Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Undang-undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menjelaskan bahwa


rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari
sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan
upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai
karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan
dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang harus
diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu,
membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam rumah sakit. Rumah sakit
berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan memiliki
makna tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah
dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
Meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat
mengakibatkan tuntutan pengelolaan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit
semakin tinggi, karena sumber daya manusia rumah sakit ingin mendapatkan
perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak
proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan prasarana
yang ada di rumah sakit yang tidak memenuhi standar (Kepmenkes RI No.1087 tahun
2010).
Dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 165
menjelaskan bahwa ”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya
kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi
tenaga kerja”. Berdasarkan pasal tersebut maka pengelola tempat kerja di rumah sakit
mempunyai kewajiban untuk menjaga keselamatan para tenaga kerja pada saat

1
melakukan pekerjaannya. Salah satunya adalah melalui upaya keselamatan kerja
selain kesehatan kerja. Rumah Sakit harus menjamin keselamatan terhadap pasien,
penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi
bahaya di rumah sakit. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk melaksanakan
Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk menghindari terjadinya
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) pada pekerjanya. Pelaksanaan K3 adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan
(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan
sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas
anestesi, gangguan psikososial dan ergonomik. Semua potensi bahaya tersebut di
atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien
maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.
World Health Organization dalam Reda (2010) mengestimasikan bahwa
sekitar 2.5% petugas kesehatan diseluruh dunia mengalami pajanan HIV. Sektar 40%
mengalami pajanan virus Hepatitis B dan Hepatitis C. Sembilan puluh persen dari
infeksi yang dihasilkan dari pajanan tersebut berada pada negara berkembang.
Frekuensi yang tinggi ini terjadi karena penggunaan injeksi yang tinggi pada fasilitas
kesehatan yang sebagian besar menggunakan jarum suntik.
Setiap tahun terjadi 385000 kejadian luka tertusuk akibat benda tajam yang
terkontaminasi darah pada tenaga kesehatan rumah sakit di Amerika. Petugas
kesehatan berisiko terpapar darah dan cairan tubuh yang terinfeksi sehingga
menimbulkan infeksi HBV, HCV dan HIV (Department of Labor US, 2010).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PROFIL RSUD MADANI PALU

RSD MADANI PALU merupakan satu – satunya Rumah Sakit Jiwa milik
pemerintah Sulawesi Tengah, yang resmi didirikan pada 5 juli 1984 dengan
diberlakukannya keputusan Menkes RI No.350/Menkes/SK/VII/1984 tentang
pembentukan rumah sakit Jiwa Pusat kelas B di Palu dengan luas 92.010m2.
Status awal pengelolahan RS oleh DEPKES-RI pada tahun 2001 diserahkan
kepemda Kota Palu dalam penerapan UU No.22 Tahun 1999 tentang pelaksaan
otonomi daerah. Pada tahun 2003 mengacu pada keputusan Gubernur SulTeng
No.188.44/1726/RO.ORPEG-ST/2003 tentang uraian tugas dan fungsi RSJ
kemudian berubah nama menjadi RSJ Madani dengan penambahan 4 pelayanan
Spesialitik dasar (Non Jiwa). Pada tahun 2009 berubah nama dari RSJ Madani
menjadi RSD Madani melalui perda No.7 tahun 2009 dan berdasarkan Keputusan

3
Gubernur SulTeng pada 27 Desember 2010 No.900/695/RSD MADANI-
G.ST/2010 tentang penetapan pengelolaan keuangan RSD Madani sebagai Badan
Layanan Umum Daerah dengan Status Penuh.

VISI RSUD MADANI :

Menjadi Rumah Sakit dengan keunggulan pelayanan kesehatan kolistik yang


menjadi pusat rujukan Kesehatan Jiwa di Sulawesi.

MISI RSUD MADANI

1. Menyajikan pelayanan kesehatan yang holistik berorientasi kebutuhan


masyarakat.

2. Meningkatkan profesionalisme secara berkesinambungan dalam pelayanan


kesehatan bermutu dan berdikasi dengan menjunjung tinggi etika.

3. Meningkatkan sumber daya manusia sesuai perkembangan ilmu pengetahuan


dan teknologi.

4. Mewujudkan management rumah sakit yang kredibel, akuntabel, transparan


dan berkeadilan.

B. KESELAMATAN KERJA RUMAH SAKIT

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan
kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
Keselamatan kerja rumah sakit termasuk bagian dari Upaya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) yang menyangkut tenaga kerja, cara dan
metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi
peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas

4
kesehatan dan non kesehatan merupakan kesinambungan dari 3 komponen K3 yaitu
kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Penyelenggaraan K3RS agar lebih
efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3RS, baik bagi
pengelola maupun karyawan RS, yang bertujuan terciptanya cara kerja dan
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman serta dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan karyawan rumah sakit.
Adapun manfaat K3RS adalah (Kepmenkes RI No. 432 tahun 2007):
1. Untuk rumah sakit
a. Meningkatkan mutu pelayanan;
b. Mempertahankan kelangsungan operasional rumah sakit;
c. Meningkatkan citra rumah sakit.
2. Untuk karyawan rumah sakit
a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK);
b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK).
3. Untuk pasien dan pengunjung
a. Mutu layanan yang baik;
b. Kepuasan pasien dan pengunjung.
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 165 dinyatakan
bahwa upaya K3 harus diselenggarakan di semua sektor. Maka jelas bahwa rumah
sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja, dengan berbagai ancaman bahaya yang
dapat menimbulkan dampak kesehatan tidak hanya terhadap para pelaku langsung
yang bekerja di rumah sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung rumah
sakit. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit menerapkan upaya
K3RS.
Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Majanemen K3 menegaskan bahwa untuk meningkatkan efektifitas perlindungan K3,
tidak terlepas dari upaya pelaksanaan K3 yang terencana, terukur, terstruktur, dan
terintegrasi melalui sistem manajemen K3 guna menjamin terciptanya suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur

5
manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dalam
rangkamencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerjayang nyaman, efisien dan produktif.

C. PELAYANAN KESELAMATAN KERJA DI RS

Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana,


prasarana, dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan
adalah (Kepmenkes RI No. 1087 tahun 2010):
1. Pembinaan dan pengawasan K3 sarana, prasarana dan peralatan kesehatan
yaitu:
a. Lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan,
keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian
kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan rumah sakit;
b. Teknis bangunan rumah sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak,
dan orang usia lanjut;
c. Prasarana harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, serta K3
penyelenggaraan rumah sakit;
d. Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan rumah
sakit harus dilakukan oleh petugas yang mempunyai kompetensi di
bidangnya (sertifikasi personil petugas/operator sarana, prasarana, dan
peralatan kesehatan rumah sakit);
e. Membuat program pengoperasian, perbaikan, dan pemeliharaan rutin dan
berkala sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya
didokumentasi dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan;

6
f. Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan non medis dan harus
memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan
dan layak pakai;
g. Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan, peralatan
kesehatan harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian
Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan
berwenang;
h. Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi
ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga berwenang;
i. Melengkapi perizinan dan sertifikasi sarana, prasarana serta peralatan
kesehatan.
2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM
rumah sakit yaitu:
a. Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap peralatan
kerja dan SDM rumah sakit;
b. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan
mengendalikan risiko ergonomi.
3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja yaitu:
a. Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang
memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial;
b. Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi
dan psikososial secara rutin dan berkala;
c. Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan lingkungan
kerja.
4. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi yaitu manajemen harus
menyediakan, memelihara, mengawasi sarana dan prasarana sanitair, yang
memenuhi syarat seperti:
a. Penyehatan makanan dan minuman;
b. Penyehatan air;

7
c. Penyehatan tempat pencucian;
d. Penanganan sampah dan limbah;
e. Pengendalian serangga dan tikus;
f. Sterilisasi/desinfeksi;
g. Perlindungan radiasi;
h. Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan.
5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja yaitu:
a. Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan;
b. Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan APD;
c. Membuat SOP peralatan keselamatan kerja dan APD;
d. Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan penggunaan
peralatan keselamatan dan APD.
6. Pelatihan dan promosi/penyuluhan keselamatan kerja untuk SDM rumah sakit
yaitu:
a. Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh SDM rumah
sakit;
b. Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3RS untuk petugas K3RS.
7. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, desain/lay out
pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait
keselamatan dan keamanan yaitu:
a. Melibatkan petugas K3RS dalam perencanaan, desain pembuatan tempat
kerja, serta pemilihan dan pengadaan sarana, prasarana, peralatan
keselamatan kerja;
b. Mengevaluasi dan mendokumentasikan kondisi sarana, prasarana dan
peralatan keselamatan kerja dan membuat rekomendasi sesuai dengan
persyaratan yang berlaku dan standar keamanan dan keselamatan.
8. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya yaitu:
a. Membuat alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka;

8
b. Membuat SOP pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris
celaka dan celaka.
9. Pembinaan dan pengawasan terhadap Manajemen Sistem Pencegahan dan
Penanggulangan Kebakaran (MSPK). Manajemen menyediakan sarana dan
prasarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran yaitu:
a. Membentuk tim penanggulangan kebakaran;
b. Membuat SOP;
c. Melakukan sosialisasi, pelatihan pencegahan, dan penanggulangan
kebakaran;
d. Melakukan audit internal sistem pencegahan dan penggulangan
kebakaran.
10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan
kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait
di wilayah kerja rumah sakit.

D. BAHAYA PEKERJAAN DI RS

Bahaya potensial di RS dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat


kerja. Yaitu disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri dan jamur), faktor kimia
(antiseptic, gas anestesi), faktor ergonomik (cara kerja yang salah), faktor fisika
(suhu, cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi), faktor psikososial (kerja bergilir,
hubungan sesama karyawan/atasan).
Bahaya potensi yang memungkinkan terjadi di RS, diantranya adalah
mikrobiologik, desain/fisik, kebakaran, mekanik, kimia/gas/karsinogen, radiasi dan
resiko hukum/keamanan.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) di RS, mumnya berkaitan dengan faktor biologi
(kuman pathogen yang berasal umumnya dari pasien), faktor kimia (pemaparan
dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, gas anestesi pada
hati, faktor ergonomik ( cara duduk yang salah, cara mengangkat pasien salah), faktor

9
fisik dalam dosis kecil yang teus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi pada
sistem reproduksi, radiasi pada sistem pemroduksi darah). Faktor psikologis
(ketegangan dikamar bedah, penerimaan pasien, gawat darurat dan bangsalpenyakit
jiwa).
Bahaya – bahaya potensial dan yang berdasarkan lokasi dan pekerjaan di rumah
sakit dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 yaitu (Kepmenkes RI No. 1087 tahun 2010
tentang Standar K3 di Rumah Sakit dan Kepmenkes RI No. 432 tahun 2007 tentang
Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit) :

Tabel 1. Bahaya – Bahaya Potensial di Rumah Sakit


Bahaya Fisik Diantaranya : radiasi pengion, radiasi non-pengion, suhu panas,
suhu dingin, bising, getaran, pencahayaan.
Bahan Kimia Diantaranya : ethylene oxide, formaldehide, glutaraldehide, ether,
halothane, etrane, mercury, chlorine.
Bahan Biologi Diantaranya : Virus (misal : Hepatitis B, Hepatitis C, Influenza,
HIV), Bakteri (misal : S. Saphrophyticus, Bacillus sp.,
Porionibacterium sp., H.Influenzae, S.Pneumoniae, N.Meningitidis,
B.Streptococcus, Pseudomonas), Jamur (misal : Candida) dan
Parasit (misal : S. Scabiei)
Bahaya Ergonomi Cara kerja yang salah, diantaranya posisi kerja statis, angkat angkut
pasien, membungkuk, menarik, mendorong
Bahaya Psikososial Diantaranya : kerja shift, stress beban kerja, hubungan kerja, post
traumatic
Bahaya Mekanik Diantaranya : terjepit, terpotong, terpukul, tergulung, tersayat,
tertusuk benda tajam.
Bahan Listrik Diantaranya : sengatan listrik, hubungan arus pendek, kebakaran,
petir, listrik statis.
Kecelakaan Diantaranya kecelakaan benda tajam.
Limbah Rs Diantaranya limbah medis (jarum suntik,vial obat, nanah, darah)
limbah non medis, limbah cairan tubuh manusia (misal : droplet,
liur, sputum).

10
Tabel 2. Potensi Bahaya Berdasarkan Lokasi dan Pekerjaan Di RS

11
E. RUANG RAWAT INAP

Kementerian Kesehatan RI (2012) mendefinisikan ruang rawat inap yaitu ruang


untuk pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan
secara berkesinambungan lebih dari 24 jam.Untuk setiap rumah sakit akan
mempunyai ruang perawatan dengan nama sendiri-sendiri sesuai dengan tingkat
pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasiennya.
Persyaratan khususnya yaitu :
1. Tipe ruang rawat inap, terdiri dari :
a. Ruang rawat inap 1 tempat tidur setiap kamar (VIP);
b. Ruang rawat inap 2 tempat tidur setiap kamar (Kelas 1);
c. Ruang rawat inap 4 tempat tidur setiap kamar (Kelas 2);
d. Ruang rawat inap 6 tempat tidur atau lebih setiap kamar (kelas 3).
2. Khusus untuk pasien-pasien tertentu harus dipisahkan (Ruang Isolasi) seperti :
a. Pasien yang menderita penyakit menular;
b. Pasien dengan pengobatan yang menimbulkan bau (seperti penyakit
tumor, gangren, diabetes, dan sebagainya);

12
c. Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan).
Keseluruhan ruangan ini harus terlihat jelas dalam kebutuhan jumlah dan
jenis pasien yang akan dirawat.
Keselamatan bangunan ruang rawat inap rumah sakitsesuai SNI 03–7011–
2004 tentang Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan dengan memperhatikan
struktur bangunan, sistem proteksi petir, sistem proteksi kebakaran dan sumber
kelistrikan serta sistem gas medik dan vakum medik untuk mencegah terjadinya hal-
hal buruk salah satunya kecelakaan kerja.
Luas bangunan disesuaikan dengan jumlah tempat tidur (TT) dan klasifikasi
rumah sakit. Bangunan minimal adalah 50 m2 per tempat tidur. Perbandingan jumlah
tempat tidur dengan luas lantai untuk ruang perawatan dan ruang isolasi adalah :
1. Ruang bayi :
 Ruang perawatan minimal 2 m2/TT
 Ruang isolasi minimal 3,5 m2/TT
2. Ruang dewasa/anak :
 Ruang perawatan minimal 4,5 m2/TT
 Ruang isolasi minimal 6 m2/TT
3. Persyaratan luas ruangan sebaiknya berukuran minimal :
 Ruang periksa 3 x 3 m2
 Ruang tindakan 3 x 4 m2
 Ruang tunggu 6 x 6 m2
 Ruang utility 3 x 3 m2
Ruang bangunan yang digunakan untuk ruang perawatan mempunyai :
1. Rasio tempat tidur dengan kamar mandi 10 TT : 1
2. Bebas serangga dan tikus
3. Kadar debu maksimal 150 µg/m3 udara dalam pengukuran rata-rata 24 jam
4. Tidak berbau (terutama H2S dan atau NH3)
5. Pencahayaan 100–200 lux

13
6. Suhu 26– 27oC (dengan AC) atau suhu kamar (tanpa AC) dengan sirkulasi
udara yang baik

14
BAB III
HASIL OBSERVASI

A. Observasi yang dilakukan di ruangan perawatan kelas III di RSUD


MADANI PALU dengan menggunakan indikantor yang sudah disediakan.

Tabel 3. Daftar Tilik Ruang Perawatan Kelas III


NO. INDIKATOR YA TIDAK
1. Pertukaran udara ruangan baik √
2. Periode pembersihan AC tiap 6 bulan √
3. Exhoused = pembuangan udara keluar √
4. Penerangan ruangan cukup √
5. Kebersihan ruangan baik √
6. Kepadatan hunian sesuai standar √
7. Ada tempat cuci tangan, sabun cair dan larutan

antiseptic
8. Ada SOP cuci tangan aseptic √
9. Ada SOP pemasangan dan Perawatan infuse/transfusi √
10. Ada SOP pemasangan keteter √
11. Ada SOP pemakaian alat pelindung diri √
12. Ada pemilahan sampah medik dan non medik √
13. Ada SOP penanganan sampah tajam √

15
Tabel 4. Observasi ruangan berdasarkan aturan yang dibuat pemerintah
NO. INDIKATOR YA TIDAK
1. Ruangan kelas 3 : memiliki 6 tempat tidur atau lebih √
2. Ruangan pasien yang tidak menular dipisahkan dengan

pasien menular dan gaduh gelisah
3. Ruang perawatan minimal 4,5 m2/TT √
4. Rasio tempat tidur dengan kamar mandi 10 TT : 1 √
5. Kadar debu maksimal 150 µg/m3 udara dalam Tidak
pengukuran rata-rata 24 jam dilakukan
6. Tidak berbau (terutama H2S dan atau NH3) √
7. Pencahayaan 100–200 lux √
8. Suhu 26– 27oC (dengan AC) atau suhu kamar (tanpa

AC) dengan sirkulasi udara yang baik

Dari hasil observasi ruangan yang dilakukan berdasarkan aturan yang dibuat oleh
kementrian kesehatan yaitu pada rungan perawatan kelas III khususnya di RSUD
Madani Palu di dapatkan bahwa :
a. Ruangan kelas III memiliki 8 tempat tidur setiap bangsalnya baik bangsal laki
– laki maupun bangsal perempuan hal ini sesuia dengan aturan yang telah
dibuat.
b. Bangsal pasien tidak menular dipisahkan dengan bangsal pasien menular
namun pasien yang tidak menular yang memiliki penyakit DM yang ganggren
rungannya digabung dengan pasien lain.
c. Ruangan perawatan berukuran 9,5 m2/TT sehingga hal ini sesuai dengan
aturan yang telah ditentukan.
d. Rasio tempat tidur dengan kamar mandi 8TT : 2 sehingga hal ini sesuai
dengan aturan pemerintah.
e. Saat memasuki bangsal perawatan tercium bau yang kurang sedap untuk
dihirup, sehingga harus menggunakan masker ketika masuk.
f. Sirkulasi udara dibangsal baik.

16
B. Dokumentasi dan masalah yang didapat di bagian rawat inap bangsal kelas
III RSUD Madani

Gambar 1. Pintu Masuk Ruang Perawatan

Pada gambar ini dapat dilihat bahwa masalah yang terdapat pada pintu masuk
ruangan adalah :
a. Pintu masuk yang sama dengan pintu masuk untuk keruangan isolasi. Hal ini
merupakan sumber infeksi dimana pengunjung dari ruang isolasi keluar
masuk melewati ruangan perawatan umum bahkan pengunjung tanpa masker
masuk keruangan isolasi.
b. Tampak sandal dan sepatu keluarga pasien berserakan diluar hal ini dapat
menjadi sumber infeksi dan dapat terluka bila tidak sengaja menginjak jarum
atau patahan ampul obat.
c. Tampak anak – anak bisa keluar masuk dan bermain di dalam ruangan. Hal ini
dapat menyebabkan anak – anak terjangkit suatu penyakit.

Berdasarkan KEMENKES RI NO 1087 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR K3


DI RUMAH SAKIT :
- Pintu harus cukup tinggi minimal 270 cm dan lebar minimal 120 cm.

17
- Pintu dapat dibuka dari luar.
- Khusus pintu darurat menggunakan pegangan panik (panic handle), penutup
pintu otomatis (automatic door closer) dan membuka ke arah tangga
darurat/arah evakuasi dengan bahan tahan api minimal 2 jam.

Gambar 2. Nurse Station

Pada gambar ini dapat dilihat bahwa masalah yang terdapat pada nurse station
adalah:
a. Tempat kerja yang tidak ergonomis. Pada gambar terlihat meja kerja yang tidak
sesuai dengan porsi tubuh pekerja.
b. Jumlah petugas kesehatan yang sedikit. Dimana dinas sore dan malam yang
hanya 3 orang dengan jumlah pasien jika full bed adalah 26 pasien dengan
ruangan isolasi yang dapat meningkatkan stress petugas.

Sudah sesuai standar bangunan yang ditetapkan berdasarkan MENKES RI


TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RS RUANGAN
RAWAT INAP :
- Lokasinya baiknya tidak jauh dari ruang rawat inap yang dilayani sehingga
pengawasan terhadap pasien menjadi lebih efisien.

18
Gambar 3. Penempatan APAR

Penempatan apar sudah sesuai dengan PERMENAKERTRANS RI NO


4/MEN/1980 TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN
PEMELIHARAAN APAR :
- Apar mudah dilihat
- Dipasang mengantung pada dinding dengan penguat atau di didalam lemari
yang tidak terkunci
- Tinggi 125 cm dari dasar lantai tepat diatas satu atau kelompok alat pemadam
api ringan.

19
Gambar 4. Tempat Sampah Medis dan Non Medis

Pada gambar ini dapat dilihat bahwa masalah yang terdapat pada tempat sampah
medis adalah :
a. Tampak ada sampah tissue wajah yang habis digunakan ditempat sampah
medis. Yang bisa menjadi sumber infeksi.

20
Gambar 5. Ruang Penyimpanan Obat dan Alat

Pada gambar ini dapat dilihat bahwa masalah yang terdapat pada ruang penyimpanan
alat dan BHP adalah :
a. Tampak lemari penyimpanan alat dan BHP tampak berantakan

21
Gambar 6. Lantai Ruangan dan Lantai Kamar Mandi

Sudah sesuai standar berdasarkan KEMENKES RI NO 1087 TAHUN 2010


TENTANG STANDAR K3 DI RUMAH SAKIT :
- Lantai ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata, tidak licin dan mudah
dibersihkan dan berwarna terang.
- Lantai KM/WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, mudah
dibersihkan mempunyai kemiringan yang cukup dan tidak ada genangan air.

22
Gambar 7. Ventilasi dan AC

Yang belum sesuai standar karena AC bukan menggunakan filter bakteri


berdasarkan KEMENKES RI NO 1087 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR K3 DI
RUMAH SAKIT :
- Pemasangan ventilasi alamiah dapat memberikan sirkulasi udara yang cukup,
luas minimum 15% dari luas lantai.
- Ventilasi mekanik disesuaikan dengan peruntukan ruangan, untuk ruang
operasi kombinasi antara fan, exhauster dan AC harus dapat memberikan
sirkulasi udara dengan tekanan positif.
- Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri.

23
Gambar 8. Pencahayaan

Sudah sesuai standar bangunan yang ditetapkan berdasarkan MENKES RI


TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RS RUANGAN
RAWAT INAP :
- Langit – langit kuat, rapat, tidak kotor dan tidak berdebu.
- Bangunan rawat inap harus mempunyai pencahayaan dan atau pencahayaan
buatan termasuk pencahayaan darurat.
- Lampu dipasang dilangit – langit dan dibenamkan pada plafon (recessed) agar
tidak mengumpulkan debu.

24
Gambar 9. Pintu masuk ruangan perawatan

Gambar 10. Bagian dalam ruang perawatan

25
Masalah yang didapatkan pada ruangan perawatan kelas III adalah :
a. Ruangan perawatan umum berdampingan dengan ruangan isolasi yang hanya
dibatasi oleh pintu kaca saja.
b. Petugas kesehatan yang masuk kadang menggunakan masker yang digunakan
dari bangsal isolasi yang berada di ruangan sebelahnya untuk menganti infus
pasien.
c. Tidak ada sabun cuci tangan pada westafel.

Tabel 5. Pemecahan Masalah di ruang perawatan kelas III di RSUD Madani


Penyakit akibat
No Masalah kerja/penyakit Akibat Pencegahan
hubungan kerja
1 Pintu masuk yang - Mudah terjadi Produktivitas - Mengatur ruangan
sama dengan ruangan penularan pekerja menurun pekerja sesuai
isolasi (Bahaya penyakit dan standar, yaitu
biologik) meningkatkan membedakan pintu
kesakitan pada masuk untuk
pekerja keruangan isolasi
dengan ruangan
perawatan biasa

2 Tempat kerja tidak - Musculoskeletal - Kelelahan fisik - Mengubah tempat


ergonomis Disorders - Konsentrasi kerja sesuai porsi
(Bahaya ergonomis) menurun tubuh pekerja
- Produktivitas
dan semangat
menurun
3 Jumlah petugas - Stress - Produktivitas - Menambah jumlah

26
kesehatan yang meningkat dan semangat petugas kesehatan
sedikit (Bahaya menurun
psikososial)

4. Bahaya Mekanik Mudah terjadi Meningkatkan Lebih berhati – hati


penularan angka kesakitan dalam berkerja
penyakit. pada petugas apalagi ketika
kesehatan. meletakan jarum.

27
BAB IV
KESIMPULAN

Pengelolaan K3 di RS penting artinya untuk meningkatkan lingkungan kerja


RS agar aman, sehat dan nyaman baik bagi karyawan, pasien, pengunjung ataupun
masyarakat di sekitar RS. Pengelolaan K3 di RS dapat berjalan dengan baik, bila
pimpinan puncak atau direktur RS punya komitmen yang tinggi terhadap jalannya
pelaksanaan K3 di RS. Selain itu perlu juga pemahaman, kesadaran dan perhatian
yang penuh dari segala pihak yang terlibat di RS, sehingga apa yang diharapkan
terhadap penerapan K3 di RS bisa tercapai.

Untuk suksesnya pengelolaan K3 di RS, tidak terlepas dari upaya pemerintah


dalam membina terhadap setiap proses tahapan K3 di RS. Bisa dari sudut legislasi
ataupun dari penyediaan pedoman-pedoman baik terhadap teknis K3 maupun strategi
penerapan K3 di RS.

28
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) di Rumah Sakit Diakses dari http://www.
Depkes.go.id/download/kepmenkes/KMK%20432-IV%20K3%20RS.pdf.
diakses pada tanggal 19 Mei 2018

Department of Labor US, 2010. Occupational Safety & Health Administration.


Needlestick/Sharp Injuries. Washington. (www.OSHA.gov).

K3 Rumah sakit dan klinik. Pusat data dan informasi PERSI.diakses dari
http://www.pdpersi.co.id, pada tanggal 19 Mei 2018

Kepmenkes RI No. 432 tahun 2007 tentang pedoman management K3 di Rumah


Sakit. Jakarta

Kemenkes RI No. 1078 Tahun 2010 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit. Jakarta.

Kekemkes RI tahun 2012. Pedoman Teknis Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Jakarta.

Undang – undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.

Undang – undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta.

Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Majanemen K3.
Jakarta

29

Anda mungkin juga menyukai