PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
melakukan pekerjaannya. Salah satunya adalah melalui upaya keselamatan kerja
selain kesehatan kerja. Rumah Sakit harus menjamin keselamatan terhadap pasien,
penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi
bahaya di rumah sakit. Oleh karena itu, rumah sakit dituntut untuk melaksanakan
Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk menghindari terjadinya
Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) pada pekerjanya. Pelaksanaan K3 adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan
(peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan
sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas
anestesi, gangguan psikososial dan ergonomik. Semua potensi bahaya tersebut di
atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien
maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.
World Health Organization dalam Reda (2010) mengestimasikan bahwa
sekitar 2.5% petugas kesehatan diseluruh dunia mengalami pajanan HIV. Sektar 40%
mengalami pajanan virus Hepatitis B dan Hepatitis C. Sembilan puluh persen dari
infeksi yang dihasilkan dari pajanan tersebut berada pada negara berkembang.
Frekuensi yang tinggi ini terjadi karena penggunaan injeksi yang tinggi pada fasilitas
kesehatan yang sebagian besar menggunakan jarum suntik.
Setiap tahun terjadi 385000 kejadian luka tertusuk akibat benda tajam yang
terkontaminasi darah pada tenaga kesehatan rumah sakit di Amerika. Petugas
kesehatan berisiko terpapar darah dan cairan tubuh yang terinfeksi sehingga
menimbulkan infeksi HBV, HCV dan HIV (Department of Labor US, 2010).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
RSD MADANI PALU merupakan satu – satunya Rumah Sakit Jiwa milik
pemerintah Sulawesi Tengah, yang resmi didirikan pada 5 juli 1984 dengan
diberlakukannya keputusan Menkes RI No.350/Menkes/SK/VII/1984 tentang
pembentukan rumah sakit Jiwa Pusat kelas B di Palu dengan luas 92.010m2.
Status awal pengelolahan RS oleh DEPKES-RI pada tahun 2001 diserahkan
kepemda Kota Palu dalam penerapan UU No.22 Tahun 1999 tentang pelaksaan
otonomi daerah. Pada tahun 2003 mengacu pada keputusan Gubernur SulTeng
No.188.44/1726/RO.ORPEG-ST/2003 tentang uraian tugas dan fungsi RSJ
kemudian berubah nama menjadi RSJ Madani dengan penambahan 4 pelayanan
Spesialitik dasar (Non Jiwa). Pada tahun 2009 berubah nama dari RSJ Madani
menjadi RSD Madani melalui perda No.7 tahun 2009 dan berdasarkan Keputusan
3
Gubernur SulTeng pada 27 Desember 2010 No.900/695/RSD MADANI-
G.ST/2010 tentang penetapan pengelolaan keuangan RSD Madani sebagai Badan
Layanan Umum Daerah dengan Status Penuh.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah upaya untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja dengan cara pencegahan
kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK), pengendalian bahaya di tempat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
Keselamatan kerja rumah sakit termasuk bagian dari Upaya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) yang menyangkut tenaga kerja, cara dan
metode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi
peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas
4
kesehatan dan non kesehatan merupakan kesinambungan dari 3 komponen K3 yaitu
kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja. Penyelenggaraan K3RS agar lebih
efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3RS, baik bagi
pengelola maupun karyawan RS, yang bertujuan terciptanya cara kerja dan
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman serta dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan karyawan rumah sakit.
Adapun manfaat K3RS adalah (Kepmenkes RI No. 432 tahun 2007):
1. Untuk rumah sakit
a. Meningkatkan mutu pelayanan;
b. Mempertahankan kelangsungan operasional rumah sakit;
c. Meningkatkan citra rumah sakit.
2. Untuk karyawan rumah sakit
a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK);
b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK).
3. Untuk pasien dan pengunjung
a. Mutu layanan yang baik;
b. Kepuasan pasien dan pengunjung.
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 165 dinyatakan
bahwa upaya K3 harus diselenggarakan di semua sektor. Maka jelas bahwa rumah
sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja, dengan berbagai ancaman bahaya yang
dapat menimbulkan dampak kesehatan tidak hanya terhadap para pelaku langsung
yang bekerja di rumah sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung rumah
sakit. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit menerapkan upaya
K3RS.
Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem
Majanemen K3 menegaskan bahwa untuk meningkatkan efektifitas perlindungan K3,
tidak terlepas dari upaya pelaksanaan K3 yang terencana, terukur, terstruktur, dan
terintegrasi melalui sistem manajemen K3 guna menjamin terciptanya suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur
5
manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dalam
rangkamencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerjayang nyaman, efisien dan produktif.
6
f. Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan non medis dan harus
memenuhi standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan
dan layak pakai;
g. Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan, peralatan
kesehatan harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian
Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan
berwenang;
h. Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenuhi
ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga berwenang;
i. Melengkapi perizinan dan sertifikasi sarana, prasarana serta peralatan
kesehatan.
2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM
rumah sakit yaitu:
a. Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap peralatan
kerja dan SDM rumah sakit;
b. Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan
mengendalikan risiko ergonomi.
3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja yaitu:
a. Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang
memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial;
b. Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi
dan psikososial secara rutin dan berkala;
c. Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi perbaikan lingkungan
kerja.
4. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitasi yaitu manajemen harus
menyediakan, memelihara, mengawasi sarana dan prasarana sanitair, yang
memenuhi syarat seperti:
a. Penyehatan makanan dan minuman;
b. Penyehatan air;
7
c. Penyehatan tempat pencucian;
d. Penanganan sampah dan limbah;
e. Pengendalian serangga dan tikus;
f. Sterilisasi/desinfeksi;
g. Perlindungan radiasi;
h. Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan.
5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja yaitu:
a. Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan;
b. Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan APD;
c. Membuat SOP peralatan keselamatan kerja dan APD;
d. Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan penggunaan
peralatan keselamatan dan APD.
6. Pelatihan dan promosi/penyuluhan keselamatan kerja untuk SDM rumah sakit
yaitu:
a. Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh SDM rumah
sakit;
b. Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3RS untuk petugas K3RS.
7. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, desain/lay out
pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait
keselamatan dan keamanan yaitu:
a. Melibatkan petugas K3RS dalam perencanaan, desain pembuatan tempat
kerja, serta pemilihan dan pengadaan sarana, prasarana, peralatan
keselamatan kerja;
b. Mengevaluasi dan mendokumentasikan kondisi sarana, prasarana dan
peralatan keselamatan kerja dan membuat rekomendasi sesuai dengan
persyaratan yang berlaku dan standar keamanan dan keselamatan.
8. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya yaitu:
a. Membuat alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka;
8
b. Membuat SOP pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris
celaka dan celaka.
9. Pembinaan dan pengawasan terhadap Manajemen Sistem Pencegahan dan
Penanggulangan Kebakaran (MSPK). Manajemen menyediakan sarana dan
prasarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran yaitu:
a. Membentuk tim penanggulangan kebakaran;
b. Membuat SOP;
c. Melakukan sosialisasi, pelatihan pencegahan, dan penanggulangan
kebakaran;
d. Melakukan audit internal sistem pencegahan dan penggulangan
kebakaran.
10. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan
kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait
di wilayah kerja rumah sakit.
D. BAHAYA PEKERJAAN DI RS
9
fisik dalam dosis kecil yang teus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi pada
sistem reproduksi, radiasi pada sistem pemroduksi darah). Faktor psikologis
(ketegangan dikamar bedah, penerimaan pasien, gawat darurat dan bangsalpenyakit
jiwa).
Bahaya – bahaya potensial dan yang berdasarkan lokasi dan pekerjaan di rumah
sakit dapat dilihat pada tabel 1 dan 2 yaitu (Kepmenkes RI No. 1087 tahun 2010
tentang Standar K3 di Rumah Sakit dan Kepmenkes RI No. 432 tahun 2007 tentang
Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit) :
10
Tabel 2. Potensi Bahaya Berdasarkan Lokasi dan Pekerjaan Di RS
11
E. RUANG RAWAT INAP
12
c. Pasien yang gaduh gelisah (mengeluarkan suara dalam ruangan).
Keseluruhan ruangan ini harus terlihat jelas dalam kebutuhan jumlah dan
jenis pasien yang akan dirawat.
Keselamatan bangunan ruang rawat inap rumah sakitsesuai SNI 03–7011–
2004 tentang Keselamatan pada bangunan fasilitas kesehatan dengan memperhatikan
struktur bangunan, sistem proteksi petir, sistem proteksi kebakaran dan sumber
kelistrikan serta sistem gas medik dan vakum medik untuk mencegah terjadinya hal-
hal buruk salah satunya kecelakaan kerja.
Luas bangunan disesuaikan dengan jumlah tempat tidur (TT) dan klasifikasi
rumah sakit. Bangunan minimal adalah 50 m2 per tempat tidur. Perbandingan jumlah
tempat tidur dengan luas lantai untuk ruang perawatan dan ruang isolasi adalah :
1. Ruang bayi :
Ruang perawatan minimal 2 m2/TT
Ruang isolasi minimal 3,5 m2/TT
2. Ruang dewasa/anak :
Ruang perawatan minimal 4,5 m2/TT
Ruang isolasi minimal 6 m2/TT
3. Persyaratan luas ruangan sebaiknya berukuran minimal :
Ruang periksa 3 x 3 m2
Ruang tindakan 3 x 4 m2
Ruang tunggu 6 x 6 m2
Ruang utility 3 x 3 m2
Ruang bangunan yang digunakan untuk ruang perawatan mempunyai :
1. Rasio tempat tidur dengan kamar mandi 10 TT : 1
2. Bebas serangga dan tikus
3. Kadar debu maksimal 150 µg/m3 udara dalam pengukuran rata-rata 24 jam
4. Tidak berbau (terutama H2S dan atau NH3)
5. Pencahayaan 100–200 lux
13
6. Suhu 26– 27oC (dengan AC) atau suhu kamar (tanpa AC) dengan sirkulasi
udara yang baik
14
BAB III
HASIL OBSERVASI
15
Tabel 4. Observasi ruangan berdasarkan aturan yang dibuat pemerintah
NO. INDIKATOR YA TIDAK
1. Ruangan kelas 3 : memiliki 6 tempat tidur atau lebih √
2. Ruangan pasien yang tidak menular dipisahkan dengan
√
pasien menular dan gaduh gelisah
3. Ruang perawatan minimal 4,5 m2/TT √
4. Rasio tempat tidur dengan kamar mandi 10 TT : 1 √
5. Kadar debu maksimal 150 µg/m3 udara dalam Tidak
pengukuran rata-rata 24 jam dilakukan
6. Tidak berbau (terutama H2S dan atau NH3) √
7. Pencahayaan 100–200 lux √
8. Suhu 26– 27oC (dengan AC) atau suhu kamar (tanpa
√
AC) dengan sirkulasi udara yang baik
Dari hasil observasi ruangan yang dilakukan berdasarkan aturan yang dibuat oleh
kementrian kesehatan yaitu pada rungan perawatan kelas III khususnya di RSUD
Madani Palu di dapatkan bahwa :
a. Ruangan kelas III memiliki 8 tempat tidur setiap bangsalnya baik bangsal laki
– laki maupun bangsal perempuan hal ini sesuia dengan aturan yang telah
dibuat.
b. Bangsal pasien tidak menular dipisahkan dengan bangsal pasien menular
namun pasien yang tidak menular yang memiliki penyakit DM yang ganggren
rungannya digabung dengan pasien lain.
c. Ruangan perawatan berukuran 9,5 m2/TT sehingga hal ini sesuai dengan
aturan yang telah ditentukan.
d. Rasio tempat tidur dengan kamar mandi 8TT : 2 sehingga hal ini sesuai
dengan aturan pemerintah.
e. Saat memasuki bangsal perawatan tercium bau yang kurang sedap untuk
dihirup, sehingga harus menggunakan masker ketika masuk.
f. Sirkulasi udara dibangsal baik.
16
B. Dokumentasi dan masalah yang didapat di bagian rawat inap bangsal kelas
III RSUD Madani
Pada gambar ini dapat dilihat bahwa masalah yang terdapat pada pintu masuk
ruangan adalah :
a. Pintu masuk yang sama dengan pintu masuk untuk keruangan isolasi. Hal ini
merupakan sumber infeksi dimana pengunjung dari ruang isolasi keluar
masuk melewati ruangan perawatan umum bahkan pengunjung tanpa masker
masuk keruangan isolasi.
b. Tampak sandal dan sepatu keluarga pasien berserakan diluar hal ini dapat
menjadi sumber infeksi dan dapat terluka bila tidak sengaja menginjak jarum
atau patahan ampul obat.
c. Tampak anak – anak bisa keluar masuk dan bermain di dalam ruangan. Hal ini
dapat menyebabkan anak – anak terjangkit suatu penyakit.
17
- Pintu dapat dibuka dari luar.
- Khusus pintu darurat menggunakan pegangan panik (panic handle), penutup
pintu otomatis (automatic door closer) dan membuka ke arah tangga
darurat/arah evakuasi dengan bahan tahan api minimal 2 jam.
Pada gambar ini dapat dilihat bahwa masalah yang terdapat pada nurse station
adalah:
a. Tempat kerja yang tidak ergonomis. Pada gambar terlihat meja kerja yang tidak
sesuai dengan porsi tubuh pekerja.
b. Jumlah petugas kesehatan yang sedikit. Dimana dinas sore dan malam yang
hanya 3 orang dengan jumlah pasien jika full bed adalah 26 pasien dengan
ruangan isolasi yang dapat meningkatkan stress petugas.
18
Gambar 3. Penempatan APAR
19
Gambar 4. Tempat Sampah Medis dan Non Medis
Pada gambar ini dapat dilihat bahwa masalah yang terdapat pada tempat sampah
medis adalah :
a. Tampak ada sampah tissue wajah yang habis digunakan ditempat sampah
medis. Yang bisa menjadi sumber infeksi.
20
Gambar 5. Ruang Penyimpanan Obat dan Alat
Pada gambar ini dapat dilihat bahwa masalah yang terdapat pada ruang penyimpanan
alat dan BHP adalah :
a. Tampak lemari penyimpanan alat dan BHP tampak berantakan
21
Gambar 6. Lantai Ruangan dan Lantai Kamar Mandi
22
Gambar 7. Ventilasi dan AC
23
Gambar 8. Pencahayaan
24
Gambar 9. Pintu masuk ruangan perawatan
25
Masalah yang didapatkan pada ruangan perawatan kelas III adalah :
a. Ruangan perawatan umum berdampingan dengan ruangan isolasi yang hanya
dibatasi oleh pintu kaca saja.
b. Petugas kesehatan yang masuk kadang menggunakan masker yang digunakan
dari bangsal isolasi yang berada di ruangan sebelahnya untuk menganti infus
pasien.
c. Tidak ada sabun cuci tangan pada westafel.
26
kesehatan yang meningkat dan semangat petugas kesehatan
sedikit (Bahaya menurun
psikososial)
27
BAB IV
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) di Rumah Sakit Diakses dari http://www.
Depkes.go.id/download/kepmenkes/KMK%20432-IV%20K3%20RS.pdf.
diakses pada tanggal 19 Mei 2018
K3 Rumah sakit dan klinik. Pusat data dan informasi PERSI.diakses dari
http://www.pdpersi.co.id, pada tanggal 19 Mei 2018
Kemenkes RI No. 1078 Tahun 2010 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit. Jakarta.
Kekemkes RI tahun 2012. Pedoman Teknis Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Jakarta.
Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Majanemen K3.
Jakarta
29