalu diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran

1000 kali menggunakan minyak imersi (Gandasoebrata, 2011)

2.1.8 Kelebihan Dan Kekurangan Pemeriksaan Mikroskopik

2.1.8.1 Metode Basah

Kelebihan metode basah adalah lebih mudah ringkas

dan waktu yang diperlukan lebih efisien. Kelemahan metode

basah adalah tidak dapat disimpan dengan waktu yang cukup


lama dan sel retikulosit bergerak menyebabkaan sel dapat

terhitung ulang (Subowo, 2002).

2.1.8.2 Metode Kering

Kelebihan metode kering yaitu, sediaan dapat

disimpan dalam waktu yang cukup lama jika harus dilakukan

penundaan pemeriksaan. Kelemahan metode kering adalah pada

proses pembuatan sediaan membutuhkan waktu yang cukup

lama (Subowo, 2002).

2.1.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan Retikulosit

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan retikulosit

adalah sebagai berikut :

a. Larutan pewarna yang tidak disaring sebelum digunakan

menyebabkan pengendapan cat pada sel-sel eritrosit sehingga

tampak seperti retikulosit.

b. Sampel sebelum digunakan tidak dihomogenkan terlebih dahulu.

c. Menghitung pada area yang padat, dimana penyebaran eritrosit

bertumpuk-tumpuk.

d. Peningkatan kadar glukosa darah akan mengurangi pewarnaan

e. Adanya benda inklusi eritrosit, yang mempengaruhi pembacaan

retikulosit yaitu :

1) Basofilik Stipling

2) Howell Jolly body

3) Cincin Cabot
4) Benda Heinz

5) Plasmodium

2.1.10 Toluidin Blue

Toluidine biru (juga dikenal sebagai tolonium klorida) adalah

pewarna metachromatic acidophilic selektif noda komponen jaringan asam

(sulfat, carboxylates, dan fosfat radikal). Toluidine biru memiliki afinitas

untuk asam nukleat, dan karena itu mengikat material nuklir jaringan

dengan kandungan DNA dan RNA yang tinggi. Toluidin Blue ini adalah

anggota dari kelompok thiazine dan sebagian larut dalam air dan alkohol

(Epstein, J.B., Scully, C., Spinelli, J., 1992 : 21). Toluidine biru telah secara

luas digunakan sebagai noda yang penting untuk lesi mukosa dan juga telah

menemukan aplikasi di bagian jaringan khusus noda komponen tertentu

karena properti metachromatic (Gandalfo, S., dkk., 1997 :83).

2.1.10.1 Prinsip Pewarnaan

Pewarnaaan menggunakan Toluidin Blue berdasarkan

metakromasia. Pewarna bereaksi dengan jaringan untuk

menghasilkan warna yang berbeda dari bahan pewarna yang asli

dan dari seluruh jaringan. Ini adalah fenomena dimana pewarna

dapat menyerap cahaya pada panjang gelombang yang berbeda

tergantung pada konsentrasi dan lingkungan dan memiliki


kemampuan untuk mengubah warnanya tanpa mengubah

struktur kimianya (Drupy, R.A., Wallington, E.A., 1980).

2.1.10.2 Pewarnaan Vital

Tuluidin Blue digunakan didasarkan pada kenyataan

bahwa sel-sel dysplastic dan neoplastic dapat mengandung asam

nukleat kuantitatif lebih daripada jaringan normal. Juga, epitel

ganas mungkin berisi intraseluler kanal yang lebih lebar dari

epitel normal, yang dapat memfasilitasi penetrasi pewarna.

Toluidin Blue umumnya disiapkan dalam konsentrasi

1%. Cara meracik 100 mL TB 1% terdiri dari 1 gm TB bubuk,

10 mL asam asetat 1%, 4.19 mL mutlak alkohol dan 86 mL

suling air untuk membuat 100 mL. PH biasanya diatur ke 4.5

(Mashberg, A., 1980 :46)

2.2 Kerangka Berpikir

Penelitian yang telah dilakukan adalah membandingkan hasil

gambaran retikulosit menggunaan pewarna asli yaitu BCB dengan modifikasi

pewarna menggunakan Toluidin Blue.


Darah Vena EDTA

Reagen BCB Reagen Toluidin Blue

Gambaran
Mikroskopis

Jumlah
Retikulosit

Pembandingan
Hasil

2.3. Skema Kerangka Konsep


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen yang

bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya

perbedaan perlakuan tertentu.

3.2 Desain penelitian

Desain penelitian menggunakan perbandingan kelompok statis (Statie

group comparison) yaitu membandingkan pemeriksaan retikulosit menggunakan

larutan standar (BCB), dan larutan modifikasi yaitu Toluidin Blue. Kemudian

dilakukan uji statistic dengan uji T berpasangan.

Untuk mengetahui banyaknya pengulangan yang dilakukan maka dapat

dilakukan rumus Gomes yaitu :

(r 1)(t 1) 15

Keterangan :

r = Replika / pengulangan

t = treatment / perlakuan

15 = derajat kebebasan umum

Jumlah perlakuan dalam penelitian ini sebanyak 3 perlakuan,

maka :

Banyak replikasi (r) :

(r 1)(t 1) 15
(r 1)(3 1) 15

(r 1)(2) 15

2r 2 15

2r 15 + 2

r 8.5

r9

Maka dapat disimpulkan bahwa pengulangan berdasarkan jumlah

perlakuan adalah sebanyak sembilan kali.

3.3 Unit eksperimen

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah Whole blood.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah Whole blood dengan

antikoagulan EDTA.

3.4 Lokasi dan waktu Penelitian

3.4.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Rs. Jantung Binawaluya

3.4.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September Oktober 2017


3.5 Alat dan Bahan

3.5.1 Alat

Alat yang digunakan adalah objek glass, pipet tetes, tabung

serologi, spuit, kapas alkohol 70%, pembendung, mikropipet, mikroskop,

dan tissue.

3.5.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah darah, brilliant cresyl blue (BCB),

Toluidin blue dan minyak imersi.

3.6 Cara Kerja

3.6.1 Tahap pra analitik :

Mempersiapan alat-alat dan bahan yang akan digunakan dalam

penelitian.

a. Persiapan pasien

Sebelum melakukan sampling, terlebih dahulu dilakukan

pencatatan identitas pasien, kemudian dilanjutkan dengan

menginformasikan kepada pasien tentang tujuan, manfaat

penelitian, resiko atau ketidak nyamanan dan kerahasiaan data.

b. Pengambilan darah vena

1. Menyiapkan disposible syringe serta memeriksa jarum dan

penutupnya.
2. Mencari letak vena, lokasi tusukan harus bebas dari luka.

3. Memasang tourniquet pada lengan atas dan orang yang

akan diambil darahnya diminta untuk mengepal dan

membuka tangannya berkali-kali agar vena terlihat jelas.

4. Membersihkan tempat yang akan diambil darahnya dengan

alkohol 70% dan biarkan hingga kering.

5. Menegangkan kulit diatas vena itu dengan jari-jari tangan

kiri supaya vena tidak bergerak.

6. Menusukan jarum pada vena dengan posisi sudut 45

dengan posisi lubang jarum mengarah keatas.

7. Melepas tourniquet dan perlahan-lahan tarik penghisap

semprit sampai jumlah darah yang dikehendaki diadapat.

8. Meletakan kapas diatas jarum dan cabutlah disposible

syringe.

9. Meminta kepada pasien supaya tempat tusukan jarum itu

ditekan selama beberapa detik dengan kapas alkohol tadi.

10. Menusukkan kedalam tabung EDTA dan biarkan

mengalir tanpa di dorong.Mehomogenkan sampel darah

secara halus dengan cara membalikan tabung sebanyak 4

sampai 6 kali.
3.6.2 Tahap Analitik :

a. Pemeriksaan Retikulosit dengan Pewarnaan BCB

1) Memasukkan 0.1 ml larutan brilliant cresyl blue kedalam

tabung.

2) Mencampurkan 0.1 ml darah EDTA dengan larutan tadi

dan inkubasi 15 menit 37 C.

3) Dari campuran itu diambil setetes untuk membuat sediaan

apus seperti biasa.

4) Memeriksa menggunakan minyak imersi dan menentukaan

berapa banyak retikulosit yang terlihat per 1000 eritrosit.

b. Pemeriksaan Retikulosit dengan Pewarnaan Toluidin Blue 1 %

1) Memasukkan 0,1 ml larutan Toluidin Blue 1% kedalam

tabung.

2) Mencampurkan 0.1ml darah EDTA dengan larutan tadi

dan inkubasi selama 15 menit 37 C.

3) Dari campuran itu diambil setetes untuk membuat sediaan

apus seperti biasa.

4) Memeriksa menggunakan minyak imersi dan menentukaan

berapa banyak retikulosit yang terlihat per 1000 eritrosit.

c. Pemeriksaan Retikulosit dengan Pewarnaan Tuluidin Blue 1,5%

1) Memasukkan 0,1 ml Toluidin Blue 1,5% kedalam tabung.


2) Mencampurkan 0.1 ml darah EDTA dengan larutan tadi

dan inkubasi selama 15 menit 37 C.

3) Dari campuran itu diambil setetes untuk membuat sediaan

apus seperti biasa.

4) Memeriksa menggunakan minyak imersi dan menentukaan

berapa banyak retikulosit yang terlihat per 1000 eritrosit.

3.6.3 Tahap pasca analitik :

Melaporkan dan mendokumentasikan hasil pemeriksaan.

3.7 Pengolahan dan analisis data

Data didapat dari perbandingan jumlah retikulosit dengan menggunakan

pewarna BCB dan Toluidin Blue kemudian dianalisis.

Anda mungkin juga menyukai