Anda di halaman 1dari 68

MANAGEMENT SPINAL ANASTESI PADA

PASIEN SC DENGAN ADHF E.C KARDIOMI


OPATY DD MITRAL STENOSIS

Ni Putu Ripna Oktaviani, S.Ked


11.16.777.14.107

PEMBIMBING :
dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp.An
PENDAHULUAN

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran


yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian
anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang
mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup
dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi
dan penanggulangan nyeri menahun.
Sectio Caesaria adalah suatu tindakan pembedahan
dengan melakukan irisan pada dinding abdomen dan uterus yang
bertujuan untuk melahirkan bayi. Proses persalinan dengan cara
sectio caesarea dapat menggunakan anestesi umum dan
regional. Anestesi spinal merupakan teknik anestesi yang aman,
terutama pada operasi di daerah umbilikus ke bawah. Teknik
anestesi ini memiliki kelebihan dari anestesi umum, yaitu
kemudahan dalam tindakan, peralatan yang minimal, efek
samping yang minimal pada biokimia darah, pasien tetap sadar
dan jalan nafas terjaga, serta penanganan post operatif dan
analgesia yang minimal.
TINJAUAN PUSTAKA
FISIOLOGI KEHAMILAN
a. Sistem Pernapasan
Perubahan pada fungsi pulmonal, ventilasi dan pertukaran gas.
Functional residual capacity menurun sampai 15-20 %, cadangan
oksigen juga berkurang.
b. Sistem Kardiovaskular
Peningkatan isi sekuncup / stroke volume sampai 30%,
peningkatan frekuensi denyut jantung sampai 15%, peningkatan
curah jantung sampai 40%. Volume plasma meningkat sampai
45% sementara jumlah eritrosit meningkat hanya sampai 25%,
c. Sistem Gastrointestinal
Uterus gravid menyebabkan peningkatan tekanan
intragastrik dan perubahan sudut gastroesophageal
junction, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya
regurgitasi dan aspirasi pulmonal isi lambung. Sementara
itu terjadi juga peningkatan sekresi asam lambung,
penurunan tonus sfingter esophagus bawah serta
perlambatan pengosongan lambung.
d. Sistem Saraf Pusat
Peningkatan endorphin dan progesteron pada wanita hamil
e. Transfer Obat dari Ibu ke Janin Melalui Sirkulasi
Plasenta
Juga menjadi pertimbangan, karena obat-obatan anestesia
yang umumnya merupakan depresan, dapat juga
menyebabkan depresi pada janin.
KLASIFIKASI PENYAKIT JANTUNG
• Klasifikasi Berdasarkan Fungsional
Sistem Klasifikasi Fungsional Jantung Menurut New York Heart Association (NYHA).2-5
KELAS DESKRIPSI

Kelas 1 Pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menimbulkan kelelahan,
palpitasi, dispnu, atau nyeri angina.
Kelas 2 Pasien dengan penyakit jantung mengakibatkan sedikit keterbatasan aktivitas fisik. Akan merasa lebih baik dengan istrahat.
Aktivitas fisik biasa menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnu, atau nyeri angina.
Kelas 3 Pasien dengan penyakit jantung dengan adanya keterbatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istrahat. Aktivitas fisik yang ringan
dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnu, atau nyeri angina.
Kelas 4 Pasien dengan penyakit jantung ditandai ketidakmampuan untuk melakukan semua aktivitas fisik. Gejala insufisiensi jantung
dapat muncul saat istrahat. Jika aktifitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan meningkat.
• Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
Berdasarkan etiologinya, penyakit jantung pada kehamilan berdasarkan
diklasifikasikan menjadi:
Penyakit jantung kongenital
• Penyakit jantung kongenital asianotik
• Penyakit jantung kongenital sianotik
Penyakit jantung didapat (acquired heart disease)
• Penyakit jantung rematik
• Penyakit jantung koroner
• Penyakit jantung spesifik pada kehamilan, yaitu kardiomiopati peripartum.
• Klasifikasikan Berdasarkan Kelaianan Anatomis
Menurut American College of Cardiology/ American Heart Association ACC/AHA Heart Failure Guideline 2001, gagal jantung dibagi menjadi 4
stadium yaitu A, B, C, dan D.6

STADIUM DESKRIPSI CONTOH


Pasien dengan risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung karena adanya kondisi yang Hipertensi sistemik, penyakit arteri koroner, DM, riwayat
A berhubungan. Tidak teridentifikasi adanya abnormalitas struktural atau fungsional perikardium, terapi obat kardiotoksik, atau penyalahgunaan alkohol,
miokardium, atau katup jantung dan tidak pernah menunjukkan tanda atau gejala gagal jantung. riwayat demam reumatik, riwayat keluarga kardiomiopati.
Pasien dengan penyakit jantung struktural yang erat hubungannya dengan berkembangnya gagal Fibrosis atau hipertropi ventrikel kiri, dilatasi atau
B jantung tetapi tidak pernah menunjukkan tanda atau gejala gagal jantung. hipokontraktilitas ventrikel kiri, penyakit katup jantung
asimptomatik, infark miokard sebelumnya.
Pasien yang saat ini atau sebelumnya memiliki gejala gagal jantung berhubungan dengan penyakit Dispnu atau kelelahan akibat disfungsi sistolik ventrikel kiri,
C jantung struktural yang menyertainya. pasien asimptomatik yang menjalani terapi untuk gejala
gagal jantung sebelumnya.
Pasien dengan penyakit jantung struktural lanjutan dan didapatkan gejala gagal jantung saat Pasien yang menjalani rawat inap berulang karena gagal
istrahat meski dengan terapi medis maksimal dan memerlukan intervensi khusus. jantung atau tidak bisa dipulangkan secara aman dari rumah
D sakit, pasien menunggu transplantasi jantung, pasien
dengan dukungan intravena secara berkelanjutan atau
dengan alat bantu sirkulasi mekanik.
TANDA DAN GEJALA PENYAKIT JANTUNG
Gejala :
• Sesak napas yang progresif dan memburuk
• Batuk dengan sputum berbusa merah muda (hemoptysis)
• paroxysmal nocturnal dyspnea
• nyeri dada bila beraktivitas
• pingsan yang didahului palpitasi atau latihan
Pemeriksaan fisik :
• Sianosis
• Clubbing finger
• Pulsasi vena abnormal
• Distensi vena jugular persisten
• Bunyi S2 tunggal
• Murmur sistolik yang keras, kadang dijumpai murmur diastolik
• Ejection clicks, late systolic clicks, opening snaps
• Friction rub
• Tanda Hipertensi pulmonal
EKG :
• Aritmia signifikan dan persisten
• Blok jantung

Radiologi :
• Kardiomegali
• Edema pulmonal
TEHNIK ANESTESI
Prinsip teknik anestesi harus memenuhi kriteria:1
• Sifat anelgesi yang cukup kuat
• Tidak menyebabkan trauma psikis terhadap ibu
• Toksisitas rendah aman terhadap ibu dan bayi
• Tidak mendepresi janin
• Relaksasi otot tercapai tanpa relaksasi rahim

Risiko yang mungkin timbul pada saat penatalaksanaan anestesi adalah sebagai berikut:2
• Adanya gangguan pengosongan lambung
• Terkadang sulit dilakukan intubasi
• Kebutuhan oksigen meningkat
• Pada sebagian ibu hamil, posisi terletang (supine) dapat menyebabkan hipotensi (“supine
aortocaval syndrome”) sehingga janin akan mengalami hipoksia/asfiksia.
ANESTESI REGIONAL

Obat anastesia yang banyak dipakai adalah :3


• Lidonest
• Bupivacain (Marcain)
• Lidokain
Dalam melakukan tindakan kecil pada obstetri dan ginekologi,
seperti : penjahitan kembali luka episiotomi, dilatasi dan kuretase, atau
biopsi dianjurkan untuk melakukan anastesia secara intravena (lebih
mudah dan aman). Dinegara yang sudah maju, kebanyakan kasus
persalinannya memerlukan tindakan anastesia lumbal, sakral, atau
kaudal.3

• Analgesi/blok epidural (lumbal) : sering digunakan untuk


persalinan per vaginam.
• Anestesi spinal : sering digunakan untuk persalinan per
abdominam/sectio cesarea.
Keuntungan :
• Mengurangi pemakaian narkotik sistemik sehingga
kejadian depresi janin dapat dicegah/dikurangi.
• Ibu tetap dalam keadaan sadar dan dapat berpartisipasi
aktif dalam persalinan.
• Risiko aspirasi pulmonal minimal (dibandingkan pada
tindakan anestesi umum)
• Jika dalam perjalanannya diperlukan sectio cesarea, jalur
obat anestesia regional sudah siap.3
Kerugian :
• Hipotensi akibat vasodilatasi (blok simpatis)
• Waktu mula kerja (time of onset) lebih lama
• Kemungkinan terjadi sakit kepala pasca punksi.
• Untuk persalinan per vaginam, stimulus nyeri dan
kontraksi dapat menurun, sehingga kemajuan
persalinan dapat menjadi lebih lambat.3
ANESTESI SPINAL

Anestesi spinal adalah pemberian obat ke dalam


ruang subarachnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan
cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesi spinal (anestesi subaraknoid)
disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural
atau blok intratekal.1,3
Indikasi
Untuk pembedahan, daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T4 kebawah
(daerah papila mamae ke bawah). Dengan durasi operasi yang tidak terlalu lama,
maksimal 2-3 jam. 1,3
• Bedah ekstremitas bawah
• Bedah panggul
• Tindakan sekitar rektum perineum
• Bedah obstetrik-ginekologi
• Bedah urologi
• Bedah abdomen bawah
• Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anestesi umum ringan
Kontra indikasi
Kontra indikasi pada teknik anestesi subaraknoid
blok terbagi menjadi dua yaitu kontra indikasi absolut
dan relatif.
KONTRA INDIKASI ABSOLUT :
• Infeksi pada tempat suntikan. : Infeksi pada sekitar tempat suntikan bisa menyebabkan penyebaran
kuman ke dalam rongga subdural.
• Hipovolemia berat karena dehidrasi, perdarahan, muntah ataupun diare. Karena pada anestesi
spinal bisa memicu terjadinya hipovolemia.
• Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan.
• Tekanan intrakranial meningkat : dengan memasukkan obat kedalam rongga subaraknoid, maka bisa
makin menambah tinggi tekanan intracranial, dan bisa menimbulkan komplikasi neurologis
• Fasilitas resusitasi dan obat-obatan yang minim : pada anestesi spinal bisa terjadi komplikasi seperti
blok total, reaksi alergi dan lain-lain, maka harus dipersiapkan fasilitas dan obat emergensi lainnya
• Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi. : Hal ini dapat menyebabkan kesalahan
seperti misalnya cedera pada medulla spinalis, keterampilan dokter anestesi sangat penting.
• Pasien menolak.
Kontra indikasi relatif : 1,5
• Infeksi sistemik : jika terjadi infeksi sistemik, perlu diperhatikan apakah diperlukan pemberian antibiotic.
Perlu dipikirkan kemungkinan penyebaran infeksi.
• Infeksi sekitar tempat suntikan : bila ada infeksi di sekitar tempat suntikan bisa dipilih lokasi yang lebih
kranial atau lebih kaudal.
• Kelainan neurologis : perlu dinilai kelainan neurologis sebelumnya agar tidak membingungkan antara efek
anestesi dan deficit neurologis yang sudah ada pada pasien sebelumnya.
• Kelainan psikis
• Bedah lama : Masa kerja obat anestesi local adalah kurang lebih 90-120 menit, bisa ditambah dengan
memberi adjuvant dan durasi bisa bertahan hingga 150 menit.
• Penyakit jantung : perlu dipertimbangkan jika terjadi komplikasi kea rah jantung akibat efek obat anestesi
local.
• Hipovolemia ringan : sesuai prinsip obat anestesi, memantau terjadinya hipovolemia bisa diatasi dengan
pemberian obat-obatan atau cairan
• Nyeri punggung kronik : kemungkinan pasien akan sulit saat diposisikan. Hal ini berakibat sulitnya proses
penusukan dan apabila dilakukan berulang-ulang, dapat membuat pasien tidak nyaman.1.3
Komplikasi tindakan anestesi spinal :
• Hipotensi berat
• Bradikardia
• Hipoventilasi
• Trauma saraf
• Mual-muntah
• Menggigil
• Kejang
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Ny. I
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Usia : 26 tahun
• Berat Badan : 60 kg
• Agama : Islam
• Alamat : Ds. Ako Kec. Pasangkayu
• Diagnosis : G3P2A0 gravid 35-36 minggu + gemelly + PEB +
ADHF e.c kardiomiopati DD Mitral Stenosis
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 12
Juni 2018, pukul 16.00 WITA di RSU Anutapura Palu.
Keluhan utama : Sesak
Riwayat penyakit sekarang:
Pada anamnesis didapatkan pasien merupakan rujukan dari RS
Pesangkayu dengan G3P2A0 gravid 35-36 minggu + gemelly + ISK + Inpartu kala
I fase laten + Obs. Dyspnea + PEB. Pasien mengeluh sesak disertai batuk yang
dialami 3 hari sebelum ke RS. Pasien juga nyeri perut tembus belakang yang
dialami sejak semalam dirasakan 2x dalam 1 jam, keluahan ini disertai
pelepasan lender (+), darah (+), air (-). Keluhan tidak disertai dengan mual,
muntah, pusing, sakit kepala dan tidak ada demam. BAB dan BAK baik dan
lancar.
Riwayat penyakit dahulu:
• Riwayat asma disangkal
• Riwayat alergi makanan dan obat disangkal
• Riwayat operasi sebelumnya tidak ada
• Riwayat jantung (+)

Riwayat penyakit keluarga:


• Riwayat asma, alergi dan riwayat penyakit yang sama dengan
pasien disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
• GCS : E4 V5 M6 = 15
• Vital Sign :
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 144 x/menit
Suhu : 36,6C
Pernafasan : 38 x/menit
Status Generalis
– Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik,
tidak sianosis, turgor kulit cukup, capilary refill kurang dari 2
detik dan teraba hangat.
– Kepala : Tampak tidak ada jejas, tidak ada bekas
trauma, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.
– Mata : Tidak terdapat konjungtiva anemis dan
sklera ikterik
Leher :
- Inspeksi : Tidak terdapat jejas
- Palpasi : Trakea teraba di tengah, tidak
terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Tidak teraba
pembesaran limfonodi.
Pemeriksaan thorax
Jantung :
• Inspeksi : Tampak ictus cordis 2 cm dibawah papila
mamae sinistra
• Palpasi : Ictus cordis teraba kuat
• Perkusi :
- Batas atas kiri : ICS II garis parasternal sinsitra
- Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dextra
- Batas bawah kiri : ICS V garis midclavikula sinistra
- Batas bawah kanan : ICS IV garis parasterna dextra
• Auskultasi : S2 Murmur (+)
Paru :
• Inspeksi : Dinding dada simetris pada saat statis
dan dinamis serta tidak ditemukan retraksi dan
ketertinggalan gerak.
• Palpasi : Simetris, vokal fremitus kanan sama
dengan kiri dan tidak terdapat ketertinggalan gerak.
• Perkusi : Sonor kedua lapang paru
• Auskultasi : Tidak terdengar suara rhonkhi pada
kedua pulmo. Tidak terdengar suara wheezing
Pemeriksaan Abdomen :
• Inspeksi : Perut cembung, simetris, tidak
terdapat jejas dan massa
• Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal. BJF
(+) 140x/mnt
• Perkusi : Timpani diseluruh kuadran
• Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri
tekan. Hepar dan lien tidak teraba. TFU: 27 cm.
Ektremitas :
• Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan
sianosis
• Turgor kulit cukup, akral hangat
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Lab Nilai Normal
Hematologi (11 Juni 2018)
Hemoglobin 9,8 11,5-16,0 g/dL
Leukosit 19.5 4000-10.000/L
Hematokrit 34.2 37-47%
Eritrosit 5,26x106 3,80-5,80x106/
Trombosit 451.000 150.000-400.000/L
MCV 65 80-100 µm3
MCH 18,7 27,0-32,0 pg
MCHC 28,8 32,0-36,0 g/dl
CT 730 4-12 menit
BT 230 1-4 menit
Gol. Darah O
Kimia Klinik (11 Juni 2018)
GDS 114 70-140 mg/dL
Seroimmunologi (11 Juni 2018)
HbsAg Non-Reaktif Non-Reaktif
Anti HIV Non-Reaktif Non-Reaktif
EKG :
• Sinus rhtym : Sinus Takikardi
• Heart rate : 150 BPM
• Right Axis Deleviation
• Poor R Wave Progression
DIAGNOSIS
• G3P2A0 gravid 35-36 minggu + gemelly + PEB + ADHF
e.c kardiomiopati DD Mitral Stenosis
KESAN ANESTESI
• Perempuan 26 tahun dengan ASA III.
PENATALAKSANAAN
• Sectio Caesaria Transperitonial Profunda
KESIMPULAN
• Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka:
• Diagnosis Pre Operatif :
• Status Operatif : ASA 3, Mallampati I
• Jenis Operasi : SCTP
• Jenis Anastesi : Regional Anastesi
LAPORAN ANESTESI
1. Diagnosis Pra Bedah
G3P2A0 gravid 35-36 minggu + gemelly + PEB + ADHF e.c
kardiomiopati DD Mitral Stenosis

2. Diagnosis Pasca Bedah


P4A0 post SC a/i Gemelly + PEB + ADHF e.c kardiomiopati
DD Mitral Stenosis
Penatalaksanaan Preoperasi
Infus RL 500 cc

Penatalaksanaan Anestesi
a. Jenis Pembedahan : SCTP
b. Jenis Anestesi : Regional Anestesi
c. Teknik Anestesi : Sub Arachnoid Block
Mulai Anestesi : 11 Juni 2018, pukul 12.50 WITA
Mulai Operasi : 11 Juni 2018, pukul 12.55 WITA
Premedikasi : Tidak diberikan premedikasi
Induksi : Bupivacaine Hyperbaric 0,5% sebanyak 12,5 mg
Medikasi tambahan : Lasix 20 mg
Dobutamin/Syringe Pump 3,6 mg/menit
Oxytosin 20 IU
Asam Trakneksamat 250 mg
Efendrine 10 mg
Maintanance : O2 10 lpm
Respirasi : Pernapasan spontan
Posisi : Supine
Cairan Durante Operasi : RL 2000 ml
Pemantauan Tekanan Darah dan HR : Terlampir
Selesai operasi : 13.45 WITA
Selesai anastesi : 13.50 WITA
PRE-OPERATIF
Anamnesis Pre Operasi (11/06-2018) : Autoanamnesis
pada pasien.
• Allergies : Pasien tidak mempunyai riwayat alergi
makanan dan obat-obatan
• Medications : Riw. Jantung (+)
• Past Medical History: -
Pemeriksaan Fisik Pre Operasi :
• B1 (Breath): Airway : clear, gurgling/snoring/crowing:-/-/-
, potrusi mandibular (-), buka mulut 5 cm, jarak
mentohyoid 6 cm, jarak hyothyoid (6,5 cm), leher pendek
(-), gerak leher bebas, tenggororok (T1-1), faring hiperemis
(-), RR: 20 x/mnt, SP: Vesikuler, ST(-), Mallampati : 1,
massa (-), gigi geligi lengkap. Riwayat asma (-) alergi (-),
batuk (-), sesak (+)
• B2 (Blood): Akral: hangat, TD: 120/80 mmHg, HR :
144 x/mnt, reguler, T/V kuat/cukup, bunyi jantung S2
murmur (+), masalah pada sistem cardiovaskuler (+).
• B3 (Brain): Kesadaran: Compos Mentis, Pupil: isokor
Ø 3 mm / 3mm, RCL +/+, RCTL +/+. Defisit neurologis
(-). Masalah pada sistem neuromuskuloskeletal (-).
• B4 (Bladder): BAK (+), volume : 50 cc/jam , warna :
kuning jernih.
• B5 (bowel): Abdomen: tampak datar, peristaltik (+)
dbn, mual (-), muntah (-).
• B6 Back & Bone : Oedem pretibial (-)
Di Ruangan :
• KIE (+), Surat persetujuan operasi (+), surat
persetujuan tindakan anestesi (+), site mark (+)
• Puasa: (+) 6-8 jam preop
• Persiapan Whoole blood (+) 2 bag Gol. AB
• IVFD RL 20 tpm selama puasa
Di Kamar Operasi :
• Hal-hal yang perlu dipersiapkan di kamar operasi
antara lain adalah:
• Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan
• Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya
• Alat-alat resusitasi (STATICS)
• Obat-obat anestesia yang diperlukan.
• Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine,
aminofilin, natrium bikarbonat dan lain-lainnya.
• Tiang infus, plaster dan lain-lainnya.
• Alat pantau tekanan darah, suhu tubuh, dan EKG
dipasang.
• Alat-alat pantau yang lain dipasang sesuai dengan
indikasi, misalnya; “Pulse Oxymeter” dan “Capnograf”.
• Kartu catatan medik anestesia
• Selimut penghangat khusus untuk bayi dan orang tua.
INTRA OPERATIF
Laporan Anestesi Durante Operatif
• Jenis anestesi : Regional Anestesi
• Teknik anastesi : Sub Arachnoid Block (SAB)
• Lama anestesi : 12.50 – 13.50 (60 menit)
• Lama operasi : 12.55 – 13.45 (50 menit)
• Anestesiologi : dr. Ajutor Donny Tandiarrang, Sp.An
• Ahli Bedah : dr. Djemie, Sp.OG MARS
• Posisi : Supine
• Infus : 2 line di tangan kiri dan kanan
Laporan Monitoring Operasi
Menit ke- Sistole Diastole Pulse (x/m) SpO2 Obat yang diberikan
(mmHg) (mmHg)
0 (12.50) 120 90 135 100% Bupivacine
5 (12.55) 123 84 138 Lasix
10 (13.00) 84 47 121 Ephedrine

15 (13.05) 83 45 128 100% Oxytocin


20 (13.10) 83 47 125 Lasix
25 (13.15) 79 39 121 Dobutamin
30 (13.20) 83 49 120 100% Dobutamin
35 (13.25) 81 45 125 Dobutamin
40 (13.30) 89 43 120 Dobutamin
45 (13.35) 80 50 120 100% Dobutamin
50 (13.40) 81 51 125 Dobutamin
55 (13.45) 85 48 123 Dobutamin
60 (13.50) 83 45 124 100% Dobutamin
160

140

120

100

Sistole (mmHg)
80
Diastole (mmHg)
60 Pulse (x/m)

40

20

0
TERAPI CAIRAN :
BB : 65 kg
EBV : 65 cc/kg BB x 65 kg = 4.225 cc
Jumlah perdarahan : ± 1000 cc
% perdarahan : 1000/4.225 x 100% = 46,15 %
Pemberian Cairan
– Cairan masuk :
Pre operatif : kristaloid RL 500 cc

Durante operatif :
– Kristaloid RL 1500 cc
Total input cairan : 2000 cc

– Cairan keluar :
Durante operatif
• Urin ± 300 cc
• Perdarahan ± 700 cc
• Total output cairan : ± 1000 cc
POST OPERATIF
Pemantauan di Post Anasthesia Care Unit (PACU) :
- Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
- Beri O2 3L/menit nasal canul.
- Berikan antibiotik profilaksis, antiemetic, H2 reseptor bloker
dan analgetik
- Bila Bromage Score ≤ 2 boleh pindah ruangan.
- Bila mual (-), muntah (-), peristaltik usus (+), boleh makan dan
minum sedikit – sedikit.
Perintah di ruangan :
• Awasi tanda vital (tensi, nadi, pernapasan tiap ½ jam)
• Bila kesakitan beri analgetik.
• Bila mual atau muntah, beri injeksi Ondansetron 4 mg iv
• Program cairan : infus RL 20 tetes/menit
• Program analgetik : injeksi Ketorolac 30 mg iv tiap 8 jam, mulai pukul 13.00 WITA
• Selama 24 jam post operasi, pasien tidur dengan bantal tinggi (30o), tidak boleh
berdiri atau berjalan.
• Bila tekanan darah sistole < 90 mmHg, beri injeksi ephedrin 10 mg iv diencerkan.
• Bila HR < 60x/menit, beri SA 0,5 mg dan konsul anestesi.
• Bila sakit kepala hebat berkepanjangan, konsul anestesi.
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien Ny. I 26 tahun datang ke ruang operasi untuk
menjalani operasi SCTP pada tanggal 11 juni 2018 dengan diagnosis pre
operatif G3P2A0 gravid 35-36 minggu + gemelly + ADHF e.c kardiomiopati DD
Mitral Stenosis . Persiapan operasi dilakukan pada tanggal 11 juni 2018. Dari
anamnesis terdapat keluhan sesak nafas yang disertai adanya pelepasan
darah dan lender, dirasakan sejak pagi SMRS. Pemeriksaan fisik dari tanda
vital didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg; nadi 144x/menit; respirasi
38x/menit; suhu 36,6OC. Dari pemeriksaan laboratorium hematologi: Hb 9,8
g/dl; golongan darah AB; GDS: 114 mg/dl dan HBsAg(-). Dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang disimpulkan bahwa pasien
memiliki gangguan pada jantung yaitu ADHF e.c kardiomiopati dd mitral
stenosis.
Sebelum diputuskannya anestesi, hendaknya sebelumnya dilakukan penentuan
standar kesehatan pasien sesuai American Society of Anesthesia. Dengan keadaan tersebut di
atas, pasien termasuk dalam kategori ASA I. Adapun pembagian kategori ASA adalah:
I : Pasien normal dan sehat fisis dan mental
II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional
III : Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan
keterbatasan fungsi
IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan menyebabkan
ketidakmampuan fungsi
V : Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa operasi
VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil
Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan
ASA diikuti huruf E (misalnya IE atau IIE) dan pada pasien ini masuk dalam
kategori ASA PS kelas IIIE.
Sectio Caesaria adalah suatu tindakan pembedahan dengan
melakukan irisan pada dinding abdomen dan uterus yang bertujuan untuk
melahirkan bayi. Proses persalinan dengan cara sectio caesarea dapat
menggunakan anestesi umum dan regional. Anestesi spinal merupakan teknik
anestesi yang aman, terutama pada operasi di daerah umbilikus ke bawah.
Teknik anestesi ini memiliki kelebihan dari anestesi umum, yaitu kemudahan
dalam tindakan, peralatan yang minimal, efek samping yang minimal pada
biokimia darah, pasien tetap sadar dan jalan nafas terjaga, serta penanganan
post operatif dan analgesia yang minimal.
Pasien pada kasus ini dilakukan tindakan anastesi spinal.
Pada anestesi spinal terdapat kontraindikasi absolut dan relatif.
Kontraindikasi absolut diantaranya penolakan pasien, infeksi
pada tempat suntikan, hipovolemia, penyakit neurologis yang
tidak diketahui, koagulopati, dan peningkatan tekanan
intrakanial, kecuali pada kasus-kasus pseudotumor cerebri.
Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi sepsis pada tempat
tusukan (misalnya, infeksi ekstremitas korioamnionitis atau lebih
rendah) dan lama operasi yang tidak diketahui.Selain itu teknik
ini dipilih karena selain lebih murah juga efek sistemiknya lebih
rendah dibanding anestesi umum.
Persiapan pasien sebelumnya harus dilakukan
dengan memberi informasi tentang tindakan anestesi
spinal (informed consent) meliputi pentingnya tindakan
ini dan komplikasi yang mungkin terjadi. Pemeriksaan
fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat
penyuntikan untuk menyingkirkan adanya
kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya
scoliosis atau kifosis.
Perlengkapan tindakan anestesi spinal harus disiapkan lengkap untuk
monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi. Jarum
spinal dan obat anestesi spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki permukaan
yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai dengan
30G, pada pasien ini digunakan ukuran 26 G. Obat anestesi lokal yang
digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Berat jenis
obat anestesi lokal mempengaruhi aliran obat dan perluasan daerah
teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari berat
jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat
gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area
penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang
sama di tempat penyuntikan.
Pada pasien ini obat anestesi yang digunakan adalah
bupivakain hyperbaric 0,5% dengan dosis 12,5 mg. Bupivakain
bekerja menstabilkan membran neuron dengan cara
menginhibisi perubahan ionik secara terus menerus yang
diperlukan dalam memulai dan menghantarkan impuls.
Kemajuan anestesi yang berhubungan dengan diameter,
mielinisasi, dan kecepatan hantaran dari serat saraf yang terkena
menunjukkan urutan kehilangan fungsi sebagai berikut :
otonomik, nyeri, suhu, raba, propriosepsi, tonus otot skelet.
Eliminasi bupivakain terjadi di hati dan melalui pernafasan (paru-
paru).
Pada menit ke-10 pemberian obat anestesi pasien ini
mengalami penurunan tekanan dimana tekanan darah pasien
84/47 mmHg, kondisi tersebut merupakan komplikasi yang
sering terjadi pada pemberian anestesi spinal. Dimana
penurunan tekanan darah biasanya terjadinya pada 10 menit
pertama setelah suntikan, sehingga tekanan darah perlu diukur
setiap 2 menit selama periode ini. Jika tekanan darah sistolik
turun dibawah 75 mmHg (10 kPa), maka kita harus bertindak
cepat untuk menghindari cedera pada ginjal, jantung dan otak.
Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin
tinggi blok makin berat hipotensi.
Pada pasien ini hipotensi ditangani dengan
memberikan infuse cairan kristaloid secara cepat serta
efedrin sebanyak 3 mg secara intravena. Namun dapat pula
pemberian cairan kristaloid sebanyak 500 cc sebelum
pemberian anestesi spinal untuk mencegah terjadinya
hipotensi. Efedrin yang diberikan masuk ke dalam
sitoplasma ujung saraf adrenergik dan mendesak NE keluar.
Efek kardiovaskuler efedrin menyerupai efek Epinefrin
tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama.
Tekanan sistolik meningkat juga biasanya tekanan
diastolic, sehingga tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan
darah ini sebagian disebabkan oleh vasokontriksi, tetapi
terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan
kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung mungkin
tidak berubah akibat refleks kompensasi vagal terhadap kenaikan
tekanan darah. Pasien juga diberikan lasix yang isinya adalah
furosemide yang merupakan golongan loop diuretic yang kerja
utamanya dibagain epitel tebal ansa henle bagian asenden yang
digunakan untuk pengobati gagal jantung dan mencegah
terjadinya edema paru.
Pemberian Oxytocin merupakan hormon sintetik yang
diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan
kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya
umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah
menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekuensi. Tetapi pada dosis
tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau
IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus ringer laktat 20 IU
perifer, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan 10 IU intramiometrikal
(IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan
yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan
jarang ditemukan. Dosis maksimum per hari yaitu tidak lebih dari tiga
liter larutan dengan oksitosin. Farmakokinetik: waktu paruh 1-9 menit.
Pada pasien ini juga diberikan dobutamin dimana
dobutamin memberikan efek inotropic yang dapat
meningkatakan kontraktilitas jantung dan curah
jantung, sedikit meningkatakan denyut jantung tanpa
merubah resistensi perifer relatif.
Pada pukul 13.45 WITA, pembedahan selesai
dilakukan, dengan pemantauan akhir TD 83/45mmHg; Nadi
124x/menit, dan SpO2 100%. Pembedahan dilakukan selama
50 menit dengan perdarahan ± 700 cc. Pasien kemudian
dibawa ke ruang ICVCU. Selama di ICVCU, jalan nafas dalam
keadaan baik, pernafasan spontan dan adekuat serta
kesadaran compos mentis. Tekanan darah selama 15 menit
pertama pasca operasi stabil yaitu 95/63 mmHg.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai