PEMBIMBING :
dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp.An
PENDAHULUAN
Kelas 1 Pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menimbulkan kelelahan,
palpitasi, dispnu, atau nyeri angina.
Kelas 2 Pasien dengan penyakit jantung mengakibatkan sedikit keterbatasan aktivitas fisik. Akan merasa lebih baik dengan istrahat.
Aktivitas fisik biasa menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnu, atau nyeri angina.
Kelas 3 Pasien dengan penyakit jantung dengan adanya keterbatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istrahat. Aktivitas fisik yang ringan
dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnu, atau nyeri angina.
Kelas 4 Pasien dengan penyakit jantung ditandai ketidakmampuan untuk melakukan semua aktivitas fisik. Gejala insufisiensi jantung
dapat muncul saat istrahat. Jika aktifitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan meningkat.
• Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
Berdasarkan etiologinya, penyakit jantung pada kehamilan berdasarkan
diklasifikasikan menjadi:
Penyakit jantung kongenital
• Penyakit jantung kongenital asianotik
• Penyakit jantung kongenital sianotik
Penyakit jantung didapat (acquired heart disease)
• Penyakit jantung rematik
• Penyakit jantung koroner
• Penyakit jantung spesifik pada kehamilan, yaitu kardiomiopati peripartum.
• Klasifikasikan Berdasarkan Kelaianan Anatomis
Menurut American College of Cardiology/ American Heart Association ACC/AHA Heart Failure Guideline 2001, gagal jantung dibagi menjadi 4
stadium yaitu A, B, C, dan D.6
Radiologi :
• Kardiomegali
• Edema pulmonal
TEHNIK ANESTESI
Prinsip teknik anestesi harus memenuhi kriteria:1
• Sifat anelgesi yang cukup kuat
• Tidak menyebabkan trauma psikis terhadap ibu
• Toksisitas rendah aman terhadap ibu dan bayi
• Tidak mendepresi janin
• Relaksasi otot tercapai tanpa relaksasi rahim
Risiko yang mungkin timbul pada saat penatalaksanaan anestesi adalah sebagai berikut:2
• Adanya gangguan pengosongan lambung
• Terkadang sulit dilakukan intubasi
• Kebutuhan oksigen meningkat
• Pada sebagian ibu hamil, posisi terletang (supine) dapat menyebabkan hipotensi (“supine
aortocaval syndrome”) sehingga janin akan mengalami hipoksia/asfiksia.
ANESTESI REGIONAL
Penatalaksanaan Anestesi
a. Jenis Pembedahan : SCTP
b. Jenis Anestesi : Regional Anestesi
c. Teknik Anestesi : Sub Arachnoid Block
Mulai Anestesi : 11 Juni 2018, pukul 12.50 WITA
Mulai Operasi : 11 Juni 2018, pukul 12.55 WITA
Premedikasi : Tidak diberikan premedikasi
Induksi : Bupivacaine Hyperbaric 0,5% sebanyak 12,5 mg
Medikasi tambahan : Lasix 20 mg
Dobutamin/Syringe Pump 3,6 mg/menit
Oxytosin 20 IU
Asam Trakneksamat 250 mg
Efendrine 10 mg
Maintanance : O2 10 lpm
Respirasi : Pernapasan spontan
Posisi : Supine
Cairan Durante Operasi : RL 2000 ml
Pemantauan Tekanan Darah dan HR : Terlampir
Selesai operasi : 13.45 WITA
Selesai anastesi : 13.50 WITA
PRE-OPERATIF
Anamnesis Pre Operasi (11/06-2018) : Autoanamnesis
pada pasien.
• Allergies : Pasien tidak mempunyai riwayat alergi
makanan dan obat-obatan
• Medications : Riw. Jantung (+)
• Past Medical History: -
Pemeriksaan Fisik Pre Operasi :
• B1 (Breath): Airway : clear, gurgling/snoring/crowing:-/-/-
, potrusi mandibular (-), buka mulut 5 cm, jarak
mentohyoid 6 cm, jarak hyothyoid (6,5 cm), leher pendek
(-), gerak leher bebas, tenggororok (T1-1), faring hiperemis
(-), RR: 20 x/mnt, SP: Vesikuler, ST(-), Mallampati : 1,
massa (-), gigi geligi lengkap. Riwayat asma (-) alergi (-),
batuk (-), sesak (+)
• B2 (Blood): Akral: hangat, TD: 120/80 mmHg, HR :
144 x/mnt, reguler, T/V kuat/cukup, bunyi jantung S2
murmur (+), masalah pada sistem cardiovaskuler (+).
• B3 (Brain): Kesadaran: Compos Mentis, Pupil: isokor
Ø 3 mm / 3mm, RCL +/+, RCTL +/+. Defisit neurologis
(-). Masalah pada sistem neuromuskuloskeletal (-).
• B4 (Bladder): BAK (+), volume : 50 cc/jam , warna :
kuning jernih.
• B5 (bowel): Abdomen: tampak datar, peristaltik (+)
dbn, mual (-), muntah (-).
• B6 Back & Bone : Oedem pretibial (-)
Di Ruangan :
• KIE (+), Surat persetujuan operasi (+), surat
persetujuan tindakan anestesi (+), site mark (+)
• Puasa: (+) 6-8 jam preop
• Persiapan Whoole blood (+) 2 bag Gol. AB
• IVFD RL 20 tpm selama puasa
Di Kamar Operasi :
• Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi
antara lain adalah:
• Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan
• Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya
• Alat-alat resusitasi (STATICS)
• Obat-obat anestesia yang diperlukan.
• Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine,
aminofilin, natrium bikarbonat dan lain-lainnya.
• Tiang infus, plaster dan lain-lainnya.
• Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG
dipasang.
• Alat-alat pantau yang lain dipasang sesuai dengan
indikasi, misalnya; “Pulse Oxymeter” dan “Capnograf”.
• Kartu catatan medik anestesia
• Selimut penghangat khusus untuk bayi dan orang tua.
INTRA OPERATIF
Laporan Anestesi Durante Operatif
• Jenis anestesi : Regional Anestesi
• Teknik anastesi : Sub Arachnoid Block (SAB)
• Lama anestesi : 12.50 – 13.50 (60 menit)
• Lama operasi : 12.55 – 13.45 (50 menit)
• Anestesiologi : dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp.An
• Ahli Bedah : dr. Djemie, Sp.OG MARS
• Posisi : Supine
• Infus : 2 line di tangan kiri dan kanan
Laporan Monitoring Operasi
Menit ke- Sistole Diastole Pulse (x/m) SpO2 Obat yang diberikan
(mmHg) (mmHg)
0 (12.50) 120 90 135 100% Bupivacine
5 (12.55) 123 84 138 Lasix
10 (13.00) 84 47 121 Ephedrine
140
120
100
Sistole (mmHg)
80
Diastole (mmHg)
60 Pulse (x/m)
40
20
0
TERAPI CAIRAN :
BB : 65 kg
EBV : 65 cc/kg BB x 65 kg = 4.225 cc
Jumlah perdarahan : ± 1000 cc
% perdarahan : 1000/4.225 x 100% = 46,15 %
Pemberian Cairan
– Cairan masuk :
Pre operatif : kristaloid RL 500 cc
Durante operatif :
– Kristaloid RL 1500 cc
Total input cairan : 2000 cc
– Cairan keluar :
Durante operatif
• Urin ± 300 cc
• Perdarahan ± 700 cc
• Total output cairan : ± 1000 cc
POST OPERATIF
Pemantauan di Post Anasthesia Care Unit (PACU) :
- Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
- Beri O2 3L/menit nasal canul.
- Berikan antibiotik profilaksis, antiemetic, H2 reseptor bloker
dan analgetik
- Bila Bromage Score ≤ 2 boleh pindah ruangan.
- Bila mual (-), muntah (-), peristaltik usus (+), boleh makan dan
minum sedikit – sedikit.
Perintah di ruangan :
• Awasi tanda vital (tensi, nadi, pernapasan tiap ½ jam)
• Bila kesakitan beri analgetik.
• Bila mual atau muntah, beri injeksi Ondansetron 4 mg iv
• Program cairan : infus RL 20 tetes/menit
• Program analgetik : injeksi Ketorolac 30 mg iv tiap 8 jam, mulai pukul 13.00 WITA
• Selama 24 jam post operasi, pasien tidur dengan bantal tinggi (30o), tidak boleh
berdiri atau berjalan.
• Bila tekanan darah sistole < 90 mmHg, beri injeksi ephedrin 10 mg iv diencerkan.
• Bila HR < 60x/menit, beri SA 0,5 mg dan konsul anestesi.
• Bila sakit kepala hebat berkepanjangan, konsul anestesi.
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien Ny. I 26 tahun datang ke ruang operasi untuk
menjalani operasi SCTP pada tanggal 11 juni 2018 dengan diagnosis pre
operatif G3P2A0 gravid 35-36 minggu + gemelly + ADHF e.c kardiomiopati DD
Mitral Stenosis . Persiapan operasi dilakukan pada tanggal 11 juni 2018. Dari
anamnesis terdapat keluhan sesak nafas yang disertai adanya pelepasan
darah dan lender, dirasakan sejak pagi SMRS. Pemeriksaan fisik dari tanda
vital didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg; nadi 144x/menit; respirasi
38x/menit; suhu 36,6OC. Dari pemeriksaan laboratorium hematologi: Hb 9,8
g/dl; golongan darah AB; GDS: 114 mg/dl dan HBsAg(-). Dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang disimpulkan bahwa pasien
memiliki gangguan pada jantung yaitu ADHF e.c kardiomiopati dd mitral
stenosis.
Sebelum diputuskannya anestesi, hendaknya sebelumnya dilakukan penentuan
standar kesehatan pasien sesuai American Society of Anesthesia. Dengan keadaan tersebut di
atas, pasien termasuk dalam kategori ASA I. Adapun pembagian kategori ASA adalah:
I : Pasien normal dan sehat fisis dan mental
II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional
III : Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan
keterbatasan fungsi
IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan menyebabkan
ketidakmampuan fungsi
V : Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi
VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil
Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan
ASA diikuti huruf E (misalnya IE atau IIE) dan pada pasien ini masuk dalam
kategori ASA PS kelas IIIE.
Sectio Caesaria adalah suatu tindakan pembedahan dengan
melakukan irisan pada dinding abdomen dan uterus yang bertujuan untuk
melahirkan bayi. Proses persalinan dengan cara sectio caesarea dapat
menggunakan anestesi umum dan regional. Anestesi spinal merupakan teknik
anestesi yang aman, terutama pada operasi di daerah umbilikus ke bawah.
Teknik anestesi ini memiliki kelebihan dari anestesi umum, yaitu kemudahan
dalam tindakan, peralatan yang minimal, efek samping yang minimal pada
biokimia darah, pasien tetap sadar dan jalan nafas terjaga, serta penanganan
post operatif dan analgesia yang minimal.
Pasien pada kasus ini dilakukan tindakan anastesi spinal.
Pada anestesi spinal terdapat kontraindikasi absolut dan relatif.
Kontraindikasi absolut diantaranya penolakan pasien, infeksi
pada tempat suntikan, hipovolemia, penyakit neurologis yang
tidak diketahui, koagulopati, dan peningkatan tekanan
intrakanial, kecuali pada kasus-kasus pseudotumor cerebri.
Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi sepsis pada tempat
tusukan (misalnya, infeksi ekstremitas korioamnionitis atau lebih
rendah) dan lama operasi yang tidak diketahui.Selain itu teknik
ini dipilih karena selain lebih murah juga efek sistemiknya lebih
rendah dibanding anestesi umum.
Persiapan pasien sebelumnya harus dilakukan
dengan memberi informasi tentang tindakan anestesi
spinal (informed consent) meliputi pentingnya tindakan
ini dan komplikasi yang mungkin terjadi. Pemeriksaan
fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat
penyuntikan untuk menyingkirkan adanya
kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya
scoliosis atau kifosis.
Perlengkapan tindakan anestesi spinal harus disiapkan lengkap untuk
monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi. Jarum
spinal dan obat anestesi spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki permukaan
yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai dengan
30G, pada pasien ini digunakan ukuran 26 G. Obat anestesi lokal yang
digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis
obat anestesi lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah
teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat
jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat
gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area
penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang
sama di tempat penyuntikan.
Pada pasien ini obat anestesi yang digunakan adalah
bupivakain hyperbaric 0,5% dengan dosis 12,5 mg. Bupivakain
bekerja menstabilkan membran neuron dengan cara
menginhibisi perubahan ionik secara terus menerus yang
diperlukan dalam memulai dan menghantarkan impuls.
Kemajuan anestesi yang berhubungan dengan diameter,
mielinisasi, dan kecepatan hantaran dari serat saraf yang terkena
menunjukkan urutan kehilangan fungsi sebagai berikut :
otonomik, nyeri, suhu, raba, propriosepsi, tonus otot skelet.
Eliminasi bupivakain terjadi di hati dan melalui pernafasan (paru-
paru).
Pada menit ke-10 pemberian obat anestesi pasien ini
mengalami penurunan tekanan dimana tekanan darah pasien
84/47 mmHg, kondisi tersebut merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada pemberian anestesi spinal. Dimana
penurunan tekanan darah biasanya terjadinya pada 10 menit
pertama setelah suntikan, sehingga tekanan darah perlu diukur
setiap 2 menit selama periode ini. Jika tekanan darah sistolik
turun dibawah 75 mmHg (10 kPa), maka kita harus bertindak
cepat untuk menghindari cedera pada ginjal, jantung dan otak.
Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin
tinggi blok makin berat hipotensi.
Pada pasien ini hipotensi ditangani dengan
memberikan infuse cairan kristaloid secara cepat serta
efedrin sebanyak 3 mg secara intravena. Namun dapat pula
pemberian cairan kristaloid sebanyak 500 cc sebelum
pemberian anestesi spinal untuk mencegah terjadinya
hipotensi. Efedrin yang diberikan masuk ke dalam
sitoplasma ujung saraf adrenergik dan mendesak NE keluar.
Efek kardiovaskuler efedrin menyerupai efek Epinefrin
tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama.
Tekanan sistolik meningkat juga biasanya tekanan
diastolic, sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan
darah ini sebagian disebabkan oleh vasokontriksi, tetapi
terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan
kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung mungkin
tidak berubah akibat refleks kompensasi vagal terhadap kenaikan
tekanan darah. Pasien juga diberikan lasix yang isinya adalah
furosemide yang merupakan golongan loop diuretic yang kerja
utamanya dibagain epitel tebal ansa henle bagian asenden yang
digunakan untuk pengobati gagal jantung dan mencegah
terjadinya edema paru.
Pemberian Oxytocin merupakan hormon sintetik yang
diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan
kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya
umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah
menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekuensi. Tetapi pada dosis
tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau
IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus ringer laktat 20 IU
perifer, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan 10 IU intramiometrikal
(IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan
yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan
jarang ditemukan. Dosis maksimum per hari yaitu tidak lebih dari tiga
liter larutan dengan oksitosin. Farmakokinetik: waktu paruh 1-9 menit.
Pada pasien ini juga diberikan dobutamin dimana
dobutamin memberikan efek inotropic yang dapat
meningkatakan kontraktilitas jantung dan curah
jantung, sedikit meningkatakan denyut jantung tanpa
merubah resistensi perifer relatif.
Pada pukul 13.45 WITA, pembedahan selesai
dilakukan, dengan pemantauan akhir TD 83/45mmHg; Nadi
124x/menit, dan SpO2 100%. Pembedahan dilakukan selama
50 menit dengan perdarahan ± 700 cc. Pasien kemudian
dibawa ke ruang ICVCU. Selama di ICVCU, jalan nafas dalam
keadaan baik, pernafasan spontan dan adekuat serta
kesadaran compos mentis. Tekanan darah selama 15 menit
pertama pasca operasi stabil yaitu 95/63 mmHg.
THANK YOU