Seorang wanita 22 tahun datang dengan keluhan tidak haid (aminorea) selama
39 minggu, pasien dipindahkan ke bangsal persalinan. Pada pemeriksaan, denyut
jantung janin didapatkan DJJ 100/menit. Persetujuan untuk dilakukan LSCS telah
diambil, pasien harus dialihkan ke ruang operasi. Didiskusikan bersama.
Pemantauan janin dimulai pada periode antepartum. Hal ini merupakan pertimbangan
penting dalam memutuskan bagaimana prognosis untuk kelangsungan hidup neonatal
dan tingkat keparahannya berdasarkan penyakit yang diderita ibu. Profil biofisik
digunakan untuk mengevaluasi janin, dimana hal- hal yang meliputi adalah tes non-
stres, pernapasan janin, gerakan janin, nada janin, volume cairan ketuban (yang
didapatkan berdasarkan sonografi). Kesejahteraan janin juga tergantung pada sistem
uteroplasenta. Bersamaan dengan pemantauan denyut jantung janin (DJJ) dan
kontraksi uterus dapat membantu dalam mendeteksi gangguan janin. DJJ normal
adalah 120 - 160 x/mnt dengan denyutan yang berubah – ubah. Jika didapatkan basal
denyut jantung janin kurang dari 110 x/menit, hal ini disebut bradikardia. Namun jika
didapatkan lebih dari 160 x/menit itu disebut takikardia.
Denyut yang berubah – ubah adalah indeks dari fungsi kardiovaskular dan
diatur oleh sistem kardiovaskular, ketidakteraturan seperti itu didefinisikan sebagai
variabilitas dasar.
1
Kelainan pada DJJ, seperti bradikardia, takikardia, dysrhythmias, penurunan
denyut atau hilangnya satu denyut ke denyut yang lain atau perlambatan dari denyut
jantung bisa menjadi tanda bahwa terjadi asfiksia janin. Sementara itu periodik pada
DJJ dibagi dalam tiga kategori tergantung pada waktu kontraksi ibu.
Tahap awal atau tipe 1 : Penurunan denyut jantung janin, yang terjadi bersamaan
dengan onset, puncak dan akhir kontraksi. Hal ini disebabkan oleh stimulus vagal
yang disebabkan oleh kompresi kepala janin dan biasanya tidak berhubungan dengan
hipoksia janin.
Tahap lambat atau tipe 2 : Penurunan DJJ secara bertahap yang dimulai setelah
timbulnya kontraksi dan berlangsung di luar akhir kontraksi. Ini menandakan
ketidakcukupan sistem uteroplasenta dan membutuhkan perhatian segera.
Tahap perubahan atau tipe 3: Perubahan DJJ, yang mana tidak terkait dengan
kontraksi uterus. Biasanya hal ini disebabkan oleh kompresi tali pusat. Dapat
diklasifikasikan sebagai;
Berat : DJJ kurang dari 70 bpm berlangsung lebih dari 60 detik, menunjukkan
asidosis janin.
Jika pemeriksaan DJJ normal, 99% menandakan bahwa janin tidak mengalami
stress. Sebaliknya, jika DJJ abnormal dalam 50% kasus, didapatkan bayi normal
tanpa asidosis tali pusat. PH darah kapiler janin, percepatan DJJ dan mengukur
denyut nadi janin dengan oximetry adalah metode tambahan untuk menilai
kesejahteraan janin.
2
Bagaimana Mendiagnosis Gangguan Janin Dan Apa Saja Penyebabnya ?
Istilah gawat janin masih belum jelas serta begitu luas, istiulah ini berdasarkan pada
pola denyut jantung janin. Kerja normal merupakan sebuah proses yang dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia janin yang berulang, dan dapat menyebabkan
acidemia. Pada proses persalinan normal dapat terjadi asfiksia pada janin dan
gangguan pada janin hal ini dapat terjadi karena indentifikasi denyut jantung janin
yang tidak tepat dan kontroversial. Pemantauan janin menurut NICHD dalam
workshop mengklasifikasikan pola denyut jantung janin sebagai berikut:
Normal
- Basal 110-160 bpm
- Variabilitas 6–25 bpm
- Percepatan
- Tidak ada deselerasi
Menengah
- Tidak ada consensus
Sangat tidak normal
- Deselerasi akhir atau variabel yang berulang dengan nol variabilitas
- Bradycardia dengan variabilitas nol.
Ada konsensus tentang definisi denyut jantung janin dengan pola yang normal,
ektrime dan sangat abnormal.
Penyebab terjadinya gawat janin
Hipotensi ibu
Abrupsi plasenta
Kompresi tali pusat (sekunder untuk prolaps uteri/oligohydramnios)
Hipertensi dalam kehamilan
Hipertonus uterus
3
Apa Implikasi Mekonium Yang Bercampur Dengan Air Ketuban?
Terdapat tiga teori yang menjelaskan gangguan pada janin akibat mekonium:
1. Gangguan patologis dimana janin melewati mekonium sehingga dapat
menyebabkan respon terjadinya hipoksia, dan adanya mekonium sebagai
penanda bahwa janin mengalami konpensasi.
2. Dalam uterus mekonium merupakan hal yang normal dimana kematangan dari
sistem gastrointestinal di bawah kontrol saraf.
3. Mekonium juga bisa menyebabkan stimulasi nervus vagal bersama tali
umbilical dan menyebabkan peningkatan peristaltik.
Kesimpulannya, tingginya insiden mekonium yang diamati pada cairan amniotik
selama persalinan sering pada gastrointestinal janin hal ini merupakan proses
fisiologis.
Ketika janin mengalami asidemia, dalam kasus janin hiperkarbia, dimana respirasi
janin dirangsang akibat aspirasi dari mekonium ke dalam alveoli. Ini mengarah pada
kerusakan skunder dari alveolar. Jadi mekonium dalam cairan amniotik adalah suatu
bahaya untuk janin.
Obat Pra Operasi Apa Yang Akan Anda Berikan Pada Pasien?
Wanita hamil lebih rentan terhadap terjadinya aspirasi isi lambung setelah induksi
anestesi umum dibandingkan pasien yang tidak hamil. Semua pasien kebidanan
meningkatkan risiko terjadinya aspirasi paru dan harus diberikan farmakoprofilaksis,
yang termasuk antasid, seperti 0,3 M natrium sitrat, 30 ml. Ini memiliki durasi 40
hingga 60 menit. Pemberian intravena histamin receptor (H2) blok yang diberikan 40
menit sebelumnya atau dapat diberikan obat saluran napas sebagai tambahan bila
diperlukan. Omeprazole, proton pump inhibitor dan antisekretori membutuhkan 40
menit untuk mengurangi keasaman lambung. Ranitidin biasanya lebih disukai.
Pemberian metoclopramide dapat menurunkan volume asam lambung sebagai
obat prokinetik yang berkerja dalam 30-60 menit. Obat ini dapat menembus plasenta
tetapi belum terbukti memiliki efek samping yang merugikan pada bayi baru lahir.
4
Perlukah Anda Memasukkan Nasogastrik Tube Atau Orogastrik Sebelum
Operasi ?
Penggunaan nasogastrik tube atau orogastrik sebelum induksi anestesi, disarankan
untuk pengosongan isi lambung; terutama jika seorang ibu melahirkan memerlukan
tenaga yang lebih banyak dan karena itu kemungkinan besar memiliki perut penuh.
Pengeluaran isi lambung secara fisik akan mengurangi volume dengan tingkat
yang lebih besar daripada metode farmakologi, tetapi volume yang tersisa mungkin
masih dapat membuat wanita hamil rentan terhadap aspirasi.
Tekanan krikoid dalam penggunaan nasogastric yang masih kontroversial.
Oleh karena itu, nasogastrik dapat ditarik keluar sebelum dilakukan induksi. Ada
study lain yang di menjelaskan bahwa memiliki risiko tinggi terjadinya aspirasi,
mungkin lebih praktis untuk memasukkan nasogastrik atau orogastrik setelah
dilakukan induksi anestesi, setelah jalan nafas aman. Sebagai risiko aspirasi berlanjut
ke masa pemulihan, ini mungkin salah satu pendekatan dan yang lebih diterima oleh
ibu.
5
Hipovolemia dengan hemokonsentrasi (reaktif transudasi cairan ke paru-
paru).
Kemudian gagal jantung dapat berkembang dan menyertai ini.
Kemungkinan akibat:
Meningkatnya tekanan arteri pulmonalis
Mengurangi statis dari paru-paru
Oksigen arteri yang rendah
Asidosis metabolik berat (biasanya berkembang kemudian)
Infeksi biasanya bukan suatu fitur
Rontgen toraks menunjukkan edema paru dan tambal sulam dengan terjadinya
atelectasis (tetapi sering ada korelasi yang buruk antara tingkat kerusakan
paru dan tampilan radiologi).
Diagnosis tambahan :
Emboli cairan amniotic
Emboli pulmoner (Embolisme Cairan Amniotik)
Penyebab lain syok dan kolaps sirkulasi meliputi:
- Abrusi plasenta
- Penyakit jantung
- Penyakit paru lain termasuk asma, pneumotoraks
- Perdarahan Subarachnoid
- Hipertermia maligna — sangat jarang.
Pencegahan sindrom Mendelson: Tindakan pencegahan dapat diterapkan dalam
persalinan (terutama pada pasien yang pernah melakukan seksio sesaria lebih
beresiko), sebelum seksio sesaria dan pascapersalinan (Misalnya dengan anestesi
untuk retensi plasenta) dan termasuk:
Hindari anestesi umum jika memungkinkan, untuk contoh dengan
menggunakan anestesi regional, epidural, dll.
6
pH Alkali dimulut saat persalinan bertujuan untuk mengurangi isi perut.
Pemberian obat dan persiapan yang berbeda dapat digunakan dosis tunggal
atau dalam kombinasi dengan tujuan meningkatkan pH di atas 2,5 dan
mengurangi volume isi lambung di bawah 25 mL. Diasumsikan bahwa ini
akan mengurangi risiko terjadinya aspirasi.
Obat-obatan yang digunakan termasuk:
- Sodium sitrat efektif meningkatkan pH lambung tetapi tidak mengurangi
volume lambung.
- Ranitidin, oral atau intravena. Dapat digunakan secara intravena saat
induksi atau sebagai pra-pengobatan secara efektif. Ini juga efektif
digunakan bila dikombinasi dengan sodium sitrat.
- Cimetidine secara oral, intramuskular atau secara intravena lebih efektif.
- Metoclopramide digunakan secara intravena dengan sodium sitrat yang
oral yang bertujuan mengurangi volume isi lambung dan pH.
- Omeprazole.
Teknik anestesi yang baik termasuk:
- Kehadiran ahli anestesi kebidanan yang berpengalaman di setiap
seksio sesaria atau anestesi untuk retensi plasenta.
- Penggunaan manuver Sellick (tekanan krikoid) untuk mencegah
regurgitasi.
- Preoksigenasi pasien sebelum intubasi.
- Mengidentifikasi pasien yang kemungkinan sulit untuk melakukan
intubasi. Pasien dapat diidentifikasi sesuai dengan karakteristiknya
(leher pendek, dll) tetapi jika intubasi sudah sulit dapat dilakukan
anastesi lain.
Kepatuhan dan pelatihan dalam ' prosedur intubasi gagal'.
7
Apa Yang Anda Pahami Dengan Manuver Sellick (Tekanan Krikoid)?
Tekanan cricoids, kadang-kadang disebut manuver Sellick (atau bahkan ‘The
Sellick’s), adalah penerapan tekanan mundur pada kartilago cricoids untuk menutup
esofagus.
Tekanan cricoids harus dilakukan selama induksi anestesi untuk operasi
darurat dan untuk operasi elektif ketika sphincter esofagus bawah mungkin tidak
kompeten (misalnya kehamilan trimester akhir atau penyakit refluks pada gastro-
esofagus), dan pada pasien dengan pengosongan lambung yang tertunda (mis.
neuropati otonom diabetik).
8
Latihan tekanan cricoid: Meliputi pasien yang memiliki anatomi baik dengan umpan
balik waktu nyata pada teknik.
Tekanan krikoid dan laryngeal mask airway: tekanan Krikoid telah ditunjukkan untuk
mencegah insufflations lambung bila digunakan dengan laryngeal mask airway
(LMA).
Meskipun LMA dapat berhasil disisipkan sementara tekanan krikoid sedang
diterapkan, hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan, dan dapat menyebabkan
hambatan pada ventilasi. Jika insersi LMA gagal, tekanan krikoid dapat dihentikan
dan diterapkan kembali setelah LMA berhasil.
9
Aplikasi awal PEEP.
10
Anestesi Spinal
Keuntungan:
Onset cepat
Menyediakan blok padat
Dosis anestesi lokal dosis kecil digunakan, jadi minimal transfer obat ke janin
Kegagalan sangat jarang dengan blok
Menurunkan risiko gagal intubasi dan aspirasi isi lambung
Menghindari penyebab depresan
Kemampuan ibu untuk tetap terjaga dan menikmati pengalaman persalinan
Telah disarankan karena kehilangan darah berkurang pada anestesi regional.
Kekurangan:
Insiden hipotensi lebih tinggi.
Durasi anestesi terbatas.
Meskipun mencapai blok yang memadai (T4), beberapa wanita di bawah
anestesi spinal akan mengalami beberapa derajat ketidaknyamanan visceral
selama pengerjaan (terutama dalam situasi di mana dokter kandungan
mengekspos uterus). Kualitas dapat ditingkatkan dengan menambahkan
opioid.
PDPH dengan jarum yang lebih besar.
Blok tulang belakang total — komplikasi yang langka dan serius terjadi
setelah penyebaran cephalad berlebihan dari anestesi lokal.
Hematoma: Insiden cedera neurologis yang dihasilkan dari hematoma yang
terkait dengan tulang belakang sangat rendah perkiraan 1 dalam 220.000.
11
Anestesi Epidural
Keuntungan:
Ini memberikan fleksibilitas, ketika kateter anastesi ditempatkan untuk
persalinan dan dapat digunakan untuk bagian
Volume obat anestesi lokal dapat dititrasi
Insiden hipotensi kurang
Semua kelebihan blok regional seperti yang disebutkan di atas.
Kekurangan:
Butuh waktu sedikit lebih lama untuk penyisipan dan institusi analgesia
Dosis besar anestesi lokal digunakan untuk mencapai tingkat yang memadai
Kegagalan termasuk blok yang tidak lengkap atau tambal sulam lebih banyak
dan sering dari spinal.
General Anesthesia
Itu perlu ketika
Kompromi janin yang mengancam jiwa
Kasus dengan koagulopati nyata
Pendarahan ibu.
Keuntungan
Kecepatan induksi
Kontrol saluran napas
Hemodinamik superior.
12
Penggunaan vasopressor: Ephedrine telah dianggap sebagai vasopresor paling
aman karena meningkatkan tekanan arteri dan aliran darah arteri uterina
sehingga tidak terjadi penurunan bersamaan dalam perfusi uteroplasenta. Itu
keseluruhan peningkatan curah jantung dari adrenergic stimulasi efedrin akan
mempertahankan arteri uterine perfusi dan kompensasi untuk adrenergik
ringannya vasokonstriksi. Saat ini sejumlah penelitian menunjukkan hal itu
phenylephrine tidak mempengaruhi hasil neonatal dan bahkan dapat
menurunkan insidensi asidosis janin.
13
Jika Anda Tiba-Tiba Tidak Dapat Melakukan Intubasi Pasien Ini, Bagaimana
Anda Mengatur Jalan Napas?
Obstetri adalah salah satu dari beberapa bidang kedokteran di mana ada keadaan
darurat yang "benar". Ada dua nyawa yang berisiko, yaitu dari ibu dan bayinya.
Dengan ASA algoritma merupakan cara penilaian seperti untuk menilai
sulitnya jalan nafas , penilaian awal diperlukan dan selanjutnya keputusan dibuat
berdasarkan penilaian ini. Inisial penilaian termasuk evaluasi jalan napas ibu dan
status janin. Dokter perlu memutuskan apakah saluran napas sulit, karena kesulitan
jalan napas yang diharapkan lebih mudah dikelola dari obstrusi jalan napas yang tak
terduga.
Meskipun "kebijaksanaan konvensional" mendukung suatu daerah teknik di
jalan napas sulit yang diharapkan, komplikasi atau kegagalan teknik regional
mungkin membuatnya perlu intubasi trakea. Dengan demikian, rencana cadangan
diperlukan, dengan ketersediaan peralatan yang tepat.
Jalan nafas yang sulit dan gagal adalah masalah bagi semua yang terlibat
dalam perawatan pasien hamil dalam persalinan dan ruang pengiriman. Semua
penyedia anestesi harus dilatih dalam penilaian dan perawatan jalan napas kebidanan.
Penting untuk memiliki bagan alur udara yang sulit, yang seharusnya
termasuk: proseal LMA, Intubating LMA, combitube, fibreoptic bronkoskopi
fleksibel, set krikotirotomi dengan ventilasi jet.
14
Bagan alur 14.1 Manajemen pasien yang tidak dapat di intubasi
15
Apa sistem penilaian Apgar? Apa maknanya?
Skor apgar adalah bantuan yang berguna untuk mengevaluasi bayi apakah
membutuhkan resusitasi yang dinilai pada menit 1 dan 5 setelah lahir. Nilai dibuat
pada tahun 1952 oleh Dr Virginia Apgar. Skor Apgar dari 10 dalam praktek jarang
ditugaskan. Sebagian besar bayi dalam kondisi baik saat lahir dan memiliki skor
Apgar 7 hingga 10.
Skor Apgar yang rendah padan menit 1 tidak berkorelasi dengan hasil masa
depan bayi. Ubah skor antara menit 1 dan 5 adalah indeks efektif dari upaya
resusitasi. Skor Apgar pada 1 dan 5 menit berkorelasi buruk dengan sebab atau hasil.
Korelasi skor Apgar dengan hasil neurologis masa depan meningkat ketika skor tetap
0 hingga 3 pada menit 10, 15, dan 20.
Diskusikan segera resusitasi bayi baru lahir saat ahli anak tiba?
Bayi yang baru lahir yang tidak memerlukan resusitasi bisa umumnya diidentifikasi
dengan penilaian cepat berikut ini empat karakteristik:
Apakah bayinya lahir dengan post term?
Apakah cairan ketuban bersih dari mekonium dan bukti infeksi?
Apakah bayi bernafas atau menangis?
Apakah bayi memiliki tonus otot yang baik?
16
Jika jawaban untuk keempat pertanyaan ini adalah "ya," bayi tidak perlu resusitasi
dan tidak boleh dipisahkan dari ibu. Bayi bisa dikeringkan, ditempatkan langsung
dada ibu, dan ditutupi dengan linen kering untuk memelihara suhu tubuhnya.
Observasi pernapasan, aktivitas, dan warna kulit harus berkelanjutan. Jika jawaban
untuk penilaian ini pertanyaan adalah "tidak," ada kesepakatan umum bahwa bayi
harus menerima satu atau lebih dari empat kategori berikut tindakan berurutan:
A. Langkah awal stabilisasi (berikan kehangatan, posisi, bersihkan saluran napas,
kering, merangsang, reposisi)
B. Ventilasi
C. Kompresi dada
D. Administrasi epinefrin dan / atau ekspansi volume. Untuk detail tambahan,
lihat panduan CPCR.
17
Adakah protokol untuk resusitasi neonatal?
Ya, protokol untuk resusitasi neonatal ditampilkan dalam
Diagram alur 14.2
18
Bacaan yang disarankan
1. Fim-Sun F Yao, et al. Yao and Artusio’s Anesthesiology: Problem Oriented
Patient Management, Sixth Edition.
2. Hien C, Owen H. Journal of Emergency primary Health Care (JEPHC) Vol. 3,
Issue. 2005;1–2.
3. Rudra A. Airway Management in obstetrics. Indian J Anaesth.
2005;49(4):328–35.
4. Vasdev GM, Harrison BA, Keegan MT, Burkle CM. Management of the
difficult and failed airway in obstetric anesthesia. J Anesth. 2008;22:38–48.
5. Willam’s Textbook of Obstetrics, 21st edition. Cunningham Gray F et al.
19