Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN Refleksi Kasus

FAKULTAS KEDOKTERAN 29 Oktober 2016


UNIVERSITAS ALKAIRAAT
PALU

PSORIASIS VULGARIS

Disusun Oleh:

Ni Putu Ripna Oktaviani, S.Ked


11 16 777 14 107

Pembimbing :
dr. Nur Hidayat, Sp.KK

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD UNDATA PALU

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ALKHAIRAAT
PALU
2016
2

STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD UNDATA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
1) Nama Pasien : Tn. H
2) Umur : 49 Tahun
3) Jenis Kelamin : Laki-laki
4) Alamat : Jl. Patimura
5) Agama : Islam
6) Pekerjaan : PNS
7) Tanggal Pemeriksaan : 27 Oktober 2016

II. ANAMNESIS
1) Keluhan utama : Gatal pada seluruh badan
2) Riwayat penyakit sekarang :
Seorang pasien laki-laki berumur 49 tahun datang ke poliklinik
kulit dan kelamin RSUD Undata dengan keluhan gatal seluruh
badan. Hal ini dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya rasa
gatal dirasakan pada bagian kepala hal ini seperti ketombe dan
lama kelamaan rasa gatal menjalar kebelakang leher hingga
punggung pasien rasa gatal disertai dengan bercak kemerahan yang
muncul dan bersisik. Keluhan ini dirasakan semakin lama semakin
meluas dan gatal dirasakan pada malam hari. Gatal dirasakan terus
menerus sehingga mengganggu istirahat pasien. Menurut pasien,
sempat berobat kedokter kulit, diberikan obat salep serta obat
minum namun lupa nama obat yang diberikan. saat pasien
meminum obat itu ada perubahan. dan kemudian kambuh kembali
saat ini. Demam (-), riwayat alergi disangkal.
3) Riwayat penyakit dahulu:
Pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus (-) dan riwayat
hipertensi (+).
3

4) Riwayat penyakit keluarga:


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
1) Keadaan umum : Sakit Sedang
2) Status Gizi : Baik
3) Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda Vital

TD : 160/100 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Status Dermatologis

Ujud Kelainan Kulit :

Kepala : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit

Leher : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit

Dada : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit

Ketiak : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit

Perut : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit

Genitalia : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit

Ekstremitas atas : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit

Punggung : Tampak plak eritematous dengan skuama


tebal berlapis, berbatas tegas, ukuran
lentikuler.

Bokong : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit

Ekstremitas bawah : Tidak terdapat Ujud Kelainan Kulit


4

IV. GAMBAR

Gambar 1. Tampak plak eritematous dengan skuama tebal berlapis, berbatas


tegas, ukuran lentikuler pada regio thorax

V. RESUME
Seorang pasien laki-laki berumur 49 tahun datang ke poliklinik kulit dan
kelamin RSUD Undata dengan keluhan gatal seluruh badan. Hal ini dirasakan
sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya rasa gatal dirasakan pada bagian kepala hal ini
seperti ketombe dan lama kelamaan rasa gatal menjalar kebelakang leher
hingga punggung pasien rasa gatal disertai dengan bercak kemerahan yang
muncul dan bersisik. Keluhan ini dirasakan semakin lama semakin meluas dan
gatal dirasakan pada malam hari. Gatal dirasakan terus menerus sehingga
mengganggu istirahat pasien. Menurut pasien, sempat berobat kedokter kulit,
diberikan obat salep serta obat minum namun lupa nama obat yang diberikan.
saat pasien meminum obat itu ada perubahan. dan kemudian kambuh kembali
saat ini. Riwayat Hipertensi (+).
5

Hasil pemeriksaan dermatologis di dapatkan ujud kelainan kulit berupa plak


eritematous dengan skuama tebal berlapis, berbatas tegas, ukuran lentikuler pada
region thorax.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Psoriasis Vulgaris

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Dermatitis seboroik
2. Pitiriasis Rosea

VIII. PEMERIKSAAN TAMBAHAN


1. Fenomena tetesan lilin

Gambar 2. Tampak skuama yang berubah menjadi lebih putih ketika digores
dengan pinggiran kaca object (fenomena tetesan lilin positif).
6

2. Fenomena Auspitz

Gambar 3. Tampak bintik bintik perdarahan ketika digores dengan pinggiran


kaca objek (fenomena auspitz positif)

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Histopatologis

X. PENATALAKSANAAN
1. Non-medikamentosa
- Hindari menggaruk bagian yang gatal karena dapat menyebabkan
timbulnya perdarahan atau iritasi yang berlebih
- Menjaga kelembaban kulit.
2. Medikamentosa
- Topikal : Desoxymethasone 0,25%
- Sistemik : Citirizine 1 x 10 mg

XI. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam


Quo ad functionam : bonam
Quo ad cosmetican : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
7

PEMBAHASAN

Seorang pasien laki-laki berumur 49 tahun datang ke poliklinik kulit dan


kelamin RSUD Undata dengan keluhan gatal seluruh badan. Hal ini dirasakan
sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya rasa gatal dirasakan pada bagian kepala hal ini
seperti ketombe dan lama kelamaan rasa gatal menjalar kebelakang leher
hingga punggung pasien rasa gatal disertai dengan bercak kemerahan yang
muncul dan bersisik. Keluhan ini dirasakan semakin lama semakin meluas dan
gatal dirasakan pada malam hari. Gatal dirasakan terus menerus sehingga
mengganggu istirahat pasien. Menurut pasien, sempat berobat kedokter kulit,
diberikan obat salep serta obat minum namun lupa nama obat yang diberikan.
saat pasien meminum obat itu ada perubahan. dan kemudian kambuh kembali
saat ini. Riwayat Hipertensi (+).
Hasil pemeriksaan dermatologis di dapatkan ujud kelainan kulit berupa
plak eritema disertai skuama berlapis, berbatas tegas, ukuran lentikuler pada
region thorax.

a. DEFINISI
Kata psoriasis berasal dari bahasa Yunani psora yang berarti gatal.
Psoriasis merupakan suatu penyakit kulit yang bersifat kronik residif dengan
gambaran klinik bervariasi. Kelainan ini dikelompokkan dalam penyakit
eritroskuamosa dan ditandai bercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh
skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilat seperti mika disertai
fenomena tetesan lilin, tanda auspitz dan fenomena kobner.1
Penyakit ini secara klinis tidak mengancam jiwa dan tidak menular tetapi
timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh manapun sehingga dapat menurunkan
kualitas hidup seseorang bila tidak dirawat dengan baik.1
Penyebab psoriasis tidak diketahui, tetapi faktor genetik dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit ini. Beberapa faktor dapat memicu timbulnya
psoriasis, yaitu stress, konsumsi alkohol, merokok, sinar matahari, adanya
8

penyakit sistemik seperti infeksi streptococcus dan HIV serta faktor endokrin.
Pada psoriasis vulgaris terjadi percepatan proliferasi sel-sel epidermis
dibandingkan sel-sel pada kulit normal. Pergantian epidermis hanya terjadi dalam
3-4 hari sedangkan turn over epidermis normalnya adalah 28-56 hari. Psoriasis
juga sering dikatakan sebagai penyakit kelainan sel imun dimana sel T menjadi
aktif, bermigrasi ke dermis dan memicu pelepasan sitokin (TNF-, pada
umumnya) menyebabkan terjadinya inflamasi dan produksi sel kulit yang cepat.2
Ada beberapa tipe psoriasis yaitu meliputi psoriasis plak, psoriasis
pustular, psoriasis guttata, psoriasis eritroderma, dan pada lokasi tertentu seperti
psoriasis scalp, psoriasis fleksular, psoriasis pada mukosa oral, psoriasis kuku,
dan psoriasis arthritis. Psoriasis plak atau dikenal juga sebagai psoriasis vulgaris
merupakan tipe yang paling sering dijumpai, ditemukan sekitar 80-90% dari
penderita psoriasis.3

b. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia sendiri prevalensi penderita psoriasis mencapai 1-3 persen
(bahkan bisa lebih) dari populasi penduduk Indonesia. Jika penduduk Indonesia
saat ini berkisar 200 juta, berarti ada sekitar 2-6 juta penduduk yang menderita
psopriasis yang hanya sebagian kecil saja sudah terdiagnosis dan tertangani secara
medis.1
Laki-laki dan perempuan memiliki prevalensi yang sama untuk terjadinya
psoriasis vulgaris. Sebuah penelitian di Jerman menunjukkan awal penyakit
psoriasis puncaknya terjadi pada onset usia 22 tahun pada pria dan 16 tahun pada
wanita.3

c. ETIOPATOGENESIS
Penyebab psoriasis tidak diketahui, tetapi faktor genetik berperan dalam
penyakit ini. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis risiko mendapatkan
psoriasis 12%, sedangkan jika salah satu orang tuanya menderita psoriasis maka
resikonya mencapai 34-39%. 1
9

Psoriasis juga sering dikatakan sebagai penyakit kelainan sel imun dimana
sel T menjadi aktif, bermigrasi ke dermis dan memicu pelepasan sitokin (TNF-,
pada umumnya) menyebabkan proliferasi keratinosit, angiogenesis dan terjadinya
kemotaksis dari sel-sel radang dalam dermis dan epidermis.4 Sel langerhans juga
berperan pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis di
awali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel
Langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat,
hanya 3 - 4 hari sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.4,5

Gambar 4. Etiopatogenesis Psoriasis Vulgaris

Berbagai faktor pencetus pada psoriasis, diantaranya stress psikis, infeksi,


trauma, endokrin, gangguan metabolik, obat (glukokortikoid sistemik, lithium,
obat anti malaria, interferon, dan beta adrenergik blocker), alkohol dan merokok.
Stres psikis merupakan faktor pencetus utama, dan faktor endokrin rupanya
mempengaruhi perjalanan penyakit.6
Psoriasis ditandai dengan adanya hiperproliferasi yang dipicu oleh
aktivitas sel-sel radang. Mediator inflamasi yang berperan adalah T-cell, cytokine
10

type 1 seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFN dan TNF serta IL-8 yang
menyebabkan terjadinya akumulasi neutrofil.4 Pada psoriasis terjadi peningkatan
mitosis sel epidermis sehingga terjadi hiperplasia, juga terjadi penebalan dan
pelebaran kapiler sehingga tampak lesi eritematous. Pendarahan terjadi akibat dari
rupture kapiler ketika skuama dikerok.

d. MANIFESTASI KLINIS
Lesi psoriasis vulgaris berupa plak eritematous, berbatas tegas, simetris,
kering, tebal dengan ukuran yang beragam serta dilapisi oleh skuama tebal
berlapis-lapis dan berwarna putih seperti mika. Plak eritematous yang tebal
menandakan adanya hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis, pelebaran pembuluh
darah dan inflamasi. Tempat predileksi lesi psoriasis yaitu pada scalp, ekstensor
lengan, kaki, lutut, siku, dorsum manus dan dorsum pedis (skor PASI 4,3).
Keluhan yang dirasakan adalah gatal dan kadang rasa panas yang membuat pasien
merasa tidak nyaman. Bentuk kelainan bervariasi : lentikuler, numular atau plakat
dapat berkonfluensi.1,2,3
Lesi psoriasis memiliki empat karakteristik yaitu: (1) bercak-bercak eritem
yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya. Eritema sirkumskripta dan
merata, tetapi pada stadium lanjut sering eritema yang ditengah menghilang dan
hanya terdapat dipingir, (2) skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih
seperti mika dan transparan, (3) pada kulit terdapat eritema mengkilap yang
homogen dan terdapat perdarahan kecil jika skuama dikerok (Auspitz sign) (4)
ukuran lesi bervariasi-lentikuler, numuler, plakat.1,2,3

e. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Psoriasis memberikan gambaran histopatologik yang khas yakni


parakeratosis dan akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit
yang disebut abses Munro. Selain itu terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi
di subepidermis.2
11

f. PENATALAKSANAAN

Gambar 5. Algoritma Diagnosis dan Terapi Psoriasis

1. Topikal
Terapi-terapi topikal yang digunakan untuk penatalaksanaan psoriasis
meliputi preparat ter, kortikosteroid topikal, antralin, calcipotriol, derivate vitamin
D topikal dan analog vitamin A, imunomodulator topikal (takrolimus dan
pimekrolimus), dan keratolitik (seperti asam salisilat). Terapi-terapi tersebut
merupakan pilihan untuk penderita-penderita dengan psoriasis plak yang terbatas
atau menyerang kurang dari 20% luas permukaan tubuh. Terapi topikal digunakan
secara tunggal atau kombinasi dengan agen topikal lainnya atau dengan
fototerapi.1

a) Preparat ter
Preparat ter biasanya kurang efektif jika digunakan tunggal. Hasilnya akan
lebih baik jika dikombinasikan dengan terapi sinar ultraviolet. Preparat ter
berfungsi sebagai anti proliferasi dan anti inflamasi.1
Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5% dimulai dengan konsentrasi
rendah jika tidak ada perbaikan maka dapat ditingkatkan. Untuk meningkatkan
hasil pengobatan maka daya penetrasinya harus dipertinggi dengan cara
menambahkan asam salisilat 3-5%.3
12

b) Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal yang digunakan dalam bentuk cream, salep dan
lotion. Kortikosteroid kelas I digunakan maksimal selama 2 minggu. Terapi
kortikosteroid dikenal sebagai anti-inflamasi, anti-proliferatif, dan imunosupresif.
Pada kulit kepala, muka dan daerah lipatan digunakan krim, dan ditempat
lain digunakan salep. Pada daerah muka, lipatan, dan genitalia eksterna dipilih
potensi sedang misalnya Triamcinolon acetoninide. Jika diberikan potensi kuat
pada mata dapat memberikan efek samping diantaranya teleangiektasis,
sedangkan di lipatan berupa stria attrifikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas
digunakan salep dengan potensi kuat bergantung pada lama penyakit. Jika telah
terjadi perbaikan maka potensinya harus dikurangi.1

c) Antralin
Antralin merupakan obat lama untuk mengobati psoriasis ringan sampai
sedang. Antralin mempunyai efek anti mitotik dan menghambat beberapa enzim
yang terlibat di dalam proliferasi epidermal.
Obat ini dikatakan efektif tetapi bersifat iritatif dan kekurangan lainnya
ialah mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi 0,1 sampai 1% dengan kontak
singkat (15-30 menit) untuk mencegah iritasi. Digunakan setiap hari mampu
membersihkan lesi psoriasis. Efek samping yang dijumpai adalah iritasi. Sediaan
ini banyak diterima oleh pasien karena pemakaiannya malam hari. Penyembuhan
dalam 3 minggu. Untuk penggunaan 24 jam dapat digunakan 0,1%, jika tidak
terdapat efek samping konsentrasinya dapat ditingkatkan, setiap3-4 hari, dan
maksimum sampai 1%. Antralin digunakan hanya pada plak yang kronik.
Pengobatan psoriasis dengan antralin memberikan efek yang maksimal ketika
dikombinasikan dengan UVB.

d) Calcipotriol
Calcipotriol merupakan sintetik dari vitamin D, preparatnya berupa salep
atau krim. Calcipotriol merupakan pilihan utama atau kedua dalam pengobatan
13

psoriasis. Walaupun tidak seefektif kortikosteroid superpoten, obat ini hanya


memiliki sedikit efek samping. Obat ini mampu mengobati psoriasis ringan
sampai sedang. Mekanisme kerja sediaan ini adalah anti-proliferasi keratinosit,
menghambat proliferasi, dan meningkatkan diferensiasi sel, juga menghambat
produksi sitokin yang berasal dari keratinosit maupun limfosit. Respon terapi
terlihat setelah dua minggu pengobatan, respons maksimal baru terlihat setelah 6-
8 minggu. Reaksi iritasi dapat mengawali keberhasilan terapi, tetapi ada pula yang
tetap teriritasi dalam pemakaian ulangan. Walaupun lesi dapat menghilang
sempurna, tetapi eritema dapat bertahan. Untuk meredakan proses iritasi,
calcipotriol dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid superpoten.1

e) Tazaroten
Tazaroten merupakan molekul retinoid asetelinik topikal, efeknya
menghambat proliferasi dan normalisasi dari differensiasi keratinosit dan
menghambat inflamasi. Indikasinya diberikan pada psoriasis sedang sampai berat,
dan terutama diberikan pada daerah badan. Tazaroten tersedia dalam bentuk gel
dan krim dengan konsentrasi 0,05%-0,1%. Bila dikombinasikan dengan steroid
topikal potensi sedang dan kuat maka akan mempercepat penyembuhan dan
mengurangi iritasi. Efek sampingnya adalah iritasi berupa gatal dan rasa terbakar,
dan eritema pada 30% pada kasus yang bersifat fotosintesis. Tazaroten digunakan
satu kali dalam sehari pada kulit yang kering, dapat digunakan sebagai monoterapi
atau dikombinasikan dengan obat lain seperti steroid topikal pada lokasi plak
psoriasis.

f) Emolien
Terapi topikal apapun yang dipakai, penetrasi akan lebih baik dan terapi
lebih efektif, jika terlebih dahulu skuama psoriasis yang kering dikendurkan
(loosen), dilunakkan (soften) dan atau dilepaskan, yaitu dengan menggunakan
moisturizer dan emolien. Efek emolien adalah melembutkan permukaan tubuh
selain lipatan, juga pada ekstremitas atas dan bawah. Biasanya digunakan salep
dengan bahan dasar vaselin, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat
14

meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Emolien yang lain adalah lanolin dan
minyak mineral. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.

2. Sistemik
a. Metotreksat
Metotrexat adalah antagonis asam folat yang menghambat dihydrofolat
reduktase. Sintesis DNA terhambat setelah pemakaian Metoteksat akibat
penurunan tiamin dan purin. Metotreksat menekan reproduksi sel epidermal,
sebagai anti inflamasi dan immunosupresif sehingga kontraindikasi pada pasien
dengan infeksi sistemik. Metotreksat biasanya dipakai bila pengobatan topikal dan
fototerapi tidak berhasil. Obat ini terbukti merupakan obat yang efektif
dibandingkan dengan obat oral lainnya. Metotreksat berespon baik dalam
pengobatan psoriasis arthritis. Obat ini juga diberikan dalam jangka panjang pada
psoriasis berat dan efektif untuk mengontrol psoriasis pustulosa dan psoriasis
eritroderma. Metotreksat mampu menekan proliferasi limfosit dan produksi
sitokin.
Cara pemberian mula-mula diberikan tes dosis inisial 5 mg untuk
mengetahui apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika terjadi efek yang
tidak dikehendaki maka diberikan dosis 3 x 2,5 mg dengan interval 12 jam dalam
seminggu dengan dosis total 7,5 mg. Jika tidak tampak perbaikan dosis dinaikkan
2,5 mg 5 mg per minggu. Cara lain dengan diberikan i.m 7,5 mg-25 mg dosis
tunggal setiap minggu.
Toksisitas sum-sum tulang belakang merupakan efek samping yang akut,
sebaliknya hepatotoksisitas adalah efek samping jangka panjang. Dengan
demikian metotreksat tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan hati dan
alkoholisme. Sebelum memberikan metotreksat, fungsi hati, ginjal, dan sistem
hematopoetik pasien harus dalam kondisi yang baik.

b. Acitretin
Acitretin merupakan bentuk metabolit dari Etretinat. Etretinat disetujui
untuk pengobatan psoriasis tetapi karena keberadaannya dalam jaringan tubuh
15

persisten, memungkinkan terjadi teratogenitas tetapi acitretin memiliki waktu


paruh yang lebih cepat dibandingkan etretinat.
Dosis optimal penggunaan acitretin pada orang dewasa adalah 25-50
mg/hari. Toksisitas yang dapat timbul pada penggunaan acitretin adalah
hipervitaminosis A. Efek samping yang umum adalah kulit dan membran mukosa
kering, xerofthalmia, dan kerontokan rambut. Acitretin bersifat teratogen dan
dapat menyebabkan kelainan bawaan. Efek samping sistemik yang sering terjadi
adalah kenaikan lipid serum terutama trigliserida. Efek samping yang juga
mungkin muncul adalah osteoporosis, kalsifikasi ligamen, dan hiperostosis
skeletal. Pemakaian obat dengan pemantauan yang teliti dapat mengurangi efek
samping.
c. Siklosporin
Siklosporin merupakan pengobatan yang sangat efektif pada penyakit
psoriasis. Obat ini menghambat calcineurin fosfatase dan transkripsi IL-2 pada sel
T, juga menghambat presentasi antigen oleh sel Langerhans dan degranulasi sel
mast yang dimana hal itu berkontribusi pada patogenesis terjadinya psoriasis.
Siklosporin dalam bentuk mikroemulsi lebih baik diserap oleh lambung daripada
jenis sebelumnya. Dosis rendah 2,5 mg/kgBB/hari dipakai sebagai terapi awal
dengan dosis maksimum 4 mg/kgBB/hari.
Hipertensi dan disfungsi ginjal adalah efek samping yang harus
diperhatikan dalam penggunaan silosporin. Efek samping ini merupakan akibat
dari berkurangnya aliran darah ke ginjal dan efek toxic pada sel-sel ginjal.
Perubahan anatomik yang dapat terjadi antara lain fibrosis intestinal, atrofi
tubular, arteriolpati. Biasa terjadi pada pasien yang mengkonsumsi siklosporin
jangka panjang ( 1 tahun).
Efek samping umum yang mungkin muncul adalah intoleransi
gastrointestinal yang bermanifestasi diare, mual, muntah, nyeri abdominal dan
penekanan sumsum tulang. Siklosporin sangat efektif untuk segala bentuk
psoriasis tetapi dengan mempertimbangkan berbagai efek samping dan kurangnya
pengalaman, obat ini jarang dipakai oleh dermatologis. Bersifat nerotoksik dan
hepatotoksik.
16

d. Fototerapi
Sinar ultravioet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat
digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan
penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika berlebihan
maka akan memperparah psoriasis. Karena itu, digunakan sinar ultraviolet
artifisial, diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat
digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-
metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan
preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. PUVA efektif
pada 85 % kasus ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang lain.
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek
sinergik. Diberikan 0,6 mg/kgBB secara oral 2 jam sebelum penyinaran
ultraviolet. Dilakukan 2x seminggu, kesembuhan terjadi 2-4 kali pengobatan.
Selanjutnya dilakukan pengobatan rumatan (maintenance) tiap 2 bulan. Efek
samping overdosis dari fototerapi berupa mual, muntah, pusing dan sakit kepala.
Adapun kanker kulit (karsinoma sel skuamosa) yang dianggap sebagai resiko
PUVA masih kontroversial.
17

DAFTAR PUSTAKA

1. Juanda A, Hamzah M, Aisyah S. Vitiligo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi 7. Jakarta: FKUI. 2015.189-95
2. Johnson AR, Wolff K, Saavedra AP. Vitiligo. Fitzpatricks Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. 7th Edition. New York. McGraw-
Hill:2013. 197-231
3. Griffiths C Camp R, Barker J. Psoriasis. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Editors. Rooks Textbook Of Dermatology. 7th Edition. Volume 1-4. USA:
Blackwell Publishing. Massachusetts; 2004. p. 20.1-60.
4. Nestle FO, Kaplan DH, Barker J. Mechanism of Disease Psoriasis. N Eng J
Med. Inggris: Massachusetts medical society. 2009; 361. 496-509.
5. Krueger JG, Bowcock A. Psoriasis Pathophysiologi : Current concept of
pathogenesis. Ann Rheum Dis 2005; 64: ii30-ii36.

Anda mungkin juga menyukai